yang diletakkan diatas denah segi-4 dilengkapi dengan jendela kecil-kecil diatas, disebut
Pendetive, dimana pada masa Romawi kubahnya hanya menutup bentuk denah
melingkar atau polygonal. Sedangkan bahan pendetive tersebut dipakai bahan bata atau
batu apung yang disebut Purnise.
Praktek penggunaan kubah, memakai konstruksi atap yang sangat sederhana dengan
atap kayu aliran Kristen Lama, maupun atap lengkung aliran Romawi dari batu. Cita-cita
arsitektur Byzantium adalah mengkonstruksi atap gereja dengan atap kubah, karena
kubah dianggap simbol dari kekuasaan yang Maha Esa.
Sistem konstruksi beton dari Romawi dikembangkan dengan pesat. Kubah yang
merupakan ciri dari daerah timur, menjadi model atap Byzantium yang merupakan
penggabungan dari Konstruksi kubah dan sudut model Yunani dan Romawi.
Type-type kubah atau nave, dipisahkan oleh Iconostatis atau penyekat, sebagi
screen of picture “tirai”
Bentuk Eksterior, kadang tidak berhubungan/ tidak ada kesatuan dengan bentuk
interiornya.
Contoh yang ditiru bangsa Byzantium adalah kubah dari bangsa Sassanid dari Timur, yang
membangun kubah-kubah diatas denah bujursangkar, walau ukurannya sangat kecil.
Bangsa Byzantium kemudian mengembangkan konstruksi kubah demikian yang dapat
mencakup ruang-ruang yang sangat luas, seperti pada gereja Aya Sophia.