PENDAHULUAN
Dari beberapa jenis polimer konduktif, polianilin (pani) merupakan salah satu
polimer konduktif yang memiliki ragam struktur yang sangat bervariasi (Eipstein
dkk, 1987; Syed dan Dinesan, 1991). Pani mempunyai kestabilan yang tinggi di
lingkungan, mudah disintesis, serta mengalami perubahan listrik dan optik yang
dapat balik (reversible) melalui reaksi redoks dan doping-dedoping/protonasi-
deprotonasi. sehingga sangat potensial dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi.
Material ini mudah disintesis melalui proses kimia maupun elektrokimia dan
rantai molekulnya dapat dimodifikasi melalui kopolimerisasi
Sifat listrik polianilin dapat dimodifikasi melalui doping redoks (variasi
jumlah elektron) atau doping asam protonik (variasi jumlah proton). Polianilin
pada keadaan emeraldin terprotonasi mempunyai sifat semikonduktor dengan
konduktivitas 100 S/cm. Polianilin ini juga akan menjadi polimer jika < 10-9 S/cm
dan mendekati logam pada konduktivitas >104 S/cm (Stejskal dan Gilbert, 2002).
Protonasi antara garam emeraldine ke basa emeraldine polianilin ditunjukkan
pada gambar 1.2. Perbedaan asam protonik dari dopan yang digunakan serta
kelembaban dopan berpengaruh pada penyusunan rantai polimer dan interaksi
antar rantai. Sifat-sifat inilah yang mendukung keberadaan polianilin dapat
dimanfaatkan sebagai sensor.
Gambar 1.2 Proses deprotonasi antara garam emeraldin dan basa emeraldin
pada polianilin (Stejskal dan Gilbert, 2002).
3
atau pengenal elemen elemen (ligan) yang memfasilitasi reaksi pengikatan atau
reaksi biokimia spesifik dari target, serta sistem konversi sinyal (transduser).
Aplikasi biosensor sendiri sangat beragam diantaranya, diagnostik klinik (Rasooly
dan Jacobson, 2006), monitoring lingkungan, monitoring proses biologi
(bioprocess), pemrosesan makanan dan hasil pertanian (Dhand dkk, 2011). Dalam
perkembangannya polimer konduktif dapat diaplikasikan sebagai biosensor
dengan memanfaatkan karakteristik listrik maupun optik bahan tersebut (Xia dkk,
2010).
Polianilin nanofiber merupakan material yang diminati untuk biosensor karena
bahan ini mampu dan efektif sebagai mediator untuk transfer elektron dalam
reaksi redoks maupun enzimatik. Enzimatik biosensor memanfaatkan reaksi
enzimatik bio-spesifik pada permukaan elektrode yang dapat dideteksi dan diukur
menggunakan tranduser. Kehadiran polianilin nanofiber mampu memperbaiki
kinerja sensor terutama pada sensitivitas serta waktu respon yang semakin cepat
(Zhao dkk, 2009; Chen dkk, 2011). Morfologi nanofiber juga mendukung
aktivitas katalis yang diinginkan. Polianilin nanofiber mempunyai paparan
permukaan yang luas serta dinamika transfer elektron yang cepat sehingga sangat
efektif sebagai material sensor. Permukaan nanofiber polianilin yang jauh lebih
luas ini mengakibatkan proses difusi molekul ke dalam struktur nanofiber
polianilin berlangsung lebih cepat serta penetrasi molekul semakin dalam, hal
inilah yang berdampak pada peningkatan sensitivitas dan responsivitas sebagai
sensor (Liu dkk, 2012). Nanofiber polianilin juga mempunyai biokompatibilitas
dan sifat listrik yang baik sehingga meningkatkan kinerja biosensor.
Sifat listrik polianilin nanofiber sangat dipengaruhi doping redoks. Doping ini
menghasilkan garam emeraldine yang sifatnya konduktif (Pinto dkk, 2008).
Konduktifitas listrik dipengaruhi morfologi konjugasi-ʌ SROLDQLOLQnanofiber dari
rapat elektron dan susunan rantai molekulernya (Yakuphanoglu dkk, 2009; Zhou
dkk, 2011).
Surface Plasmon Resonance (SPR) merupakan fenomena optik yang terjadi
sebagai hasil dari refleksi total gelombang elektromagnetik dengan cahaya yang
terpolarisasi pada interface dielektrik dan permukaan lapisan logam (Au, Ag, Pt).
5
parameter optik utama dalam suatu material yang sering diteliti oleh beberapa
referensi sebelumnya untuk menentukan potensinya sebagai biosensor SPR.
Selanjutnya dari uraian diatas pula dapat diketahui bahwa konduktivitas suatu
material merupakan parameter utama yang menentukan sifat listrik dari suatu
material ketika bahan tersebut diteliti potensinya untuk menjadi sensor.
Dari metode sintesis polianilin yang telah dicoba dalam berbagai referensi
diatas diatas, maka metode polimerisasi adalah metode berpeluang untuk
dikembangkan lebih lanjut karena metode ini memiliki langkah proses dan
kebutuhan persiapan sisntesis yang paling ringkas, sedangkan metode elektro
spinning adalah metode yang paling berpeluang untuk menghasilkan bentuk
struktur nanofiber. Selanjutnya dari penelurusan singkat referensi yang ada di atas
, hingga kini belum ada penelitian yang mencoba menggabungkan metode-metode
yang memudahkan mensistesis polianilin dalam bentuk nanofiber. Oleh sebab itu
dalam disertasi ini dilakukan penelitian untuk mengkombinasikan mekanisme
sintesis melalui polimerisasi interfasial dan elektrospinning yang memanfaatkan
hasil polianilin yang dihasilkan dari metode polimerisasi. Dalam referensi yang
ada, belum pernah tercatat pula suatu studi yang mengamati keberadaan dopan
ketika dilakukan sintesis polianilin nanofiber dengan polimerisasi interfasial serta
elektro spinning. Dalam mengetahui potensi polianilin nanofiber sebagai
biosensor berbasis SPR maka karakteristik optik dan listrik menarik untuk dikaji
lebih lanjut, hal ini dikarenakan karakteristik tersebut juga belum diketahui dari
referensi yang ada