nuklida radioaktif, yang digunakan untuk diagnose atau penyembuhan (terapi) suatu penyakit dan
dapat diberikan ke pasien secara oral, parenteral, dan inhalasi. Radiofarmaka pada umumnya
terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan bahan pembawa menuju ke organ target. Pancaran
radiasi dari radioisotop pada organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera)
untuk direkostruksi menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi.
Radiofarmaka diformulasikan dalam berbagai wujud kimia dan fisika untuk mengarahkan
keradioaktifan ke bagian-bagian tertentu dari tubuh. Radiasi Gamma yang dipancarkan dari
radiofarmaka diagnose dengan mudah akan keluar dari tubuh sehingga memungkinkan deteksi dan
pengukuran dilakukan di luar tubuh. Radiofarmaka terapi memancarkan radiasi dalam bentuk
partikel bermuatan, misalnya β atau α, yang mendepositkan energy kedalam organ yang sedang
disembuhkan dari penyakit.
Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa adalah
1. murni satu nuklida saja
2. murni secara radiokimia
3. Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV
4. stabil dalam bentuk senyawa
5. Waktu paruh biologis pendek.
Produksi sediaan radiofarmaka dapat di klasifikasikan menjadi 4:
1. Radioisotop primer medical yaitu radioisotop dalam bentuk kimia yang sederhana
(biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara mengiradiasi atom sasaran dalam reaktor
nuklir atau dalam siklotron.
2. Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh satu atau lebih dari atom atau
gugusnya digantikan dengan atom unsur radioisotope.
3. Generator radioisotope, untuk mendapatkan radioisotop umur pendek pada lokasi yang
jauh dari tempat produksi radioisotop terutama bagi rumah-sakit yang tidak memiliki
fasilitas reaktor nuklir maka diciptakanlah generator radioisotop. Generator radioisotop
adalah suatu sistem yang terdiri dua macam radioisotop yaitu radioisotop induk induk dan
radioisotop anak yang keduanya membentuk pasangan kesetimbangan radioaktif.
Radioisotop induk memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada waktu paruh
radioisotop anak. Radioisotop anak digunakan untuk keprluan diagnostik maupun terapi.
4. Kit Radiofarmaka adalah sediaan non-radioaktif yang terdiri dari beberapa senyawa kimia
yang akan ditandai dengan radioisotop untuk menjadi sediaan radiofarmaka. Radioisotop
yang paling banyak digunakan adalah Technitium -99m (Tc-99m) karena punya beberapa
kelebihan, yaitu:
- Waktu Paruh pendek (6,03 jam)
- Memancarkan gamma murni dengan energi 140 kev
- Mempunyai tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain.
- Dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.
Mekanisme penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah:
1. Active transport. Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka dari darah
ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme atau dikeluarkan dari
tubuh. Contoh I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk pembuatan T3 dan T4, Tc-
99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati ditransfer dari darah kemudian
diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu, I-131 Hippuran diekskresi oleh tubulus
sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.
2. Phogocytosis. Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika diikat
oleh pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akan difagosit oleh RES
tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara intra vena maka dapat memeriksa scanning
liver, limpa, dan sumsum tulang, jika disuntikkan secara subcutan untuk memeriksa
kelenjar getah bening.
3. Cell Sequestration (pengasingan sel). Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan dipanaskan
50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh penderita secara intravena
maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan scanning limpa.
4. Capillary Blockage (Penghalang Kapiler). Bila pembawa materi berbentuk makrokoloid
(dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena maka akan menjadi
penghalang kapiler di paru-paru. Contoh Tc-99m MAA untuk scanning perfusi hati
5. Simple or Exchanged Diffusion (pertukaran difus). Radiofarmaka tersebut akan saling
bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh. Contoh Polifosfat bertanda
Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan senyawa polifosfat tulang dan dalam
jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata dalam tulang, pemeriksaan untuk mendeteksi
lesi otak denagn RIHSA dan cairan interselluler otak.
6. Compartmental Localization (kompartemental). Bila radiofarmaka dapat menggambarkan
blood pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah maka ikatan ini dapat
dipakai untuk scanning jantung dan plasenta (ventrikulografi dan placentografi). Contoh ;
RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit, Tc-99m Sn eritrosit untuk
ventrikulografi jantung.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih radiofarmaka uantuk pemeriksaan
adalah:
1. Jenis peluruhan radiasi. Untuk keperluan pemeriksaan eksternal in vivo, sinar-gamma
dengan energi 100-500 kev sangat ideal. Karena radiasi dengan energi lebih besar 500 kev
akan mampu menembus pelindung dan sekat-sekat pada kolimator sehingga terjadi
penurunan spatial resolution. Juga dengan energi sangat kecil (lebih kecil 20 kev) banyak
penyerapan foton oleh jaringan sebelum mencapai detektor. Dengan demikian sinar
gamma murni tanpa radiasi partikel yang dibutuhkan untuk diagnostik kedokteran nuklir.
2. Waktu Paruh. meliputi waktu paruh fisik yaitu waktu yang diperlukan zat radioaktif untuk
mencapai kativitas setngah dari aktivitas mula-mula, waktu paruh biologis yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk mengeluarkan setengah radionuklida murni dari suatu organ tubuh
serta waktu paruh efektif yaitu waktu yang diperlukan setengah zat yang telah dimasukkan
ke dalam tubuh.
3. Biological Behaviour. Menyangkut perlakuan organ tubuh terhadap radiofarmaka
tersebut., sehingga penting untuk menentukan paparan radiasi dari suatu organ atau untuk
mendapatkan hasil interpretasi. Juga dengan menetahui biological behaviuor kita dapat
memperkirakan eskresi suatu radiofarmaka.
4. Aktifitas tertentu (The specific activity). Bagian radiofarmaka yang berperan memberikan
foton yang penting untuk pendeteksian. Sebab dalam suatu materi dapat ditemui bagian
yang bersifat non-radioaktif yang dapat merugikan.
5. Jenis Instrument. Berbagai jenis peralatan kedokteran nuklir sengaja didesain hanaya untuk
radioisotop yang memiliki enrgi tertentu.
Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam kedokteran nuklir dapat dibagi dalam 3 kategori:
1. Prosedur imaging atau pencitraan
2. Fungsi in Vivo
3. Prosedur terapi
A. Prosedur Imaging
Memberikan informasi diagnose atas dasar pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh
- Kajian dinamik, memberikan informasi fungsional melalui pengukuran laju akumulasi dan
laju keluarnya radiofarmaka oleh organ.
- Kajian static, memberikan informasi morfologi berkenaan dengan ukuran, bentuk, dan
letak organ atau adanya lesi yang menempati ruang, dan dalam beberapa kasus mengenai
fungsi relative. Pola ditribusi radiofarmaka dalam suatu oran bervariasi dan tergantung
organ yang diamati dan ada atau tidak adanya penyakit.
B. Fungsi in Vivo
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan atas absorbsi, pengeceran, pemekatan,
atau ekskresi keradioaktifan setalah pemberian radiofarmaka. Cara ini tidak memerlukan
pencitraan, tetapi analisis dan interpretasi didasarkan atas pencacahan keradioaktifan yang
muncul baik secara langsung dari organ-organ yang berada di dalam tubuh atau cuplikan darah
maupun urine yang di cacah secara in vivo.
C. Prosedur terapi
- Palliative
- Curative