Nama kelompok :
Alifah Widya R
Gigih Yudha F
Nurlatifa Amelia R
Zahra Tazkia
Sidoarjo dulu dikenal sebagai pusat dari Kerajaan Jenggolo. Pada zaman dahulu Sidoarjo
juga dikenal sebagai nama Sidokare. Sidoarjo adalah bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah
Sidokare dipimpin oleh patih bernama R. Ng. Djojohardjo. Setelah itu Sidokare dipimpin oleh
R. Notopuro dengan gelar R.T.P Tjokronegoro.
Pada tahun 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859
tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No.6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian
yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare.
Sejak itu mulai diangkat seorang Bupati utuk memimpin Kabupaten Sidokare yaitu R.
Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) berasal dari Kasepuhan, putera R.A.P Tjokronegoro Bupati
Surabaya, dan bertempat tinggal di kampung Pandean (sebelah selatan Pasar Lama sekarang),
beliau medirikan masjid di Pekauman (Masjid Abror sekarang), sedang alun-alunya pada waktu
itu adalah Pasar Lama.
Dalam tahun 1859 itu juga, dengan berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia
Belanda No. 10/1859 tanggal 28 Mei 1859 Staatsblad. 1859 nama Kabupaten Sidokare diganti
dengan Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa secara resmi
terbentuknya Daerah Kabupaten Sidoarjo adalah tangal 28 Mei 1859 dan sebagai Bupati I
adalah R.Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) Semula rumah Kabupaten di daerah kampung Pandean,
kemudian karena suatu hal maka Bupati Tjokronegoro I dipindahkan ke Kampung Pucang
(Wates). Disini beliau membangun masjid Jamik yang sekarang ini (Masjid Agung), tetapi masih
dalam bentuk yang sangat sederhana, sedang di sebelah Baratnya dijadikan Pesarean Pendem
(Asri).
Pada tahun 1862 R. Notopuro wafat dan digantikan dengan kakaknya yang bernama
R.T.A.A Tjokronegoro II. Tahun 1883 Bupati Tjokronegoro II pensiun, sebagai gantinya diangkat
R.P. Sumodiredjo tetapi masa jabatannya hanya 3 bulan karena beliau wafat pada tahun itu juga.
Kemudian R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.
Pada zaman Pedudukan Jepang (8 Maret 1942 – 15 Agustus 1945), daerah delta Sungai
Brantas termasuk Sidoarjo berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer. Pada tanggal 15
Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu. Awal bulan Maret 1946, Belanda mulai aktif
dalam usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah ini. Ketika Belanda menduduki
Gedangan, pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong.
Tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, Belanda
menyerahkan kembali Negara Jawa Timur kepada Republik Indonesia, sehingga daerah delta
Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia
Saat ini Sidoarjo adalah kota yang terkenal sebagai produsen barang barang berbau kulit
dan juga terkenal sebagai kota lapindo. Disana kita akan menemui beragam tata kota yang
berbentuk udang dan bandeng karena udang dan bandeng merupakan ikon dari kota Sidoarjo.