Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasionalan kapal adalah risiko terjadinya pencemaran yang terjadi di kapal dan mungkin dapat mencemari lingkungan perairan. Masalah pencemaran sudah menjadi perhatian internasional, hal ini dilihat dari dikeluarkannya peraturan internasional mengenai pencegahan pencemaran atau polusi melalui peraturan Marine Pollution (MARPOL) Konvensi 73/78 khususnya pada annex I (pencemaran oleh minyak) yang antara lain berisi tentang peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan penanggulangan pencemaran. Di kapal tanker, risiko terjadinya kebocoran atau tumpahan minyak lebih besar dan lebih mungkin terjadi dibandingkan jenis kapal lain terutama pada saat proses bunker atau transfer muatan dari dan menuju ke kapal.
Dalam pelaksanaan penanganan tumpahan minyak yang terjadi
di kapal, selama ini tidak selalu berjalan dengan baik, terdapat kendala atau hambatan dalam proses penanganan tumpahan minyak di kapal. Seperti yang pernah terjadi di MT. ETERNAL OIL 1, saat kapal akan loading Ship to Ship (STS) di Selat Bangka tepatnya di daerah Muntok, pada tanggal 12 Januari 2016 dengan kapal MT. GAMSUNORO (Mother ship). Pada saat loading dimulai tekanan pompa naik pelan-pelan sampai 4,5 dengan flow rate 750 M3/jam sesuai dengan perjanjian kedua kapal. Loading dimulai jam 14.18 LT. Pada sekitar pukul 17.24 cargo hose bocor posisi diluar deeptry/spilbox sehingga minyak tumpah di deck dan pada saat itu juga pompa di stop. Saat itu Mualim jaga lapor ke kapten dan membunyikan alarm dan mengumumkan lewat publik addressor (PA) bahwa ada tumpahan minyak di deck. Mereka panik semua, dan tidak menangani tumpahan minyak sesuai dengan oil spill contingency plan maupun sesuai dengan oil spill drill yang pernah dilakukan sebelumnya. Saat itu penyelesaian tumpahan minyak tersebut menghabiskan waktu cukup lama (3 jam dari seharusnya hanya 1 jam saja) .walaupun tumpahan minyak dalam volume sedikit.
Di MT. ETERNAL OIL 1 latihan pencegahan/ penanggulangan
tumpahan minyak dilaksanakan setiap bulan sekali, tetapi crew kapal menganggap latihan tersebut hal yang biasa dan tidak diikuti dengan sungguh-sungguh maka setelah terjadi kasus tumpahan minyak yang sebenarnya mereka panik tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang tercantum dalam Muster List.
Secara umum, pelaksanaan drill di kapal telah sesuai jadwal,
walaupun waktu pelaksanaan drill yang kurang sesuai atau tidak dimanfaatkan dengan baik, lebih cepat dibanding rencana (dari seharusnya 1-1,5 jam)
Menurut UU No.17/2008 tentang Pelayaran, pencemaran laut
oleh kapal dapat dikenakan sanksi jika pemilik (owner) atau operator kapal tidak mengasuransikan tanggung jawab atas kerugian akibat pencamaran laut dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Hal tersebut sesuai dengan pasal 327 UU No.17/2008 tentang Pelayaran.
Secara garis besar, persyaratan pembuangan air bercampur
minyak menurut peraturan MARPOL 1973 adalah sebagai berikut:
1. tidak dalam daerah khusus (special area)
2. berada lebih dari 50 mil dari daratan
3. dalam keadaan sedang berlayar
4. membuangan tidak boleh lebih dari 30 ltr/mil.
5. tidak membuang minyak lebih besar dari 1/30000 dari jumlah
muatan.
6. dilengkapi dgn ODM dan SC dan penataan slop tank
Implementasi penanganan tumpahan minyak di kapal jika dipandang dari manajemen POAC (Planning, Organizing, Action and Controlling).
1) Perencanaan (Planning) meliputi penerapan penanganan
tumpahan minyak mulai dari perencanaan pelaksanaan penanganan tumpahan minyak melalui oil spill contingency plan dan oil spill drill, perencanaan penggunaan oil record book, penggunaan incinerator sebagai pengolah sampah maupun minyak bekas, penggunaan OWS (oil water separator) untuk memisahkan air dan minyak.
2) Pengorganisasian (Organizing), meliputi pendelegasian
pelaksanaan dan pengawasan dalam pelaksanaan penanganan tumpahan minyak, serta penggunaan alat atau sarana dan prasarana yang akan digunakan. Pelaksana disini adalah seluruh crew kapal, sedangkan alat atau sarana dan prasarananya berupa penggunaan peralatan di kapal seperti penggunaan alat kerja hingga penggunaan checklist dan dokumen pendukung lainnya seperti oil record book, penggunaan incinerator dan penggunaan OWS (oil water separator).
3) Pelaksanaan (Action), meliputi penerapan atau implementasi dari
perencanaan dan pengorganisasian yang sudah dilakukan sebelumnya, apakah sudah sesuai dengan prosedur atau tidak.
4) Pengendalian (Controlling) meliputi pengawasan pelaksanaan
penerapan penanganan tumpahan minyak oleh crew kapal dan kapal pada umumnya ditinjau dari segi pelaksanaan dan penggunaan peralatan atau sarana dan prasarana pendukung.
Pelaksanaan proses penanganan tumpahan minyak dilakukan di
MT. ETERNAL OIL 1. Pelaksanaan penanganan tumpahan minyak dilakukan oleh seluruh crew kapal. Pelaksanaan penanganan tumpahan minyak di kapal dilakukan menurut oil spill contingency plan maupun sesuai dengan oil spill drill dan oil record book.
Di kapal, pelaksanaan proses penanganan tumpahan minyak jika
dipandang dari manajemen POAC (Planning, Organizing, Action and Controlling).
penanganan tumpahan minyak dan persiapan peralatan dalam melaksanakan penanganan tumpahan minyak di kapal.
3) Pelaksanaan (action), terdapat kendala atau hambatan dalam hal
pelaksanaan (action), dimana proses penanganan tumpahan minyak belum dapat berjalan dengan baik karena kurangnya kesadaran crew dalam melaksanakan oil spill drill dan oil spill contingency.
4) Sedangkan untuk pengendalian (controlling), masih terdapat
kekurangan dimana Senior Officer atau Chief Officer yang bertugas tidak dapat mengawasi secara penuh proses pelaksanaan oil spill drill dan oil spill contingency yang dilakukan oleh crew. Selain itu penerapan drill yang kurang sesuai atau tidak dimanfaatkan dengan baik, dengan kata lain proses pelaksanaan drill lebih cepat dibanding rencana yang seharusnya (dari seharusnya 1-1,5 jam)