Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM PENCELUPAN 3

PENCELUPAN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI- DIREK SISTEM EXHAUST 2B 2S

Disusun oleh :

Kelompok : 2 (Dua)

Anggota : Amelia Puspitasari (13020075)

Ririn Rizki Nuraeni (13020080)

Amelia Puspita Sari (13020087)

Nicky Ayeesha (13020091)

Grup : 3K4

Tgl. Prak : 14 Maret 2016

Dosen : Hj. Hanny H. K., S.Teks

Ikhwanul Muslim, S.ST

Priatna

POLITEKNIK STTT

BANDUNG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud danTujuan

Maksud :

 Mempelajari prinsip – prinsip dasar proses pencelupan kain t/c dengan zat warna
dispersi-direk dengan konsentrasi zat pembantu dengan evaluasi ketuaan warna.
 Mengetahui pengaruh variasikonsentrasi zat pembantu pada proses pencelupan t/c
dengan zat warna dipersi-direk
Tujuan :

 Agar dapat melakukan pencelupan pada kain t/c dengan zat warna dispersi-direk.
 Untuk dapat mengevaluasi hasil pencelupan dengan variasi konsentrasi zat
pembantu.
BAB II

TEORI PENDEKATAN

2.1 Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi adalah zaat warna yang kelarutannya dalam air hanya sedikit,
akan tetapi mudah didispersikan atau disuspensikan dalam air, serta mempunyai daya
substantivitas terhadap serat-serat yang bersifat hidrofob.

Zat warna dispersi merupakan zat warna non iionik yang tidak atau sedikit larut
dalam air dan mempunyai molekul yang relatif kecil, sederhana dan tidak mempunyai
gugus pelarut. Oleh karena itu zat warna dispersi sedikit larut dalam air dan sering
digunakan untuk mencelup serat-serat hidrofob seperti poliester.

Beberapa jenis zat warna dispersi yaitu antrakuinon, azo dan difenilamina

Sifat-sifat umum zat warna dispersi menurut J.L. Edward adalah sebagai berikut :

1. mempunyai berat molekul yang relatif kecil.


2. Kelarutannya dalam medium air kecil, tetapi kelarutannya dalam serat relatif besar.
3. Umumnya tidak mengion ( non ionik ) di dalam air.
4. Apabila digerus dengan halus dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat dihasilkan
dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0,5 - 2,0 mikron.
5. Mempunyai titik leleh sekitar 1500 C.
6. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 - 200 mg zat warna/gram serat.
Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dapat digolongkan
menjadi:

1. Zat warna dispersi golongan A


Zat warna ini mempunyai berat molekul yang terkecil, tingkat ketahanan sublimasinya
rendah, tersublimasi penuh ( 90 - 100 % ) pada suhu sekitar 1300 C dan mempunyai sifat
kerataannya yang baik sekali. Zat warna golongan ini umumnya digunakan pada
pencelupan dengan menggunakan zat pengembang (carrier).

2. Zat warna dispersi golongan B


Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang sedang, tersublimasi penuh pada
suhu sekitar 1500 C - 1700 C, dan mempunyai sifat kerataan yang baik. Zat warna ini dapat
digunakan untuk mencelup serat poliester dengan menggunakan bantuan zat
pengembang dan pada pencelupan suhu tinggi dan pemberian tekanan.

3. Zat warna dispersi golongan C


Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi penuh pada
suhu sekitar 1900C. zat warna ini biasanya digunakan untuk mencelup poliester dengan
menggunakan metode suhu tinggi dan pemberian tekanan dan metode termosol.

4. Zat warna dispersi golongan D


Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi penuh pada
suhu 2200 C. zat warna ini biasanya digunakan untuk mencelup poliester dengan
menggunakan metode pada suhu tinggi dan metode termosol.

Untuk membedakan sifat pencelupan zat warna dispersi terhadap serat poliester,
maka zat warna dispersi digolongkan berdasarkan ukuran berat molekulnya. Besar
kecilnya berat molekul zat warna dispersi sangat erat kaitanya dengan ketahanan
sublimasi zat warna. Semakin besar berat molekul yang dimiliki zat warna dispersi, maka
ketahanan sublimasinya semakin besar, begitu pula sebaliknya.

2.2 Pencelupan poliester

Serat poliamida mempunyai kristalinitas yang tinggi, yang terbentuk dari akibat
rantai polimer yang linear dan antar polimernya berikata hidrogen sehingga strukturnya
relatif sanga rapat dan bersifat hidrofob. Oleh karena itu, serat poliester dapat dicelup
dengan zat warna dispersi yang ukuran molekulnya kecil, akan tetapi sebaiknya pemilihan
zat warna dispersi yang memiliki ukuran molekul yang langsing agar lebih mudah
berdifusi. Hasil pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi umumnya rata tetapi
ketahanan luntur pada sinar kurang baik. Pencelupan serat poliester dengan zat warna
dispersi ini biasanya menggunakan zat warna dispersi golongan C (SE) dan D (S) pada
suhu 130℃, sedangkan untuk serat poliester yang elastisitasnya tinggi dapt digunakan
tipe B (E) dengan suhu pencelupan 120℃.

2.3 Ikatan antara zat warna dispersi dengan serat polyester

Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan serat
poliamida ada 2 macam yaitu:

1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang mellibatkan ikatan hidrogen dengan atom lain
yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan
hidrogen dengan serat poliamida karena zat warna dispersi dan serat poliamida bersifat
non polar.

Hanya sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat
poliamida yaitu zat warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti -OH atau -NH2.

2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan bersifat non polar. Ikatan
yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar. Non polar ini disebut ikatan
hidrofobik. Gaya yang berperan dalam terbentuknya ikatan hidrofobik antara serat
poliamida dan zat warna dispersi adalah gaya dispersi london yang termasuk ke dalam
gaya Van Der Waals ( gaya fisika ). Ikatan dari gaya Van Der Waals sesungguhnya terdiri
dari dua komponen yaitu ikatan dipol dan gaya dispersi london. Akan tetapi sifat zat warna
dispersi cenderung non polar, sehingga gaya yang berperan dalam terbentuknya ikatan
antara zat warna dispersi dan serat poliamidaadalah gaya dispersi London.
2.4 Difusi zat warna dispersi pada serat poliester

Proses difusi adalah suatu kemampuan zat warna untuk menembus masuk kedalam serat
dan mewarnai serat. Difusi zat warna kedalam serat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu :.

1. ukuran partikel zat warna.


2. suhu pencelupan.
3. struktur serat.

2.5 Serat Selulosa

Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer


selubiosa, dengan derajat polimerisasi (DP) bervariasi, contoh DP rayon 500-700, sedang
DP kapas sekitar 3000, makin rendah DP daya serap airnya makin besar, contoh :
moisture regain (MR) rayon 11-13 % sedang kapas 7-8 %.
Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk
mengadakan ikatan dengan zat warna direk berupa ikatan hidrogen. Serat selulosa
umumnya lebih tahan alkali tapi kurang tahan suasana asam, sehingga pengerjaan
proses persiapan penyempurnaan dan pencelupannya lazim dilakukan dalam suasana
netral atau alkali.
Serat kapas merupakan serat alam yang dihasilkan dari tanaman Gossypium.
Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah lembab dan banyak disinari matahari. Sifat
dan kualitas kapas tergantung pada tempat kapas itu tumbuh danberkembang. Komposisi
serat kapas dapat dilihat pada tabel berikut.

Komposisi % pada Serat % pada Dinding


Primer

Selulosa 88-96 52

Pektin 0,7-1,2 12

Lilin 0,4-1,0 7,0

Protein 1,1-1,9 12

Abu 0,7-1,6 3,0

Senyawa Organik 0,5-1,0 14


2.5.1 Morfologi Serat Kapas

 Penampang membujur seperti pipa terpilin.

 Penampang melintang seperti ginjal.

 Dimensi serat, perbandingan panjang dan diameter serat kapas pada umumnya
bervariasi dari 1000:1 sampai 5000:1.

2.5.2 Sifat Fisika

 Warna

Warna serat kapas tidak betul-betul putih, biasanya sedikit cream.

 Kekuatan

Kekuatan serat perbundalnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci
persegi.Dalam keadaan basah kekuatan serat kapas akan lebih besar.

 Mulur

Mulur serat kapas sekitar 4-13% dengan rata-ratanya 7%.

 Kekakuan (Stiffness)

Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan


kekuatan saatputus dengan mulur saat putus.

 Moisture Regain

Moisture regain serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.

 Berat Jenis

Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.

2.5.3Sifat Kimia

Serat kapas pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan,


dan pemakaian yang normal. Beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa dapat
menyebabkan penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi ditandai dengan
terbentuknya oksiselulosa yang biasanya terjadi pada proses pemutihan yang
berlebihan, penyinaran dalam kondisi lembab atau pemanasan yang lama pada suhu
140°C.

Asam-asam menyebabkan hidrolisa ikatan-ikatan glukosa dalam rantai selulosa


membentuk hidroselulosa. Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi yang cepat
sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan mengering pada serat akan
menyebabkan penurunan kekuatan.

Alkali mempunyai sedikit pengaruh pada kapas kecuali larutan alkali kuat dengan
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan penggelembungan pada serat seperti pada
proses merserisasi. Pada kondisi ini dinding primer menahan penggelembungan serat
kapas keluar sehingga bagian lumennya sebagian tertutup, irisan melintang menjadi
lebih bulat, puntirannya berkurang dan serat menjadi lebih berkilau, lebih kuat dan
afinitas terhadap zat warna menjadi lebih besar.

Pelarut-pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan kapas adalah


kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin. Viskositas larutan kapas pada larutan-
larutan ini merupakan cara yang baik untuk memperkirakan kerusakan serat. Kapas
mudah diserang oleh jamur dan bakteri terutama pada keadaan lembab dan pada suhu
yang hangat. Banyak modifikasi zat-zat kimia tertentu saat ini digunakan untuk
memperbaiki sifat-sifat kapas seperti stabilitas dimensi, tahan kusut, tahan air, tahan api,
tahan jamur, tahan kotoran, dan lain-lain.

2.6 Zat Warna Direk

Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup selulosa secara langsung
tanpa bantuan suatu mordan.disebut juga zat warna substantif karena dapat terserap baik
oleh selulosa atau zat warna garam karena dalam pencelupannya selalu harus ditmbah
garam untuk memperbesar penyerapan. Beberapa zat warna direk dapat mencelup serat
protein.Zat warna direk yang pertama dikenal adalah congo red, ditemukan oleh Bottiger
tahun 1884.
2.6.1 Struktur Molekul Zat Warna Direk
Struktur molekul zat warna direk tersusun oleh tiga unsur pokok yaitu :

a. Gugus pembawa warna.


Gugus pembawa warna mempunyai sistim ikatan rangkap dan tunggal berselang
seling secara bergantian. Kebanyakan dalam zat warna direk berbentuk Azo seperti
mono azo, diazo, triazo dan tetra azo.
b. Gugus yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat.
Menurut F.L.Rose gugus ini terbagi dalam dua bagian yaitu:

 Gugus yang mempunyai elektron “Lonepair” dan berbentuk pemberi


elektron.Contoh: -N=N- , H-O- , NH2 , NHR.

 Gugus yang mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen


dengan serat. Gugus ini bertindak sebagai pemberi hidrogen.

c. Gugus Pelarut
Ialah yang menyebabkan zat warna larut dalam suatu zat pelarut tertentu,
misalnya dalam air. Contoh : SO3Na , COONa.

2.6.2 Klasifikasi Zat Warna Direk

Zat warna direk dapat digolongkan berdasarkan struktur molekulnya, namun


penggolongannya yang lebih umum adalah berdasarka cara pemakaiannya, sebagai
berikut:

 Zat Warna Direk Type A

Ukuran molekulnya kecil, Substantifitasnya kecil, mudah rata, biasa dipakai pada
suhu pencelupan 70oC, perlu penambahan garam yang banyak dalam
pencelupannya, tahan lunturnya rendah.

 Zat Warna Direk Type B

Ukuran molekul agak besar, subtantifitasnya sedang, kerataan sedang, suhu


pencelupan 80oC, perlu penambahan garam (tidak terlalu banyak ) dalam
pencelupanya, tahan lunturnya lebih baik dari type A.
 Zat Warna Direk Type C

Ukuran molekul zat warna lebih besar dari type B, subtantifitasnya besar, sukar
rata, suhu pencelupan diatas 90oC (Umumnya pada suhu mendidih) dan tidak
memerlukan penambahan garam, tahan lunturnya lebih baik dari type B.

 Zat Warna Direk Type D

Golongan D adalah zat warna direk yang mengandung logam yang strukturnya
lebih besar dan tahan lunturnya paling baik. Untuk golongan D dalam larutan celupnya
tidak boleh ditambahzat pelunak air.

2.7 Pengaruh Penggunaan NaCl


Zat warna direk seringdisebut dengan nama zat warna garam karena dalam
pencelupan pada umumnya ditambahkan garam (NaCl) untuk memperbesar
penyerapanya, sehingga peran NaCl sangat penting agar zat warna dalam proses
pencelupan dapat terserap sempurna oleh serat sehingga dapat meningkatkan kerataan
warna pada serat. Hal ini perlu diperhatikan karena selulosa dalam larutan mempunyai
muatan negative pada permukaanya, sehingga anion zat warna direk akan tertolak,
elektrolit yang ditambahkan berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan muatan
negative tersebut, hingga pada jarak yang cukup dekat molekul-molekul zat warna akan
tertarik karena gaya-gaya van der walls atau ikatan hidrogen yang telah bekerja dengan
baik. Mekanisme penetralan anion (muatan negatif) antara serat dengan zat warna direk
oleh NaCl dapat terjadi karena NaCl dalam larutan akan terionisasi menjadi atom Na+ dan
atom Cl-, atom Na yang bermuatan positif akan bergabung dengan zat warna direk yang
bermuatan negative sehingga muatan antara serat dan zat warna menjadi berlainan,
maka dalam kondisi ini kecenderungan untuk berikatan semakin meningkat.
Namun apabila penambahan NaCl dalam proses pencelupan dilakukan dengan
berlebihan maka hasil akhir dari proses tersebut akan menimbulkan warna yang tidak
merata (belang) pada serat yang dicelup, karena terjadi penumpukan muatan di ruas
kanan kesetimbangan reaksi zat warna, hal ini akan menyebabkan reaksi semakin
bergeser ke kiri, sehingga akan terdapat molekul zat warna yang tidak terionisasi dengan
sempurna.
2.8 Ikatan Zat Warna Direk dengan Selulosa
Zat warna direk dalam suhu tinggi akan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus
hidroksi dari selulosa.
AR1-N=N-AR2SO3Na
IkatanHidrogien

Sel-OH

Kekuatan ikatan hidrogen antara zat warna direk dengan serat selulosa tidak
terlalu kuat, dan mudah putus dalam suhu tinggi, sehingga daya tahan luntur zat warna
direk rendah terutama dalam pencucian panas, selain membentuk ikatan hidrogen, ikatan
antara zat warna direk dengan serat juga ditunjang oleh ikatan dari gaya van der waals,
kekuatan ikatan dari gaya van der waals juga relative sangat lemah dan akan meningkat
apabila ukuran molekul zat warna direk makin besar.
Ketahanan terhadap pencucian hasil celupan zat warna direk dapat diperbaiki
melalui proses iring, dengan zat pemiksasi kationik, dimana pada prinsipnya adalah
memperbesar ukruan molekul zat warna dalam serat sehingga zat warna akan lebih sukar
bermigrasi, akibatnya tahan luntur hasil celupan menjadi lebih baik, karena zat-zat kation
aktif akan bergabung dengan zat warna direk yang bersifat anion membentuk molekul
yang lebih kompleks sehingga tahan cucinya menjadi lebih baik, tetapi tahan sinarnya
akan berkurang.

2.9 Teknologi Pencelupan

Pencelupan adalah proses pemberian warna yang merata pada suatu bahan dan
keadaannya kurang lebih permanen, dan sebagai bahan pewarna digunakan zat warna.

Mekanisme Pencelupan

Menurut teori pencelupan, perpindahan zat warna dari larutan ke dalam serat
terjadi secara bertahap :

1. Difusi zat warna dalam larutan


Didalam larutan zat warna direk berbentuk molekul tunggal dan beragregat.
Molekul-molekul ini dalam keadaan gerak dan tidak mempunyai arah tertentu.
Gerakan secara terarah akan terjadi jika ada gaya penggeraknya. Gaya penggerak ini
dapat disebabkan karena adanya gradien konsentrasi dalam larutan atau perbedaan
pontensial elektro statik dibagian-bagian tertentu di dalam larutan. Gerakan yang
ditimbulkan oleh adanya perbedaan konsentrasi tersebut disebut difusi.
Difusi merupakan proses pemindahan dengan adanya proses difusi maka akan
terjadi proses pemindahan zat warna dari bagian larutan yang berkonsentrasi tinggi
kebagian yang berkonsentrasi rendah.
2. Adsorpsi zat warna ke permukaan serat
Serat dalam larutan cenderung bermuatan negatif, demikian pula zat warna
direk dalam larutan juga bermuatan negatif. Dengan demikian akan terjadi gaya tlak
menolak antara zat warna dengan serat. Agar zat warna dapat menempel pada
permukaan serat, maka zat warna harus dapat melampaui beberapa rintangan, yaitu:
a. Rintangan muatan adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna direk untuk
melekat pada permukaan serat karena adanya gaya tolak menolak antara butir zat
warna dengan serat.
b. Rintangan entropi adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna direk untuk
melekat pada permukaan serat karena pengarahan molekul zat warna kurang.
Posisi butir zat warna direk dipermukaan serat harus sejajar dengan sumbu serat.
3. Difusi zat warna ke dalam serat
Adsorpsi zat warna pada permukaan serat menyebabkan konsentrasi
dipermukaan serat menjadi tinggi, sedangkan di dalam serat konsentrasi mula-mula
adalah nol. Apabila butir-butir zat warna tersebut mempunyai energi untuk masuk ke
dalam serat maka akan terjadi proses pemindahan zat warna dari permukaan serat
ke dalam serat.
Mula-mula butir zat warna dalam bentuk molekul tunggal atau agregat kecil
masuk ke dalam serat melalui daerah amorf. Dengan bantuan panas serta
mengembangnya kapas, maka butir-butir zat warna akan masuk lebih cepat dan
bermigrasi ke bagian kristalin lewat antar molekul selulosa.
4. Ikatan zat warna dengan serat
Setelah berada dalam serat, kemudian zat warna tersebut mengadakan ikatan
hidrogen dengan serat. Ikatan hidrogen terjadi antara gugus-gugus yang bertindak
sebagai pembri elektron atau gugus-gugus yang mengandung hidrogen dan dapat
mengadakan ikatan hidrogen dalam zat warna dengan gugus-gugus hidroksil didalam
serat.
Ikatan hidrogen antara serat dengan zat warna terjadi dalam dua bentuk, yaitu:
a. Bentuk ikatan anatara gugus hidroksil serat dengan gugus pemberi elektron dalam
zat warna. Dalam hal ini gugus hidroksil serat akan bertindak sebagai pemberi
hidrogen.
b. Bentuk ikatan antara gugus hidroksil serat dengan gugus yang mengandung
hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen yang terdapat pada warna.
Dalam hal ini unsur oksigen dari gugus hidroksil serat akan bertindak sebagai
pemberi elektron dan gugus zat warna sebagai pemberi hidrogen.

Disamping ikatan hidrogen, dapat pula terjadi ikatan ” Van der Waals”. Ikatan
”Van der Waals” antara selulosa dengan zat warna telah diteliti oleh deal, yaitu karena
adanya ikatan rangkap yang berkonyugasi dimana ujung dari ikatan rangkap yang
berkonyugasi saling tarik menarik dengan gugus hidroksil selulosa.
BAB III

PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

No Alat Bahan
1. Mesin HT/Dyeing Kain T/C
2. Gelas Piala ZW Direk
3. Gelas Ukur ZW Dispersi
4. Pipet Na2CO3
5. Pengaduk NaCl
6. Gunting Sabun
7. Timbangan digital Pembasah
8. Tabung HT/Dyeing CH3COOH

3.2 Diagram Alir

Pembuatan larutan
celup dan Pencelupan Pencucian Pengeringan Evaluasi
persiapan bahan

3.3 Skema Proses

Zat warna dispersi 120°C


Zat pendispersi
Kain
As. Asetat
80°C

30°C
10’

10’ 25’ 35’ 45’


menit
Kain
Zw direk
Na2CO3 90°C
Pembasah
Zat perata
NaCl 80°C

30°C
10’

10’ 40’ 30’ 20’

menit

3.4 Resep

Resep 1 2 3 4 Resep 1 2 3 4
Zat Warna Zat Warna
2 2
Dispersi(% Owf) Direk(% Owf)
Asam asetat (pH) 7 5 7 5 Na2CO3 (g/L) - 1 1 -
Pendispersi Pembasah
1 1
(ml/L) (ml/L)
(NH4)2SO4 (g/L) 1 NaCl (g/L) 30
Vlot (1:x) 1:20 Vlot (1:x) 1:20
Waktu (menit) 45 Waktu (menit) 30
Suhu (°C) 120 Suhu (°C) 90

ResepCuciReduksi Resep Pencucian


Na2S2O4 (g/L) 3 Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
NaOHpadat (g/L) 1 Sabun (g/L) 1 1 1 1
Vlot (1:x) 1:20 Na2CO3 (g/L) 1 1 1 1
Waktu (menit) 10 Suhu (ºC) 60 60 60 60
Suhu (°C) 80 Waktu (menit) 10 10 10 10
Vlot (1:x) 1 : 20 1 : 20 1 : 20 1 : 20
3.5 Perhitungan Resep
1. Zat warna Disperse

Resep 1 2 3 4
Berat
4,81 4,62 4,55 4,69
bahan (g)
Vlot (1:20) 96,2 92,4 91 93,8

2 2 2 2
Zat warna 𝑥 4,81 = 0,0962 𝑥 4,62 = 0,0924 𝑥 4,55 = 0,091 𝑥 4,69 = 0,0938
100 100 100 100
Disperse 100 100 100 100
0,0962 𝑥 = 9,62 0,0924 𝑥 = 9,24 0,091 𝑥 = 9,1 0,0938 𝑥 = 9,38
1 1 1 1

Asam
7 5 7 5
Asetat (pH)

Pendispersi 1 1 1 1
𝑥 962, = 0,0962 𝑥 92,4 = 0,0924 𝑥 91 = 0,091 𝑥 93,8 = 0,0938
(ml/L) 1000 1000 1000 1000

(NH4)2SO4 1 1 1 1
𝑥 962, = 0,0962 𝑥 92,4 = 0,0924 𝑥 91 = 0,091 𝑥 93,8 = 0,0938
(g/L) 1000 1000 1000 1000

2. Zat warna Direk

Resep 1 2 3 4
Berat
4,81 4,62 4,55 4,69
bahan (g)
Vlot (1:20) 96,2 92,4 91 93,8

2 2 2 2
Zat warna 𝑥 4,81 = 0,0962 𝑥 4,62 = 0,0924 𝑥 4,55 = 0,091 𝑥 4,69 = 0,0938
100 100 100 100
Direk 100 100 100 100
0,0962 𝑥 = 9,62 0,0924 𝑥 = 9,24 0,091 𝑥 = 9,1 0,0938 𝑥 = 9,38
1 1 1 1
Pembasah 1 1 1 1
𝑥 962, = 0,0962 𝑥 92,4 = 0,0924 𝑥 91 = 0,091 𝑥 93,8 = 0,0938
(ml/L) 1000 1000 1000 1000

1 1
Na2CO3(g/L) - 𝑥 92,4 = 0,0924 𝑥 91 = 0,091 -
1000 1000

Resep Cuci Reduksi


Resep 1 2 3 4
3 3 3 3
x 96,2 = x 92,4 = x 91 = x 93,8 =
1000 1000 1000 1000
Na2S2O4 (g/L)
0,288 0,2772 0,273 0,2814
1 1 1 1
𝑥 96,2 𝑥 92,4 𝑥 91 𝑥 93,8
NaOH(g/L) 1000 1000 1000 1000
= 0,0962 = 0,0924 = 0,091 = 0,0938

Resep Pencucian
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
1 1 1
𝑥 96,2 𝑥 92,4 1 𝑥 93,8
Sabun (g/L) 1000 1000 𝑥 91 = 0,091 1000
1000
= 0,0962 = 0,0924 = 0,0938
1 1 1
𝑥 96,2 𝑥 92,4 1 𝑥 93,8
Na2CO3 (g/L) 1000 1000 𝑥 91 = 0,091 1000
1000
= 0,0962 = 0,0924 = 0,0938
3.6 Fungsi Zat
 Zat warna direk : untuk memberikan warna pada kain kapas secara merata dan permanen
untuk mendapatkan tahan luntur baik.
 Pembasah: untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain.
 Na2CO3: untuk memperbaiki kelarutan zat warna direk.
 NaCl: untuk mendorong penyerapan zat warna direk.
 Zat warna disperse: untuk memberikan warna pada kain polyester secara merata dan
permanen untuk tahan luntur yang baik.
 CH3COOH: untuk mengatur pH larutan dan pemberi suasana asam.
 Zat pendispersi: untuk mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata kedalam
larutan celup.
 Na2S2O4: menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan serat dan zat lain
yang masih tertinggal didalam serat pada proses cuci reduksi.
 NaOH pada cuci reduksi: untuyk membantu mengaktifkan Natrium hidrosulfit.
 Sabun: untuk menghilangkan zat warna dan zat pembantu lainnya yang hanya menempel
di permukaan serat.
 Air: untuk membantu melarutkan zat warna dan zat pembantu lainnya

3.7 Cara Kerja


a. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
b. Memilih zat warna disperse dan direk.
c. Membuat rencana proses pencelupannya meliputi, penyusunan diagram alir proses,
pemilihan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep pencelupan
d. Menghitung kebutuhan bahan, zat warna, air, zat pembantu pencelupan sesuai dengan
resep yang anda buat
e. Melakukan proses pencelupan sesuai skema proses yang dipilih.
f. Mengevaluasi dan menganalisa hasil pencelupannya serta bandingkan dengan variasi
percobaan teman anda dalam kelompok
3.8 Data Percobaan

Tahan Gosok
Kain Celup
Kering Basah

Resep
1

Resep
2

Resep
3

Resep
4
3.9 Evaluasi Kain
1. Ketuaan Warna

Panjang
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Gelombang

400 6,6088 5,9423 5,4087 5,6169

420 4,4057 3,8873 3,5882 3,8010

440 4,3383 3,7394 3,4354 3,6921

460 5,0512 4,3327 3,9769 4,3107

480 5,9901 5,1092 4,6813 5,0873

500 6,7962 5,7308 5,2745 5,7130

520 7,2811 6,1576 5,6690 6,0778

540 7,4051 6,2290 5,7219 6,0679

560 4,3162 3,7481 3,4544 3,6210

580 2,4681 2,2358 2,0516 2,1563

600 2,3910 2,2050 2,0279 2,1272

620 2,6870 2,5069 2,3135 2,4149

640 2,9494 2,7605 2,5490 2,6540

660 3,0531 2,8652 2,6489 2,7578

680 3,0783 2,9053 2,6870 2,7929

700 2,8680 2,7181 2,5069 2,6117


Grafik Ketuaan Warna

Resep 3
Resep 4
Resep 2
Resep 1

2. Tahan Gosok

Grey Scale
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Kering Basah Kering Basah Kering Basah Kering Basah
4 3 4/5 3/4 4/5 3/4 4/5 4
BAB IV

DISKUSI DAN KESIMPULAN

4.1 Diskusi

Pada proses pencelupan zat warna dispersi pada poliester digunakan tekanan dan suhu yang
tinggi yaitu 120oC guna untuk membantu proses difusi zat warna kedalam serat. Pencelupan
dilakukan pada mesin tertutup tanpa bantuan zat pengemban. Metode ini cukup efektif karena
pergerakan rantai molekul serat poliester lebih aktif pada suhu tinggi sehingga memberi ruang
lebih besar bagi molekul zat warna masuk kedalam serat. Kecepatan difusi juga meningkat dan
migrasi zat warna menjadi lebih besar sehingga mempercepat proses pencelupan.
Pencelupanpun juga lebih hemat karena kelarutan zat warna dispersi dalam serat pada suhu
tinggi lebih besar.

Pada pencelupan T/C dengan zat warna dispersi-direk sistem exhaust 2B 2S didapat hasil dari
praktikum yaitu sebagai berikut.

Resep 1 Resep 3

Resep 1 2 3 4 Resep 1 2 3 4
Zat Warna Zat Warna
2 2
Dispersi(% Owf) Direk(% Owf)
Asam asetat (pH) 7 5 7 5 Na2CO3 (g/L) - 1 1 -

Perbedaan yang didapat dari hasil pencelupan resep 1 dan 3 menggunakan pH 7 dilihat dari
ketuaan warna pada resep 1 lebih tua tanpa menggunakan Na2CO3 dibandingkan dengan resep
3 yang menggunakan Na2CO3 sebanyak 1 g/L. Hal ini disebabkan karena zat warna direk pada
resep 1 kelarutannya kurang baik. Penggunaan Na2CO3 adalah untuk memperbaiki kelarutan zat
warna direk sehingga semakin banyak Na2CO3 yang digunakan maka akan semakin tinggi pula
kelarutannya. Oleh karena itu, pada resep 1 tahan gosoknya lebih rendah dibandingkan resep 3.
Resep 1 Resep 4

Resep 1 2 3 4 Resep 1 2 3 4
Zat Warna Zat Warna
2 2
Dispersi(% Owf) Direk(% Owf)
Asam asetat (pH) 7 5 7 5 Na2CO3 (g/L) - 1 1 -

Perbedaan yang didapat dari hasil pencelupan resep 1 dan 4 menggunakan variasi pH 7 dan pH
5 tanpa menggunakan Na2CO3 dilihat dari ketuaan warna pada resep 1 lebih tua dibandingkan
dengan resep 4 yang menggunakan pH 5. Pada resep 1 memliki ketuaan warna yang lebih tua
karena pH yang digunakan netral sehingga penyerapan zat warna disperse lebih banyak
dibandingkan pada resep 4 yang menggunakan pH 5. Pengaruh pH pada pencelupan zat warna
disperse adalah untuk melindungi serat poliester yang tidak tahan terhadap alkali, oleh karena itu
ketuaan warna pada pH 7 terjadi akibat terkikisnya serat poliester dan membuat zat warna lebih
banyak terserap.

Resep 2 dan 4

Resep 1 2 3 4 Resep 1 2 3 4
Zat Warna Zat Warna
2 2
Dispersi(% Owf) Direk(% Owf)
Asam asetat (pH) 7 5 7 5 Na2CO3 (g/L) - 1 1 -

Serat poliester memiliki sifat yang hidrofob dan sulit dimasuki air maupun zat warna. Oleh karena
itu ikatan hidrogen yang terjadi antara rantai molekul yang berdekatan harus dikurangi dengan
cara menaikkan suhu, sehingga ikatan hidrogen tersebut akan mudah putus pada suhu yang
tinggi. Apabila hal ini terjadi maka zat warna dispersi akan mudah masuk ke dalam pori-pori serat
poliester. Resep 2 dan 4 digunakan pH 5 suasana asam dan perbedaanya terletak pada
penggunaan Na2CO3 dimana resep 2 sebesar 1 g/L dan resep 4 tidak menggunakan Na2CO3.
Pada pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi perlu dilakukan dengan mengatur pH
yaitu pH yang digunakan suasana asam, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada
serat poliester karena serat poliester umumnya tidak tahan suasana alkali. Pada proses
selanjutnya dengan pencelupan menggunakan zat warna direk digunakan alkali guna untuk
memperbaiki kelarutan zat warna, sehingga zat warna akan lebih mudah untuk mendekati serat
kapas dan akhirnya masuk kedalam pori-pori serat dan larutan yang digunakan lebih homogen
dan dapat mengurangi keelektronegatifan permukaan kain. Pada resep 2 didapat warnanya lebih
tua dibandingkan dengan resep 4 karena resep 4 tidak menggunakan Na2CO3 sehingga tidak
dapat membantu proses fiksasi kedalam serat.

Resep 2 dan 3

Resep 1 2 3 4 Resep 1 2 3 4
Zat Warna Zat Warna
2 2
Dispersi(% Owf) Direk(% Owf)
Asam asetat (pH) 7 5 7 5 Na2CO3 (g/L) - 1 1 -

Pada resep 2 dan 3 perbandingannya pada penggunaan asam asetat dengan pH 5 dan 7,
sedangkan untuk Na2CO3 penggunaannya sama yaitu 1. Ketuaan warna pada resep 2 lebih tinggi
dibandingkan resep 3, hal ini dikarenakan pada resep 2 pH dan Na2CO3 yang digunakan adalah
kondisi optimum dari masing-masing resep sehinggga penyerapan zat warna disperse dan direk
yang didapatkan lebih banyak dibandingkan resep 3.

4.2 Kesimpulan

Dari hasil pengujian kain T/C dengan zat dispersi-direk 2B 2S didapat bahwa kain yang optimum
dengan variasi asam asetat dan Na2CO3 adalah resep 2, hal ini terlihat dari evaluasi yang sudah
dilakukan yaitu evaluasi spektrometer dan grey scale.
DAFTAR PUSTAKA

Djufri, Rasjid. M.Sc.dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan.


Bandung: Institut Teknologi Bandung
Seoprijono,p.,et al. 1973. Serat Serat Tekstil. Bandung ; ITT

Anda mungkin juga menyukai