SAP 8
Kelompok 1 :
Universitas Udayana
Fungsi audit internal adalah salah satu persyaratan mendasar checks and balances
untuk terlaksananya tata kelola yang baik (good governance). Saat ini fungsi audit internal
yang dijalankan secara sehat dan objektif, dengan kemampuan untuk mengidentifikasikan
permasalahan pengendalian risiko serta kewenangan untuk menindaklanjutinya, adalah hal
mendasar bagi praktik terbaik pelaksanaan tanggung jawab top manajemen. Selain itu,
peranan audit internal dalam penerapan GCG juga menunjukkan tingkat kepentingan yang
tinggi. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal Indonesia (KOPAI) yang terdiri atas
The Institute of Internal Auditors (IIA) – Indonesia Chapter; Forum Komunikasi Satuan
Pengawasan Intern (FKSPI) BUMN/BUMD; Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA);
Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (DS-QIA) dan Perhimpunan Auditor Internal
Indonesia (PAII) berkeyakinan bahwa difungsi audit internal (satuan pengendalian inten)
yang efektif mampu menawarkan sumbangan penting dalam meningkatkan proses corporate
governance, pengelolaan risiko, dan pengendalian. Internal auditor merupakan dukungan
penting bagi komisaris, komite audit, direksi, dan manjemen senior dalam membentuk
fondasi bagi pengembangan corporate governance, menurut Position Paper#1/2003’
Yogyakarta, 29 Juli 2003 yang dikutip oleh Zarkasyi (2008;14).
Fungsi audit internal biasanya dilakukan bukan dengan tujuan menguji kelayakan
laporan keuangan, akan tetapi untuk membantu pihak manajemen dalam mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan, kegagalan-kegagalan, dan inefisiensi dari berbagai program yang
telah direncanakan oleh organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Output dari
pelaksanaan audit internal ini tidak hanya berupa rekomendasi untuk perbaikan sistem dan
metode, tetapi juga meliputi tindakan-tindakan perbaikan yang memperkecil dan meniadakan
kelemahan-kelemahan, kegagalan-kegagalan, dan inefisiensi dari berbagai program yang
telah direncanakan oleh organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.
4. Penilaian Risiko
Penilaian risiko (Risk Assessment) merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan
untuk memperkirakan suatu risiko dari situasi yang bisa didefinisikan dengan jelas ataupun
potensi dari suatu ancaman atau bahaya baik secara kuantitatif atau kualitatif. Penilaian risiko
juga bisa diartikan sebagai suatu proses pemeriksaan keamanan dengan suatu struktur
tertentu, pembuatan suatu rekomendasi khusus, dan rekomendasi pengambilan keputusan
dalam suatu proyek dengan menggunakan analisis risiko, perkiraan risiko, dan informasi lain
yang memiliki potensi untuk mempengaruhi keputusan.
Tinjauan Penilaian Risiko. Penilaian risiko berbeda dengan analisis risiko atau dengan
manajemen risiko, akan tetapi antara ketiga hal tersebut terdapat hubungan yang saling
berkaitan satu dengan yang lain. Analisis risiko sendiri kegiatan menganalisa untuk
menentukan besar kecilnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
dan besarnya akibat yang ditimbulkan. (Andani EN, 2015).
Dalam menilai suatu risiko terdapat standard yang bisa dipakai acuan, salah satunya
ialah standard AS/NZS 4360 yang membuat peringkat risiko sebagai berikut:
H : High Risk (Risiko yang besar dibutuhkan perhatian dari manajer puncak)
M : Moderat Risk (Risiko sedang, diibutuhkan sebuah tinggakan agar risiko berkurang)
Penilaian risiko sendiri bisa didefinisikan sebagai keseluruhan proses dari identifikasi
risiko, analisis risiko dan evaluasi risiko. Terdapat 6 fokus dan tipe penialaian risiko yaitu:
1) Risiko Keselamatan
2) Risiko Kesehatan
3) Risiko Lingkungan
4) Risiko Kesejahteraan
5) Risiko Keuangan
“Peniliaian Risiko juga dibutuhkan tidak hanya untuk seseorang yang memenuhi
syarat untuk mammografi tetapi juga dibutuhkan untuk seseorang yang menginginkan
screening MRI atau test DNA” kata Jennifer Plichta, MD, 2016 annual meeting of the
American Society of Breast Surgeons (ASBS).
5. Manajemen Risiko menurut Draft Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Berbasis Governance KNKG 2011
Sebagai bentuk badan pemerintah yang bertujuan untuk mendorong penerapan tata
kelola perusahaan (GCG) dalam sektor korporasi dan publik di Indonesia, Komite Nasional
Kebijikan Governance (KNKG) berkepentingan terhadap penerapan manajemen risiko di
Indonesia. Hal ini tercemin dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
yang diterbitkan oleh KNKG pada tahun 2006 yang memuat beberapa landasan tentang
manajemen risiko yang terkait dengan GCG. Pada tanggal 21 Juni 2011, KNKG
mengembangkan pedoman tentang manajemen risiko mereka dengan menerbitkan Draf
Pedoman Manajemen Risiko Berbasis Governance. Pada draf ini yang dimaksudkan risiko
adalah dapat ketidakpastian pada sasaran, sedangkan manajemen risiko adalah upaya
organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko. Pedoman iini
banyak mengacu kepada ISO 31000 dan memuat tiga aspek yaitu:
1) Aspek Struktural, yaitu aspek yang memastikan arah penerapan, struktural organisasi
penerapan dan akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko dalam organisasi,
penyediaan sumber daya, dan sebagainya.
2) Aspek Operasional adalaah aspek yang menunjukkan tahapan proses implementasi
yang sistmatis dan teraraah, mulai dari pernyataan Komitmen Direksi dan Dewan
Komisaris, penyusunan pedoman manajemen risiko perusahaan, briefing untuk
komisaris dan direksi, pelatihan para pemangku risiko, hingga penerapannya.
3) Aspek Perawatan adalah aspek yang memastikan adanya upaya menjaga efektifitas
penerapan dan perbaikan yang berkesinambungan melalui ,monitoring dan review
serta audit manajemen risiko.
Terdapat beberapa alasan yang mendasari paradigma bahwa fungsi manajemen risiko
sebaiknya berkolaborasi dengan fungsi internal audit. Berdasarkan case study yang dilakukan
oleh RIMS dan IIA, alasan-alasan tersebut adalah 1) Untuk menghubungkan rencana audit
dan penilaian risiko perusahaan, serta berbagi produk kerja lainnya. Hal ini dibutuhkan untuk
meningkatkan koordinasi dalam usaha menjamin bahwa risiko-risiko utama dapat ditangani
dengan efektif; 2) Berbagi sumber daya-sumber daya tertentu untuk mendukung efisiensi.
Sumber daya yang dimaksud termasuk sumber daya keuangan, manusia, dan waktu; 3) Saling
meningkatkan kompetensi, peran, dan tanggung jawab setiap fungsi. Menyediakan
infrastruktur komunikasi yang konsisten.
9. Kasus Bank Mega dan PT EL. Nusa
Kasus Bank Mega dibawa ke jalur hijau oleh PT. Elnusa. Pegadilan Tinggi Jakarta
memutuskan bahwa pencairan deposito oleh Bank Mega kepada PT Discovery Indonesia dan
Harvestindo Asset Management tanpa sepengetahuan dan seizin Elnusa selaku Terbanding
semula Penggugat, adalah perbuatan yang melanggar hukum. Adapun hasil putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta ini menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal
22 Maret 2012 Nomor: 284/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL sebelumnya dan mengharuskan Bank
Mega untuk segera melakukan pencairan dana deposito milik Elnusa senilai Rp111 miliar
beserta bunganya sebesar 7% persen per tahun dari jumlah dana Rp111 miliar tersebut
terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai dilunasinya
deposito tersebut.
Bank Indonesia juga memberikan sejumlah sanksi kepada Bank Mega sebagai tindak
lanjut permasalahan dana PT Elnusa yang terjadi di PT Bank Mega Tbk, Kantor Cabang
Pembantu (KCP) Bekasi Jababeka. Sanksi dan instruksi yang diberikan kepada Bank Mega
yakni:
1) Menghentikan penambahan nasabah DoC baru dan perpanjangan DoC lama, termasuk
untuk produk sejenis seperti Negotiable Certificate of Deposit (NCD), selama satu tahun,
menghentikan pembukaan jaringan kantor baru selama satu tahun. Sanksi tersebut
berlaku sejak 24 Mei 2011.
2) BI akan melakukan fit and proper test terhadap manajemen dan pejabat eksekutif Bank
Mega.
3) BI menginstruksikan Bank Mega untuk; 1) mereview seluruh kebijakan dan prosedur,
khususnya aktivitas pendanaan termasuk penetapan target, limit dan kewenangan untuk
kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas dan individu, baik nominal maupun
suku bunga, pengaturan wilayah kerja kantor serta mekanisme inisiasi nasabah baru; 2)
memperbaiki fungsi internal control dan risk management, termasuk kecukupan jumlah
auditor di setiap kantor, proses check and balance baik melalui tahapan kewenangan
maupun sistem, fungsi pengawasan kantor pusat terhadap kantorkantor di bawahnya dan
prinsip know your employee; 3) memberhentikan pegawai di bawah pejabat eksekutif
yang terlibat dalam kasus dana nasabah atas nama PT Elnusa dan dana Pemkab
Batubara, Sumatera Utara di KCP Bekasi Jababeka; 4) segera membentuk escrow
account senilai dana PT. Elnusa dan Pemkab Batubara, Sumatera Utara di KCP Bekasi
Jababeka. Pencairan escrow account tersebut hanya dapat dilakukan dengan persetujuan
Bank Indonesia dalam hal 14 sudah tidak terdapat sengketa antara bank dengan nasabah,
baik yang diselesaikan melalui keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau
melalui kesepakatan para pihak.
Rekomendasi agar kasus serupa tidak terjadi yakni sebagai berikut:
1) Membenahi elemen-elemen utama sistem pengendalian intern bank Tertuang dalam
Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia. Elemen-elemen utama sistem pengendalian intern bank meliputi
Manajemen dan Kultur Pengendalian, identifikasi dan Penilaian Resiko, kegiatan
pengendalian dan pemisahan fungsi sistem akuntansi, informasi dan komunikasi serta
kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan atau kelemahan.
2) Semua lembaga keuangan pasti mempunyai pengendalian internal (audit internal) tapi
tidak semua internal kontrol ini dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang ada,
dalam sebuah lembaga pengendalian internal adalah ujung tombak agar tidak terjadi
suatu kecurangan dalam lembaga tersebut, pengendalian yang perlu dikakukan oleh Bank
Mega yaitu dari aspek SDM. Dalam merekrut harus dilakukan seleksi yang serius
memang banyak orang yang mempunyai kompetensi yang baik tetapi belum tentu semua
orang yang berkompetensi itu mempunyai perilaku baik. Sebagus apapun pengendalian
iternal suatu perusahaan kalau SDM nya sendiri tidak mampu menjaga komitmen
perusahaan maka sia-sia adanya pengendalian internal tersebut.
3) Peningkatan pengawasan dan memperketat prosedur pengambilan dana yang ada. Juga di
dalamnya termasuk peningkatan komunikasi antar nasabah dan pihak bank agar tidak
terdapat miss komunikasi dan tidak terdapat penyelewengan yang dilakukan oleh pihak
diluar wilayah nasabah.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/31745078/PERENCANAAN_AUDIT_DAN_PENILAIAN_RISI
KO Diakses 20 Maret 2019
https://www.scribd.com/document/245394812/Draft-Manajemen-Risiko-Knkg Diakses 20
Maret 2019
https://repository.maranatha.edu/44/1/PERANAN%20AUDITOR%20INTENAL%20DALA
M%20MENUNJANG%20PELAKSANAAN%20GCG.pdf Diakses 21 Maret 2019
https://www.dwiaryanti.com/2016/02/peran-auditor-internal-dalam-manajemen.html Diakses
21 Maret 2019