Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia adalah kelainan darah herediter yang diturunkan secara
otosomal resesif akibat abnormalitas sintesis hemoglobin, terdapat satu atau lebih
rantai globin yang abnormal (Kaushansky et al, 2010; Wirawan, 2011; TIF, 2015;
Imam Budiwiyono, 2016).
Menurut World Health Organization (2014), sekitar 250 juta penduduk
dunia 4,5% membawa gen thalasemia, sedangkan 80-90 juta diantaranya
membawa gen thalasemia β (Marnis, 2017).
Prevalensi pembawa sifat thalasemia banyak dijumpai pada masyarakat
Cyprus, Sardinia, dan Asia Tenggara. Thalasemia adalah penyakit
hemoglobinopati herediter yang banyak dijumpai di 10 negara Asia Tenggara,
meliputi 400 juta populasi masyarakat negara-negra Thailand, Laos, Cambodia,
Vietnam, Myanmar, Malaysia, Indonesia, Brunei, Philippine, dan Pacific island
(Galanello & Origa, 2010). Hemoglobinopati kombinasi beta-thalassemia dengan
Hb abnormal yang sangat sering dijumpai adalah HbE/beta-thalassemia, terutama
di Asia Tenggara yaitu sekitar 50% (Kaushansky et al, 2010).
Menurut Thalassemia International Federation (2011), Indonesia
merupakan salah satu kelompok yang beresiko tinggi thalasemia (Hastuti, 2015).
Prevalensi carrier thalasemia di Indonesia sekitar 3-8%. Jika persentase thalasemia
mencapai 5% dengan angka kelahiran 23 per 1000 dari 240 juta penduduk, maka
diperkirakan ada sekitar 3000 bayi penderita thalasemia yang lahir setiap tahunnya
(Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan Dinas Kesehatan jumlah penderita thalasemia di Jawa Barat
tahun 2014 tercatat sekitar 6.647 orang dari jumlah tersebut 42% artinya sekitar
2.792 orang di Jawa Barat menderita talasemia, berdasarkan data tersebut secara
nasional angka penderita talasemia di Jawa Barat memiliki jumlah yang tinggi di
Indonesia di bandingkan dengan daerah-daerah lainnya.
Thalasemia dapat dianggap sebagai anemia hemolitik dan hipoproliferatif
yang berhubungan dengan hemoglobin abnormal (Datta, 2009). Perkembangan
abnormal pada sel darah merah ini dapat menyebabkan anemia yang merupakan
ciri khas thalasemia (Ali, Sabih, Jehan, Anwar & Javed, 2012).

1
2

Menurut Boyse (2010), meskipun jenis penyakit yang diderita oleh anak itu
berbeda-beda, namun kondisi yang dirasakan setiap anak dengan penderita
penyakit kronik itu pada umumnya sama. Mereka akan bergantung pada keluarga,
teman dan lingkungan akibat dari keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai
respon dari rasa sakit dan trauma itu sendiri. Penyakit kronik anak menimbulkan
stress pada anak dan juga pada keluarga (Musatto, 2011).
Banyak hal yang mempengaruhi untuk kondisi kesehatan dan psikologis
anak-anak yang menderita penyakit kronik. Terkadang anak akan merasa bersalah
kepada keluarga karena penyakitnya, namun hal sebaliknya anak sendiri juga akan
menuntut lebih untuk perhatian dari keluarga dikarenakan mereka merasa tidak
berdaya (Boyse, 2010).
Kualitas hidup anak dengan penyakit kronik akan sangat tergantung dengan
keluarga, teman dan lingkungan sehingga bisa menimbulkan stress bagi keluarga
terutama orang tua karena anak membutuhkan perhatian yang serius, komitmen
dan perjuangan yang berat bagi anggota keluarga untuk merawatnya terutama bila
anak harus dirawat di rumah. Orang tua ataupun anggota keluarga tidak semua
dapat menerima, menyesuaikan bahkan mempersiapkan diri dengan kondisi
penyakit terminal yang diderita anak (Musatto, 2012).
Pada sebuah studi longitudinal melakukan investigasi peran keluarga
terhadap status kesehatan pasien dengan penyakit kronik. Mereka menemukan
hubungan yang kuat antara peran keluarga dengan status kesehatan, dimana
dukungan keluarga yang negatif akan mengakibatkan rendahnya status kesehatan.
Kesimpulan pada penelitian ini menyatakan bahwa dukungan keluarga paling
signifikan terhadap manajemen penyakit kronik yangberpengaruh pada kualitas
hidup (Skarbec, 2011).
Berdasarkan hasil data di atas, penulis tertarik mengambil judul “Hubungan
Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Anak yang Menderita Penyakit
Thalasemia di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, rumusan masalah yang dapat
di ambil adalah “ Apakah ada hubungan dukungan orang tua dengan kualitas hidup
anak penderita thalasemia?
3

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup anak
penderita thalasemia di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi dukungan orang tua pada anak penderita thalasemia di
ruang Poli Anak RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
b. Mengidentifikasi kualitas hidup anak penderita thalasemia di ruang Poli
Anak RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
c. Menganalisis dukungan orang tua dengan kualitas hidup anak thalasemia di
di ruang Poli Anak RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi ilmiah dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Peneliti
Diharapkan menambah wawasan peneliti dalam melaksanakan penelitian
hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup anak penderita
thalasemia.
b. Bagi orang tua penderita
Diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua agar dapat lebih meningkatkan
dukungan mereka kepada anak penderita thalasemia.
c. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan dapat bermanfaat untuk penyempurnan layanan dalam merawat
dan memahami pentingnya dukungan orang tua dengan kualitas hidup anak
penderita thalasemia serta dapat memotivasi para penderita dan orang tua di
dunia kerja.
d. Bagi institusi
Diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tambahan dan
referensi ilmiah pada penelitian lebih lanjut yang berkaitan pada hubungan
dukungan keluarga dengan kualitas hidup anak penderita thalasemia.

Anda mungkin juga menyukai