PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan
pada penderita skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham
diorganisasi dan waham tidak sistematis. Kebanyakan pasien skizofrenia daya tiliknya
berkurang dimana pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap
pengobatan, meskipun gangguan pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain (Tomb,
2003 dalam Purba, 2008).
Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas, merasa
sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu mengingkari ancaman dari
persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap kejadian,
kemudian individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan
sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negatif tidak dapat diterima menjadi bagian
eksternal dan akhirnya individu mencoba memberi pembenaran personal tentang realita
pada diri sendiri atau orang lain ( Purba, 2008 ).
Menurut World Health Organization (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan
dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan memiliki sikap positif untuk
menggambarkan tentang kedewasaan serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun
2012 angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang
yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya
tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012).
Data yang didapat di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L. Ratumbuysang Provinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2016 bulan Januari sampai April terdapat 190
jiwa dengan harga diri rendah 1 jiwa (0,52%), halusinasi 117 jiwa (61,57%). perilaku
kekerasan 65 jiwa (34,21%), waham 3 jiwa (1,57%), defisit perawatan diri 1 jiwa
(0,52%), isolasi sosial 3 jiwa (1,57%).
Upaya pemerintah dalam penanggulangan gangguan jiwa antara lain menyusun
penanggulangan pemasungan, melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan
diprovinsi dan kabupaten dan kota, melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
dipuskesmas dan rumah sakit umum dalam penanganan masalah kesehatan jiwa serta
menyediakan obat antipsikotik acting sebagai bagian dari upaya pencegahan
kekambuhan. (http://mediakom.sehatnegeriku.com)
Adapun standar asuhan keperawatan yang diterapkan pada klien dalam keperawatan
jiwa yaitu strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik. Dalam melakukan strategi
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat tahap komunikasi, yang
setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat tahap
tersebut yaitu tahap prainteraksi (pengumpulan data tentang klien, membuat rencana
tindakan kegiatan, waktu dan tempat), tahan orientasi atau perkenalan (Salam, perkenalan
perawat), kerja(keluhan utama) dan tahap terminasi (evaluasi). Dalam membina
hubungan terapeutik perawat dan klien, diperlukan ketrampilan perawat dalam
berkomunikasi untuk membantu memecahkan masalah klien. Perawat harus hadir
secara utuh baik fisik maupun psikologis terutama dalam penampilan maupun sikap
pada saat berkomunikasi dengan klien. http://mediakom.sehatnegeriku.com
Peran dan fungsi perawat adalah memberikan Asuhan keperawatan terhadap klien
seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik, perawat juga
dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi
edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap klien sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan klien dengan keluarga yang nantinya
diharapkan dapat meminimalisir resiko maupun efek yang muncul dari gangguan
waham. Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat suatu kasus
dengan judul Asuhan keperawatan pada Tn. F. L dengan waham di Rumah sakit
jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
B. Pernyataan Masalah
Bagaimanakah penerapan asuhan keperawatan pada Tn. F.L dengan
waham di Ruangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi
Sulawesi Utara ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diterapkan asuhan keperawatan pada Tn. F.L dengan waham, melalui tahap pengkajian
di Ruangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi
Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diidentifikasi penerapan asuhan keperawatan pada Tn. F.Ldengan gangguan
Waham di Ruangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi
Sulawesi Utara.
b. Diidentifikasi kesenjangan antara teori dan kasus dalam penerapan asuhan keperawatan
pada Tn. F.L dengan gangguan Waham diRuangan Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr.
V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
c. Diidentifikasi faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
penerapan asuhan keperawatan pada Tn. F.L dengan gangguan Waham di Ruangan
Katrili Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan adalah keperawatan jiwa khususnya penerapan Asuhan
Keperawatan pada Tn. F.L dengan waham di Ruangan Katrili Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. V.L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
E. Manfaat Penulis
1. Bagi institusi
Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi pembelajan bagi mahasiswa untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya dalam penerapan Asuhan Keperawatan tentang
gangguan jiwa waham.
2. Bagi rumah sakit
a. Untuk mengetahui adanya kesenjangan antara teori dan praktek dalam penerapan
asuhan keperawatan di klinik.
b. Dapat menjadi acuhan dalam penerapan Asuhan Keperawatan tentang gangguan jiwa
dengan diagnosa waham
3. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan waham secara teori dan praktek
BAB II
TINJAUAN TEORI
3.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Rentang Respon
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit, diucapkan
berulangkali tatapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh :
“saya sakit kanker.” Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker namun klien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meniggal, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesaui kenyataan.
Contoh :
“ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh.”
5. Mekanisme koping
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham menggunakan
mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi
formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresif, kebutuhan, ketergantungan
dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi
kemandirian yang kokoh.
Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang
menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang
tidak dapat diterima dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas
telah dihipotesiskan telah menyababkan reaksi formasi dan proyeksi waham dan
suporioritas.
Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang
menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang
terluka. (Dermawan, 2013)
Akibat dari waham pasien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang
ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain
yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
(Prabowo, 2014)
7. Penatalaksanaan
Terapi yang diterima oleh pasien : Electro Convulsif Therapie (ECT) suatu
tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada
penderita baik tonik maupun klonik. terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan.
Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan pasien supaya dapat
melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Effect
Core
Problem
Gangguan Waham
Causa
Isolasi Sosial
Tahap ini merupakan tahap dimana kerjasama terapeutik perawat dan klien
paling banyak dilakukan. Tugas perawat pada tahap ini adalah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan perencanaan pada tahap pra interaksi. Perawat dan klien menggali
stresor yang tepat dan mendukung perkembangan daya tilik klien dengan cara
menghubungkan persepsi, pikiran dan tindakan klien.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik : Diturunkan
dan glutamat.
III.
tidak peduli.
b. Faktor presipitasi
Setiap melakukuan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal di rawat. Isi
pengkajiannya meliputi :
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang
: nama klien, panggilan klien, nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik
pembicaraan.
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi dan perkembangan yang
dicapai.
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mangalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penilaian dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan
pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan :
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari
klien.
2) Biologis
3) Sosial budaya
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang tarkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
disukai.
kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai
laki-laki / perempuan.
tugas tersebut.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, tidak amati pembicaraan klien, aktifitas
motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), menggunakan
dan pakaian.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setalah minum obat.
Data dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki
klien disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh : Electro Convulsif Therapie(ECT), terapi antara lain
seperti terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitias sebagai suatu refungsionalisasi dan
perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat perawat gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
a. Apakah klien memiliki pikiran / isi pikir yang berulang-ulang diungkapan dan menetap
?
b. Apakah klien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah klien cemas
secara berlebihan tentang tubuh atau ke orang sehatannya ?
c. Apakah klien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan tidak
nyata ?
e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain ?
f. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau
kekuatan dari luar ?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya
atau yakni bahwa orang lain dapat membaca pikirannya ?
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil
pengkajian adalah :
Masalah keperawatan : perubahan proses pikir : waham
1) Data subjektif :
2) Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, ceriga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan
/ realitas, ekspresi wa jah klien tegang, mudah tersinggung.
Diagnosa keperawatan :
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
3. Perencanaan
Diagnosa Tujuan
keperawatan (umum dan Tindakan keperawatan
khusus)
Gangguan 1. Klien dapat 1. Bina hubungan saling percaya
proses pikir : membina hubungan dengan klien : beri salam terapeutik
waham saling percaya (panggil nama klien), sebutkan
nam perawat, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas
(topik yang dibicarakan, waktu dan
tempat).
2. Jangan membantah dan
mendukung waham klien :
a. Katakan perawat menerima
keyakinan klien : “saya menerima
keyakinan anda” disertai ekspresi
menerima.
b. Katakan perawat tidak mendukung
: “sukar bagi saya untuk
mempercayainya” disertai ekspresi
ragu api empati.
c. Tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam
keadaan aman dan terlindung :
a. Anda berada ditempat aman, kami
akan menemani anda.
b. Gunakan keterbukaan dan
kejujuran.
c. Jangan tinggalkan klien sendirian.
4. Observasi apakah waham klien
mengganggu aktifitas sehari-hari
dan perawatan diri.
2. Klien dapat 1. Beri pujian pada penampilan dan
mengidentifikasi kemampuan klien yang realitis.
kemampuan yang 2. Diskusikan dengan klien
dimiliki kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realitis
(hati-hati terlibat diskusi tentang
waham).
3. Tanyakan apa yang biasa klien
lakukan (kaitkan dengan aktivitas
sehari-hari dan perawatan diri)
kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini.
4. Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada.
Perawat perlu memperlihatkan
bahwa klien penting.
3. Klien dapat 1. Observasi kebutuhan klien sehari-
mengidentifikasi hari.
kebutuhan yang 2. Diskusikan kebutuhan klien yang
tidak terpenuhi. tidak terpenuhi baik selama
dirumah maupun dirumah sakit
(rasa takut, ansietas, marah).
3. Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham
4. Tingkatkan aktifitas yang dapat
memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga
(aktifitas dapat dipilih bersama
klien, klien mungkin buat jadwal).
5. Atur situasi agar klien mempunyai
waktu unuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat 1. Berbicara dengan klien dalam
berhubungan dengan konteks realitas (realitas diri,
realitis realitas orang lain, realitas tempat
dan realitas waktu).
2. Sertakanklien dalam terapi
aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klien.
5. Klien mendapat 1. Diskusikan dengan keluarga
dukungan keluarga tentang :
a. Gejala waham
b. Cara merawatnya
c. Lingkungan keluarga
d. Folow-up obat
2. Anjurkan keluarga melaksanakan
dengan bantuan perawat.
6. Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien dan
menggunakan obat keluarga tentang obat, dosis,
dengan benar frekuensi dan efek samping akibat
penghentian
2. Diskusikan perasaan klien setelah
makan obat.
3. Berikan obat dengan prinsip 5
(lima) benar.
a. Tujuan :
b. Tindakan
Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus membina hubungan
saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan saudara. Tindakan harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu klien
e) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi klien sesuai dengan realitas
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien
5. Evaluasi
Format evaluasi untuk menilai kemampuan klien, keluarga dan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan waham.