Waktu adalah salah satu nikmat tertinggi yang diberikan Allah kepada Manusia. Sudah sepatutnya
manusia memanfaatkannya seefektif dan seefisien mungkin untuk menjalankan tugasnya sebagai
makhluk Allah di bumi ini. Karena pentingnya waktu ini maka Allah swt telah bersumpah pada
permulaan berbagai surat dalam al-quran yang turun di mekkah dengan berbagai macam bagian
dari waktu. Misalnya bersumpah demi waktu malam, demi waktu siang, demi waktu fajar, demi
waktu dhuha, dan demi masa. Semisal dalam surat Al-Lail ayat 1-2, Allah berfirman:
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang.”
Menurut pengertian yang popular di kalangan para mufassirin dan juga dalam perasaan kaum
muslimin, apabila Allah bersumpah dengan sesuatu dari ciptaan-Nya, maka hal itu mengandung
maksud agar kaum muslimin memperhatikan kepada-Nya dan agar hal tersebut mengingatkan
mereka akan besarnya manfaat dan impressinya. Oleh karena itu, barang siapa terluput atau terlena
dari suatu amal perbuatan pada salah satunya, maka hendaklah ia berusaha menggantikannya
pada saat yang lain.
Dalam Al-Qur’anul Karim Surat Al-Ashr (103): 1-3, Allah berfirman yang artinya sebagai berikut.
1. Demi masa.
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila
tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan
perbuatan-perbuatan baik. Hanya individu-individu yang beriman dan kemudian
mengamalkannyalah yang tidak termasuk orang yang merugi, serta mereka bermanfaat bagi orang
banyak dengan melakukan aktivitas dakwah dalam banyak tingkatan. Setiap muslim yang
memahami ayat di atas, tentu saja berupaya secara optimal mengamalkannya. Dalam kondisi
kekinian dimana banyak sekali ragam aktivitas yang harus ditunaikan, ditambah pula berbagai
kendala dan tantangan yang harus dihadapi.
Dalam ajaran Islam, ciri-ciri seorang muslim yang ideal adalah pribadi yang menghargai waktu.
Seorang Muslim memiliki kewajiban untuk mengelola waktunya dengan baik. Ajaran Islam
menganggap pemahaman terhadap hakikat menghargai waktu sebagai salah satu indikasi
keimanan dan bukti ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Furqan ayat 62 yang berbunyi:
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil
pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Seorang muslim haruslah pandai untuk mengatur segala aktivitasnya agar dapat mengerjakan amal
shalih setiap saat, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, dirinya menginginkan
sebagai ahli ibadah, dengan aktivitas qiyamullail, shaum sunnah, bertaqarrub illallah, dan menuntut
ilmu-ilmu syar’i. Dalam hubungannya secara horizontal, ia menginginkan bermuamalah dengan
masyarakat, mencari maisyah bagi keluarganya, menunaikan tugas dakwah di lingkungan
masyarakat, maupun di tempat-tempat lainnya. Dalam sejarah Rasulullah saw. dan orang-orang
Muslim generasi pertama, terungkap bahwa mereka sangat memperhatikan waktu, sehingga
mereka mampu menghasilkan sejumlah ilmu yang bermanfaat dan sebuah peradaban yang
mengakar kokoh dengan panji yang menjulang tinggi. Jika kita sadar bahwa pentingya manajemen
waktu, maka tentu kita akan berbuat untuk dunia ini seolah-olah akan hidup abadi, dan berbuat
untuk akhirat seolah-olah akan mati esok hari.
Karakteristik waktu
Waktu mempunyai karakteristik khusus yang istimewa. Kita wajib mengerti secara sungguh-sungguh
dan wajib mempergunakannya sesuai dengan pancaran cahayanya. Di antara karakteristik waktu
adalah sebagai berikut:
a. Cepat habis. Waktu itu berjalan laksana awan dan lari bagaikan angin, baik waktu senang atau
suka ria maupun saat susah atau duka cita. Apabila yang sedang dihayati itu hari-hari gembira,
maka lewatnya masa itu terasa lebih cepat, sedangkan jika yang dihayati itu waktu prihatin, maka
lewatnya masa-masa itu terasa lambat. Namun, pada hakikatnya tidaklah demikian, karena
perasaan tersebut hanyalah perasaan orang yang sedang menghayati masa itu sendiri. Kendati
umur manusia dalam kehidupan dunia ini cukup panjang, namun pada hakikatnya umur manusia
hanya sebentar, selama kesudahan yang hidup itu tibalah saat kematian. Dan tatkala mati telah
merenggut, maka tahun-tahun dan masa yang dihayati manusia telah selesai, hingga laksana
kejapan mata yang lewat bagaikan kilat yang menyambar.\
b. Waktu yang telah habis tak akan kembali dan tak mungkin dapat diganti. Inilah ciri khas
waktu dari berbagai karakteristik khusus waktu. Setiap hari yang berlalu, setiap jam yang habis dan
setiap kejapan mata yang telah lewat, tidak mungkin dapat dikembalikan lagi dan tidak mungkin
dapat diganti.
c. Modal terbaik bagi manusia. Oleh karena waktu sangat cepat habis, sedangkan yang telah
lewat tak akan kembali dan tidak dapat diganti dengan sesuatu pun, maka waktu merupakan modal
terbaik. Modal yang paling indah dan paling berharga bagi manusia. Keindahan waktu itu dapat
diketahui melalui fakta bahwa waktu merupakan wadah bagi setiap amal perbuatan dan segala
produktivitas. Karena itulah, maka secara realistis waktu itu merupakan modal yang sesungguhnya
bagi manusia, baik secara individu (perorangan) maupun kolektif atau kelompok masyarakat.
a. Wajib melihat masa lalu. Melihat ke masa lalu, dimaksudkan untuk mengambil pelajaran dengan
segala peristiwa yang terjadi pada masa tersebut. Menerima nasihat dengan kejadian yang dialami
umat saat itu dan sunnatullah terhadapa mereka, sebab masa lalu merupakan wadah peristiwa dan
khazanah pelajaran.
b. Melihat masa depan. Melihat ke masa depan memang hal wajib, sebab manusia itu sesuai
dengan fitrahnya senantiasa terikat ke masa depan. Ia tak akan dapat melupakannya atau
menyembunyikannya di balik kedua telinganya. Sebagaimana manusia itu diberi rezeki ingatan yang
menghubungkannya dengan masa lalu dan apa yang terjadi di dalamnya, maka ia pun diberi rezeki
upaya menggambarkan masa depan dan apa yang akan diharapkan.
c. Memperhatikan masa kini. Seorang mukmin berkewajiban melihat ke masa lalu untuk
mengambil pelajaran, mengambil manfaat, dan mawas diri. Di samping itu, juga perlu melihat masa
depan untuk mempersiapkan perbekalan. Maka, ada kewajiban untuk memperhatikan masa kini,
yaitu masa di mana secara nyata kita sedang menjalani dan menghayatinya, agar kita dapat
menggunakannya sebelum lepas dan tersia-sia.
Setelah kita mengenal karakteristik waktu dan kiat untuk menyikapinya, yang menjadi pertanyaan di
benak kita adalah bagaimana manajemen waktu yang baik menurut Islam. Manajemen waktu untuk
merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada haruslah memiliki
landasan-landasan berikut.
4. Visioner
Seorang muslim juga harus memiliki pandangan jauh ke depan, bisa mengantisipasi berbagai
persoalan yang akan terjadi di tahun-tahun mendatang.
4. Memiliki ketrampilan
Pengetahuan yang luas, tanpa diiringi dengan ketrampilan hanya akan menjadi aksi yang tidak
kongkret. Banyak orang yang pandai berbicara, tetapi hanya sedikit orang yang bisa bekerja dan
menekuni bidang pekerjaannya.
Dalam manajemen waktu, tentunya perencanaan merupakan salah satu hal yang penting. Dalam
membuat perencanaan, ada enam hal yang harus kita perhatikan, yaitu:
Pelajari pula teknik membuat rencana dan segera membuat rencana yang matang dan teruji. Buat
program dalam bentuk rencana harian, mingguan, dan bulanan.
Di sini penting pula memahami skala prioritas, mana yang harus didahulukan, dan mana pula yang
bisa ditunda, mana yang harus di kerjakan, mana pula yang tidak. Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam
Fikih Prioritas, mengungkapkan urutan amal yang terpenting diantara yang penting. Patokannya :
Selain itu, yang tak kalah penting, lawan dan kalahkan rasa malas. Tidak ada amal yang terlaksana
jika kita malas. Malas adalah kendaraan setan. Malas tidak akan mendatangkan apapun, selain
kerugian dan kesengsaraan. Ada satu prinsip, “Tiada Prestasi tanpa Disiplin”. Siapa lagi yang dapat
memaksa kita untuk sukses selain diri kita sendiri.
Semua itu tentu saja harus diatur secara baik, agar apa yang kita inginkan dapat terlaksana secara
optimal, tanpa harus meninggalkan yang lain. Misalnya, ada orang yang lebih memfokuskan
amalan-amalan untuk bertaqarrub ilallah, tanpa bermu’amalah dengan masyarakat. Ada juga yang
lebih mementingkan kegiatan muamalah dengan masyarakat, tetapi mengesampingkan kegiatan
amalan ruhiyahnya.
Dari perintah-perintah Allah saw. dan sejarah perjalanan hidup Rasulullah terkandung hikmah yang
dalam bagaimana kita sebagai muslim harus menata waktu dengan sebaik-baiknya. Allah swt. telah
menunjukkan kepada kita dengan penataan waktu shalat, perjalanan siang dan malam yang sudah
tertata dengan baik dan terencana. Itu semua menjadi petunjuk bagi kita bagaimana harus menata
waktu ini dengan satu perencanaan dan pelaksanaannya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dan
kemudian melakukan muhasabah sesudah pelaksanaannya, yaitu evaluasi diri atas apa yang telah
kita lakukan. Wallahu a’lam