Anda di halaman 1dari 10

FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN LAPANGAN “MS”,

FORMASI TALANG AKAR, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN,


BERDASARKAN DATA LOG SUMUR, BIOSTRATIGRAFI DAN
SALINITAS AIR FORMASI

Moses Siahaan1*, Faisal Helmi1, Yusi Firmansyah1, Nanda Natasia1


1
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung

*Korespondensi: mosessiahaan86@gmail.com

ABSTRAK
Lapangan MS adalah salah satu lapangan penghasil hidrokarbon yang terletak pada Cekungan Sumatera
Selatan. Objek penelitian berada di Lapangan “MS”, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fasies, lingkungan pengendapan, dan sejarah pengendapan pada
objek penelitian. Data-data yang digunakan adalah data wireline log pada 3 sumur, data mudlog dan data
biostratigrafi. Penelitian ini diawali dengan menganalisis nilai salinitas air formasi dari formasi target.
Diperoleh dua sebaran nilai salinitas yang cukup signifikan yaitu 2210 ppm NaCl dan 6618-7866 ppm
NaCl. Berdasarkan analisis data biostratigrafi pada sumur MS-1 di kedalaman 729-1290 m data
palinologi menunjukkan keberlimpahan palinoflora dari takson penciri rawa air tawar seperti
Marginipollis concinnus, Discoites borneenis, dan Monoporites annalutus dan bersama dengan spora
pteridophytes menunjukkan bahwa daerah penelitian diendapkan pada lingkungan rawa air tawar . Pada
kedalaman 605-695 m ditemukan Ammonia sp pada jumlah yang sangat sedikit menunjukan lingkungan
inner neritic. Ditemukannnya sporadic nanofosil dan foraminifera menunjukkan bahwa adanya
percampuran antara lingkungan laut dan rawa (swamp). Hasil analisis elektrofasies ditemukan beberapa
fasies yang berkembang pada daerah penelitian yaitu: distributary channel, interdistributary floodplain,
crevasse splay, swamp, fluvial channel, dan fluvial floodplain. Dari semua analisis yang dilakukan maka
diinterpretasikan bahwa daerah penelitian diendapkan pada sistem deltaic dan fluvial. Hasil korelasi
flooding surface, terdapat 4 flooding surface yang diinterpretasi pada daerah penelitian yaitu FS-1, FS-
2,FS-3, dan FS-4.

ABSTRACT
“MS' Field is one of the producing field which is located on the South Sumatra Basin. Research area is
located at “MS”Field, Talang Akar Formation, South Sumatra Basin. This research propose to
determine facies, depositional environments, and history of deposition on the research area. The data
which used are wireline logs data on 3 wells, mudlog data, and biostratigraphy data. The first step of this
research is analyzing water formation salinity from the target formation. There were two significant
distributions of salinity value, 2210 ppm NaCl and 6618-7866 ppm NaCl. Biostratigrafi data in MS-1
wells at depths of 729-1290m, palinological data show presence of palynoflora from fresh water swamp
taxon such as Marginipollis concinnus, Discoites borneensis, and Monoporites annalutus and together
with spore pteridophytes showing freshwater swamp environments. At depths of 605-695 m Ammonia sp
is found in very small quantities showing an inner neritic environment. The discovery of sporadic
nanofosil and foraminifera shows that mixing between marine and swamp environment. Electrofacaies
analysis shows several facies that develop in research area are: distributary channel, interdistributary
floodplain, crevasse splay, swamp, fluvial channel, and fluvial floodplain. From all analyzes done it is
interpreted that the object of research is deposited on the deltaic and fluvial systems. The resul of
flooding surface correlation, there were 4 flooding surface which interpreted in research area that is FS
1, FS-2, FS-3, and FS-4.
Keywords : Salinity, biostratigraphy, electrofacies, fluvial, deltaic

145
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 02, Aprll 2018: 145-154

1. PENDAHULUAN 1984, dalam Koesoemadinata, 1980).


Secara garis besar struktur geologi regional
Cekungan Sumatera Selatan Sumatera Selatan meliputi :
merupakan salah satu cekungan penghasil 1. Zona Sesar Semangko, yang merupakan
minyak dan gas terbesar di Indonesia. hasil tumbukan konvergen antara lempeng
sehingga sampai saat ini masih banyak Samudera Hindia kearah Utara – Timurlaut
penelitian yang menjadikan cekungan ini
dengan Sumatera, akibat timbul gerak rotasi
sebagai objek, seiring dengan
Right lateral antarlempeng Samudera
perkembangan ilmu dan teknologi serta Hindia dan Pulau Sumatera.
meningkatnya kebutuhan akan minyak dan 2. Perlipatan dengan arah utama Baratlaut -
gas bumi, memacu industri migas untuk Tenggara akibat efek pilinan (gaya kopel)
meningkatkan produksi minyak dan gas Sesar Semangko.
bumi, untuk itu peran ilmu geologi juga 3. Sesar - sesar yang berasosiasi dengan
sangat diperlukan dalam pencarian dan perlipatan dan sesar Pra - Tersier yang
pengembangan daerah prospek mengalami peremajaan.
hidrokarbon. Sampai saat ini telah banyak Struktur perlipatan di daerah
dikembangkan metode untuk
Cekungan Sumatera Selatan yang terbentuk
pengembangan lapangan minyak. Salah
akibat orogenesa Plio-Pleistosen
satunya yaitu penelitian fasies dan dikelompokkan menjadi tiga antiklinorium
lingkungan pengendapan.. Penelitian
utama dari selatan ke utara yaitu:
difokuskan pada Formasi Talang Akar
Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium
Cekungan Sumatera Selatan. Pendopo Benakat dan Antiklinorium
Penelitian ini menggabungkan studi geologi Palembang (Koesoemadinata, 1980).
dan geofisika yang juga menggabungkan
analisis sedimentologi, stratigrafi,
Formasi Talang Akar
petrofisika, dan data biostratigrafi. Dari
Formasi Talang Akar berumur
penggabungan analisis tersebut maka dapat
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal ,
diketahui lingkungan pengendapan dan formasi ini terdiri dari anggota Gritsand
proses pengendapan pada lapangan “MS”. (Grm) dan anggota Transisi (Trm). Anggota
Gritsand batuannya terdiri dari batupasir
2. TINJAUAN PUSTAKA kasar hingga sangat kasar dengan
Struktur Geologi Cekungan Sumatera interkalasi serpih, lanau dan sisipan
Selatan batubara yang diendapkan di lingkungan
Cekungan Sumatra Selatan fluviatil – delta. Anggota ini diendapkan
terbentuk selama Awal Tersier (Eosen – tidak selaras di Formasi Lahat selama
Oligosen) saat sebuah seri dari graben yang Oligosen dengan ketebalan mencapai 550
berkembang sebagai respon dari sistem meter. Anggota transisi memiliki litologi
subduksi oblique lempeng Samudra Hindia terdiri dari serpih interkalasi dengan
di bawah Lempeng Benua Asia Tenggara batupasir - batubara kadang-kadang
yang menghasilkan sistem divergen dengan menjadi serpih marine interkalasi dengan
arah menyamping ke kanan pada cekungan batupasir gampingan. Diendapkan secara
belakang busur. Cekungan Sumatera selaras diatas anggota Gritsand selama
Selatan merupakan salah satu cekungan dari Miosen bawah.
cekungan – cekungan yang terbentuk tiga
cekungan utama di sumatra (cekungan 3. METODE
sumatra utara, tengah, selatan), dimana
menurut klasifikasi tektonik di Indonesia Data yang digunakan adalah 3 data
termasuk cekungan busur belakang. Selama log sumur, data rock cutting, dan data
Zaman Tersier Paparan Sunda telah biostratigrafi. Data rock cutting dan data
mengalami dua kali gerak rotasi berlawanan biostratigrafi merupakan data sekunder.
arah jarum jam sebesar 420 (Davis, P. R.,

146
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Lapangan “Ms”, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan,
Berdasarkan Data Log Sumur, Biostratigrafi dan Salinitas Air Formasi
(Moses Siahaan)

Langkah pertama dalam penelitian RW@ET = Resisitivitas Air pada


ini adalah dengan menentukan salinitas air Temperatur Formasi
formasi. Analisis sainitas ditentukan dengan Kemudian langkah selanjunya
menggunakan data Resistivity water (Rw) adalah melakukan analisis biostratigrafi.
dan temepratur pada zona air. Nilai Rw Lalu menentukan fasies-fasies yang
ditentukan dengan picket plot (Gambar berkembang pada daerah penelitian dengan
4.1), sedangkan nilai temperatur ditentukan metode elektrofasies. Dari semua analisis
dengan gradien temperatur. Nilai Rw dan yang dilakukan akan ditentukan lingkungan
temperatur dimasukkan dalam persamaan pengendapan daerah penelitian.
Crain sehingga diketahui salinitas dalam
part per million (PPM). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
WS = 400000 / FT1 / ((RW@ET) ^ 1.14) 4.1 Analisisi Salinitas
Dimana: Hasil analisis salinitas air formasi
WS = Salinitas air pada daerah penelitian dapat dilihat pada
FT = Temperatur Formasi tabel 4.1.

(a) (b)

Gambar 4.1 Penentuan salinitas sumur MS-1 (a) marking water bearing zone,
(b) Crossplot resisitivitas dengan porositas

Tabel 4.1 Data Salinitas

Sumur MS-1 sumur MS-1 diendapakan pada lingkungan


Hasil perhitungan salinitas air transisi.
formasi sumur MS-1 pada Formasi Talang
Akar menunjukkan karakteristik brackish Sumur MS-2
water atau air payau dengan nilai 7381 ppm Hasil perhitungan salinitas air
NaCl. Dari nilai teresebut maka formasi pada sumur MS-2 pada Formasi
diperkirakan Formasi Talang Akar pada Talang menunjukkan karateristik brackish
water atau air payau dengan nilai salinitas

147
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 02, Aprll 2018: 145-154

7866 ppm NaCl dan 2210 ppm Nacl yang Talang menunjukkan karateristik brackish
diukur pada dua kedalaman berbeda. Dari water atau air payau dengan nilai salinita
hasil pengukuran tersebut terlihat bahwa 6618 ppm NaCl. Dari nilai tersebut maka
ada perbedaan nilai salinitas yang cukup diperkirakan Formasi Talang Akar pada
signifikan Dari nilai tersebut maka sumur MS-3 diendapkan pada ingkungan
diperkirakan Formasi Talang Akar pada transisi.
sumur MS-2 diendapkan pada dua
lingkungan berbeda yaitu lingkungan darat 4.2 Analisis Biostratigrafi
dan transisi. Data biostratigrafi pada penelitian
Sumur MS-3 ini merupakan data sekunder berada pada
Hasil perhitungan salinitas air sumur MS-1 (Tabel 4.2).
formasi pada sumur MS-3 pada Formasi

Tabel 4.2 Data Biostratigrafi


Kedalaman (m) Lingkungan Penjelasan
605-695 Inner neritik Sedikit fauna dari takson arenaceous dan Ammonia
spp juga sedikit. Kondisi laut diindikasikan oleh
calcareous microfossils yang banyak ditemukan.
Keterdapatan planktonik dalam jumlah sedikit
mungkin mengindikasikan kondisi laut terbuka
yang terbatas.

Catatan :
Keterdapatan planktonik dalam jumlah yang sangat
sedikit dan dianggap sebagai noda bisa
diinerpretasikan sebagai hasil runtuhan dari lapisan
diatasnya
725-1290 Rawa air tawar Dari analisisi palinologi, palinoflora yang
ditemukan pada interval ini berasal dari domianasi
taxon penciri rawa air tawar seperti Marginipollis
concinnus, Discoites borneenis, dan Monoporites
annalutus dan bersama dengan keberlimpahan
spoara pteridophytes. Yang menunjukkan
lingkungan pengendapan rawa air tawar.

Kehadiran sporadic nanofossils dan foraminifera


pada interval ini jika mereka merupakan fosil in situ
mungkin menunujukkan keterlibatan air laut pada
interval tersebut.

Dari data biostratigrafi pada sumur kedalaman 605-695 m ditemukan Ammonia


MS-1 ditemukan dua zona lingkungan sp pada jumlah yang sangat sedikit
pengendapan yaitu, inner neritic (0-40m) menunjukan lingkungan inner neritic.
dan freshwater swamp. Pada kedalaman Ditemukannnya sporadic nanofosil dan
729-1290m data palinologi menunjukkan foraminifera menunjukkan bahwa adanya
keterdapatan mikrosfosil seperti percampuran antara lingkungan laut dan
Marginipollis concinnus, Discoites rawa (swamp).
borneenis dan Monoporites annalutus dan
spora pteridophytes menunjukkan
lingkungan rawa air tawar . Pada

148
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Lapangan “Ms”, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan,
Berdasarkan Data Log Sumur, Biostratigrafi dan Salinitas Air Formasi
(Moses Siahaan)

4.3 Analisis Elektrofasies terdapat diantara distributary channel.


Dari analisis elektrofasies Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus
diidentifikasi 7 fasies yang berkembang paling kecil, dangkal, tidak berelief dan
pada daerah penelitian yaitu : proses akumulasi sedimen lambat. Pada
Fasies Fluvial Channel interdistributary channel dan floodplain
Endapan fasies channel terdapat area terbentuk suatu endapan yang
pada saluran-saluran yang menghantarkan berukuran lanau sampai lempung yang
sedimen-sedimen ke tempat pengendapan. sangat dominan, namun terkadang
Pola kurva gamma ray untuk fasies fluvial ditemukan juga lapisan batubara. Fasies
channel diwakili oleh bentuk bell shape interdistributary floodplain memiliki
atau pola penghalusan ke atas. Pola ini karakteristik nilai gamma ray yang relatif
diakibatkan oleh adanya perubahan nilai tinggi dengan pola yang serrated, pola
gamma ray yang berangsur membesar atau serrated ini menunjukkan bahwa tedapat
dapat diartikan bahwa ada perubahan besar sedimen berukuran lebih kasar (pasir) yang
butir dari endapan hasil channel ini. Fasies masuk dari channel ke dalam
ini berkembang hanya pada bagian bawah interdistributary floodplain.
sumur MS-2, semenatara pada sumur MS-1
dan MS-3 tidak ditemukan kemungkinan Fasies Crevasse Splay
karena pengeboran yang kurang dalam. Fasies crevasse splay terbentuk
ketika banjir terjadi di bagian channel,
Fasies Distributary Channel saluran utama tidak dapat menampung
Fasies distributary channel suplay yang besar sehingga membuat
berkembang pada suatu sistem delta, ciri tanggul alami yang menjadi batas saluran
endapan distributary channel hampir sama utama ini hancur dan keluar melewati
dengan fluvial channel, perbedaanya adalah tanggul alami . Fasies ini memiliki
distributary channel berkemban pada sistem karakteristik pola kurva gamma ray yang
delta sementara fluvial channel berkembang berbentuk funnel. Litologi penyusun dari
pada sistem fluvial. Pola kurva gamma ray fasies ini dicirikan oleh batupasir yang
pada fasies distributary channel berupa bell mengradasi sampai batulempung.
shape (menghalus ke atas) dan blocky
(agradasi). Fasies ini tersusun oleh Fasies Fluvial Floodplain
batupasir yang menghalus ke atas atau yang Fasies fluvial floodplain merupakan
berpola agradasi. fasies yang terbentuk pada daerah overbank
flood plain sungai. Endapan ini tersusun
Fasies Swamp atas pasir sangat halus, lanau, dan lempung.
Fasies swamp adalah fasies yang Pada bagian yang dekat dengan channel
diendapkan pada tempat yang berdekatan utama bisa terbentuk perselingan antara
dengan endapan interdistributary pasir dan lempung. Fasies ini memiliki nilai
floodplain. Endaan ini menunjukkan arus gamma ray yang relatif tinggi dengan pola
yang relative lebih tenang dibandingkan serrated.
endapan channel. Fasies swamp ini
memiliki karakteristik pola kurva yang 4.4 Interpretasi Asosiasi Fasies
relative blocky atau serrated. Fasies ini Dari hasil analisis dan interpretasi
disusun oleh batubara dengan sisipan elektrofasies didapat beberapa fasies yang
batuan klastik berukuran halus seperti bermacam-macam pada interval tertentu.
batulempung dan sampai batupasir dengan Fasies yang memiliki hubungan satusama
ukuran sangat halus. lain secara genetik akan dikelompokkan ke
dalam satu asosiasi fasies yan sama. Berikut
Interdistibutary Floodplain adalah interpretasi asosiasi fasies yang
Endapan interdistributary terdapat pada sumur MS-1, MS-2, dan MS-
floodplain merupakan endapan yang 3.

149
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 02, Aprll 2018: 145-154

Asosiasi Fluvial Data salinitas menunjukkan bahwa


Asosiasi ini ditemukan pada sumur MS-1 Formasi Talang Akar pada lapangan MS
dan MS-2, pada sumur MS-3 fasies ini berada pada dua lingkungan yang berbeda,
tidak ditemukan kemungkinan karena hal ini ditunjukkan oleh air formasinya
pengeboran yang kurang dalam. Asosiasi yang menunjukkan dua sebaran nilai yang
fasies ini terdiri atas fuvial channel dan relatif signifikan. Pada bagian bawah
fluvial floodplain. Asosiasi fasies ini Formasi Talang Akar diperoleh nilai
terbentuk pada lingkungan terrestrial salinitas 2210 ppm NaCl yang relatif fresh,
(darat). sedangkan pada bagian atas diperoleh
rentang nilai sainitas 6618-7866 ppm NaCl
Asosiasi Delta yang bersifat breckish atau payau. Dari
Asosiasi fasies ini ditenukan pada nilai salinitas ini maka diperkirakan
sumurMS-1, MS-2, dan MS-3 asosiasi Formasi Talang Akar bagian bawah
fasies ini disusun oleh fasies distributary diendapakn pada lingkungan darat
channel, interdistributary floodplain, (terrestrial) sedangkan bagian atas
swamp, dan crevasse splay. Asosiasi fasies diendapkan pada zona transisi. Namun dari
ini terbentuk pada daerah transisi. salinitas ini tidak bisa secara langsung
Hubungan Asosiasi Fasies Dengan Salinitas ditentukan lingkungan pengendapannya
Asosiasi fasies yang berbeda dapat karena ada beberapa lingkungan
memiliki nilai salinitas yang berbeda pula pengendapan yang berasosiasi dengan fresh
(Tabel 4.3). water dan breckish water.
Dari data biostratigrafi pada sumur
Tabel 4.3 Hubungan Asosiasi Fasies MS-1 pada bagian atas Formasi Talang
dengan Salinitas Akar ditemukan dua zona lingkungan
Asosiasi Fasies Salinitas (PPM) pengendapan yaitu, inner neritic (0-40m)
dan freshwater swamp. Ditemukannya
Asosiasi Fluvial 2210
sporadic nanofosil dan foraminifera
Asosiasi Delta 6618-7866 menunjukkan bahwa adanya percampuran
antara lingkungan laut dan rawa (swamp).
Dari hasil analisis salinitas Dari analisis data elektrofasies
sebelumnya pada sumur MS-2 di diperoleh dua asosiasi fasies yaitu : asosiasi
kedalaman 1270-1271,3 meter yang fluvial dan asosiasi delta. Pada bagian
merupakan bagian dari asosiasi fluvial bawah Formasi Talang Akar berkembang
memilki nilai salinitas 2210 ppm NaCl. asosiasi fasies fluvial dan bagian pada atas
Sedangkan pada semua sumur pada asosiasi berkembang asosiasi fasies delta.
fasies delta plain diperoleh rentang nilai Menurut Ryacudu (2005) bagian
sainitas 6618-7866 ppm NaCl. Dari data bawah Formasi Talang Akar diendapkan
salinitas diketahui bahwa asosiasi fluvial pada endapan sungai menganyam dan
memiliki nilai salinitas yang reltaif lebih seringkali menunjukan pola amalgamasi
tawar (fresh) dibandingkan salinitas pada (stacking) beberapa sekuen sungai tersebut
asosiasi delta. sehingga membentuk endapan batupasir
yang cukup tebal. Pada bagian bawah
4.5 Interpretasi Lingkungan Pegendapan Formasi Talang Akar sumur MS-2
Analisis lingkungan pengendapan ditemukan juga pola amalgamasi fluvial
dilakukan berdasarkan interpretasi salinitas, channel (Gambar 4.2).
biostratigrafi, dan elektrofasies. Dari ketiga
analisis tersebut akan disimpulkan
lingkungan pengendapan lapangan MS.

150
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Lapangan “Ms”, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan,
Berdasarkan Data Log Sumur, Biostratigrafi dan Salinitas Air Formasi
(Moses Siahaan)

Bagian atas Formasi Talang Akar


merupakan endapan transisi darat-laut yang
dikenal sebagai TRM (Transitional
Member) (Ryacudu, 2005). Hasil analisis
salinitas dan biostratigrafi menunjukkan
bahwa bagian atas Formasi Talang Akar
merupakan lingkungan transisi. Pada bagian
atas Formasi Talang Akar ini ditemukan
laspisan batubara yang cukup tebal dan
dapat dikorelasikan pada semua sumur yang
jaraknya lebih dari 1200 meter. Sebaran
batubara dengan dimensi sebarang
sepanjang 1200 meter kemungkinan besar
hanya pada sistem pengendapan deltaic.
Sehingga bagian atas Formasi Talang Akar
pada lapangan MS diinterpretasikan
diendapkan pada sistem deltaic.

Gambar 4.2 Pola amalgamasi channel 4.6 Korelasi


pada bagian bawah Formasi Talang Korelasi dilakukan untuk
Akar mendapatkan interpretasi penyebaran
asosiasi fasies secara lateral Formasi Talang
Akar pada lapangan “MS”. Dalam
pengkorelasian harus memiliki “datum”
Data salinitas air formasi pada atau acuan yang memiliki persyaratan yang
bagian bawah Formasi Talang Akar ini juga memadai sebagai marker dalam
menujukkan nilai yang relatif kecil. Maka pengkorelasian. Untuk Formasi talang Akar
disimpulkan bahwa bagian bawah Formasi pada lapangan “MS” datum atau marker
Talang Akar pada lapangan MS diendapkan yang digunakan adalah marine incursion
pada sistem fluvial. (FS) (gambar 4.3) yang merupakan datum
yang bisa digunakan sebagai korelasi untuk
semua sumur.

151
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 02, Aprll 2018: 145-154

Gambar 4.3 Korelasi Flooding Surface

Pengambilan datum teripih FS-1 air laut yang diidentifikasi dengan


adalah karena datum ini merupakan datum terbentuknya endapan klastika halus dan
pertama yang menununjukkan kenaikan dicirikan oleh nilai gamma ray yang tinggi .
muka air laut dan ditemukannya lapisan FS-2, FS-3, dan FS-4 semuanya terebentuk
batubara yang tersebar secara luas yang pada sistem pengendapan delta.
menunjukkan telah terjadi perubahan Endapan batubara pada lapangan
lingkungan yang cukup signifikan. “MS” juga dapat dikorelasikan pada semua
Sementara FS-2,FS-3, dan FS-4 merupakan sumur. Ada lima lapisan batubara yang
datum yang menunjukkan kenaikan muka dapat dikorelasikan yaitu coal 600, coal

152
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Lapangan “Ms”, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan,
Berdasarkan Data Log Sumur, Biostratigrafi dan Salinitas Air Formasi
(Moses Siahaan)

650, coal 700, coal 850, dan coal 1050 yang rendah pada desnsity log. Lapisan
(gambar 4). Pemberian nama lapisan ini batubara yang dikorelasikan adalah hanya
berdasarkan kedalaman pada sumur MS-1. lapisan batubara yang menumpuk
Lapisan coal dapat dengan mudah (stacking) dan cukup tebal.
diidentifikasi yaitu akan menunjukkan nilai

Gambar 4.4 Korelasi Batubara

153
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 02, Aprll 2018: 145-154

Basin. Proceedings Indonesian


5. KESIMPULAN Petroleum Association Thirtieth
Berdasarkan konsep elektrofasies, Annual Convention and Exhibition.
tipe fasies yang berkembang pada Formasi Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan
Talang Akar lapangan “MS” yaitu Aplikasi Log Edisi 8. Jakarta:
distributary channel, fluvial channel, Schlumberger Oilfields Services.
interdistributary floodplain, fluvial Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and
floodplain, swamp, dan crevasse splay. Stratigraphy. Wiley-Blackwell.
Pada lapangan “MS” Formasi Reading, H.G. 1996. Sedimentary
Talang Akar terdapat dua lingkungan Environtments : Processes, Facies
pengendapan yaitu lingkungan darat and Stratigraphy. UK : Blackwell
(terrestrial) dengan sistem fluvial dan Publishing company. 688p.
lingkungan transisi dengan sistem deltaic. Rider, M. 1996. The Geological
Interpretation of Well Logs.
Sutherland, Scotlandia: Rider-French
Consulting Ltd.,.
DAFTAR PUSTAKA Ryacudu, Rudy. 2005. Studi Endapan Syn-
Boggs, S. 2006. Principle of Sedimentology rift Paleogen di Cekungan Sumatera
and Stratigraphy 4th ed. New Jersey: Selatan. Bandung : ITB
Upper Saddle River. Selley, Richard C. 1985. Ancient
Emery, D and Myers ,K.J. 1996. Sequence Sedimentary Environments And
Stratigraphy. London : Blackwell Their Sub-Surface Diagnosis Third
Publishing company. 269p. Edition. London: Chapman and Hall
Ginger David and Kevin Fielding. 2005. Ltd.
The Petroleum System and Future
Potential of The South Sumatra

154

Anda mungkin juga menyukai