Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian Febris
Febris atau demam adalah suatu keadaan di mana pengeluaran
produksi panas yang tidak mampu untuk dipertahankan karena terjadinya
peningktan suhu tubuh abnormal (Valita, 2007). Batasan nilai atau derajat
demam dengan pengukuran di berbagai bagian tubuh sebagai berikut: suhu
aksila/ketiak diatas 37,2°C, suhu oral/mulut diatas 37,8°C, suhu
rektal/anus diatas 38,0°C, suhu dahi diatas 38,0°C, suhu di membran
telinga diatas 38,0°C. Sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu
tubuh diatas 39,5°C dan hiperpireksia bila suhu diatas 41,1°C (Bahren, et
al., 2014).
Protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center
mendefinisikan demam yaitu temperatur rektal diatas 38°C, aksilar 37,5°C
dan diatas 38,2°C dengan pengukuran membrane tympani. Sedangkan
dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh >41°C (Kania, 2010)
Peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi berkurang
termasuk kejang yang mengancam kelangsungan hidup anak, lebih lanjut
dapat mengakibatkan terganggunya tubuh kembang anak. Banyaknya
dampak negatif dari demam tersebut maka demam harus segera ditangani
(Reiga, 2010). Dampak demam bagi anak usia sekolah jika tidak
mendapatkan penanganan lebih lanjut antara lain mengganggu proses
belajar karena anak biasanya tidak masuk sekolah, dampak klinis berupa
dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis, kejang demam
hingga kematian (Valita, 2008).
Penyakit febris atau demam Tidak hanya diderita pada anak-anak,
tetapi pada manusia dewasa maupun lansia juga, tergantung dari sistem
imun setiap individu itu sendiri (Hidayat, 2008).
2. Etiologi
Secara garis besar, ada dua kategori demam yang seringkali diderita
anak yaitu demam non-infeksi dan demam infeksi (Widjaja, 2008).
a. Demam Non-infeksi
Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam ini jarang diderita
oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam non-infeksi timbul
karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak
ditangani dengan baik. Contoh demam non-infeksi antara lain demam
yang disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif atau kelainan
bawaan pada jantung, demam karena stres, atau demam yang
disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit berat misalnya leukimia dan
kanker.
b. Demam Infeksi
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masukan
patogen, misalnya kuman, bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil
lainnya ke dalam tubuh. Bakteri, kuman atau virus dapat masuk ke
dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui
makanan, udara, atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga merupakan
penyebab demam infeksi karena saat melalukan imunisasi berarti
seseorang telah dengan sengaja memasukan bakteri, kuman atau virus
yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat
balita menjadi kebal terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan infeksi dan akhirnya menyebabkan demam
pada anak antara lain yaitu tetanus, mumps atau parotitis epidemik,
morbili atau measles atau rubella, demam berdarah, TBC, tifus dan
radang paru-paru (Widjaja, 2008).
Menurut Febry dan Marendra (2010) penyebab demam dibagi
menjadi 3 yaitu:
a. Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan demam
berdarah) dan infeksi bakteri (demam tifoid dan pharingitis).
b. Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya
penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu
sendiri).
c. Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu
udara terlalu panas dan kelelahan setelah bermain disiang hari.
Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak
adalah demam akibat infeksi virus maupun bakteri (Febry & Marendra,
2010).
3. Manifestasi Klinis
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi
tergantung pada fase demam meliputi:
Fase 1 awal ( dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala
a. Proses mengigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas / dingin
d. Peningkatan nadi
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi
g. Kelemahan
h. Kehilangan nafsu makan (jika demam meningkat)
i. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Mengigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi (Ilmu kesehatan, 2013).
4. Patofisiologi
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set poin,
tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan
tetapi tidak disertai peningkatan set point (Julia, 2000).
Demam adalah respon sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon
imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya.
Bila ada infeksi atau zat asing yang masuk ke tubuh akan merangsang
sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskan pirogen. Pirogen adalah zat
penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen)
dan luar merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima
(reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur
panas di hipotalamus.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status
generalis danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi.
Pemerksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena
menentukan apakah pasientertolong tokis atau tidak toksis. Skala penilaian
terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi terhadap orang tua,
variasikeadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal:
a. Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses, pengembalian
cairan,Serebrospinal,foto toraks
b. Darah urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis leokosit.
6. Komplikasi
Demam diatas 41°C dapat menyebabkan hiperpireksia yang sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme,
fisiologi, dan akhirnya berdampak pada kerusakan susunan saraf pusat.
Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing,
kejang, serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >43°C
dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43°C sampai 45°C
(Plipat, Hakim & Ahrens, 2002).
7. Penatalaksanaan
Pada saat demam ini, terdapat beberapa cara-cara untuk
penatalaksanaannya. Cara penatalaksanaan ini di bagi menjadi 2 yaitu
dengan obat atau metode farmakologi dan non-obat atau metode terapi.
Dalam memberikan penanganan secara obat, penderita dapat diberikan
parasetamol karena parasetamol ini adalah suatu obat antipiretik yang
sifatnya dapat mengurangi suhu atau menurunkan panas. Namun harap
diperhatikan bahwa obat ini hanya mengurangi gejala penyakit dan bukan
untuk mengobati penyakit. Selain itu ada juga asetosal selain fungsinya
sebagai analgesik atau pengurang rasa nyeri juga sebagai penurun demam
yang merupakan salah satu gejala suatu peradangan atau infeksi (Aziz,
2008).
Penatalaksanaan febris atau demam menurut (Shvoong, 2010), untuk
menurunkan suhu tubuh dalam batas normal tanpa mengunakan obat yaitu
dengan cara di kompres :
a. Menyiapakan air hangat
b. Mencelupkan waslap atau handuk kecil ke dalam baskom dan
mengusapnya ke seluruh tubuh
c. Melakukan tindakkan diatas beberapa kali (setelah kulit kering)
d. Mengeringkan tubuh dengan handuk
e. Menghentikan prosedur bila suhu tubuh sudah mendekati
Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit.
Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus” dengan lap atau handuk basah
atau didiamkan dalam air karena penguapan akan terhambat. Tambah
kehangatan airnya bila demamnya semakin tinggi. Sebenarmya
mengompres kurang efektif dibandingkan obat penurun demam. Karena
itu sebaiknya digabungkan dengan pemberian obat penurun demam,
kecuali anak alergi terhadap obat tersebut (Nita, 2004).
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat:
Keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus/kekuatan otot
b. Sirkulasi:
Peningkatan nadi, sinosis, TTV tidak normal, peningkatan frekwensi
pernapasan.
c. Integritas ego:
Peka terhadap rangsangan, stressor internal/eksternal yang
berhubungan dengan keasdaandan perangsangan.
d. Elminasi
Konstipasih
e. Makan/cairan:
Sensifitas terhadap makan,mual/muntah.
f. Neorosensori
Tidak ada riwayat troma kepala dan infeksi serebral
2. Penyimpangan KDM
Agen infeksius Dehidrasi
mediator inflamasi

Monosit/Makrofag
Tubuh kehilangan cairan elektrolit
Sitokin pirogen

Mempengaruhi
Hipotalamus anterior Penurunan cairan intrasel dan ekstra sel

Aksi antipiretik
Demam

Peningkatan evaporasi pH berkurang Hipertermia

Meningkatnya Anoreksia
metabolik tubuh
Input makan berkurang
Resiko defisit
volume cairan Kelemahan
Resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan
Intolerasi Aktivitas
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan suhu tubuh diatas kisaran normal
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan membrane mukosa
kering
c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurang
nafsu makan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh
4. Intervensi
a. Hipertermia berhubungan suhu tubuh diatas kisaran normal
NIC/Intervensi :
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor IWL
3) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4) Monitor WBC, Hb, dan Hct
5) Berikan anti piretik
6) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
7) Kolaborasi pemberian cairan intravena
8) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan membrane mukosa
kering
NIC/Intervensi
1) Timbang popok jika diperlukan
2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3) Monitor hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
4) Monitor vital sign
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV
6) Kolaborasi dengan dokter
c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurang
nafsu makan
NIC/Intervensi
1) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
2) Ajarkan keluarga klien bagaimana membuat catatan makanan
harian
3) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi pada keluarga klien
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh
NIC/Intervensi
1) Monitor TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
2) Bantu keluarga klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan klien
3) Monitor respon fisik, emosi, social klien

Anda mungkin juga menyukai