Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Polimer konduktif merupakan polimer yang terkonjugasi. Polimer konduktif


ini dapat mengalami perubahan ikatan tunggal dan ganda pada atom-atom karbon
rantai utama polimer. Di samping itu, pada polimer konduktif ini akan mengalami
delokalisasi ikatan elektron-ʌSDGDUDQWDLSROLPHUQ\D (Ates, 2013). Karakteristik –
karakteristik ini mengakibatkan polimer konduktif mempunyai sifat-sifat listrik
seperti konduktivitas listrik, energi transisi optik yang rendah, potensial ionisasi
yang rendah serta afinitas elektron yang tinggi. Nilai tertinggi dari konduktivitas
listrik dalam polimer organik menyebabkan polimer konduktif ini dinamai
sebagai“logam sintetis” (Gerard dkk, 2002). Dalam perkembangannya, polimer
konduktif dapat diaplikasikan sebagai sensor kimia dan biologi. Beberapa polimer
konduktif yang sering digunakan dalam aplikasi tersebut tampak dalam gambar
1.1 (Lange dkk, 2008).

Gambar 1.1 Beberapa kelompok utama polimer konduktif (Lange dkk,


2008).
2

Dari beberapa jenis polimer konduktif, polianilin (pani) merupakan salah satu
polimer konduktif yang memiliki ragam struktur yang sangat bervariasi (Eipstein
dkk, 1987; Syed dan Dinesan, 1991). Pani mempunyai kestabilan yang tinggi di
lingkungan, mudah disintesis, serta mengalami perubahan listrik dan optik yang
dapat balik (reversible) melalui reaksi redoks dan doping-dedoping/protonasi-
deprotonasi. sehingga sangat potensial dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi.
Material ini mudah disintesis melalui proses kimia maupun elektrokimia dan
rantai molekulnya dapat dimodifikasi melalui kopolimerisasi
Sifat listrik polianilin dapat dimodifikasi melalui doping redoks (variasi
jumlah elektron) atau doping asam protonik (variasi jumlah proton). Polianilin
pada keadaan emeraldin terprotonasi mempunyai sifat semikonduktor dengan
konduktivitas 100 S/cm. Polianilin ini juga akan menjadi polimer jika < 10-9 S/cm
dan mendekati logam pada konduktivitas >104 S/cm (Stejskal dan Gilbert, 2002).
Protonasi antara garam emeraldine ke basa emeraldine polianilin ditunjukkan
pada gambar 1.2. Perbedaan asam protonik dari dopan yang digunakan serta
kelembaban dopan berpengaruh pada penyusunan rantai polimer dan interaksi
antar rantai. Sifat-sifat inilah yang mendukung keberadaan polianilin dapat
dimanfaatkan sebagai sensor.

Gambar 1.2 Proses deprotonasi antara garam emeraldin dan basa emeraldin
pada polianilin (Stejskal dan Gilbert, 2002).
3

Seiring dengan perkembangan nanoteknologi, polianilin struktur nano


khususnya nanofiber telah menjadi fokus utama beberapa tahun terakhir.
Polianilin nanofiber menampilkan kelebihan tersendiri pada ukuran fibernya.
Ukuran fiber dalam nanofiber menghasilkan permukaan yang lebih luas
dibandingkan material yang lain. Morfologi polianilin dipengaruhi oleh ukuran
fiber yang terbentuk. Ukuran fiber ini berpengaruh pada sifat listrik maupun optik
polianilin nanofiber dan sangat berperan dalam sensitivitas deteksi (Virji dkk,
2008) pada aplikasi sensor. Berbagai metode telah dikembangkan untuk sintesis
nanofiber polianilin, diantaranya metode polimerisasi interfasial (Jin dan Jia,
2014), metode Elektrospinning (Moayeri dan Ajji, 2015), reaksi polimerisasi
kimia oksidatif (chemical oxidative polymerization) (Ebrahima dkk, 2014), bulk
polymerization (Rezai dkk, 2014), dan rapid mixing polymerization (Bhaumik
dkk, 2016).
Keberadaan dopan dan pelarut berpengaruh dalam polimerisasi polianilin
nanofiber, perubahan dopan berpengaruh pada diameter serat dengan kisaran 30
hingga 120 nm (Huang, 2006). Kondisi sintesis juga mempengaruhi
konduktivitas, kristalinitas serta efisiensi hasil (Rezai dkk, 2014). Konduktivitas
listrik polianilin nanostruktur kurang lebih 850 kali lebih besar dari bulk
polianilin. Hal ini mengindikasikan tingkah laku semikonduktor dari polianilin
nanofiber tersebut. Konduktivitas listrik dari bulk polianilin dan polianilin
nanostruktur pada suhu kamar sebesar 2,12 x 10-5 dan 1,80 x 10-2 S/cm. Celah pita
(band gap) bulk dan polianilin nanostruktur berada pada nilai 3,27 dan 2,42 eV
serta indeks bias polianilin berubah dari 1,3 hingga 1,61. Kurva indeks bias dari
bulk polianilin mengindikasikan tingkah laku dispersif normal antara 350 dan 500
nm, sedangkan untuk polianilin nanostruktur mengindikasikan dispersi normal
pada rentang 450 – 620 nm (Yakuphanoglu dkk, 2009).
Biosensor merupakan piranti dimana reaksi biokimia, sinyal listrik, termal
maupun optik tertentu secara terintegrasi mampu menyediakan informasi analitik
secara kuantitatif dan semi-kuantitatif (Rasooly, 2005). Hampir semua biosensor
didasarkan pada dua komponen sistem yaitu komponen pengikat secara biologis
4

atau pengenal elemen elemen (ligan) yang memfasilitasi reaksi pengikatan atau
reaksi biokimia spesifik dari target, serta sistem konversi sinyal (transduser).
Aplikasi biosensor sendiri sangat beragam diantaranya, diagnostik klinik (Rasooly
dan Jacobson, 2006), monitoring lingkungan, monitoring proses biologi
(bioprocess), pemrosesan makanan dan hasil pertanian (Dhand dkk, 2011). Dalam
perkembangannya polimer konduktif dapat diaplikasikan sebagai biosensor
dengan memanfaatkan karakteristik listrik maupun optik bahan tersebut (Xia dkk,
2010).
Polianilin nanofiber merupakan material yang diminati untuk biosensor karena
bahan ini mampu dan efektif sebagai mediator untuk transfer elektron dalam
reaksi redoks maupun enzimatik. Enzimatik biosensor memanfaatkan reaksi
enzimatik bio-spesifik pada permukaan elektrode yang dapat dideteksi dan diukur
menggunakan tranduser. Kehadiran polianilin nanofiber mampu memperbaiki
kinerja sensor terutama pada sensitivitas serta waktu respon yang semakin cepat
(Zhao dkk, 2009; Chen dkk, 2011). Morfologi nanofiber juga mendukung
aktivitas katalis yang diinginkan. Polianilin nanofiber mempunyai paparan
permukaan yang luas serta dinamika transfer elektron yang cepat sehingga sangat
efektif sebagai material sensor. Permukaan nanofiber polianilin yang jauh lebih
luas ini mengakibatkan proses difusi molekul ke dalam struktur nanofiber
polianilin berlangsung lebih cepat serta penetrasi molekul semakin dalam, hal
inilah yang berdampak pada peningkatan sensitivitas dan responsivitas sebagai
sensor (Liu dkk, 2012). Nanofiber polianilin juga mempunyai biokompatibilitas
dan sifat listrik yang baik sehingga meningkatkan kinerja biosensor.
Sifat listrik polianilin nanofiber sangat dipengaruhi doping redoks. Doping ini
menghasilkan garam emeraldine yang sifatnya konduktif (Pinto dkk, 2008).
Konduktifitas listrik dipengaruhi morfologi konjugasi-ʌ SROLDQLOLQnanofiber dari
rapat elektron dan susunan rantai molekulernya (Yakuphanoglu dkk, 2009; Zhou
dkk, 2011).
Surface Plasmon Resonance (SPR) merupakan fenomena optik yang terjadi
sebagai hasil dari refleksi total gelombang elektromagnetik dengan cahaya yang
terpolarisasi pada interface dielektrik dan permukaan lapisan logam (Au, Ag, Pt).
5

Interaksi resonansi antara osilasi muatan permukaan dan medan elektromagnetik


cahaya memberikan sifat unik pada Surface Plasmon (Homola dkk, 1999; Meng
dkk, 2014). Pada kondisi resonansi, intensitas dan refleksi cahaya secara ekstrem
mempengaruhi perubahan indeks bias pada permukaan logam. Perubahan indeks
bias ini juga dipengaruhi oleh interaksi biomolekuler pada SPR (Ho dkk, 2012).
Interaksi biomolekuler pada SPR ini yang menjadi dasar pengembangan biosensor
SPR. Biosensor SPR merupakan sensor optik yang mengembangkan gelombang
elektromagnetik “surface plasmon polariton”untuk mengamati interaksi antara
analit dengan elemen biomolekuler pada permukaan sensor SPR (Kang dkk, 2001;
Homola, 2003). Biosensor SPR juga mengamati secara kuantitatif interaksi
berbagai biopolimer dengan berbagai ligan, biopolimer, dan membran, termasuk
protein-ligan, protein-protein, protein-DNA serta protein - pengikat membran
(Daghestani dan Day, 2010). Interaksi antara kontanta dielektrik dengan indeks
bias mengakibatkan terjadinya pergeseran pita SPR. Biosensor berbasis SPR dapat
dikembangkan dengan mengamati interaksi konstanta dielektrik dan indeks bias
serta interaksi panjang gelombang SPR dari absorpsi maupun hamburan yang
terjadi pada material (Haes dan Van Duyne, 2004). Hubungan antara sinyal SPR
dengan indeks bias (Su dkk, 2008) dan perubahan ketebalan memungkinkan SPR
untuk menganalisis secara kualitatif setiap interaksi yang terjadi. Respon SPR
juga akan tampak saat terjadi perubahan sifat-sifat dielektrik optik dari lapisan
tipis mediator oleh reaksi katalitik enzimatik (Kang dkk, 2001).
Parameter optik dari polianilin nanofiber ketika memiliki potensi sebagai
biosensor menarik untuk dikaji. Secara umum, dari parameter optik lapisan yang
dapat diperkirakan adalah ketebalan d, indeks bias n dan koefisien ekstingsi k
(Posudievsky dkk, 2008). Secara khusus perubahan parameter-parameter optik
tersebut terkait dalam sensitivitas dan selektivitas respon sensor.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa suatu material berbentuk lapisan
akan memiliki suatu potensi sebagai biosensor SPR ketika bahan tersebut
memiliki tingkat reflektansi yang berbeda ketika bersentuhan dengan analit (bahan
yang dideteksi). Selanjutnya tingkat reflektansi ini sangat tergantung pada
ketebalan d, indeks bias n , dan koefisien ekstingsi k. Hal-hal terakhir merupakan
6

parameter optik utama dalam suatu material yang sering diteliti oleh beberapa
referensi sebelumnya untuk menentukan potensinya sebagai biosensor SPR.
Selanjutnya dari uraian diatas pula dapat diketahui bahwa konduktivitas suatu
material merupakan parameter utama yang menentukan sifat listrik dari suatu
material ketika bahan tersebut diteliti potensinya untuk menjadi sensor.
Dari metode sintesis polianilin yang telah dicoba dalam berbagai referensi
diatas diatas, maka metode polimerisasi adalah metode berpeluang untuk
dikembangkan lebih lanjut karena metode ini memiliki langkah proses dan
kebutuhan persiapan sisntesis yang paling ringkas, sedangkan metode elektro
spinning adalah metode yang paling berpeluang untuk menghasilkan bentuk
struktur nanofiber. Selanjutnya dari penelurusan singkat referensi yang ada di atas
, hingga kini belum ada penelitian yang mencoba menggabungkan metode-metode
yang memudahkan mensistesis polianilin dalam bentuk nanofiber. Oleh sebab itu
dalam disertasi ini dilakukan penelitian untuk mengkombinasikan mekanisme
sintesis melalui polimerisasi interfasial dan elektrospinning yang memanfaatkan
hasil polianilin yang dihasilkan dari metode polimerisasi. Dalam referensi yang
ada, belum pernah tercatat pula suatu studi yang mengamati keberadaan dopan
ketika dilakukan sintesis polianilin nanofiber dengan polimerisasi interfasial serta
elektro spinning. Dalam mengetahui potensi polianilin nanofiber sebagai
biosensor berbasis SPR maka karakteristik optik dan listrik menarik untuk dikaji
lebih lanjut, hal ini dikarenakan karakteristik tersebut juga belum diketahui dari
referensi yang ada

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka parameter utama yang terkait sifat
optik dan sifat listrik dari polianilin nanofiber adalah hal yang menarik untuk
diteliti dalam mengetahui potensi polianilin tersebut sebagai biosensor SPR
Adapun uraian rumusan permasalahan tersebut adalah :
1. Bagaimana hubungan antara variasi molar dopan HCl terhadap parameter
utama biosensor SPR melalui karakteristik optik, listrik dan mikrostruktur
7

polianilin nanofiber yang disintesis dengan metode polimerisasi


interfasial.
2. Bagaimana hubungan antara rasio molar anilin dengan APS terhadap
parameter utama biosensor SPR melalui karakteristik optik, listrik dan
mikrostruktur polianilin nanofiber yang disintesis dengan metode
polimerisasi interfasial.
3. Bagaimana hubungan antara parameter fisis elektrospinning terhadap
parameter utama biosensor SPR melalui karakteristik optik, listrik dan
mikrostruktur polianilin nanofiber yang sebelumnya telah disintesis
melalui metode polimerisasi interfasial.
Diharapkan melalui variasi molar dopant dalam proses sintesis polianilin
melalui metode polimerisasi interfasial dan elektrospinning dihasilkan suatu
bentuk struktur nanofiber. Hasil variasi polianilin dalam bentuk nanofiber ini
diharapkan melalui suatu kajian dapat diketahui sifat optik dan listriknya sehingga
diketahui pula potensinya sebagai biosensor berbasis SPR.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian disertasi ini adalah :
1. Mengetahui hubungan antara variasi molar dopan HCl terhadap
parameter utama biosensor SPR melalui karakteristik optik, listrik dan
mikrostruktur polianilin nanofiber yang disintesis dengan metode
polimerisasi interfasial.
2. Mengetahui hubungan antara rasio molar anilin dengan APS terhadap
parameter utama biosensor SPR melalui karakteristik optik, listrik dan
mikrostruktur polianilin nanofiber yang disintesis dengan metode
polimerisasi interfasial.
3. Mengetahui hubungan antara parameter fisis elektrospinning terhadap
parameter utama biosensor SPR melalui karakteristik optik, listrik dan
mikrostruktur polianilin nanofiber yang sebelumnya telah disintesis
melalui metode polimerisasi interfasial.
8

1.4. Kebaharuan Penelitian


Polianaline nanofiber yang disintesis melalui gabungan metode polimerisasi
interfasial dan elektrospinning belum pernah tercatat dalam referensi yang ada,
sehingga dalam penelitian disertasi ini dilakukan sintesis dengan menggunakan
kedua metode tersebut. Selanjutnya dilakukan kajian terhadap hasil sintesis
tentang karakteristik fisik terkait dengan sifat-sifat optik dan listrik polianilin
nanofiber dalam potensinya sebagai biosensor SPR. Adapun uraian pertimbangan
kebaharuan penelitian ini sebagai berikut,
1. Suatu proses penggabungan dua buah metode yakni polimerisasi interfasial
dilanjutkan dengan elektrospinning dalam mensintesa polianilin dalam
bentuk struktur nanofiber.
2. Satu kajian hubungan antara karakteristik fisik terkait dengan sifat-sifat
optik dan listrik polianilin nanofiber yang disintesis melalui metode
polimerisasi interfasial – elektrospinning
3. Suatu kajian tentang karakter SPR dari polianilin nanofiber hasil sintesis
metode polimerisasi interfasial – elektrospinning dalam potensinya sebagai
biosensor.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat yang akan dicapai dalam penelitian disertasi ini adalah
mendapatkan informasi karakteristik fisis terkait dengan sifat-sifat optik dan
listrik polianilin nanofiber dalam potensinya sebagai bahan aktif SPR biosensor
yang disintesis melalui metode polimerisasi interfasial dan elektrospinning.

Anda mungkin juga menyukai