Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

“Pengaruh suhu lingkungan terhadap denyut jantung Daphnia sp.”

Pelaksanaan : Selasa, 15 Mei 2018

Dosen : Erlix Rakhmad Purnama, S.Si., M.Si.

Kelompok 6

Wulan Reza Lulita Sari 16030204018


Uswatun Hasanah 16030204023
Aan Muhajar M.H 16030204028
Eka Widiastutik 16030204041

Pendidikan Biologi A 2016

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
I. Judul
Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp.
II. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia
sp?
2. Bagaimana mengidentifikasi frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu
terhadap denyut jantung Daphnia sp.?
III. Tujuan
Tujuan dalam praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Praktikan mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
2. Praktikan mengidentifikasi frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu
terhadap denyut jantung Daphnia sp.
IV. Hipotesis
Ho : Tidak ada pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp.
Ha : Ada pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp.
V. Dasar Teori
A. Daphnia sp.

Gambar 1. Morfologi Daphnia sp.

Daphnia sp. adalah sejenis zooplankton yang hidup di air tawar


mendiami kolam-kolam atau danau-danau. Daphnia sp dapat hidup di
air tawar dan hidup di daerah tropis dan sub tropis. Kehidupan Daphnia
dipengaruhi oleh beberapa faktor ekologi perairan antara lain suhu dan
oksigen. Daphnia hidup pada kisaran pH cukup besar tetapi nilai yang
optimal untuk kehidupannya sukar ditentukan, lingkungan pH yang
netral dan relatif basah yaitu pada ph 1-8 baik (Susanto, 1989).

Daphnia sp. merupakan salah satu hewan poikiloterm sehingga naik


turunnya temperatur lingkungan dapat mempengaruhi denyut atau kerja
jantung. Metabolisme hewan poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan,
begitu juga dengan denyut jantungnya. Dinding tubuh Daphnia sp.
transparan sehingga organ-organ internalnya akan tampak jelas di
bawah mikroskop cahaya dan kerja jantungnya dapat terlihat jelas
(Susanto, 1989)

Hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat


dari pada hewan dewasa, baik itu pada suhu atau temperatur panas,
sedang, dingin, maupun alkoholik. (Waterman, 1960). Hal ini
disebabkan adanya kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil
tersebut. Menurut Pennak (1853) mekanisme kerja jantung Daphnia sp.
berbanding langsung dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya
pada hewan-hewan dewasa.

Pembagian segmen tubuh Daphnia sp. hampir tidak terlihat. Kepala


menyatu, dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah
terlihat dengan jelas melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies
sebagian besar anggota tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam
pasang kaki semu yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang
paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada beberapa
jenis Daphnia, bagian carapace nya tembus cahaya dan tampak dengan
jelas melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.
Beberapa Daphnia memakan crustacea dan rotifer kecil, tapi sebagian
besar adalah filter feeder, memakan algae uniselular dan berbagai
macam detritus organik termasuk protista dan bakteri. Daphnia juga
memakan beberapa jenis ragi, tetapi hanya di lingkungan terkontrol
seperti laboratorium. Partikel makanan yang tersaring kemudian
dibentuk menjadi bolus yang akan turun melalui rongga pencernaan
sampai penuh dan melalui anus ditempatkan di bagian ujung rongga
pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk
membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak
mampu terserap. Organ Daphnia untuk berenang didukung oleh
antenna kedua yang ukurannya lebih besar. Gerakan antenna ini sangat
berpengaruh untuk gerakan melawan arus (Waterman, 1960).
Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu
220 – 3100C dan pH 6,5 – 7,4 yang mana organisme ini perkembangan
larva menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Djarijah, 1995).
Organisme ini dikenal oleh masyarakat pada umumnya disebut sebagai
kutu air, namun sebenarnya organisme ini termasuk dalam zooplankton.
Menurut Barness (1966) menyatakan bahwa denyut jantung Daphnia sp.
pada keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Pada kondisi
tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp. ini dapat
berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung
lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah,
pada saat betina mengerami telur.
Pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan
metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan
berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp. Senyawa
toksik menyebabkan seluruh sistem jaringan tubuh dalam Daphnia sp.
mengalami gangguan dan alkohol merupakan senyawa toksik bagi
Daphnia sp. (Waterman, 1960)

Termoregulasi Pada Hewan Poikiloterm (Eksoterm)


Eksoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari
lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan eksoterm
cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam
kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia.
Suhu tubuh hewan poikiloterm atau eksoterm ditentukan oleh
keseimbangan kondisi suhu lingkungan dan berubah-ubah seperti
berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm air,
suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan
konfektif dengan air mediumnya dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu
air. Hewan memproduksi panas internal secara metabolik, dan ini
mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas memiliki insulasi sehingga
perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Goenarso, 2005).

Ada beberapa cara untuk mencapai keseimbangan ini. Salah satu


cara dengan lingkungan adalah memperluas permukaan tubuh sehingga
dapat meningkatkan panas yang masuk dari radiasi matahari. Hal ini
dilakukan dengan mengarahkan permukaan kulitnya tegak lurus dengan
sinar matahari. Dengan cara ini dapat menyerap panas jauh lebih tinggi
daripada suhu udara lingkungannya. Bila suhu tubuh yang cocok telah
tercapai, biasanya hewan air ini akan berpindah ketempat yang lebih
teduh. Hal ini berarti dapat dipahami bahwa hewan poikiloterm yang
biasanya didefinisikan sebagai hewan yang menyesuaikan suhu
tubuhnya dengan fluktuasi suhu lingkungannya dan dianggap tidak
melakukan usaha untuk mempertahankan suhu tubuhnya ternyata
kurang tepat, sebab banyak usaha yang dilakukan oleh poikiloterm
untuk mempertahankan suhu tubuhnya (Goenarso, 2005).

Mekanisme Pengeluaran Panas


Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh yang membuat sel-
sel mampu berfungsi secara efisien. Mekanisme pengeluaran panas
terdapat empat proses fisik yang bertanggung jawab atas perolehan
panas dan kehilangan panas yaitu:
a. Konduksi yaitu perpindahan langsung gerakan termal (panas) antara
molekul-molekul lingkungan dengan molekul-molekul permukaan
tubuh misalnya seekor hewan duduk dalam koam air dingin atau diatas
batu yang panas akan selalu dihantarkan dari benda bersuhu lebih tinggi
ke benda bersuhu lebih rendah.
b. Konveksi yaitu perpindahn panas melalui pergerakan udara atau cairan
melewati permukaan tubuh seperti ketika tiupan angin turut
menghilangkan panas dari permukaan tubuh hewan yang berkuit kering.
c. Radiasi yaitu pancaran gelombang elektromagnetik yang dihasilkan
oleh semua benda yang lebih hangat dari suhu yang absolute nol
termasuk tubuh hewan dan matahari contohnya hewan menyerap panas
radiasi dari matahari.
d. Evaporasi atau penguapan adalah kehilangan panas dari permukaan
cairan yang hilang berupa molekulnya yang berubah menjadi gas
evaporasi air dari seekor hewan memberi efek pendinginan yang
signifikan pada permukaan hewan itu. Konveksi dan evaporasi
merupakan penyebab kehilangan panas yang paling bervariasi.
(Campbell, 2004).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


Menurut Goenarso (2005) faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
adalah:
a. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan
saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam
jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak
coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini
dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
b. Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya,
produksi panas tubuh juga meningkat.
c. Hormon tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat
mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
d. Hormon kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan
produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari
pada laki-laki karena pengeluaranhormone progesterone pada masa
ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
e. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan
suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
f. Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
g. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan
metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat
makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan
demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami
penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan
lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena
lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak
menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang
lain.
h. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya
panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih
dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu
tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi
sebagian besar melalui kulit.
i. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus,
dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami
gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi
infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit
berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan
mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas
diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus
arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung
banyak otot. Kecepatan aliran dalamfleksus arteriovenosa yang cukup
tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan
konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan
demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk
keseimbangan suhu tubuh (Goenarso, 2005).
j. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda
pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait
dengan laju metabolisme.

Pengaruh Perubahan Suhu


Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai proses
fisiologis. Dalam batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat
banyak proses fisiologis. Misalnya pengaruh suhu terhadap kecepatan
denyut jantung atau konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi
hewan, kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen akan
meningkatkan suhu lingkungan. Suatu metode untuk menghitung
pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10 yaitu
peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh peningkatan suhu
100 C. Secara umum peningkatan suhu tubuh hewan 100 C,
menyebabkan kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen antara
harga 1 dan 2, dan sebaliknya bila suhu tubuh diturunkan 100 C, maka
kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen akan turun menjadi
setengahnya. Bila kecepatan 2 kali, maka Q10= 2, bila kecepatannya 3
kali, maka Q10=3 dan seterusnya. Istilah ini bukan hanya konsumsi
oksigen saja, tetapi untuk semua proses yang dipengaruhi oleh suhu.
Pada suhu sekitar 10ºC di bawah atau di atas suhu normal suatu jasad
hidup dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas jasad
hidup tersebut menjadi kurang lebihdua kali pada suhu normalnya.
Sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan
terjadinya kejutan atau shock biasanya dikaitkan dengan koefisien
aktivitas [ Q ], perbandingan suatu aktivitas yang disebabkan oleh
kenaikan suhu 10ºC, atau dinyatakan dengan rumus (Raharjo, 2017):

𝐴 (𝑇 + 10)° 𝐶
Q10 =
𝐴 (𝑇0)

Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan denyut jantung


Daphnia sp.adalah:
a. Temperatur.
Denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu
meningkat.
b. Cahaya.
Pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami
penurunan sedangkan pada daerah yang cukup cahaya denyut jantung
Daphnia sp. akan mengalami peningkatan.
c. Aktivitas.
Dalam keadaan tenang dan tidak banyak bergerak akan mempengaruhi
denyut jantung pada Daphnia sp.yaitu menjadi semakin lambat. Ukuran
dan umur. Daphnia sp. yang memiliki ukuran tubuh lebih besar
cenderung mempunyai denyut jantung yang lebih lambat.
d. Obat-obat (senyawa kimia).
Zat kimia akan menyebabkan aktivitas denyut jantung Daphnia
sp.menjadi tinggi atau meningkat. (Pangkay, 2009)
VI. Variabel
- Variabel manipulasi : Suhu
- Variabel kontrol : Daphnia sp.
- Variabel respon : Frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
VII. Definisi Operasional Variabel
- Variabel manipulasi :
Dalam percobaan ini terdapat manipulasi suhu. Suhu awal yang
digunakan adalah 10°C, 15°C, 20°C dan 25°C. Caranya adalah dengan
menuangkan air pada gelas beker kemudian diatur suhunya dengan diberi
es batu agar dingin, suhu dikontrol menggunakan thermometer yang
dimasukkan pada gelas beker atau jika suhunya kurang tinggi maka bisa di
panaskan.
- Variabel kontrol :
Dalam percobaan ini menggunakan variabel kontrol Daphnia sp.
yaitu sejenis zooplankton yang hidup di air tawar mendiami kolam-kolam
atau danau-danau. Daphnia sp. merupakan salah satu hewan poikiloterm
sehingga naik turunnya temperatur lingkungan dapat mempengaruhi denyut
atau kerja jantung.
- Variabel respon :
Dalam percobaan ini variabel responnya adalah frekuensi denyut
jantung Daphnia sp. yang dapat dihitung dengan menggunakan metode
perkiraan Q10 yaitu peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh
peningkatan suhu 100 C.
VIII. Bahan dan Alat
- Bahan
1. Kultur Daphnia sp. (secukupnya)
2. Es batu (secukupnya)
3. Akuades (secukupnya)
- Alat
1. Mikroskop (1 buah)
2. Pipet tetes (4 buah)
3. Gelas arloji (1 buah)
4. Termometer (4 buah)
5. Gelas beker ( 4 buah)
IX. Cara Kerja

Langkah kerja :

1. Menyiapkan kultur Daphnia pada suhu awal (10°C, 15°C, 20°C, 25°C).
2. Meletakkan Daphnia sp pada gelas beker yang berada pada suhu yang
telah ditentukan (diberi es batu agar dingin, suhu dikontrol
menggunakan thermometer yang dimasukkan pada gelas beker)
3. Menggunakan pipet, pindahkan secara hati-hati Daphnia sp pada gelas
objek yang cekung atau gelas arloji sambil dilihat di bawah mikroskop
4. Menambahkan air secukupnya agar tidak kekeringan.
5. Mengatur letak Daphnia sp dengan posisi tubuh miring hingga
jantungnya tampak jelas dan mudah diikuti denyutnya. Apabila
menggunakan gelas arloji tidak perlu ditutup dengan kaca penutup.
6. Setelah tampak denyutan jantungnya hitunglah jumlah denyut setiap 15
detik (dengan menggunakan jarum penunjuk detik pada arloji atau
stopwatch)
7. Membuat tiga kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata. Pada setiap kali
pengukuran suhu harus tetap pada suhu yang dikehendaki. Sehingga
perlu ada yang mengontrool suhu pada gelas beker agar suhu sesuai
dengan yang diinginkan.
8. Selanjutnya denyut jantung Daphnia sp pada suhu yang lebih tinggi
diamati
9. Mencatat hasil pengamatan dalam lembar pengamatan yang telah
dibuat.
Alur Kerja :

Kultur Daphnia sp. pada suhu


awal (10oC, 15oC, 20oC, 25oC)

- Daphnia diletakkan pada gelas arloji yang berada pada suhu yang
telah ditentukan.

- Dipindahkan secara hati-hati seekor Daphnia pada gelas obyek


yang cekung atau gelas arloji lain sambil dilihat di bawah
mikroskop. Daphnia bisa juga diletakkan di atas gelas obyek
datar.

- Ditambahkan air secukupnya agar tidak kekeringan. Tidak


menambahkan air terlalu banyak, karena Daphnia akan mudah
bergerak dan sulit diatur posisinya. Mengatur letak Daphnia
dengan posisi tubuh miring hingga jantungnya tampak jelas dan
mudah diikuti denyutnya. Apabila menggunakan gelas arloji atau
gelas obyek datar tidak perlu ditutup dengan kaca penutup.

- Setelah tampak denyutan jantungnya, dihitung jumlah denyut


setiap 15 detik (dengan menggunakan jarum penunjuk detik pada
arloji).

- Dibuat tiga kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata. Pada setiap


kali pengukuran suhu harus tetap pada suhu yang dikehendaki.
Jika perlu setiap selesai satu kali pengukuran Daphnia
dikembalikan pada air dengan suhu yang telah ditentukan. Lampu
mikroskop dapat dengan cepat menaikkan suhu obyek pada meja
obyek.

- Daphnia dipindahkan ke tempat baru (10oC lebih tinggi daripada


suhu awal).

Denyut jantung Daphnia sp


X. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, pengaruh


suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp. terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp.
Pengulangan Perlakuan suhu terhadap denyut jantung
10oC 15oC 20oC 25oC 30oC 35oC
I 28 34 37 40 42 45
II 29 31 34 42 65 76
III 32 35 41 58 74 75
Rata-rata 30 33 37 47 60 65

Menentukan frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu terhadap


denyut jantung Daphnia sp.
Rumus :
A(T+10℃) ℃
Q10 =
A(To)

Q10 = Denyut jantung Daphnia sp. pada suhu yang ditingkatkan 10oC
Detak jantung Daphnia sp. pada suhu awal

Q1 = Dari suhu 10oC ke 20oC


37
Q10-20 = = 1,2
30

Q2 = Dari suhu 15oC ke 25oC


47
Q15-25 = 33 = 1,4

Q3 = Dari suhu 20oC ke 30oC


60
Q20-30 = 37 = 1,6

Q4 = Dari suhu 25oC ke 35oC


65
Q25-35 = 47 = 1,3
Adapun grafik pengaruh suhu terhadap kecepatan denyut jantung
Daphnia sp. pada Gambar 1 dibawah ini:
2.4
2.2
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
Q1 Q2 Q3 Q4

Gambar 1. Grafik pengaruh suhu terhadap kecepatan denyut jantung


Daphnia sp.

Gambar 2. Spesimen amatan Daphnia sp. pada perbesaran mikroskop


40x10
B. Analisis Data

Berdasarkan data hasil praktikum, terlihat denyut jantung Daphnia


sp. pada perbesaran mikroskop 40x10 dengan jumlah rata-rata denyut
jantung Daphnia sp pada suhu 10°C, 15°C, 20°C, 25°C, 30°C,dan 35°C
masing-masing adalah 30°C, 33°C, 37°C, 47°C, 60°C dan 65°C. Dari
data tersebut dapat diperoleh nilai frekuensi denyut jantung. Diperoleh
nilai Q1 yaitu frekuensi denyut jantung dari suhu 10°C ke 20°C adalah
1,2. Nilai Q2 yaitu frekuensi denyut jantung dari suhu 15°C ke 25°C
adalah 1,4. Nilai Q3 yaitu frekuensi denyut jantung dari suhu 20°C ke
30°C adalah 1,6. Dan nilai Q4 yaitu frekuensi denyut jantung dari suhu
25°C ke 35°C adalah 1,3. Dari nilai rata-rata tersebut dapat diketahui
bahwa ada hubungan antara suhu dengan jumlah denyut
jantung Daphnia sp. Semakin tinggi suhu kultur Daphnia sp. (suhu
awal dan akhir/ setelah dinaikkan 10°C) maka semakin banyak jumlah
denyut jantung Daphnia sp. namun pada suhu awal 25°C frekuensi
denyut jantung menurun menjadi 1,3.
C. Pembahasan

Jantung Daphnia sp

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada perbesaran


mikroskop 40x10 denyut jantung Daphnia sp. terlihat. Jantung Daphnia
sp. merupakan struktur globular kecil dibagian anterodorsal badan. Dari
data yang telah diperoleh, kenaikan suhu berpengaruh pada kenaikan
jumlah denyut jantung Daphnia sp. Seperti yang terlihat pada grafik,
terdapat hubungan antara suhu dengan jumlah denyut jantung Daphnia
sp. Semakin tinggi suhu (suhu awal dan akhir/ setelah dinaikkan 10°C)
maka frekuensi denyut jantung Daphnia sp semakin besar atau jantung
semakin beraktifitas dengan berdetak lebih cepat, sehingga dapat
diketahui bahwa kenaikan suhu 10°C dapat mempercepat frekuensi
denyut jantung Daphnia sp. Namun pada suhu 25°C detak jantung
menurun, padahal seharusnya frekuensi denyut jantung paling tinggi
pada suhu awal 25°C sehingga dalam hasil percobaan kali ini tidak
sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang menyatakan bahwa setiap
peningkatan suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju konsumsi
oksigen atau dalam hal ini adalah denyut jantung sebesar 2-3 akli
kenaikannya. Tidak kesesuaian ini disebabkan karena Daphnia sp
mengalami stress karena terlalu lama mengamati Daphnia sp. di bawah
mikroskop sehingga Daphnia sp. terpengaruh suhu dari lampu
mikroskop. Daphnia sp merupakan kelompok hewan poikilotermik
karena suhu tubuhnya disesuaikan dengan suhu lingkungan. Dalam
menghadapi fluktuasi suhu lingkungan hewan poikilotermik melakukan
konformitas suhu (termokonformitas), suhu tubuhnya terfluktuasi
sesuai dengan suhu lingkungannya. Laju kehilangan panas pada hewan
poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu
tubuhnya ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya dari pada suhu
metabolisme internalnya.
Menurut Baumgartner, et al (2008), Daphnia sp. merupakan salah
satu hewan poikiloterm sehingga naik turunnya temperatur lingkungan
dapat mempengaruhi denyut atau kerja jantung. Metabolisme hewan
poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan, begitu juga dengan denyut
jantungnya. Peningkatan denyut jantung Daphnia sp. disebabkan oleh
meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi
meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung; selain itu
adaptasi morfologis yang serupa dengan hewan ektoterm pada
umumnya yaitu dengan mempertinggi konduktan dan mempercepat
aliran darah agar panas mudah terlepas dari tubuh, karena afinitas
hemoglobin dalam mengikat oksigen turun, mekanisme adaptasi
fisiologi ini juga mempengaruhi peningkatan frekuensi denyut jantung
pada Daphnia sp. Penurunan kecepatan denyut jantung pada Daphnia
sp. dapat disebabkan karena suhu pada kondisi lingkungan hidup
Daphnia sp. berada dibawah suhu optimum enzim pada tubuh Daphnia
sp., sehingga proses metabolisme tubuh terganggu yang berakibat pada
penurunan frekuensi denyut jantung.

Diskusi

1. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara jumlah denyut


jantung permenit dengan berbagai suhu awal yang telah ditentukan!
Jawab :

2.4
2.2
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
Q1 Q2 Q3 Q4

2. Berdasarkan grafik tersebut, bagaimana pengaruh suhu terhadap denyut


jantung Daphnia?
Jawab :
Semakin tinggi suhu (dari suhu 10°C hingga 20°C) maka frekuensi
denyut jantung semakin besar atau jantung semakin beraktifitas dengan
berdetak lebih cepat, namun pada suhu 25°C detak jantung menurun.
3. Hitunglah Q10 pada setiap suhu yang telah anda lakukan!
Jawab :
Rumus =
𝐴(𝑇 + 10°)𝐶
Q10 =
𝐴. 𝑇0

Q1 = Dari suhu 10oC ke 20oC


37
Q10-20 = 30 = 1,2

Q2 = Dari suhu 15oC ke 25oC


47
Q15-25 = 33 = 1,4

Q3 = Dari suhu 20oC ke 30oC


60
Q20-30 = 37 = 1,6

Q4 = Dari suhu 25oC ke 35oC


65
Q25-35 = 47 = 1,3
XI. Simpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dibahas maka dapat


disimpulkan bahwa suhu berpengaruh terhadap frekuensi denyut jantung
Daphnia sp. Yaitu semakin tinggi suhu, maka makin cepat aktifitas atau
frekuensi denyut jantung Daphnia sp. sehingga menerima Ha dan menolak Ho.
DAFTAR PUSTAKA

Baumgartner, et al., 2008. Fish Larvae from the Upper Parana River: Do
Abiotic Factors Affect Larval Density. Neotropical Ichthyology. 6
(4): 551-558
Campbell, Reece, Micchell. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Djarijah, Abas Siregar. 1995. Nila Merah, Pembenihan dan Pembesaran
Secara Intensif. Yogyakarta : Kanisius

Goenarso, Darmaji. 2005. Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka

Isnaini, wiwi, 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius

Pangkey, Henneke. 2009. “Daphnia dan Penggunaannya.” Jurnal Perikanan


dan Kelautan. Volume 5. Halaman 33-36.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Fisiologi Hewan Jilid 1. Jakarta: UI


press

Raharjo. Dkk. 2017. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Surabaya: Jurusan


Biologi FMIPA Unesa.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta : PPGSM

Waterman, T.H. 1960. The Physiology of Crustacean Volume : Metabolism


and Growth. New York: Academic Press

Wulangi. Kartolo. S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Bandung:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai