Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan
pada penderita skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham
diorganisasi dan waham tidak sistematis. Kebanyakan pasien skizofrenia daya tiliknya
berkurang dimana pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap
pengobatan, meskipun gangguan pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain (Tomb,
2003 dalam Purba, 2008).
Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas, merasa
sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu mengingkari ancaman dari
persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap kejadian,
kemudian individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan
sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negatif tidak dapat diterima menjadi bagian
eksternal dan akhirnya individu mencoba memberi pembenaran personal tentang realita
pada diri sendiri atau orang lain ( Purba, 2008 ).
Menurut World Health Organization (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan
dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan memiliki sikap positif untuk
menggambarkan tentang kedewasaan serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun
2012 angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang
yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya
tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012).
Data yang didapat di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L. Ratumbuysang Provinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2016 bulan Januari sampai April terdapat 190
jiwa dengan harga diri rendah 1 jiwa (0,52%), halusinasi 117 jiwa (61,57%). perilaku
kekerasan 65 jiwa (34,21%), waham 3 jiwa (1,57%), defisit perawatan diri 1 jiwa
(0,52%), isolasi sosial 3 jiwa (1,57%).
Upaya pemerintah dalam penanggulangan gangguan jiwa antara lain menyusun
penanggulangan pemasungan, melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan
diprovinsi dan kabupaten dan kota, melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
dipuskesmas dan rumah sakit umum dalam penanganan masalah kesehatan jiwa serta
menyediakan obat antipsikotik acting sebagai bagian dari upaya pencegahan
kekambuhan. (http://mediakom.sehatnegeriku.com)
Adapun standar asuhan keperawatan yang diterapkan pada klien dalam keperawatan
jiwa yaitu strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik. Dalam melakukan strategi
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat tahap komunikasi, yang
setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat tahap
tersebut yaitu tahap prainteraksi (pengumpulan data tentang klien, membuat rencana
tindakan kegiatan, waktu dan tempat), tahan orientasi atau perkenalan (Salam, perkenalan
perawat), kerja(keluhan utama) dan tahap terminasi (evaluasi). Dalam membina
hubungan terapeutik perawat dan klien, diperlukan ketrampilan perawat dalam
berkomunikasi untuk membantu memecahkan masalah klien. Perawat harus hadir
secara utuh baik fisik maupun psikologis terutama dalam penampilan maupun sikap
pada saat berkomunikasi dengan klien. http://mediakom.sehatnegeriku.com
Peran dan fungsi perawat adalah memberikan Asuhan keperawatan terhadap klien
seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik, perawat juga
dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi
edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap klien sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan klien dengan keluarga yang nantinya
diharapkan dapat meminimalisir resiko maupun efek yang muncul dari gangguan
waham. Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat suatu kasus
dengan judul Asuhan keperawatan pada Tn. F. L dengan waham di Rumah sakit
jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.

B. Pernyataan Masalah
Bagaimanakah penerapan asuhan keperawatan pada Tn. F.L dengan
waham di Ruangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi
Sulawesi Utara ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diterapkan asuhan keperawatan pada Tn. F.L dengan waham, melalui tahap pengkajian
di Ruangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi
Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diidentifikasi penerapan asuhan keperawatan pada Tn. F.Ldengan gangguan
Waham di Ruangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi
Sulawesi Utara.
b. Diidentifikasi kesenjangan antara teori dan kasus dalam penerapan asuhan keperawatan
pada Tn. F.L dengan gangguan Waham diRuangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr.
V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
c. Diidentifikasi faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
penerapan asuhan keperawatan pada Tn. F.L dengan gangguan Waham di Ruangan
Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan adalah keperawatan jiwa khususnya penerapan Asuhan
Keperawatan pada Tn. F.L dengan waham di Ruangan Katrili Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. V.L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
E. Manfaat Penulis
1. Bagi institusi
Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi pembelajan bagi mahasiswa untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya dalam penerapan Asuhan Keperawatan tentang
gangguan jiwa waham.
2. Bagi rumah sakit
a. Untuk mengetahui adanya kesenjangan antara teori dan praktek dalam penerapan
asuhan keperawatan di klinik.
b. Dapat menjadi acuhan dalam penerapan Asuhan Keperawatan tentang gangguan jiwa
dengan diagnosa waham
3. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan waham secara teori dan praktek

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekecauan dalam pengoperasian dan aktivitas-aktivitas kognitif (Damaiyanti. 2014).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Dermawan. 2013)
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan
atau tidak sesuai dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan (Prabowo. 2014).
2. Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman kedunia luar. Individu itu biasanya
peka dan mudah tersinggung, sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini
sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman, merasa benci,
kaku, cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan
seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan, maka keadaan ini dapat berkembang menjadi
waham. Secara berlahan-lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari
khayalannya dan kemudian meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala, adanya rasa tidak aman,
membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat
berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan
keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selain itu
kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan
antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu
sukar lagi dibedakan, mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan
(Damaiyanti, 2014).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya waham (Damaiyanti, 2014),
yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural, psikologis, genetik, biokimia. Jika tugas
perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
mengalami stres dan kecemasan. Barbagai faktor masyarakat dapat membuat seseorang
merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya rangsangan eksternal.
Stres yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh sehingga membuat
tidak mampu dalam proses stimulus internal dan eksternal.
b. Faktor Presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu klien
mengalami hubungan yang bermusuhan, terlalu lama diajak bicara, objek yang ada
dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stres
kecemasan.
c. Faktor Kekurangan kebutuhan manusia (Lack of Human need).
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya
ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
d. Faktor kekurangan harga diri (lack of self esteem).
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya,
saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang
canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat
jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system
semuanya sangat rendah.
e. Fase control internal external.
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak
kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara
adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan
pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
f. Fase environment support.
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan
tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya normal (Super Ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
g. Fase comforting.
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien
lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
h. Fase improving.
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai
yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

3.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Distori pikiran


- Persepsi akurat - Ilusi
- Emosi konsisten - Reaksi emosi
Dengan pengalaman berlebihan atau biasa
- Perilaku sesuai - Perilaku aneh
- Berhubungan social - Menarik diri
- Ganguan proses piker
- Waham
- Perilaku diorganisasi
- Isolasi social
- Sulit berespon emosi

(Stuart dan Laraia, 2005 dalam Damaiyanti, 2014)

Rentang Respon

4. Tanda dan Gejala (Dermawan, 2013)


a. Kognitif :
1) Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
2) Individu sangat percaya pada keyakinannya
3) Sulit berpikir realita
4) Tidak mampu mengambil keputusan
b. Afektif
1) Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
2) Afek tumpul
c. Perilaku dan hubungan sosial
1) Hipersensitif
2) Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
3) Depresi
4) Ragu-ragu
5) Mengancam secara verbal
6) Aktifitas tidak tepat
7) Streotif
8) Impulsive
9) Curiga
d. Fisik
1) Higiene kurang
2) Muka pucat
3) Sering mengucap
4) Berat badan menurun
Contoh-contoh waham (Dermawan, 2013)
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh :
“saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya tambang emas”.
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan / mecederai
dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh :
“saya tahu.. seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh :
“kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”

d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit, diucapkan
berulangkali tatapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh :
“saya sakit kanker.” Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker namun klien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meniggal, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesaui kenyataan.
Contoh :
“ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh.”
5. Mekanisme koping
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham menggunakan
mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi
formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresif, kebutuhan, ketergantungan
dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi
kemandirian yang kokoh.
Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang
menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang
tidak dapat diterima dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas
telah dihipotesiskan telah menyababkan reaksi formasi dan proyeksi waham dan
suporioritas.
Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang
menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang
terluka. (Dermawan, 2013)

6. Akibat Terjadinya Waham

Akibat dari waham pasien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang
ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain
yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
(Prabowo, 2014)

7. Penatalaksanaan

Terapi yang diterima oleh pasien : Electro Convulsif Therapie (ECT) suatu
tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada
penderita baik tonik maupun klonik. terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan.
Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan pasien supaya dapat
melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

8. Pohon Masalah (Prabowo, 2014)

Effect

Resiko Perilaku Kekerasan

Core
Problem

Gangguan Waham

Causa

Isolasi Sosial

9. Tahap Kerja (Prabowo, 2014)

Tahap ini merupakan tahap dimana kerjasama terapeutik perawat dan klien
paling banyak dilakukan. Tugas perawat pada tahap ini adalah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan perencanaan pada tahap pra interaksi. Perawat dan klien menggali
stresor yang tepat dan mendukung perkembangan daya tilik klien dengan cara
menghubungkan persepsi, pikiran dan tindakan klien.

Perawat menghilangkan atau mengurangi tingkat kecemasan cemas klien,


meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif. Perubahan perilaku yang adaptif
merupakan tanda bahwa tujuan telah tercapai.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian (Dermawan, 2013)

a. Faktor predisposisi

1) Genetik : Diturunkan

2) Neorobiologis : Adanya gangguan pada koteks pre

frontal dan koteks limbik.

3) Neorotransmiter : Abnormalitas pada dopamin, serotonin,

dan glutamat.

4) Virus : Paparan virus influenza pada trimester

III.

5) Psikologi : Ibu pencemas, terlalu melindungi, yang

tidak peduli.

b. Faktor presipitasi

1) Proses pengolahan infirmasi yang berlebihan

2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal


3) Adanya gejala pemicu

Setiap melakukuan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal di rawat. Isi
pengkajiannya meliputi :

a. Identifikasi klien

Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang
: nama klien, panggilan klien, nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik
pembicaraan.

b. Keluhan utama / alasan masuk

Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi dan perkembangan yang
dicapai.

c. Riwatan penyakit sekarang

Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mangalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penilaian dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan
pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan :

1) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari
klien.

2) Biologis

Gangguan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.

3) Sosial budaya

Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan),


kehidupan yang terisolasi serta stres yang menumpuk.

d. Aspek fisik / biologis


Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital : Tekanan Darah (TD), nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau
ada keluhan.

e. Aspek psikososial

1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang tarkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri

a) Citra tubuh : Mengenai persepsi klien terhadap

tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak

disukai.

b) Identitas diri : Status dan posisi klien sebelum dirawat,

kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai

laki-laki / perempuan.

c) Peran : Tugas yang diemban dalam keluarga /

kelompok dan masyarakat dan

kemampuan klien dalam melaksanakan

tugas tersebut.

d) Ideal diri : Harapan terhadap tubuh, posisi, status,

tugas, lingkungan dan penyakitnya.

e) Harga diri : Hubungan klien dengan orang lain,

penilaian dan penghargaan orang lain

terhadap dirinya sebagai wujud

harga diri rendah.


3) Hubungan sosial dengan orang lain, penilaian dan kehidupan, kelompok yang diikuti
dalam masyarakat.

4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

f. Status mental

Nilai penampilan klien rapi atau tidak, tidak amati pembicaraan klien, aktifitas
motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.

g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.

2) Klien mampu Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), menggunakan
dan pakaian.

3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.

4) Istirahat dan tidur klien, aktifitas di dalam dan di luar rumah.

5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setalah minum obat.

h. Masalah psikososial dan lingkungan

Data dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.

i. Pengetahuan

Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki
klien disimpulkan dalam masalah.

j. Aspek medik

Terapi yang diterima oleh : Electro Convulsif Therapie(ECT), terapi antara lain
seperti terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitias sebagai suatu refungsionalisasi dan
perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat perawat gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :

a. Apakah klien memiliki pikiran / isi pikir yang berulang-ulang diungkapan dan menetap
?

b. Apakah klien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah klien cemas
secara berlebihan tentang tubuh atau ke orang sehatannya ?

c. Apakah klien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan tidak
nyata ?

d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?

e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain ?

f. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau
kekuatan dari luar ?

g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya
atau yakni bahwa orang lain dapat membaca pikirannya ?

Selama pengkajian kita harus mendengarkan dan memperhatikan semua informasi


yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya. Untuk mempertahankan hubungan
saling percaya yang telah terbina, dalam melakukan interaksi dengan klien usahakan
jangan menyangkal, menolak atau menerima keyakinan klien terlebih dahulu.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari


pengkajian diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu
mengatsinya (Dermawan, 2013)

Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil
pengkajian adalah :
Masalah keperawatan : perubahan proses pikir : waham

1) Data subjektif :

Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,


keadaan dirinya) berulangkali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.

2) Data objektif :

Klien tampak tidak mempunyai orang lain, ceriga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan
/ realitas, ekspresi wa jah klien tegang, mudah tersinggung.

Diagnosa keperawatan :

a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.

b. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Perencanaan

Tabel 2.1 Perencanaan

Diagnosa Tujuan
keperawatan (umum dan Tindakan keperawatan
khusus)
Gangguan 1. Klien dapat 1. Bina hubungan saling percaya
proses pikir : membina hubungan dengan klien : beri salam terapeutik
waham saling percaya (panggil nama klien), sebutkan
nam perawat, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas
(topik yang dibicarakan, waktu dan
tempat).
2. Jangan membantah dan
mendukung waham klien :
a. Katakan perawat menerima
keyakinan klien : “saya menerima
keyakinan anda” disertai ekspresi
menerima.
b. Katakan perawat tidak mendukung
: “sukar bagi saya untuk
mempercayainya” disertai ekspresi
ragu api empati.
c. Tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam
keadaan aman dan terlindung :
a. Anda berada ditempat aman, kami
akan menemani anda.
b. Gunakan keterbukaan dan
kejujuran.
c. Jangan tinggalkan klien sendirian.
4. Observasi apakah waham klien
mengganggu aktifitas sehari-hari
dan perawatan diri.
2. Klien dapat 1. Beri pujian pada penampilan dan
mengidentifikasi kemampuan klien yang realitis.
kemampuan yang 2. Diskusikan dengan klien
dimiliki kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realitis
(hati-hati terlibat diskusi tentang
waham).
3. Tanyakan apa yang biasa klien
lakukan (kaitkan dengan aktivitas
sehari-hari dan perawatan diri)
kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini.
4. Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada.
Perawat perlu memperlihatkan
bahwa klien penting.
3. Klien dapat 1. Observasi kebutuhan klien sehari-
mengidentifikasi hari.
kebutuhan yang 2. Diskusikan kebutuhan klien yang
tidak terpenuhi. tidak terpenuhi baik selama
dirumah maupun dirumah sakit
(rasa takut, ansietas, marah).
3. Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham
4. Tingkatkan aktifitas yang dapat
memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga
(aktifitas dapat dipilih bersama
klien, klien mungkin buat jadwal).
5. Atur situasi agar klien mempunyai
waktu unuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat 1. Berbicara dengan klien dalam
berhubungan dengan konteks realitas (realitas diri,
realitis realitas orang lain, realitas tempat
dan realitas waktu).
2. Sertakanklien dalam terapi
aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klien.
5. Klien mendapat 1. Diskusikan dengan keluarga
dukungan keluarga tentang :
a. Gejala waham
b. Cara merawatnya
c. Lingkungan keluarga
d. Folow-up obat
2. Anjurkan keluarga melaksanakan
dengan bantuan perawat.
6. Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien dan
menggunakan obat keluarga tentang obat, dosis,
dengan benar frekuensi dan efek samping akibat
penghentian
2. Diskusikan perasaan klien setelah
makan obat.
3. Berikan obat dengan prinsip 5
(lima) benar.

4. Tindakan keperawatan (Prabowo. 2014)

Tindakan keperawatan untuk klien

a. Tujuan :

1) Klien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap

2) Klien dapat memenuhi kebutuhan dasar

3) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan

4) Klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar

b. Tindakan

1) Bina hubungan saling percaya (BHSP)

Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus membina hubungan
saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan saudara. Tindakan harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:

a) Mengucapkan salam terepeutik

b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi

d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu klien

2) Bantu orientasi realita

a) Tindakan mendukung atau membantah waham klien

b) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman

c) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari

d) Jika klien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan


dukungan atau menyangkal pembicaraan sampai klien berhenti.

e) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi klien sesuai dengan realitas

3) Diskusikankan kebutuhan psikologis / emosional yang tidak terpenuhi sehingga


menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah

4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien

5) Berdiskusi tetang kemampuan positif yang dimiliki

6) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki

7) Berdiskusi tentang obat yang diminum

8) Melatih minum obat yang benar.

c. Tindakan keperawatan pada klien dengan menggunakan pendekatan srategi pelaksanaan


(SP).

1) SP 1 klien : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yang


tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan, mempraktekkan pemenuhan kebutuhan
yang tidak terpenuhi

2) SP 2 klien : Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki klien dan membantu


mempraktekkannya

3) SP 3 klien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

d. Tindakan keperawatan pada keluarga dengan menggunakan pendekatan strategi


pelaksanaan (SP).
1) SP 1 keluarga : Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien

2) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan waham.

3) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat.

5. Evaluasi

Format evaluasi untuk menilai kemampuan klien, keluarga dan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan waham.

Anda mungkin juga menyukai