Anda di halaman 1dari 12

1

Pengangguran dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan


Unemployment and Its Influence on Poverty Level

Ratih Probosiwi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS),
Kementerian Sosial Jl. Kesejahteraan Sosial No. 1, Sonosewu, Telpon: 0274-377265. HP. +6281804870872.
Email: <ratihprobo@yahoo.com>. Diterima 23 Maret, diperbaiki 14 April, disetujui 25 Mei 2016.

Abstract

Poverty is one of main issue in many discussions in developing countries, including Indonesia. In some previous
studies showed that unemployment has significant impact on poverty levels. The case study took the city of Yogyakarta as
the region with the highest unemployment rate in Yogyakarta Special Territory (YST) but has the lowest levels of poverty.
This paper attempts to reveal the influence of unemployment and poverty in Yogyakarta Municipalities via data in the
last ten years. Through statistical analysis, the relationship between unemployment and poverty are tested and be seen to
do. The results showed that in fact unemployment and poverty showed no significant effect with significant value 0.159
(greater than α 0.05) with directional value. This shows that there is no direct link between unemployment and poverty in
the city of Yogyakarta, which can be caused by educated unemployment who are looking for work and are not included
in the group of the poor.

Keywords: unemployment ; poverty; effect

Abstrak

Kemiskinan menjadi bahasan utama di negara sedang berkembang termasuk di Indonesia. Dalam beberapa studi
terdahulu menunjukkan bahwa pengangguran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Studi
kasus mengambil Kota Yogyakarta merupakan daerah dengan tingkat pengangguran terbuka paling tinggi di Daerah
Istimewa Yogyakarta namun memiliki tingkat kemiskinan paling rendah. Tulisan ini mencoba mengungkapkan pengaruh
tingkat pengangguran dengan kemiskinan di Kota Yogyakarta melalui data sepuluh tahun terakhir. Melalui analisis statistik,
hubungan antara pengangguran dan kemiskinan diuji dan dilihat hubungannya. Hasil menunjukkan bahwa ternyata
pengangguran dan kemiskinan menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0.159 (lebih besar
dari α 0.05) dengan nilai searah. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata tidak ada kaitan langsung antara pengangguran dan
kemiskinan di Kota Yogyakarta yang dapat disebabkan penganggur merupakan kelompok terdidik yang sedang mencari
pekerjaan dan tidak termasuk dalam kelompok masyarakat miskin.

Kata kunci: pengangguran; kemiskinan; pengaruh

A. Pendahuluan gai salah satu elemen pemerintah yang berperan


Kemiskinan merupakan masalah utama yang dalam penanganan kemiskinan juga menjadikan
penanganannya terus diupayakan oleh pemerin- peningkatkan taraf kesejahteraan sosial pen-
tah hingga kini. Krusialnya penanganan kemis- duduk miskin dan rentan sebagai tujuan akhir
kinan menjadikan masalah ini masuk dalam misi yang ingin dicapai.
pembangunan nasional tahun 2015-2019 yaitu Kompleksnya masalah kemiskinan dari se-
mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia bab dan akibatnya menyebabkan banyak ilmu-
yang tinggi, maju, dan sejahtera. Dalam nawacita wan yang tertarik untuk mempelajarinya. Cutler
atau sembilan agenda prioritas pembangunan dan Katz (1991) menganalisis pengaruh variabel
tahun 2015-2019 pun secara implisit tercantum ekonomi makro seperti inflasi dan pengangguran
yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia dan terhadap kemiskinan, hasilnya bahwa pengang-
masyarakat Indonesia. Kementerian Sosial seba- guran memberi pengaruh yang signifikan dan

89
Jurnal PKS Vol 15 No 2 Juni 2016; 89 - 100

positif terhadap tingkat kemiskinan. Fenomena dia, serta rendahnya kualitas dan produktivitas
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia ter- sumber daya manusia. Masalah kemiskinan
masuk Kota Yogyakarta merupakan fenomena merupakan masalah utama di negara sedang
yang kompleks dan tidak dapat secara mudah berkembang, seperti Indonesia. Beberapa pe-
dilihat dari satu angka absolut. Kota Yogyakarta nelitian menyebutkan banyak faktor yang ber-
yang dikenal sebagai kota pelajar dan wisata se- pengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan
iring dengan perkembangan kota memiliki daya termasuk tingkat pengangguran. Tulisan ini
tarik yang kuat terhadap urbanisasi yang berpe- mencoba membuktikan hubungan atau pengaruh
ngaruh terhadap jumlah penduduk. Keberagaman antara kemiskinan dengan pengangguran di
budaya masyarakat yang menyebabkan kondisi Kota Yogyakarta sebagai kota dengan tingkat
dan permasalahan kemiskinan dan penganggur- pengangguran paling tinggi di Daerah Istimewa
an di Kota Yogyakarta menjadi sangat beragam Yogyakarta.
dengan sifat lokal yang kuat serta pengalaman
kemiskinan yang berbeda secara sosial maupun B. Penggunaan Metode Penelitian
antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini didasarkan pada eksploratif,
Secara umum tingkat kesejahteraan masya- menggambarkan kemiskinan dan pengangguran
rakat di Kota Yogyakarta cukup bagus. Namun, di Kota Yogyakarta termasuk hubungan yang
tingkat kesejahteraan dan rendahnya ketimpang- terjadi antara kedua variabel tersebut sehingga
an pendapatan tidak berarti bahwa tidak ada juga merupakan kegiatan eksplanatori. Informasi
kemiskinan di Kota Yogyakarta. Data Badan aktual secara rinci digali untuk melukiskan ge-
Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa jala yang ada, mengidentifikasi masalah, meng-
masih terdapat empat kantong kemiskinan, yaitu gambarkan kondisi yang berlaku, dan membuat
kecamatan Umbulharjo, Tegalrejo, Mergangsan, perbandingan secara sistematis (Singarimbun
dan Gedongtengen. Dari data BPS 2013 Yogya- & Effendi, 2008). Kondisi kemiskinan di Kota
karta menjadi kota dengan tingkat kemiskinan Yogyakarta digambarkan secara sistematis dan
tertinggi di Pulau Jawa dengan persentase 15,03 aktual. Menganalisis faktor yang mempengaruhi
persen, sementara itu BPS DIY mencatat pada dan dipengaruhinya terutama tingkat pengang-
Februari 2015 tingkat pengangguran bebas di guran. Tingkat pengangguran di Kota Yogyakarta
Yogyakarta mencapai 4,07 persen.Laju inflasi dikaji lebih dalam untuk menjelaskan hubungan-
Kota Yogyakarta pada tahun 2011-2012 me- nya dengan tingkat kemiskinan di Kota Yog-
ngalami kenaikan dari 3.88 persen menjadi 4.31 yakarta. Data yang digunakan merupakan data
persen. Laju inflasi menggambarkan kenaikan sekunder yang diperoleh melalui reviu literatur
atau penurunan harga pada sekelompok barang terkait data kemiskinan dan pengangguran BPS,
dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan demografi, peraturan perundangan, penelitian
daya beli masyarakat. Inflasi secara umum ber- terdahulu, dan laporan teknis program penang-
dampak pada kegiatan ekonomi daerah yang gulangan kemiskinan Kota Yogyakarta dari
kemudian dapat berdampak pada pengangguran. Bappeda ataupun dinas terkait. Data dianalisis
Pemerintah Kota Yogyakarta juga memberikan dengan teknik regresi menggunakan program
perhatian sungguh-sungguh terhadap pemba- SPSS 17.0. Teknik analisis regresi menunjukkan
ngunan ketenagakerjaan. Hal ini didasarkan tingkat pengaruh dan hubungan antara kedua
suatu pemikiran bahwa upaya pengentasan variabel yang diteliti.
kemiskinan tidak akan berhasil apabila angka
pengangguran masih tinggi. C. Tingkat Pengangguran Kota Yogyakarta
Permasalahan pada urusan ketenagakerjaan Pengangguran adalah masalah makro eko-
yaitu masih tingginya tingkat pengangguran, nomi yang mempengaruhi manusia secara
terbatasnya lapangan kerja formal yang terse- langsung dan merupakan yang paling berat.

90
Pengangguran dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan (Ratih Probosiwi)

Kebanyakan orang kehilangan pekerjaan berarti Kesamaan konsep yang digunakan mengenai
mengalami penurunan standar kehidupan dan batasan penganggur oleh Kementerian Tenaga
tekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan Kerja dan Badan Pusat Statistik, bahwa pengang-
jika pengangguran menjadi topik yang sering gur merupakan bagian dari angkatan kerja yang
dibicarakan dalam perdebatan politik dan poli- kegiatan utamanya aktif mencari pekerjaan de-
tisi sering mengklaim, bahwa kebijakan yang ngan jumlah jam, minimal satu jam per minggu.
mereka tawarkan akan membantu menciptakan Menurut Sukirno (2000,) pengangguran dapat
lapangan kerja (Mankiw, 2006) dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut.
Pengangguran merupakan suatu ukuran yang Pengangguran Terbuka (Open Unemployment),
dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan yaitu tenaga kerja yang betul-betul tidak mem-
tetapi mereka sedang melakukan usaha secara punyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada
aktif dalam empat minggu terakhir untuk men- yang karena belum mendapat pekerjaan padahal
cari pekerjaan (Kaufman dan Hotchkiss,1999). telah berusaha secara maksimal dan ada juga
Menurut Sukirno (2008 : 13) pengangguran yang karena malas mencari pekerjaan atau malas
adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam bekerja.
angkatan kerja yang secara aktif sedang men- Pengangguran terselubung (Disguised Un-
cari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, employment), yaitu pengangguran yang terjadi
tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk
diinginkan. Searah dengan pendapat diatas, satu unit pekerjaan padahal dengan mengurangi
Murni (2006: 197) mengungkapkan, pengang- tenaga kerja tersebut sampai jumlah tertentu,
guran adalah orang-orang yang usianya berada tetap tidak mengurangi jumlah produksi. Pen-
dalam usia angkatan kerjadan sedang mencari gangguran terselubung bisa juga terjadi karena
pekerjaan. seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat
Menurut Keputusan Walikota Yogyakarta dan kemampuannya, akhirnya bekerja tidak
Nomor 616/KEP/2007 tentang Rencana Aksi optimal. Setengah Menganggur (Under Unem-
Daerah Penanggulangan Kemiskinan dan Peng- ployment), yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja
angguran Kota Yogyakarta Tahun 2007-2011, secara optimal karena tidak ada pekerjaan untuk
pengertian penganggur adalah sebagai berikut. sementara waktu. Ada yang mengatakan bahwa
Mereka yang terdaftar pada departemen atau tenaga kerja setengah menganggur ini adalah
dinas yang mengurusi tentang daftar pencari tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam
kerja atau mereka sebagai pemegang kartu pen- dalam seminggu atau kurang dari tujuuh jam
cari kerja; mereka yang sedang berusaha aktif sehari. Misalnya seorang buruh bangunan yang
mencari pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek,
seperti selama seminggu, sebulan, atau satuan untuk sementara menganggur sambil menunggu
waktu lainnya; mereka yang sedang bekerja, proyek berikutnya. Berdasarkan hasil Saker-
tetapi masih atau sambil mencari pekerjaan nas tahun 2010, tingkat pengangguran terbuka
selain yang sedang dikerjakan; mereka yang se- (TPT) di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 5.69
dang tidak mempunyai pekerjaan karena sesuatu persen (dibawah TPTnasional yaitu 7.14 persen)
hal dan aktif mencari pekerjaan dalam jangka dengan tingkat pengangguran tertinggi di Kota
waktu tertentu; dan mereka yang tidak bekerja, Yogyakarta 7.41 persen, di atas TPT nasional
tidak aktif mencari pekerjaan, tetapi bersedia 7.14 persen dan TPT Provinsi 5.69 persen seperti
bekerja apabila diberi pekerjaan. ditunjukkan pada Gambar 1.

91
Jurnal PKS Vol 15 No 2 Juni 2016; 89 - 100

Gambar 1 poin jika dibandingkan pada Agustus 2014 4,00


Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/ persen karena dipengaruhi oleh beragamnya
Kota di DIY lapangan pekerjaan yang biasanya sebagai pusat
perekonomian sehingga angkatan kerja baru
yang mencari pekerjaan pindah atau mondok di
perkotaan sehingga pengangguran lebih nampak
kuantitatifnya.
Penduduk Kota Yogyakarta yang termasuk
dalam kelompok angkatan kerja pada tahun
2011, ada 214,342 orang, 202,393 (94 persen)
berstatus bekerja dan sisanya 11,949 (6 persen)
orang merupakan pengangguran. Pada tahun
(Sumber: BPS, 2011)
2012 persentase jumlah penduduk yang bekerja
terus meningkat, dari 212,330 orang dalam ke-
Hingga Agustus 2015, jumlah pekerja se-
lompok angkatan kerja, 95 persen diantaranya
tengah pengangguran di Daerah Istimewa Yog-
bekerja dan hanya 5 persen yang menganggur,
yakarta mencapai 22.84 persen. Sekitar 4.2
dan di tahun 2013 menurun dari 208,438 orang,
persen dari setengah pengangguran tergolong
dalam kelompok angkatan kerja, 93 persen atau
setengah pengangguran “terpaksa”, karena
194,736 orang diantaranya bekerja dengan me-
masih mau bekerja apabila ada tawaran peker-
nyisakan 7 persen pengangguran.
jaan lain dan selebihnya 18.64 persen tergolong
Dalam beberapa tahun mendatang, angkat-
setengah pengangguran “sukarela”, karena tidak
an kerja di Kota Yogyakarta sangat mungkin
berusaha mencari pekerjaan lain. Dari setengah
bertambah mengingat golongan penduduk usia
pengangguran menurut wilayah yang terba-
sekolah yang cukup besar sebagai bagian dari
nyak ada di wilayah perdesaan, 28.23 persen
kelompok bukan angkatan kerja yang terus
sedangkan wilayah perkotaan 20.35 persen.
meningkat selama tahun 2013. Pada tahun 2013,
Setengah pengangguran menurut jenis kelamin
dari 116,884 orang yang tidak termasuk dalam
yang terbanyak adalah perempuan sebesar 30.96
Angkatan Kerja, 43,164 (37 persen) merupakan
persen, sedangkan laki-laki 16.81 persen. Hasil
pelajar di Kota Yogyakarta.
Sakernas Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus
Rasio penduduk yang bekerja di Kota Yog-
2015 menunjukkan, TPT daerah perkotaan lebih
yakarta pada tabel 2 cenderung mengalami
besar dari perdesaan. TPT Daerah Istimewa
peningkatan dari tahun 2008 hingga 2012. Rasio
Yogyakarta di perkotaan pada Agustus 2015
penduduk yang bekerja adalah perbandingan
4.55 persen, yang mengalami peningkatan 0.55

Tabel 1
Komposisi Kelompok Bukan Angkatan Kerja di Kota Yogyakarta

Sumber: Data Pembangunan Sektoral (Sibangtor) 2014

92
Pengangguran dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan (Ratih Probosiwi)

Tabel 2
Rasio Penduduk Bekerja di Kota Yogyakarta

Sumber: Profil Kesonakertrans Kota Yogyakarta, 2008 - 2012

jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah pekerjaan dan dalam proses tunggu, mereka se-
angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force) mentara menjadi pengangguran. Hal ini juga di-
menurut Soemitro Djojohadikusumo didefi- tunjukkan dalam survei angkatan kerja nasional
nisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk bulan Agustus 2014, bahwa di Kota Yogyakarta,
usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, 11,651 penganggur masuk dalam kategori men-
atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak cari pekerjaan, 2,687 penganggur sedang mem-
bekerja dan menganggur (Muchtolifah, 2010). persiapkan usaha, dan 317 penganggur merasa
Pada tahun 2008 tercatat 85 persen dari angkatan tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
kerja yang ada memperoleh kesempatan kerja,
sedangkan 15 persen masih mencari kerja atau D. Tingkat Kemiskinan Kota Yogyakarta
menganggur. Rasio penduduk yang bekerja terus Pembangunan merupakan suatu proses yang
mengalami peningkatan, dari tahun 2008 sampai tujuan utamanya untuk meningkatkan kesejah-
dengan tahun 2012. Pada tahun 2009 sebanyak teraan penduduk di wilayah tersebut, kesejah-
86 persen, meningkat menjadi 90 persen pada teraan menyangkut aspek penurunan tingkat
tahun 2012, dan pada tahun 2012 sebanyak kemiskinan dan pemerataan pendapatan yang
90 persen dari angkatan kerja yang ada telah diterima penduduk. Tingkat kemiskinan men-
memperoleh pekerjaan, sedangkan 10 persennya jadi tolok ukur utama kesejahteraan penduduk,
masih mencari kerja. artinya bahwa semakin tinggi tingkat kemiskin-
Berdasarkan data BPS atas hasil Sakernas an mencerminkan tingkat kesejahteraan yang
tahun 2011-2014, jumlah pengangguran di semakin memburuk, dan sebaliknya. Konsep
Kota Yogyakarta didominasi oleh penduduk kemiskinan yang digunakan di Indonesia
laki-laki, 31,450 penganggur, sedangkan perem- mengacu pada pendekatan pengeluaran yang
puan 22,474 penganggur. Hal ini dimungkinkan didasarkan pada kebutuhan dasar minimum
karena kewajiban untuk mencari pekerjaan (BPS, 2014).
dibebankan kepada kaum laki-laki, sedangkan Supriatna (1997) menyatakan, bahwa kemis-
perempuan menjadi ibu rumah tangga dan tidak kinan adalah situasi serba terbatas yang terjadi
tercatat sebagai pengangguran. Berdasarkan bukan atas kehendak orang yang bersangkutan.
survei angkatan kerja nasional pada Agustus Suatu penduduk dikategorikan miskin apabila
2014 yang dilaksanakan oleh BPS menunjuk- ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan,
kan, bahwa kelompok umur 25 sampai dengan produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan
29 tahun menunjukkan tingkat pengangguran gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang menun-
paling tinggi dibandingkan kelompok umur lain- jukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan
nya, yaitu 3,828 jiwa, disusul kelompok umur dapat disebabkan oleh terbatasnya sumber daya
20 sampai dengan 24 sebesar 2,810. Kelompok manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan
umur tersebut merupakan kelompok umur yang formal maupun nonformal, yang pada akhirnya
mulai mencari pekerjaan baru setelah lulus dari menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya
perguruan tinggi. Kelompok fresh graduated pendidikan informal.
biasanya menunjukkan semangat untuk mencari

93
Jurnal PKS Vol 15 No 2 Juni 2016; 89 - 100

Emil Salim (dalam Supriatna, 1997) menge- menempati urutan paling miskin dengan ting-
mukakan, lima karakteristik penduduk miskin, kat kemiskinan 23.15 persen, sedangkan Kota
meliputi: tidak memiliki faktor produksi sendiri; Yogyakarta memiliki tingkat kemiskinan pal-
tidak mempunyai kemungkinan untuk mem- ing rendah, 9.75 persen dibandingkan tingkat
peroleh aset produksi dengan kekuatan sendiri; kemiskinan provinsi dan tingkat kemiskinan
tingkat pendidikan pada umumnya rendah; nasional 13.33 persen.
banyak di antara mereka yang tidak mempunyai Pola perkembangan jumlah penduduk miskin
fasilitas; dan berusia relatif muda dan tidak di DIY selama periode 2000-2014 menunjukkan
mempunyai keterampilan atau pendidikan yang kecenderungan yang semakin menurun. Pada
memadai. Masyarakat miskin sesuai karakteris- tahun 2000, jumlah penduduk miskin tercatat
tiknya menurut Kartasasmita (1993), umumnya 1,035.8 ribu, dengan persentase 33.39 persen.
lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas Tingginya level kemiskinan dipengaruhi oleh
aksesnya pada kegiatan ekonomi, sehingga se- dampak krisis ekonomi 1997-1998 yang belum
makin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya sepenuhnya pulih. Secara bertahap, jumlah
yang mempunyai potensi lebih tinggi. penduduk miskin dan persentasenya semakin
Kotze (dalam Hikmat, 2004) menyatakan, menurun hingga mencapai jumlah 544.9 ribu
bahwa masyarakat miskin memiliki kemampuan jiwa atau 15.0 persen pada bulan Maret 2014.
yang relatif baik untuk memperoleh sumber Namun berdasarkan data series, jumlah pen-
melalui kesempatan yang ada. Kendatipun duduk miskin juga terpantau beberapa menga-
bantuan luar terkadang digunakan, tetapi tidak lami peningkatan pada tahun 2003, 2005, dan
begitu saja dapat dipastikan sehingga masyarakat 2006 sebagai akibat dari fenomena kenaikan
bergantung pada dukungan dari luar. Pendekatan harga dan inflasi yang cukup tinggi, terutama
pemberdayaan ini dianggap tidak berhasil kare- terkait dengan kenaikan harga BBM. Tingginya
na tidak ada masyarakat yang dapat hidup dan laju inflasi berimplikasi pada kenaikan garis
berkembang apabila terisolasi dari kelompok kemiskinan, sehingga secara otomatis jumlah
masyarakat lainnya. Pengisolasian ini menim- penduduk miskin juga meningkat. Sejak tahun
bulkan sikap pasif, bahkan keadaan menjadi 2008, persentase penduduk miskin menunjukkan
semakin miskin. pola yang semakin menurun hingga tahun 2014.
Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 Indikator kemiskinan menurut Kabupaten/Kota
menunjukkan, bahwa DIY merupakan provinsi pada tahun 2009 sampai dengan 2010 berdasar-
dengan tingkat kemiskinan paling tinggi di Pulau kan hasil Susenas bulan Juli 2010 ditunjukkan
Jawa, 16.83 persen, disusul Jawa Tengah 16.56 pada tabel 3.
persen. Di DIY sendiri, Kabupaten Kulonprogo

Tabel 3
Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011.

94
Pengangguran dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan (Ratih Probosiwi)

Berdasarkan penyebarannya, tingkat kemis- hidup masyarakat Kota Yogyakarta, untuktahun


kinan di daerah perdesaan terlihat lebih menonjol 2015 angka kemiskinan 8.6 persen. Jumlah pen-
dibandingkan daerah perkotaan. Distribusi pen- duduk miskin di Kota Yogyakarta pada tahun
duduk miskin menurut wilayah kabupaten/kota 2014 60,230 jiwa, dengan rincian fakir miskin
di DIY menunjukkan pola yang tidak merata. (FM) 101 jiwa, miskin (M) 18,892 jiwa, dan
Secara umum, perbedaan tersebut merepre- rentan miskin (RM) 41,147 jiwa (Gambar 2).
sentasikan tingkat kesejahteraan penduduk Total jumlah penduduk miskin pada tahun 2014
antarwilayah yang cukup heterogen. Perbedaan adalah 18,881 kepala keluarga (KK), dengan
kuantitas infrastruktur terutama pendidikan, rincian FM 31 KK, M sebanyak 5,983 KK, dan
kesehatan, perekonomian, dari sisi ketersediaan RM sebanyak 12,867 KK. Jumlah penduduk mis-
maupun kemudahan dalam mengakses menjadi kin terbanyak terdapat di Kecamatan Tegalrejo,
penyebab perbedaan kesejahteraan masyarakat. 6,344 jiwa, sedangkan jumlah penduduk miskin
Jumlah penduduk miskin Kota Yogyakarta Ta- terkecil terdapat di Kecamatan Pakualaman,
hun 2008 sebesar 81,334 Jiwa atau 9.44 persen. 1,693 jiwa (Bappeda Kota Yogyakarta, 2014).
Pada tahun 2009 Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Yogyakarta mencatat angka E. Pengaruh Pengangguran terhadap Ke-
penduduk miskin Kota Yogyakarta 68,998 jiwa, miskinan Kota Yogyakarta
jumlah tersebut terbagi menjadi 32,997 jiwa Pandangan ekonomi baru menganggap
tergolong hampir miskin, 34,152 jiwa tergolong tujuan utama pembangunan ekonomi bukan
miskin dan 1,849 jiwa tergolong fakir miskin. hanya pertumbuhan PDB semata, melainkan juga
Tahun 2010 jumlah penduduk miskin turun pengentasan kemiskinan, penanggulangan ket-
menjadi 65,371 jiwa dan tahun 2011 kembali impangan pendapatan dan penyediaan lapangan
turun 54,530, tahun 2012 naik menjadi 68,188 kerja dalam konteks perekonomian yang terus
jiwa, sedangkan tahun 2013 angka kemiskinan berkembang (Todaro, 2000). Ada hubungan yang
turun kembali menjadi 64,699 jiwa, tahun 2014 erat sekali antara tingginya tingkat penganggu-
jumlah penduduk miskin kembali turun menjadi ran dan kemiskinan. Sebagian besar masyarakat
60,230 jiwa. yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau
hanya part-time selalu berada diantara kelompok
Gambar 2 masyarakat yang sangat miskin (Arsyad, 1997).
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang
Kota Yogyakarta dapat tertampung bekerja pada suatu perusahaan
atau suatu instansi, kesempatan kerja menam-
pung semua tenaga kerja yang tersedia apabila
lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau
seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang
tersedia (Tambunan dalam Yacoub, 2012). Faktor
yang mempengaruhi perluasan kesempatan kerja
antara lain: perkembangan jumlah penduduk dan
angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan kebi-
jaksanaan mengenai perluasan kesempatan kerja
Sumber : Bappeda Kota Yogyakarta, 2014.
itu sendiri. Tenaga kerja merupakan salah satu
faktor produksi yang sangat penting disamping
Tingkat kemiskinan di Kota Yogyakarta
sumber alam, modal dan teknologi. Tenaga kerja
tahun 2012 sebesar 9.38 persen. kemiskinan ini
mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menurun dari tahun ke tahun. Penurunan angka
pembangunan, sebagai pelaku pembangunan.
kemiskinan menandakan meningkatnya kualitas

95
Jurnal PKS Vol 15 No 2 Juni 2016; 89 - 100

Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah Gambar 4


yang begitu nyata dan dekat dengan lingkungan, Kuadran Tingkat Pengangguran dan
bahkan masalah ketenagakerjaan dapat menim- Kemiskinan
bulkan masalah baru baik di bidang ekonomi
maupun non-ekonomi. Tingkat pengangguran
yang tinggi menyebabkan rendahnya pendapatan
yang selanjutnya memicu munculnya kemiski-
nan (Yacoub, 2012).
Data yang digunakan untuk mengukur pe-
ngaruh antara tingkat pengangguran dan kemis-
kinan Kota Yogyakarta diolah dari persentase
tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan
pada rentang waktu 2005 sampai dengan 2014
oleh BPS yang disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3
Perbandingan Tingkat Pengangguran dan Grafik kuadran pada Gambar 4 menunjukkan
Tingkat Kemiskinan Kota Yogyakarta bahwa ada hubungan yang searah antara variabel
tingkat kemiskinan dan pengangguran. Adanya
pergerakan ke arah kanan yang positif. Keadaan
titik sumbu koordinat yang mewakili hubungan
tingkat kemiskinan dan pengangguran berada di
kuadran yang menunjukkan hubungan positif-
positif pada kuadran I, dan negatif-negatif pada
kuadran IV yaitu apabila tingkat pengangguran
meningkat berpotensi untuk menaikkan tingkat
kemiskinan.Secara statistik, hasil estimasi pen-
Gambar 3 menunjukkan bahwa dari tahun garuh tingkat pengangguran (X) terhadap tingkat
ke tahun, tingkat kemiskinan Kota Yogyakarta kemiskinan (Y) di Kota Yogyakarta ternyata
lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran, menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hal ini
kecuali pada tahun 2007 dengan selisih 0.14 terlihat dari nilai probabilitas signifikansi sebe-
persen. Tingkat kemiskinan terus menunjuk- sar 0.159 lebih besar daripada taraf signifikansi
kan penurunan sejak tahun 2008, sedangkan yang ditentukan sebesar (á) 0.05. Koefisien betha
tingkat pengangguran terbuka lebih fluktuatif sebesar 0.481 yang bertanda positif bermakna
bahkan menunjukkan kenaikan pada tahun 2013. bahwa pengaruh tingkat pengangguran terhadap
Tingkat kemiskinan tertinggi terjadi pada tahun tingkat kemiskinan searah, yaitu bahwa tingkat
2008 sebesar 10.81 persen dan terendah pada pengangguran berpotensi menaikkan tingkat
tahun 2005, 8.76 persen. Tingkat pengangguran kemiskinan walaupun dengan nilai pengaruh
terbuka mengalami titik tertinggi pada tahun yang tidak signifikan.
2007 dan terendah pada tahun 2012 sebesar 5.03 Hubungan antara perubahan tingkat peng-
persen. Selanjutnya, kedua variabel tersebut di- angguran dan tingkat kemiskinan tidak selalu se-
analisis dalam kuadran untuk mengidentifikasi jalan juga ditemukan di negara Amerika Serikat
hubungan antara keduanya yang ditunjukkan misalnya, menurut penelitian kemiskinan tidak
pada Gambar 4. memiliki korelasi yang kuat dengan pengang-
guran tetapi sangat dipengaruhi cara pengukuran

96
Pengangguran dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan (Ratih Probosiwi)

kemiskinan. Di sisi lain, hubungan yang tidak pengangguran tinggi ternyata tingkat kemiskinan
kuat tersebut juga disebabkan oleh lemahnya rendah. Banyaknya program penanggulangan
pengukuran tingkat pengangguran seperti yang kemiskinan ternyata mempunyai pengaruh
diungkapkan dalam penelitian Son dan Kakwani positif pada tingkat kemiskinan di Kota Yog-
(2006) dengan data Brazil. Berdasarkan peneli- yakarta termasuk yang menyasar pada kelom-
tian tersebut, dengan memodifikasi tingkat pen- pok penganggur. Pemerintah Kota Yogyakarta
gangguran konvensional menghasilkan korelasi melaksanakan rencana aksi penanggulangan
yang signifikan dengan tingkat kemiskinan, tetapi kemiskinan dan pengangguran yang meliputi
berdasarkan ukuran pengangguran konvensional, strategi perlindungan sosial, perluasan kerja,
hubungan pengangguran dan kemiskinan tidak peningkatan kapasitas sumber daya, pember-
signifikan. Frances, et all (1981) bahkan mene- dayaan masyarakat, dan kemitraan.
gaskan bahwa pengangguran bukan ukuran yang Dalam rencana aksi penanggulangan ke-
memuaskan kemiskinan karena pada umumnya, miskinan dan pengangguran Kota Yogyakarta,
orang yang menganggur keadaannya lebih baik, pemerintah melakukan beberapa tahapan, yaitu
sementara orang yang sangat miskin justru tidak validasi dan pelembagaan updating data keluarga
menganggur. miskin; pemenuhan kebutuhan dasar keluarga
Di Indonesia, berdasarkan data BPS, hubung- miskin; pengembangan SDM penduduk miskin;
an tingkat pengangguran dan kemiskinan cen- peningkatan kualitas hidup keluarga miskin;
derung berbeda. Setengah pengangguran lebih serta pelembagaan stakeholder penanggulan-
sensitif untuk mengukur kemiskinan dibanding- gan kemiskinan dan pengangguran di tingkat
kan pengangguran. Data menunjukkan bahwa basis (kelurahan). Kebutuhan data yang valid
pada level nasional, ketika tingkat pengangguran menjadi salah satu intervensi awal untuk meng-
meningkat, tingkat kemiskinan justru menurun ukur keberhasilan kinerja program. Parameter
atau sebaliknya. Hubungan tersebut diperkuat kemiskinan yang digunakan di Kota Yogyakarta
dengan data pada level kabupaten/kota yang sedikit berbeda dengan parameter data kemiski-
menunjukkan kecenderungan yang sama. Peng- nan nasional sebagai upaya untuk menjangkau
angguran dan kemiskinan tidak berkaitan secara sasaran program kemiskinan secara lebih menye-
langsung karena bukan variabel yang komple- luruh dengan memperhatikan kondisi lokal. Hal
men. Secara konsep atau metodologi, tidak ini tentu saja menimbulkan konsekuensi yaitu
ada kaitan langsung antara pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang lebih besar diban-
kemiskinan karena angka pengangguran dihitung ding pendataan BPS, sehingga Kota Yogyakarta
secara individu berdasar data Sakernas, sedang- menetapkan kebijakan garis kemiskinan dengan
kan kemiskinan diihitung berdasarkan tingkat kualitas relatif lebih tinggi dari garis kemiskinan
pengeluaran rumah tangga. Kecenderungan di pada umumnya. Pendekatan pemenuhan hak
perkotaan, sebagian orang rela menganggur dasar merupakan upaya awal untuk memberikan
untuk menunggu mendapatkan pekerjaan yang jaminan bagi masyarakat miskin atas kebutuhan
sesuai dengan pendidikan mereka, misalnya fresh hakikinya,baik melalui upaya mandiri maupun
graduated yang merupakan kelompok pengang- bantuan pihak lain. Pendekatan ini memberi porsi
gur tertinggi di Kota Yogyakarta. yang jelas bagi pemerintah untuk memberikan
Berdasarkan data BPS, Kota Yogyakarta layanan dasar. Melalui pengembangan SDM
memiliki tingkat pengangguran terbuka paling penduduk miskin, pemerintah melakukan inter-
tinggi dan tingkat kemiskinan paling rendah di vensi sikap mental dan kemampuan kompetitif
DIY. Hal ini yang menunjukkan pengaruh yang penduduk miskin. Peningkatan kualitas hidup
tidak signifikan antara pengangguran dengan keluarga miskin merupakan tahapan dampak dari
tingkat kemiskinan karena walaupun tingkat hasil intervensi awal dari penanganan kemiskin-

97
Jurnal PKS Vol 15 No 2 Juni 2016; 89 - 100

an dan pengangguran. Upaya yang dilakukan kung data bahwa pada tahun 2014, dari 14,655
dengan mendasarkan pada potensi yang sudah penganggur, 79.5 persen masuk dalam kategori
berkembang pada internal keluarga atau suatu mencari pekerjaan. Kelompok pengangguran ini
komunitas masyarakat miskin. Upaya penanggu- tidak serta merta merupakan kelompok miskin
langan kemiskinan dan pengangguran akan lebih karena masih memiliki anggota keluarga lain
optimal apabila stakeholders di tingkat basis yang menyokong kehidupan mereka atau bah-
dapat dilibatkan secara optimal. Pelembagaan kan berasal dari keluarga tidak miskin. Tingkat
kelompok keluarga atau penduduk miskin de- pendidikan pengangguran di Kota Yogyakarta
ngan ikatan kebersamaan usaha merupakan yang didominasi lulusan SMA (33.63 persen)
syarat mutlak untuk pemberdayaan ekonomi dan Universitas (26.26 persen) menunjukkan,
keluarga miskin. Kelompok-kelompok ditum- kelompok tersebut tidak terlalu miskin karena
buhkan dalam basis komunitas sehingga dalam masih mampu membiayai pendidikan hingga
masing-masing kelurahan dimungkinkan ditum- tingkat perguruan tinggi.
buhkan beberapa kelompok usaha. Program pengentasan kemiskinan, baik
Penanganan permasalahan kemiskinan di pada tingkat pusat maupun didaerah, melibat-
Kota Yogyakarta dilaksanakan melalui program kan banyak instansi pemerintah dan swasta.
kartu menuju sejahtera (KMS) yang diberikan Keterlibatansedemikian banyak instansi telah
kepada keluargamiskin dengan parameter ter- mengakibatkan munculnya berbagai kebijakan
tentu, yaitu sesuai dengan Keputusan Walikota penanggulangan kemiskinan yang tergantung
Yogyakarta No.471/KEP/2009 tentang param- pada minat dan bidang masing-masing instansi.
eter pendataan keluarga miskin KotaYogyakarta, Namun berbagai program yang dikeluarkan
pengentasan kemiskinan difokuskan pada ling- masih belum dapat menyelesaikan akar kemis-
kup tujuh aspekdengan 16 parameter. Melalui kinan yang sebenarnya, sehingga memberikan
penetapan parameter tersebut dapat tersedia kesanbahwa program penanggulangan kemis-
datakeluarga miskin yang akurat by name dan kinan lebih bersifat sebagai suatu bentuk penyi-
by adress dengan stratifikasi fakir miskin,miskin kapan yang gagap dan tidak terencana. Berangkat
dan hampir miskin, yang dapat digunakan un- dari asumsi tersebut diatas, titik tolak dari pe-
tuk program jaminanpendidikan, kesehatan, nyusunan program penanggulangankemiskinan
dan pengentasan pengangguran serta pelatihan harus dimulai dari data riil penduduk miskin
bagiwarga miskin, serta program pengentasan yang ada di KotaYogyakarta dan terbukanya
kemiskinan lainnya. masing-masing instansi untuk menyinergikan
dengan kegiatan instansi lain. Berhasilnya pe-
F. Penutup nanggulangan kemiskinan dan pengangguran
Secara statistik, tingkat pengangguran ter- di Kota Yogyakarta diperlukan komitmen yang
nyata tidak menunjukkan pengaruh yang sig- kuat, konsisten, dan konsekuen dari semua pihak,
nifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota baik dari unsur pemerintah, swasta maupun
Yogyakarta, hal ini didukung dengan adanya masyarakat
data bahwa tingkat pengangguran terbuka paling
tinggi dan tingkat kemiskinan paling rendah. Pustaka Acuan
Jumlah pengangguran yang tinggi di Kota Yog- Arsyad, L. (1997). Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN:
yakarta didominasi kelompok usia produktif, 20 Yogyakarta.
Cutler, D. M., & Katz, L. F. (1991). Macroeconomic Per-
sampai dengan 29 tahun. Pada kelompok usia ini formance and the Disadvantaged. Brooking Papers
sangat dimungkinkan merupakan kelompok fresh on Economic Activity , 1-74.
graduated yang sedang mencari pekerjaan dan Hikmat, H. (2004). Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
kelompok setengah pengangguran. Hal ini didu- Bandung: Humaniora.

98
Pengangguran dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan (Ratih Probosiwi)

Kaufman, B. E., & Hotchkiss, J. L. (1999). The economics Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia
of Labor Markets. Yogyakarta: BPFE UGM. Ketiga Edisi Ketujuh. Erlangga: Jakarta.
Mankiw, G. (2006). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Yacoub, Y. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran terh-
Salemba Empat. adap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi
Muchtolifah. (2010). Ekonomi Makro. Surabaya: Unesa Kalimantan Barat. Jurnal EKSOS Vol. 8, Nomor 3,
University Press. Oktober 2012 , 176-185.
Murni, A. (2006). Ekonomika Makro. Bandung: Refika Badan Pusat Statistik. (2015, November 5). Keadaan
Aditama. Ketenagakerjaan di Daerah Istimewa Yogyakarta
Singarimbun, M., & Effendi, S. (2008). Metode Penelitian pada Agustus 2015 Tingkat Penangguran Ter-
Survai. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. buka Sebesar 4,07 Persen. Retrieved February
Son, H., & Kakwani, N. (2006). Global Estimates of 24, 2016, from Berita Resmi Statistik BPS Prov
Pro-Poor Growth. International Policy Center for D.I.Yogyakarta: https://www.google.com/url?sa=t&r-
Inclusive Growth, Working Paper No 31. Brasilia: ct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ua
UNDP. ct=8&ved=0ahUKEwjr-ZvEpI_LAhVEKJQKHc_F
Streeten, P., Burki, S., ul Haq, M., & Stewart, F. (1981). CB4QFggiMAE&url=http%3A%2F%2Fyogyaka
First Things First: Meeting Basic Human Needs in the rta.bps.go.id%2Fwebsite%2Fbrs_ind%2FbrsInd-
Developing Countries. Oxford and New York: Oxford 20151105152837.pdf&usg=AFQjCNETMm-FueT-
University Press for the World Bank. mZ4Q3pCQiG7OYnX-cUQ&sig2=P
Sukirno, S. (2008). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Rumahbelajar. (n.d.). Pendapatan Per Kapita dan Kes-
BPFE Yogyakarta. empatan Kerja. Retrieved February 25, 2016, from
Sukirno, S. (2000). Makro Ekonomi Modern. Jakarta: Raja Rumah Belajar : Belajar untuk Semua:https://belajar.
Grafindo Persada. kemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php?ver=
Supriyatna, T. (1997). Birokrasi Pemberdayaan dan Pen- 12&idmateri=54&lvl1=4&lvl2=1&lvl3=1&kl=8
gentasan Kemiskinan. Bandung: Humaniora Utama
Press.

99
Jurnal PKS Vol 15 No 2 Juni 2016; 89 - 100

100

Anda mungkin juga menyukai