Selama ini kita sudah mengenal islam, tetapi islam dalam potret yang
bagaimanakah yang kita kenal itu? tampaknya masih merupakan suatu persoalan
yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal islam dalam potret yang
ditampilkan oleh iqbal dengan nuansa filosofis dan sufistiknya. Selanjutnya di
Indonesia kita mengenal pemikiran islam dari Harun Nasution yang banyak
menggunakan pendekatan filosofis dan historis sebagai acuannya.
1
Abuddin Nata metodologi studi islam(Jakarta: Rajawali pers,2011)hlm.77-79
kecuali yang berdasarkan syirik dan paganisme, kemudian pengakuan
akan hak agama-agama lain dengan sendirinya merupakan dasar
paham kemajemukan sosial budaya dan agama, sebagai ketetapan
Tuhan yang tidak berubah-ubah. Seperti yang tertera dalam QS Al-
Maidah ayat 44-50.
45. dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada
kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan
hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-
orang yang zalim.
46. dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa
putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan
Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada)
petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang
sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk
orang-orang yang bertakwa.
56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
57. aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
Ketentuan ibadah demikian itu termasuk salah satu bidang ajaran islam
dimana akal manusia tidak perlu campur tangan, melainkan hak dan otoritas
Tuhan sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini mematuhi, mentaati
melaksanakan dan menjalankannya dengan penuh ketundukan kepada Tuhan,
sebagai bukti pengabdian dan rasa terima kasih kepadanya. Hal demikian
menurut Ahmad Amin, dilakukan sebagai arti dan pengisian dari makna islam
yang berserah diri, patuh, dan tunduk guna mendapatkan kedamaian dan
keselamatan. Dan itulah yang selanjutnya membawa manusia menjadi hamba
yang saleh, sebagaimana dinyatakan Tuhan:hamba Allah yang saleh adalah
yang berlaku rendah hati (tidak sombong dan tidak angkuh), jika mereka
diejek oleh orang bodoh mereka selalu berkata selamat dan damai.
ketenangan jiwa, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal saleh dan
ibadah, dan tidak kepada nasab keturunan, semuanya itu adalah gejala
kedamaian dan keamanan sebagai pengamalan dari ibadah.
c. Bidang akidah
117. Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak
(untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan
kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.
e. Bidang pedidikan
f. Bidang social
Islam menilai bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal,
karena melanggar pantangan tertentu, maka kifarat (tebusannya) adalah
dengan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan sosial. Bila
puasa tidak mampu dilakukan karena sakit yang menahun dan sulit
diharapkan sembuhnya, maka boleh diganti dengan fidyah (tebusan) dalam
bentuk memberi makan orang miskin. Sebaliknya, bila orang tidak baik
dalam urusan muamalah, urusan ibadahnya tidak dapat menutupnya. Yang
merampas hak orang lain tidak dapat menghapus dosanya dengan shalat
tahajud. Orang yang berbuat dzalim tidak akan hilang dosanya dengan
membaca dzikir seribu kali. Bahkan dari beberapa keterangan, kita
mendapatkan kesan bahwa ibadah ritual tidak diterima Allah bila
pelakunya melanggar norma-norma muamalah.
Dengan demikian, dari sejak semula islam adalah agama perdamaian , dan
dua ajaran pokoknya yaitu, keesaan Allah, dan kesatuan atau persaudaraan umat
manusia, menjadi bukti yang nyata bahwa agama islam selaras benar dengan
namanya. Islam bukan hanya dikatakan sebagai agama sekalian nabi Allah,
melainkan juga sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya kepada undang-
2
Abuddin Nata, ibid. hlm.94
undang Allah.Yang kita saksikan pada alam semesta, inipun tersirat dalam kata
aslama. Arti islam yang luas ini tetap dipertahankan dalam penggunaaan kata itu
dalam hukum syara’, karna menurut hukum syara’ islam mengandung arti dua
macam yaitu:
Kedua, misi ajaran islam sebagai pembawa rahmat dapat dilihat dari peran
yang dimainkan islam dalam menangani berbagai problematika agama, sosial,
politik, ekonomi, hukum, pendidikan, kebudayaan, dan lain sebagainya.
Artinya: “Dan tiada kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (QS. Al-Ambiya,21:107).
Misi kerahmatan Nabi Muhammad SAW.Bukan hanya dapat dilihat dari misi
ajaran Islam yang dibawanya sebagaimana telah disebutkan diatas melainkan juga
terlihat dalam praktik kehidupan nabi Muhammad yang dikenal dengan seorang
yang sangat sayang kepada umatnya dan kepada manusia pada umumnya.
1) Sebagai factor kreatif yaitu ajaran agama yang dapat mendorong manusia
melakukan kerja produktif dan kratif.
2) Factor motifatif, yaitu bahwa ajaran agama dapat melandasi cita-cita dan
amal perbuatan manusia dalam aspek kehiduapannya.
3) Factor sublimatif, yakni ajaran agama yang dapat meningkatkan dan
mengkhuduskan fenomena kegiatan kegiatan manusia tidak hanya hal
keaagamaan saja, tetapi juga bersifat keduniaan.
4) Factor integrative, yaitu ajaran agama yang dapat dipersatukan sikap dan
pandangan manusia serta aktivitasnya baik secara individual maupun
kolektif dalam menghadapi berbagai tantangan.
Kelima, misi ajaran Islam sebagai pembawa rahmat dapat pula dilihat dari
peran yang dimainkannya dalam sejarah. Bahwa Islam diabad klasik (abad 7-13
M) atau selama lebih kurang 7 abad telah tampil sebagai pengawal sejarah umat
manusia menuju kehidupan yang tertib, aman, damai, sejahtera, maju dalam
bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban.
Keenam, misi ajaran islam lebih lanjut dapat pula dilihat dari praktik
hubungan Islam dengan penganut agama lain sebagaimana dilakukan Nabi
Muhammad SAW. Di Madinah
kesimpulan
Karakteristik ajaran islam secara dominant ditandai oleh pendekatan normative,
histories, dan filosofis. Ajaran islam memiliki cirri-ciri yang secara kesuluruhan
amat ideal. Islam agama yang mengajarkan perdamaian, toleransi terbuka,
kebersamaan, egaliter, kerja keras yang bermutu, demokratis, adil, seimbang
antara urusan dunia dan akherat.Islam memiliki kepekaan terhadap masalah-
masalah sosial kemasyarakatan.Islam dalam kesehatan mengutamakan
pencegahan dari pada penyenmbuhan.Bidang kesehatan memperhatikan segi
kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat tinggal, dan lingkungan.Islam juga
tampil sebagai disiplin ilmu, yaitu ilmu keislaman dengan berbagai
cabangnya.Karakteristik isalm yang demikian ideal itu tampak masih belum
seluruhnya diketahui dan diamalkan. Antara ajaran islam yang ideal dan kenyatan
umatnya masih ada kesenjangan. Hal ini memerlukan pemecahan, antar lain
dengan merumuskan kembali metode dan pendekatan dalam memahami islam.