Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A) Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih
banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi
penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran
orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang
menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada
terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare
dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang.
Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. Sehingga
mungkin saja diare akan membahayakan anak. (anaksehat.blogdrive.com)

Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di
dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa
1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare.

Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap
harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan
penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.
Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun.

Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan
untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata ada
beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke
makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan
bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu.
(lovenhealth.blogspot.com).
B) Rumusan Masalah
1. Apa itu diare ?
2. Apa saja klasifikasi diare ?
3. Apa etiologi diare ?
4. Apa saja tanda dan gejala diare ?
5. Bagaimana patofisiologi diare ?
6. Bagaimana pathway dari diare ?
7. Bagaimana upaya pencegahan dan pengobatan pada diare?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada diatre?

A) Tujuan
Dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan penanganan pada pasien diare
serta membantu mahasiswa untuk :
1. Mengetahui definisi dari penyakit diare.
2. Mengetahui klasifikasi dari penyakit diare.
3. Mengetahui etiologi dari penyakit diare.
4. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit diare.
5. Mengetahui patofisiologi penyakit diare.
6. Mengetahui pathwaypada penyakit diare.
7. Mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan pada penyait diare.
8. Mengetahui proses keperawatan pada penyakit diare.
BAB II
PEMBAHASAN

A) Pengertian Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari
yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.Penyakit ini paling sering
dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa
mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk
bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3x pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau, dapat pula bercampur
lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiah, 1997).
Diare adalah satu dari gejala yang lebih sering terjadi pada anak yang mengganggu
motilitas usus dan mengganggu absorbsi air dan elektrolit serta mempercepat ekskresi dari isi
usus yaitu dengan buang air besar yang frekuensinya dan bertambah (Scipien Chard Hawe
Barnard, 1993).
Diare adalah suatu keadaan atau masalah yang biasanya terjadi pada anak yang
dapat terjadi secara akut dan kronik, dengan buang air besar yang sering dan dapat lebih cepat
menjadi dehidrasi. (Janeball dan Ruth Bindler, 1995).
Menurut Depkes (2003), diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2
tahun dan pada umumnya terjadi pada bayi dibawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu
formula. Buang air besar yang sering dengan tinja normal atau bayi yang hanya minum ASI
kadangkala tinjanya lembek tidak disebut diare.
B) Klasifikasi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
1. Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare
akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi
penderita diare.
2. Disentri
Yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat
badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten
Yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten
adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain
Yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan
penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Rendle Short (1961) mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya infeksi ;
gastroenteritis (diare dan muntah) menjadi 2 golongan :
1. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella),
enterokolitisstafilokok.
2. Diare non-spesifik : diare dietetic.

Klasifikasi lain berdasarkan organ yang terkena infeksi :


1. Diare infeksi enteal atau diare karena infeksi di usus ( bakteri, virus, parasit).
2. Diare infeksi pareteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis media, infeksi saluran
pernafasan, infeksi saluran urine dan lainnya). (Suharyono, 2008)

Ellis dan Mitchell (1973) membagi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan lamanya
diare yaitu :
1. Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat terjadi pada
semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut gastroenteritisinfantile.
Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal sampai 2
minggu. Walker Smith (1978) menyatakan sebagai salah satu penyebab penting diare akut
pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive
terhadap protein susu sapi atau ‘Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau
lebih dikenal dengan alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy (CMA).
2. Diare kronik yang umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan kronik disebut diare
subakut. Walker Smith (1978) mendefinisikan diare kronik sebagai diare yang berlangsung 2
minggu atau lebih.

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:


1. Diare akut
Yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab
diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman
penyakit. Patogenesis Diare Akut :
a) Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung.
b) Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
c) Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
d) Akibat toksin tersebut terjadi hipersekrsi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
1. Diare kronik
Yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau
berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut. Penyebabnya diakibatkan luka oleh
radang usus, tumor ganas dan sebagainya. Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor
yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.
A) Etiologi Diare
Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokan menjadi :
1. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
2. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain.
3. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium( 4-11%).
4. Keracunan makanan.
5. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.
6. Alergi : makanan, susu sapi.
7. Imunodefisiensi : AIDS

Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari gastroenteritis sangat beragam ,
antara lain sebagai berikut :
1. Faktor infeksi :
a) Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air
minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V. Cholera, dan
clostridium).
b) Infeksi berbagai macam virus :enterovirus, echoviruses, adenovirus, dan rotavirus.
Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus Rotavirus.
c) Jamur : kandida.
d) Parasit (giardia clamblia, amebiasis, crytosporidium dan cyclospora).
1. Faktor non infeksi/ bukan infeksi :
a) Alergi makanan, misal susu, protein.
b) Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit.
c) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.
d) Obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.
e) Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis.
f) Emosional atau stress.
g) Obstruksi usus.

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan
penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:
1. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan
sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi
bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada
saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang
tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang
memakannya.
Pada usia 4 bulan, bayi tidak diberi ASI eksklusif lagi dimana ASI eksklusif adalah pemberian
ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan. Hal ini akan menurunkan risiko kesakitan dan kematian
akibat diare karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh terhadap infeksi. Faktor-
faktor yang dapat meningkatkan risiko diare yaitu :
1. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan meningkatkan
risiko pencemaran kuman, susu akan terkontaminasi oleh kuman dari botol selain itu kuman
akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.
2. Menyimpan makanan pada suhu kamar, kondisi ini akan menyebabkan permukaan makanan
mengalami kontak dengan peralatan makan yang dapat menjadi media yang sangat baik bagi
perkembangan mikroba.
3. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah buang air besar (BAB) dapat
terjadi kontaminasi langsung.
4. Tidak mencuci tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci Universitas Sumatera
Utara tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja
bayi dengan benar. (Depkes RI, 2005)

A) Tanda dan Gejala Diare


Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya adalah :
1. Gejala umum :
a) Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas diare.
b) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.
c) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.
d) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah.
1. Gejala spesifik :
a) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
b) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, atau
berat.
2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan
lebih dari 10 % berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai
kopensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan PH arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi).
Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum
diketahui,kemungkinan karena cairan ekstra seluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam
cairan intraseluler sehingga terjadi odema otak yang mengakibatkan koma.
5. Gangguan gizi gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta
sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :


1. Tanpa dehidrasi
Biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bias bermain seperti biasa. Umumnya karena
diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang
Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan
cepat jika dicubit.
3. Dehidrasi berat
Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, napas
cepat, anak terlihat lemah.

Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:


1. Frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali.
2. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
3. Suhu badannya pun meninggi.
4. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
5. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
6. Anusnya lecet.
7. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
8. Muntah sebelum atau sesudah diare.
9. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
10. Dehidrasi.

A) Patofisiologi Diare
Menurut Muttaqin (2011), peradangan pada gastroenteritis disebabkan oleh infeksi dengan
melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin.
Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan menurunkan absorbsi cairan sehingga
akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Menurut Diskin (2008) di buku Muttaqin (2011) adapun mekanisme dasar yang
menyebabkan diare, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Gangguan osmotik
Dimana asupan makanan atau zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Respons inflamasi mukosa
Pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan
respons peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus,
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus
Terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia).
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah).
3. Hipoglekemia, gangguan sirkulasi darah.

Pendapat lain menurut Jonas (2003) pada buku Muttaqin (2011). Selain itu, diare juga dapat terjadi
akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam
lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat
toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme
memproduksi toksin. enterotoksin yang diproduksi agen bakteri (E. Coli dan Vibrio cholera) akan
memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen
gastrointestinal.

A) Pathways Diare
Fak. Mal Absorbsi Fak. Makanan Fak. Psikologi
(karbohidrat, lemak (Makanan Basi, Beracun, (Rasa takut dan Cemas)
protein) Alergi Makanan)

Penyerapan sari-sari makanan

Saluran pencernaan tidak adekuat

Isi rongga usus berlebihan

Terdapat zat-zat makanan Gangguan Peningkatan


sekresi motilitas usus
tidak dapat diserap

Peningkatan
Kesempatan
Tekanan osmotik aktivitas sekresi
Kulit disekitar usus menyerap
meningkat air dan elektrolit
anus lecet dan makanan
teriritasi, muntah, Mk: Deficit Tubuh bereaksi berkurang
Mk: Nutrisi
Reabsorbsi
kemerahan didalam
dan volume cairan
Mk: Kerusakan Peningkatan frekuensi terhadap invasi
Peningkatan suhu kurang dari
BAB gatal
integritas
usus terganggu
sering, dan
kulit konsistensicairanelektrolit
elektrolit isinyamikroorganisme
Mengeluarkan
dan
cairDehidrasi tubuh
Mk:Inflamasi kebutuhan
saluran pencernaan
Hipertermi Anoreksia
Mual
B) Pemeriksaan Penunjang Diare
Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikrokopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance),
biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotik
(pada diare persisten).
2. Pemeriksaan darah:darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K,
Ca, dan P serum pada diare yang disertai dengan kejang).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah
Fungsinya untuk mengetahui faal ginjal.
4. Duodenol icubation
Untuk mengetahui kuman penyebab penyakit diare.
A) Komplikasi Diare
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari diare ada :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)
Diare berat yang disertai nausea dan muntah sehingga asupan oral berkurang dapat
menyebabkan dehidrasi, terutama pada anak dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi
sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin
gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik . Hal ini disebabkan oleh tubuh
yang senantiasa menjaga homeostasis. Rasa haus dan pengeluaran urin yang sedikit saat
tubuh kekurangan cairan bertujuan mengatur osmolaritas cairan ekstraseluler.
Dehidrasi yaitu suatu keadaan tubuh dimana cairan yang keluar lebih banyak
daripada cairan yang masuk. Menurut keadaan klinisnya, dehidrasi dibagi menjadi:
a) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): turgor berkurang, suara serak (vox cholerica),
pasien tidak syok. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi ringan ditandai dengan
penurunan cairan 5% dari total berat badan tanpa ada keluhan mencolok selain anak
terlihat lesu, haus, dan agak rewel.
b) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien dalam
keadaan presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Menurut klasifikasi
WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan 5%-10% dari total BB dengan
tanda berupa gelisah, cengeng , kehausan, mata cekung, dan kulit keriput.
c) Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda sama dengan dehidrasi sedang disertai
dengan kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, dan sianosis. Menurut
klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan tubuh >10% dari
total berat badan dengan tanda berupa berak cair terus-menerus, muntah terus-menerus,
kesadaran menurun, sangat lemas, terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau makan,
mata cekung, bibir kering dan biru. Selain itu, terdapat pula tanda berupa cubitan kulit
baru kembali setelah lebih dari 2 detik, tidak kencing selama 6 jam atau lebih (frekuensi
berkurang), dan terkadang disertai panas tinggi dan kejang.

Panduan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) dari WHO, dehidrasi dinilai melalui:6
1) Kesadaran; lakukan penilaian mengenai keadaan anak, letargi atau tidak sadar. Tidak hanya itu, kita
bisa menilai apakah anak tampak lelah atau rewel. Kelelahan muncul akibat rasa haus yang meningkat.

2)Ada tidaknya mata yang cekung; penilaian secara subyektif dan obyektif.

3)Kemauan anak untuk minum

4)Mencubit kulit (skin pinch); cubitan secara longitudinal pada pinggir lateral dari abdomen dan
umbilicus.
1. Renjatan hipovolemik.
2. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
elektrokardiogram)
3. Hipoglikemia.
4. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
5. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
6. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

Diare dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Sebagian besar komplikasi disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa sepsis (pada
infeksi sistemik) dan abses liver.

A. Dehidrasi
Diare berat yang disertai nausea dan muntah sehingga asupan oral berkurang dapat menyebabkan
dehidrasi, terutama pada anak dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat,
dan perubahan ortostatik . Hal ini disebabkan oleh tubuh yang senantiasa menjaga homeostasis. Rasa
haus dan pengeluaran urin yang sedikit saat tubuh kekurangan cairan bertujuan mengatur osmolaritas
cairan ekstraseluler.2,3

Fisiologi haus dan kontrol pengeluaran air di urin4


Haus adalah perasaan subyektif yang mendorong seseorang untuk minum. Defisit H2O bebas dan
kelebihan H2O bebas menstimulasi osmoreseptor hipotalamus yang terletak dekat dengan sel penghasil
vasopressin dan rasa haus. Osmoreseptor memantau osmolaritas cairan tubuh dan ketika osmolaritas
meningkat (penurunan kadar H2O) terjadi perangsangan sekresi vasopressin. Vasopresin meningkatkan
permeabilitas tubulus ginjal distal sehingga reabsorbsi meningkat. Pada akhirnya, volume urin yang
dikeluarkan menurun.

Dehidrasi yaitu suatu keadaan tubuh dimana cairan yang keluar lebih banyak daripada cairan yang
masuk. Menurut keadaan klinisnya, dehidrasi dibagi menjadi:1,5
1.Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): turgor berkurang, suara serak (vox cholerica), pasien tidak
syok. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi ringan ditandai dengan penurunan cairan 5% dari total berat
badan tanpa ada keluhan mencolok selain anak terlihat lesu, haus, dan agak rewel.
2.Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien dalam keadaan presyok
atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai
dengan penurunan cairan 5%-10% dari total BB dengan tanda berupa gelisah, cengeng , kehausan,
mata cekung, dan kulit keriput.

3.Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda sama dengan dehidrasi sedang disertai dengan
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, dan sianosis. Menurut klasifikasi WHO,
dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan tubuh >10% dari total berat badan dengan tanda
berupa berak cair terus-menerus, muntah terus-menerus, kesadaran menurun, sangat lemas, terus
mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau makan, mata cekung, bibir kering dan biru. Selain itu,
terdapat pula tanda berupa cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik, tidak kencing selama 6
jam atau lebih (frekuensi berkurang), dan terkadang disertai panas tinggi dan kejang.
Panduan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) dari WHO, dehidrasi dinilai melalui:6
1) Kesadaran; lakukan penilaian mengenai keadaan anak, letargi atau tidak sadar. Tidak hanya itu, kita
bisa menilai apakah anak tampak lelah atau rewel. Kelelahan muncul akibat rasa haus yang meningkat.

2)Ada tidaknya mata yang cekung; penilaian secara subyektif dan obyektif.

3)Kemauan anak untuk minum

4)Mencubit kulit (skin pinch); cubitan secara longitudinal pada pinggir lateral dari abdomen dan
umbilicus.

B. Syok Hipovolemia
Hipovolemia adalah keadaan berkurangnya volume darah yang bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini
tergolong darurat dimana jumlah darah dan cairan yang hilang membuat jantung tidak mampu
memompa darah dalam jumlah yang cukup. Kehilangan cairan pada syok hipovolemik bisa disebabkan
oleh terbakar, diare, muntah-muntah, dan kekurangan asupan makan. Untuk mempertahankan perfusi
jantung dan otak, maka terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,
pelepasan hormon stress serta ekspansi besar untuk pengisian kembali cairan interstitial dan
ekstraseluler, serta penurunan volume urin.

Gejala klinis syok hipovolemik


Ringan Sedang Berat
(<20% volume(20-40% (>40% volume
darah) volume darah) darah)

Sama dengan
yang ringan,Sama, ditambah
Ekstremitas ditambah ketidakstabilan
dingin, waktutakikardia, hemodinamik,
pengisian kapilertakipnea, takikardia bergejala
meningkat, oliguria, danhipotensi, dan
diaphoresis, venahipotensi perubahan
kolaps,cemas ortostatik kesadaran
C. Feses Berdarah
Feses yang disertai darah dapat disebabkan oleh Entamoeba hystolytica. Meskipun mekanisme
pastinya belum diketahui, diduga trofoit menginvasi dinding usus dengan mengeluarkan enzim
proteolitik. Pelepasan bahan toksik menyebabkan reaksi inflamasi yang merusak mukosa. Bila
berlanjut maka akan timbul ulkus hingga lapisan submukosa atau lapisan muskularis. Pada
pemeriksaan tinja pasien ditemukan darah yang menandakan bahwa protozoa ini memfagosit eritrosit
(eritrofagositosis).
Selain protozoa, feses berdarah juga disebabkan oleh bakteri genus Shigella. Empat spesies Shigella
adalah S.dysenteriae, S.flexnerii, S.bodii, dan S.sonnei menyebabkan disentri yaitu tinja cair yag
mengandung PMN dan darah. Kuman ini mendiami kolon dengan cara menginvasi lalu bereplikasi di
dalamnya. Lesi awal terjadi di lapisan epitel dan menyebabkan inflamasi lokal yang cukup berat
(PMN+makrofag) yang berujung pada edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan strukstur
jaringan, dan ulserasi mukosa.
Kedua patogen di atas dapat pula menyebabkan komplikasi ekstraintestinal dan intestinal:

Nama Patogen Intraintestinal Ekstraintestinal


Perdarahan kolon,
perforasi, Abses hati, amebiasis
peritonitis, kulit, amebiasis
ameboma, pleuropulmonal,
Entamoeba intusepsi, danabses otak, limpa,
histolityca striktur. atau organ lain.
Megakolon toksik,Batuk, pilek,
perforasi intestinal,pneumonia,
dehidrasi renjatanmeningismus, kejang,
Shigella hipovolemik, danneuropati perifer, dan
flexnerii malnutrisi. lain-lain.

D. Demam
Bakteri yang masuk ke dalam tubuh dianggap sebagai antigen oleh tubuh. Bakteri tersebut
mengeluarkan toksin lipopolisakarida dari membran sel. Sel yang bertugas menghancurkan zat-zat
toksik atau infeksius tersebut adalah neutrofil dan makrofag dengan cara fagositosis atau non-
fagositosis. Sekresi fagositik menginduksi timbulnya demam, terutama melalui pelepasan pirogen
endogen ((Interleukin-I). Respons ini utama muncul ketika bakteri invasif beredar di dalam sirkulasi
lalu difagosit oleh makrofag dan netrofil. Pirogen endogen selanjutnya merangsang pengeluaran
prostaglandin (prostaglandin E2) dari hipotalamus sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Oleh karena
itu, pemberian aspirin dapat menurunkan demam sehingga disebut sebagai antipiretik. Suhu yang lebih
tinggi ini meningkatkan proses fagositosis dan kecepatan aktivitas enzim yang diperantarai enzim.
Melalui studi eksperimen pada hewan, mekanisme kerja endogen dapat secara langsung atau tidak
langsung (membutuhkan beberapa jam untuk mempengaruhi hipotalamus).
E. Gangguan Elektrolit

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
kalium dan bikkarbonat sehingga mengalami gangguan elektrolit yang sering yaitu berupa hipokalemia
dan hiponatremia.
F. Gangguan Asam dan Basa
Pada saat diare, sejumlah besar bikarbonat yang hilang melalui tinja bisa menyebabkan asidosis
metabolik. Hal ini dapat terjadi dengan cepat pada keadaan hipovolemia, gagal ginjal melakukan
kompensasi kehilangan basa akibat aliran darah ke ginjal berkurang serta produksi asam laktat
meningkat pada saat penderita jatuh pada keadaan syok hipovolemik. Gambaran utama terjadi asidosis
metabolik meliputi konsentrasi serum bikarnonat beekurang (>10mmol/L), PH arteri menurun (>7,10),
nafas cepat dan adanya muntah.
G. Gagal Ginjal Akut
Fungsi ginjal menurun karena terjadi hipoperfusi ginjal yang disebabkan oleh hipovolemia atau
menurunnya volume darah ke ginjal.
H. Malnutrisi
Infeksi yang berkepanjangan, terutama pada diare persisten, dapat menyebabkan penurunan
asupan nutrisi, penurunan absorpsi usus, dan peningkatan katabolisme yang menyebabkan
proses tumbuh kembang anak terhambat yang selanjutnya dapat menurunkan kualitas
hidup anak dimasa depan.
A) Pencegahan Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama
(Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan
tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat,
dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan
rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
• Pencegahan Primer
1. Memberikan ASI
ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
Pemberian ASI sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai 6 bulan. Tidak ada
makanan tambahan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI memiliki khasiat preventif
secara imonologic dengan kandungan antibodi dan zat-zat lain. ASI turut memberi
perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang
disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi- bayi yang disusui mencegah timbulnya
bakteri penyebab diare. Bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan akan mendapat resiko terjadi diare adalah 30 kali lebih besar. Penggunaan botol
susu untuk pemberian susu formula juga akan memberi resiko tinggi terkena diare sehingga
dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
2. Pemberian makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap. Dimulai dengan
membiasakan dengan memberikan makanan orang dewasa yang dihaluskan. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan resiko terjadinya diare ataupun
penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI
yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang baik antara lain :
a) Berikan makanan pendamping ASI setelah bayi berumur 6 bulan.
b) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
menambah energi.
c) Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang- kacangan, buah-buahan dan
sayuran hijau ke dalam makanannya.
d) Cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih, sebaiknya botol susu serta peralatan makanan bayi disiram
atau direbus dengan air panas mendidih.
e) Masak dan rebus makanan dengan benar.
1. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral, ditularkan
dengan memasukkan makanan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan
tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci
dengan air yang tercemar. Hal-hal yang perlu diperhatikan anggota keluarga :
a) Mengambil air dari sumber yang bersih.
b) Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
c) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan lain-lain.
d) Gunakan air yang direbus.
e) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih.
1. Mencuci tangan dengan sabun
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam mencegah
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian
diare.
2. Menggunakan jamban
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai seluruh
anggota keluarga.
b) Bersihkan secara teratur.
c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri,
buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain
serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
1. Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena
tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara bersih dan benar. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Tinja bayi atau anak kecil sebaiknya dibuang kejamban.
b) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau
kebun kemudian ditimbun.
c) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.
1. Memberikan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah
diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan.
2. Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali
Cara pembubuhan kaporit pada sumur gali antara lain : Satu sendok makan peres untuk 1
(satu ) cincin (1 meter kubik) dengan frekwensi pemberian 2 (dua) minggu sekali. Caranya
kaporit dilarutkan terlebih dahulu dalam segayung air, setelah itu dimasukkan ke dalam
sumur pada malam hari. Pada pagi harinya air sumur sudah dapat dimanfaatkan
kembali.Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali.
(Depkes RI, 2000)

• Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita diare atau yang
terancam akan menderita yaitu dengan menentukan ocialc dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan
diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab
diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak ocial seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai
radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi
menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghi
langkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan
kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan
penyebab diarenya ocial bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping
dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
• Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan
kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi
fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk
mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan terus mengkon sumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi
juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan ocial
dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

A) Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan diare berdasarkan tingkat dehidrasi untuk anak (WHO, 2005) adalah sebagai
berikut :
1. Tanpa dehidrasi
Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50-100ml/kali
diare dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-
200ml/kali diare. Ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa
pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan
tambahan.
2. Dehidrasi ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan Kristaloid Ringer Laktat ataupun
Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan
diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk
meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah.
Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L
kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.
3. Dehidrasi sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit hendaknya
dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila
penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di
rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun,
setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4
tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.
4. Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration)
dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun
adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5
jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang
pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan
rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki
kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak
kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS
DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan.
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak oci minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui ocial. Pemberian oralit didasarkan pada derajat
dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
a) Diare tanpa dehidrasi
• Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret.
• Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret.
• Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret.
a) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
b) Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di ocial.
(Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok
setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih
besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini
dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie, 2010).
1. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare
harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
a) Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
b) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matangatau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
1. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada
anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih
minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).
2. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).
3. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat tentang:
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
• Diare lebih sering
• Muntah berulang
• Sangat haus
• Makan/minum sedikit
• Timbul demam
• Tinja berdarah
• Tidak membaik dalam 3 hari.

Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :


1. Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan bakteri penyebab penyakit digunakan obat golongan
sulfonamide tau antibiotic.
2. Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare, yaitu dengan cara :
a) Menekan peristaltic usus (loperamid)
b) Menciutkan selaput usus atau adstringen (tannin)
c) Pemberian adsorben untuk menyerap racun ayng dihasilkan bakteri atau racun penyebab
diare yang lain (carbo adsorben, kaolin)
d) Pemberian mucilage untuk melindungi selaput lender usus yang luka
1. Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada diare (ocialc sulfat).
2. Probiotik
Lactobacillus dan bifidobacteria (disebut Lactid Acid Bacteria / LAB) merupakan probiotik
yang dapat menghasilkan antibiotic alami yang dapat mencegah / menghambat pertumbuhan
bakteri pathogen. LAB dpat menghasilkan asam laktat yang mneybabkan Ph usus menjadi
asam, suasana asam akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB ini dapat
membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi, mencegah diare.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diare adalah satu dari gejala yang lebih sering terjadi pada anak yang mengganggu motilitas
usus dan mengganggu absorbsi air dan elektrolit serta mempercepat ekskresi dari isi usus yaitu dengan
buang air besar yang frekuensinya dan bertambah (Scipien Chard Hawe Barnard, 1993). Diare paling
sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun dan pada umumnya terjadi
pada bayi dibawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu formula. Buang air besar yang sering
dengan tinja normal atau bayi yang hanya minum ASI kadangkala tinjanya lembek tidak disebut diare.
Diare akut Yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman
penyakit. Sedangkan Diare kronik yang umumnya bersifat menahun, dan mulai selamaberlangsung 2
minggu atau lebih. Penyebab diare ada 2 macam, yaitu infeksi yang berasal dari virus, bakteri, parasit
atau jenis patogen lainnya, sedangkan yang non-infeksi berasal dari diare osmotic, sekretorik dan
penyebab diare umum. Gejala yang ditimbulkan dari diare,sering mengeluarkan kotoran lembek,
muntah biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut. Demam, dapat mendahului atau tidak
mendahului gejala diare. Dan gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah. Pengobatan diare dapat dilakukan
dengan pemberian rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah, zinc diberikan selama 10 hari
berturut-turut, kemudian teruskan pemberian ASI dan makanan antibiotik selektif.
B. SARAN
Kepada masyarakat umum untuk berperilaku hidup sehat dengan menjaga lingkungan agar tetap
bersih seperti menutup bak air, pengelolaan sampah, sarana pembuangan limbah, penggunaan jamban
yang benar, pola cuci tangan yang baik, mengonsumsi makanan dan minuman yang seimbang untuk
memenuhi nutrisi tubuh, seperti pemberian ASI dan MPASI yang sesuai kepada bayi agar tidak terkena
penyakit diare.
DAFTAR PUSTAKA
Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I. Jakarta: IDAI.

Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI.
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen.
Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Surabaya: Airlangga
University Press.
Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.
epkes RI, (2007). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007.

Depkes RI, (2010). Buku profile Kesehatan Indonesia tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai