Anda di halaman 1dari 18

DEFENISI

KLASIFIKASI
ETIOLOGI
ANATOMI
FISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
KOMPLIKASI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN MEDIS KEPERAWATAN
DEFINISI
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Jadi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih
Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa).

KLASIFIKASI
Klasifikasi Stadium Klinis HIV AIDS Menurut WHO
Klasifikasi Stadium klinis WHO
Asimtomatik 1
Ringan 2
Sedang 3
Berat 4
Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b
Stadium klinis 1
 Asimtomatik
 Limfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2
 Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana
 Erupsi pruritik papular
 Infeksi virus wart luas
 Angular cheilitis
 Moluskum kontagiosum luas
 Ulserasi oral berulang
 Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
 Eritema ginggival lineal
 Herpes zoster
 Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis,
tonsillitis )
 Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3
 Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap
terapi standara
 Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a
 Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5o C intermiten atau
konstan, > 1 bulan) a
 Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama kehidupan)
 Oral hairy leukoplakia
 Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
 TB kelenjar
 TB Paru
 Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
 Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
 Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis
 Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia (<500/mm3) atau
trombositopenia (<50 000/ mm3)

Stadium klinis 4b
 Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak berespons
terhadap terapi standara
 Pneumonia pneumosistis
 Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis, infeksi tulang
dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
 Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi
manapun)
 TB ekstrapulmonar
 Sarkoma Kaposi
 Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)
 Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)
 Ensefalopati HIV
 Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan
onset umur > 1bulan
 Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
 Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
 Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)
 Isosporiasis kronik
 Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata
 Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik
 Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral
 Progressive multifocal leukoencephalopathy
ETIOLOGI
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa
perinatal.
1. faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
a) bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual.
b) bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti.
c) bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena.
d) bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang.
e) anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah
seksual), dan
f) anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
2. Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
a) Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi
dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar
dengan darah ibu.
b) Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang mengandung
HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
c) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi
lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi
dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau
vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan
prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi
antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam
sebelum persalinan.

d) tertular melalui pemberian ASI


Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI
diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel
yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini
dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai factor yang dapat
mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting,
lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI
diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko
tranmisi dua kali lipat.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem imunitas manusia berhubungan erat dengan sistem limfatik, karena itu organ
organ yang berperan disini adalah organ-organ sistem limfatik. Dibagi menjadi dua, yaitu :

I. Organ limfatik primer

1.Timus
Gambar 2.1. Kelenjar Timus

Suatu jaringan limfatik yang terletak di sepanjang trakea di rongga dada bagian atas.
Fungsinya memproses limfosit muda menjadi T limfosit.
2. Sumsum Tulang
Gambar 2. 2. Sumsum Tulang Belakang

Jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang merupakan tempat
produksi sebagian besar sel darah baru. Sumsum tulang merupakan jaringan limfatik karena
memproduksi limfosit muda yang akan diproses pada timus atau tempat-tempat lainnya untuk
menjadi limfosit T atau limfosit B. (2)

I. Organ limfatik sekunder

1. Tonsil
Gambar 2. 3. Tonsil

Jaringan lymphatic yang terdiri dari kumpulan-kumpulan limposit .


Fungsi : Memproduksi lymphatic dan antibodi yang kemudian akan masuk ke dalam cairan
lymph.

Tonsil terletak pada :


1) Dinding dalam nosopharynx (tonsila pharingea )
2) Fosa tonsilaris di samping-belakang lidah (tonsil palatina)
3) Di bawah lidah (tonsila liqualis)
Tonsil bukan merupakan kelenjar karena tidak memiliki pembuluh lymph afferent, oleh sebab itu
tonsil tidak menyaring cairan lympha. (6)

1.Nodus Limfa
Gambar 2. 4. Nodus Limfa

Adalah titik di sepanjang pembuluh limfa yang memiliki ruang (sinus) yang mengandung
limfosit dan makrofag.

Nodus limfa berfungsi sebagai:

Penyaring mikroorganisme dalam limfe ketika cairan tersebut melewati nodus. Jadi bila
jaringan terinfeksi, nodus limfatik bisa menjadi bengkak dan nyeri bila ditekan. Apabila
infeksinya ringan, imfeksi tersebut akan diatasi oleh sel-sel nodus sehinggar nyeri serta bengkak
mereda. Apabila infeksinya berat, organesme penyebab infeksi akan menyebabkan peradangan
akut dan destruksi sehingga terbentuklah abses di dalam nodus tersebut. Apabila bakteri tidak
berhasil dirusak oleh nodus, bakteria tersebut dapat masuk ke dalam aliran limfe dan
menginfeksi sirkulasi sistemik dan menimbulkan septikemia.

a. Memproduksi limfosit baru untuk aliran darah. Sel-sel di dalam nodus bermultiplikasi
secara konstan dan sel-sel yang baru terbentuk akan dibawa oleh cairan limfe.
b. Nodus dapat memproduksi beberapa antibodi dan antitoksin untuk mencegah infeksi.
Gambar Limpa

Limpa ialah sebuah kelenjar berwarna ungu tua yang terletak di sebelah kiri abdomen di
daerah hipogastrium kiri di bawah iga kesembilan, sepuluh, dan sebelas. Limpa berdekatan pada
fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Limpa menyentuh ginjal kiri, kelokan
kolon di kiri atas, dan ekor pankreas.

Limpa terdiri atas struktur jaringan ikat . Diantara jalinan-jalinan itu terbentuk isi limpa
atau pulpa yang terdiri atas jaringan limfe dan sejumlah besar sel darah. Limpa dibungkus oleh
kapsul yang terdiri atas jaringan kolagen dan elastis yang terdiri dan beberapa serabut otot halus.
Serabut otot halus ini berperram- seandainya ada- sangat kecil bagi limpa manusia. Dari kapsul
itu keluar tajuk-tajuk trabekulae yang masuk ke dalam jaringan limpa dan membaginya ke dalam
beberapa bagian.

Pembuluh darah limpa masuk dan keluar melalui hilum yang berada di permukaan dalam.
Pembuluh-pembuluh darah itu menuangkan isinya langsung ke dalam pulpa, sehingga darahnya
dapat bercampur dengan unsur-unsur limpa dan tidak seperti pada organ-organ yang lain
dipisahkan oleh pembuluh darah. Disini tidak terdapat sistem kapiler biasa. Tetapi langsung
berhubungan dengan sel-sel limpa. Darah yang mengalir dalam limpa dikumpulkan lagi oleh
sistem sinus yang bekerja seperti vena dan yang mengantarkannya ke dalam cabang-cabang
vena. Cabang-cabang ini bersatu dan membentuk vena limpa (vena lenalis). Vena ini membawa
darahnya masuk ke peredaran gerbang (peredaran portal) dan diantarkan ke hati.
Fungsi limpa :

a. Sewaktu masa janin limpa membentuk sel darah merah dan mungkin pada orang dewasa juga
masih mengerjakannya bila sumsum tulang rusak.
b. Sel darah merah yang sudah rusak dipisahkan dari sirkulasi.
c. Limpa juga menghasilkan limfosit.
d. Diperkirakan juga limpa bertuigas menghancurkan sel darah putih dan trombosit.
e. Sebagai bagian dari sistema retikulo endoteleal ,limpa juga terlibat dalam perlindungan
terhadap penyakit dan menghasilkan zat-zat antibodi. (10)

Sistem Imunitas
6. PATOFISIOLOGI

Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan transplasental atau perinatal.
Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-
tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung
menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) .
Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai
mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun
(daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.

HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah
otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi
imunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan
memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi
oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV
dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama bertahun-
tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan
manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya
melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan
intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti
yang menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa.
7. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak
normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi
klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan
dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya
perkembangan motoris.

8. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam
rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan
lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit
di balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
• ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia
complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut
mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti
pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor,
inkontinensia, dan kematian.
• Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk,
mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis
cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit
AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis
selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap
tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
Ø Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
Ø Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Ø Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada,
hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum
merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas.
dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang
disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema
dan psoriasis.
6. Sensorik
ü Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus
berefek kebutaan
ü Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi
tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak , bila dikatakan positif HIV harus
dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV , yaitu tes
antigen P 24 (polymerase chain reaction atau ) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan antibodi tes antibody (biasanya digunakan pada bayi baru lahir dan dengan ibu
HIV.

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV:


 Elisa (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot) tes cepat
makin tersedia dan aman,efektif,sensitif dan dapat dipercaya untuk mendiagnosis
infeksi HIV pada anak mulai umur 8 bulan. Untuk anak berumur <18 bulan, tes
cepat antibody HIV merupakan cara yang sensitif dan dapat dipercaya untuk
mendeteksi bayi yang terpajan HIV pada anak yang mendapat ASI.
 Western Blot (positif)
 P 24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
 Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen P 24 dengan kadar meningkat.
 Tes virologis untuk RNA dan DNA. Sampel darah harus dikirim ke laboratorium
khusus yang dapat melakukan tes ini. Jika anak pernah mendapatkan pencegahan
dengan zidovudine (ZDV) selama atau sesudah persalinan, tes virologis tidak
dianjurkan 4-8 minggu setelah lahir, karena ZDV mempengaruhi tingkat
kepercayaan tes. Satu tes virologis yang positif pada 4-8 minggu sudah cukup
untuk membuat diagnosis infeksi pada bayi muda. Jika bayi muda masih
mendapat asi dan tes virologis RNA negatif, perlu diulang 6 minggu setelah anak
benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun
 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
 Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)
 Kadar immunoglobulin (meningkat)

10. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
Menurut hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi.
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada.
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegritas ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV.
 Mengatasi dampak psikososial
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan, perjalan penyakit dan prosedur
yang dilakukan oleh tenaga medis
 Dalam menangani pasien aids tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan
perlindungan universal (universal precaution)
2. Medis
 Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi
oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas
telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pembverian
kotrimoksasol pada penderita ytang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun
yang memiliki kadar CD4 <15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia
akibat parasit pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian isoniazid (INH) sebagai
profilaksis penyakit TBC pada HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju
berpendpat langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat,
dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang
menolak menganggap bahwa negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC
natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan
kasus mana yang memerlukan pengobatanj dan yang tidak,
 Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin
untuk toksoplasma , preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan
sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
 Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai
ARV terjadi sangat pesat, mesikpun belum ada yang mampu menegeradikasi
virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori.
Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas
anitvirus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada humolog manusia. Obat
pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu azidothymidine (AZT) suatu analog
nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim
transkripitase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat
digunakan sendiri,secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma
selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakit HIV tidak
dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV
berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.

Anda mungkin juga menyukai