Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH FARMASI FORENSIK

PERKEMBANGAN FARMASI FORENSIK DI SELURUH DUNIA

DISUSUN OLEH:

1. FIDHIA RARA LANDE / 16130150


2. JANETTE RINDANA PARANOAN / 1613015087
3. KADEK AYU DWI SEPTIANI / 1613015132
4. NOVIA ANGGRAINI / 16130151
5. M. RAHMAT HIDAYAT / 16130151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak


melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik
diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk
kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus
kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis
(pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut.

Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu


keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara
ilmiah. Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim tidaklah
mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan
menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh
berbohong, maka dengan hanya berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak
dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses perkara
pidana dimaksud.

Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah


ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan
sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan
penegakan hukum dan keadilan.

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari mengenai obat dan pengobatan,


sedangkan forensik berarti penggunaan/penerapan ilmu dalam aturan dan
perundangan. Sehingga farmasi forensik adalah ilmu pengobatan yang
dihubungkan dengan hukum dan perundangan. Farmasi forensik bukan bidang
yang eksotis. Banyak masalah tentang masyarakat yang relevan dengan farmasi
forensik termasuk kontrol penyalahgunaan zat, kejahatan, penipuan, pemerkosaan,
dan tes ketenagakerjaan untuk narkoba. Apoteker dapat memberikan kesaksian
yang berharga dalam kasus-kasus yang melibatkan pengemudi dalam keadaan
mabuk, pembunuhan, bunuh diri, malpraktik, pelecehan anak, kasus cedera
pribadi, paten, dan sebagainya.

1. 2. Rumusan Masalah

1. 2. 1. Bagaimana sejarah farmasi forensik?

1. 2. 2. Bagaimana perkembangan farmasi forensik di seluruh dunia?


1. 3. Tujuan Masalah

1. 3. 1. Untuk mengetahui sejarah farmasi forensik.

1. 3. 2. Untuk mengetahui perkembangan farmasi forensik di seluruh dunia.


BAB II

ISI

2. 1. Sejarah Farmasi Forensik

Sejarah mencatat sampai abad ke-19, diawali dengan kejadian bahwa


sebagian besar racun yang tidak terdeteksi, sehingga para pelaku yang
menebarkan racun alias peracun biasanya lolos dari jeratan hukum. Anggota
keluarga atau tetangga atau orang terdekat mungkin menjadi tersangka jika istri
tidak dicintai atau suami atau orang tua yang kaya tiba-tiba mati, dikarenakan
tidak ada yang bisa membuktikan bahwa orang tersebut telah diracuni. Akibatnya,
ahli sejarah mengatakan, keracunan terus terjadi hingga tersebar luas di beberapa
tempat dan waktu, seperti di Italia dan Perancis pada akhir tahun 1600-an.

Sekitar tahun 1887, ilmu forensik telah berkembang dengan lahirnya


tokoh forensik bernama Mathieu Orfila (1787-1853) beliau lahir di Spanyol, ia
belajar divalencia madrid dan pada tahun 1981 berhasil mendapatkan gelar
medisnya kemudian akhirnya menetap di Perancis sampai beliau berhasil dengan
mengembangkan ilmu forensiknya sehingga dijuluki dengan Bapak Toksikologi
Forensik dan pada tahun 1814 ilmuwan asal spayol tersebut berhasil menerbitkan
sebuah risalah pada deteksi racun.

Alphonse Bertillon (1853-1914) yang merupakan ilmuwan asal perancis,


pada tahun 1879 ilmuwan asal perancis tersebut diklaim sebagai salah satu
ilmuwan yang pertama yang merancang Sistem ID Orang dengan menggunakan
serangkaian ukuran tubuh seseorang, Sistem ID pertama dirancang sebagai alat
untuk mengolah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan sampai sekarang alat
tersebut masih digunakan dan bermanfaat dalam membantu mengungkap tindakan
kejahatan atau dikenal dengan Antropometri (dari Bahasa Yunani άνθρωπος yang
berati manusia and μέτρον yang berarti mengukur, secara literal berarti
“pengukuran manusia“), dalam antropologi fisik merujuk pada pengukuran
individu manusia untuk mengetahui variasi fisik manusia. Atau Sistem Bertillion
mengandalkan rinci deskripsi dan pengukuran subjek; pengukuran Eleven
yang diperlukan. Ini termasuk tinggi, lebar kepala, dan panjang kaki.

Pada akhir abad ke-19, serangkaian pejabat administrasi Inggris dan


ilmuwan menunjukkan bagaimana sidik jari dapat digunakan untuk
mengidentifikasi orang dan memecahkan kejahatan. Dan sejak zaman kuno orang-
orang telah mengatakan bahwa sidik jari memiliki keunikan. Sidik jari digunakan
Cina sebagai tanda tangan pada kontrak sekitar 2.000 tahun yang lalu. Pada 1788,
seorang ilmuwan Jerman, JC Mayer, mengakui dan menulis dalam sebuah buku
teks anatomi, “susunan pegunungan kulit [dengan jari] tidak pernah dapat
diduplikasi oleh dua orang.” Profesor anatomi Ceko Jan Evangelista Purkyne
membagi sidik jari menjadi sembilan jenis dalam sebuah buku tentang kulit yang
diterbitkan pada tahun 1823.

Tahun 1892 ilmuwan asal inggris Francis Galton lahir di Sparbrook


(1822-1911). Terori Evolusinya melalui Seleksi Alamnya Dia mulai belajar
antropometri pada tahun 1884, mengukur karakteristik fisik dan kekuatan (seperti
pegangan kekuatan dan ketajaman penglihatan) dari ribuan sukarelawan. Di akhir
1880-an, Galton mulai berpikir bahwa sidik jari sebagai karakteristik fisik.

Karl Landsteiner (1868-1943), ia memperoleh gelar medis dari


University of Vienna pada tahun 1891. Pada tahun 1901 mengatakan bahwa darah
manusia Ditemukan dan bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang berbeda
yakni (A, B, AB dan O) pada 1930 ilmuwan asal autria tersebut memenangkan
Hadiah Nobel dan pada tahun 1940 ilmuwan tersebut berhasil membantu untuk
menemukan faktor Rh dalam darah manusia yang sekarang di sebut golongan
darah; yakni pengklasifikasian darah dari suatu individu berdasarkan ada atau
tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah.

Jean-Alexandre-Eugène Lacassagne 1843. Ia menjadi tertarik pada


yurisprudensi medis (kedokteran forensik) saat bertugas di Tunis dan Aljazair. Ia
belajar luka tembak dan menulis sebuah makalah tentang menggunakan tato untuk
identifikasi. Pada tahun yang sama 1878, ia menulis buku tentang kedokteran
forensik, ikhtisar de Medicine Hukum (Ringkasan kedokteran forensik), yang
membuat reputasinya di lapangan. 1880-an, Lacassagne menghabiskan banyak
waktu di kamar mayat, ia mempelajari bagaimana cara tubuh manusia berubah
setelah kematian .

Pada 1890-an, Lacassagne mengeksplorasi bidang lain yang akan


menjadi bagian standar dari ilmu forensik. Dia adalah orang pertama yang dikenal
sebagai seorang analisis terhadap bentuk dan pola tetes darah berceceran di TKP.

LOOMIS (1978) berdasarkan aplikasinya toksikologi


dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan,
toksikologi ekonomi dan toksikologi forensik. Tosikologi forensik menekunkan
diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan
peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah analisis racun baik
kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di
pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai