Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian Aemia
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia
menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer,
2001).Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai
penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah
normal (Handayani & Andi, 2008).
2. Etiologi\
Menurut Price& Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
a. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
1) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi
Fe, Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
2) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
3) Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat
menimbulkan anemia aplastik dan leukemia.
4) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
b. Kehilangan darah
1) Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
2) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
1) Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk
mencegah kerusakan eritrosit.
2) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
d. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12,
dan mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh
kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12)
yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa
juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi
cacing tambang.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
1) Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
2) Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas.
3) Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
4) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia
adalah sebagai berikut:
1) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
2) Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
3) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
4) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
c. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari
anemia tersbut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh
infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.
4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.Lisis sel darah
merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial,
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses
tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan memasuki aliran
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan hemoglobin
akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya
gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan
dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua
penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia
(Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat
digolongkan pada tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk,
2014):
a. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu
sedikit atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan
baik.Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau
kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan
kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang
mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12,
dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan
penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
b. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab
anemia hemolitik yang diketahui atara lain:
1) Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
2) Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
3) Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
4) Autoimun.
5) Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
c. Anemia akibat kehilangan darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat
ataupun pada perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis.
Perdarahan kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal
(misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan),
penggunaan obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis
(misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
a. Pemeriksaan laboratorium hematologis
1) Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen, seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
2) Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap
darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya
tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
1) Faal ginjal
2) Faal endokrin
3) Asam urat
4) Faat hati
5) Biakan kuman
c. Pemeriksaan penunjang lain
1) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
2) Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
3) Pemeriksaan sitogenetik.
4) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).
6. Komplikasi
a. Gagal jantung
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah
dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara
efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah,
menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia,
atau kekurangan penyediaan oksigen ke otak, menyebabkan korban
kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba.
b. Kejang
Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut
kejang.
c. Perestesia
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang
batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas,
jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah
lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi
janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga
mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak
(Sjaifoellah, 1998).
7. Penatalaksanaan
a. Pada saat kunjungan awal, kaji riwayat pasien
1) Telusuri riwayat anemia, masalah pembekuan darah, penyakit sel
sabit, anemia glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), atau peyakit
hemolitik herediter lain.
2) Kaji riwayat keluarga
b. Lakukan hitungan darah lengkap pada kunjungan awal.
1) Morfologi
a) Morfologi normal menunjukkan sel darah merah (SDM) yang
sehat dan matang
b) SDM mikrositik hipokrom menunjukkan anemia defisiensi zat
besi
c) SDM makrositik hipokrom menunjukkan anemia pernisiosa
2) Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrin (Ht) pada kehamilan
3) Kadar Hb lebih dari 13 g/dl dengan Ht lebih dari 40% dapat
menunjukkan hipovolemia. Waspada dehidrasi dan preklamsi
4) Kadar Hb 11,5-13 g/dl dengan Ht 34%-40% menunjukkan keadaan
yang normal dan sehat.
5) Kadar Hb 10,5-11,5 g/dl dengan Ht 31%-32% menunjukkan kadar
yang rendah, namun masih normal.
6) Kadar Hb 10 g/dl disertai Ht 30% menunjukkan anemia
a) Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi,atau keduanya
b) Berikan suplemen zat besi 1 atau 2 kali/hari, atau satu
kapsul time-release, seperti Slow-Fe setiap hari
7) Kadar Hb < 9-10 g/dl dengan Ht 27%-30% dapat menunjukkan
anemia megaloblastik.
a) Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling diet.
b) Rekomendasikan pemberian suplemen ferum-sulfat 325 mg per
oral, 2 atau 3 kali/hari.
8) Kadar Hb <9g/dl dengan Ht <27% atau anemia yang tidak
berespon terhadap pengobatan di atas, diperlukan langkah-langkah
berikut:
a) Periksa adanya pendarahan samara tau infeksi.
b) Pertimbangkan untuk melakukan uji laboratorium berikut:
(1) Hb dan Ht (untuk meyingkirkan kesalahan laboratorium)
(2) Kadar kosentrasizat besi serum
(3) Kapasitas pegikat zat besi
(4) Hitung jenis sel (SDP dan SDM)
(5) Hitung retikulosit (untuk megukur produksi eritrosit)
(6) Hitung trombosit
(7) uji guaiac pada feses untuk medeteksi pendarahan samar
(8) Kultur feses untuk memeriksa telur dan parasit
(9) Skrining G6PD (lahat panduan untuk anemia: Hemolitik
didapat) bila klien keturunan Afika-Amerika.
c) Konsultasikan dengan dokter
d) Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi.
c. Bila pasien hamil, periksa kadar hematokrin pda awal kunjungan ,
yaitu 28 minggu kehamilan dan 4 minggu setelah memulai terapi.
1) Atasi tanda-tanda anemia (sesuai informasi sebelumnya pada poin
IV-Penatalaksanaan B2).
2) Konsultasikan ke dokter bila:
a) Terdapat penurunan Ht yang menetap walaupun sudah
mendapat terapi
b) Terdapat penurunan yang signifikan, dibandingkan dengan
hasil sebelumnya (singkirkan kesalahan labotaturium).
c) Tidak berespons trhadap terapi setelah 4-6 minggu
d) Kadar Hb <9,0 g/dl atau Ht <27%.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Cakupkan informasi tentang obat yang dapat menekan aktivitas
sumsum tulang atau mengganggu metabolism folat.
b. Tanyakan tentang semua kemungkinan kehilangan darah yang terjadi,
seperti menstruasi dengan darah yang banyak, terdapat darah dalam
feses.
c. Tanyakan riwayat keluarga mengenai anemia yang diturunkan.
d. Tanyakan tentang kebiasaan diit terhadap defisiensi nutrisi, seperti zat
besi, vitamin B12, dan asam folat.
e. Kaji terhadap peningkatan beban jantung:
1) Takikardia, palpitasi, dispneu.
2) Pusing, ortopneu, dispneu karena aktivitas fisik.
f. Kaji terhadap gagal jantung kongestif:
1) Kardiomegali.
2) Hepatomegali.
3) Edema perifer.
g. Kaji terhadap defisit neurologis
1) Parestesia dan kebas perifer.
2) Ataksia dan koordinasi yang buruk.
3) Kekacauan mental.
h. Kaji terhadap fungsi gastrointestinal
1) Mual dan muntah.
2) Diare.
3) Anoreksia.
4) Glositis.
2. Penyimpangan KDM
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perubahan ikatan O2
dengan Hb, penurunankonsentrasi Hb dalam darah.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat


intake makanan.
c. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
d. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d penurunan gerakan peristaltic
usus.
4. Intervensi
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
2) Monitor adanya paretese.
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi.
4) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
5) Monitor adanya tromboplebitis.
6) Monitor kemampuan BAB.
7) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi:
1) Kaji adanya alergi makanan.
2) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan
vitamin C.
4) Berikan substansi gula.
5) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
6) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi).
7) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
8) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
9) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
c. Intoleransi aktifitas, intervensi:
1) Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat klien sehari-hari.
2) Observasi adanya pembatasan klien dalam beraktifitas.
3) Monitor gejala intoleransi aktivitas.
4) Menentukan penyebab intoleransi aktivitas&menentukan apakah
penyebab dari fisik, psikis/motivasi.
5) Meningkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah & perawatan diri.
6) Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
7) Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt
mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital.
8) Bantu klien memilih aktifitas yang mampu untuk dilakukan.
d. Disfungsi motilitas gastrointestinal, intervensi:
1) Catat tanggal buang air besar terakhir.
2) Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk,
volume, dan warna dengan cara yang tepat.
3) Monitor bising usus.
4) Lapor adanya peningkatan frekuensi atau bising usus bernada
tinggi.
5) Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang
membantu mendukung keteraturan aktivitas usus.
6) Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan cara
yang tepat.
7) Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai