Disusun Oleh :
Individu
Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka
kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu
kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai
suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu
sebagai manusia perseorangan. Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut
individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti
pola tingkah laku umum.
Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau pribadi
manusia merupakan keselurhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri khas tersendiri.
Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli, namun diakui bahwa
pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih
dewasa.
Timbul berbagai pendapat dari berbagai aliran mengenai pertumbuhan:
Menurut aliran asosiasi
pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pada proses asosiasi yang primer
adalah bagian-bagian. Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan
ada pada kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan
asosiasi.
Menurut aliran psikologi gestalt
pertmbuhan adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi yang pokok adalah
keseluruhan sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Jadi
menurut proses ini keselurhan yang lebih dahulu ada, baru kemudian menyusul
bagian-bagiannya.
Menurut aliran sosiologi
pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-
mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Tahap pertumbuhan individu berdasarkan psikologi
1. Masa vital yaitu dari usia 0.0 sampai kira-kira 2 tahun.
Keluarga
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu
kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan
perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah
yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam
masyarakat.
Keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep
keluarga
1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau
adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan
orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang
adopsi.
2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan
mereka membentuk sautu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah
tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua
anak saja
3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki
dan anak perempuan
4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal
dari kebudayaan umum yang lebih luas.
Ciri-ciri Keluarga
a. Ciri-ciri Umum Keluarga
Menurut Mac Iver dan Page dalam Khairuddin (1997:6) ciri-ciri umum keluarga
adalah sebagai berikut:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok
yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi
yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan
membesarkan anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
bagaimanapun tidak mungkin terpisah terhadap kelompok keluarga.
b. Ciri-ciri Khusus Keluarga
Menurut Khairuddin (1997:7) cirri-ciri khusus keluarga adalah:
1. Kebersamaan
2. Dasar-dasar emosional
3. Pengaruh perkembangan
4. Ukuran yang terbatas
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR Page 5
5. Posisi inti dalam struktur sosial
6. Tanggung jawab para anggota
7. Aturan kemasyarakatan
Lembaga Keluarga
Ciri-Ciri Keluarga
Keluarga umumnya bersifat universil, artinya yang namanya keluarga itu dimana-
mana sama, yang mempunyai tugas antara lain :
Mengontrol hubungan kelamin, tempat kelahiran bagi anak-anak yang syah, dll.
Kingsley Davis, dalam bukunya “Human Society” (1969) menyebutkan bahwa fungsi
keluarga antara lain adalah reproduksi (mengatur keturunan), mengatur sistem
penggantian, mendidik balita, dll.
Tipe Keluarga :
1. Keluarga dapat diklasifikasikan secara luas dalam
hubungannya dengan pola hubungan keluarga.
Keluarga Konjugal (Conjugal Family) atau keluarga kecil (nuclear family)
yakni keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak-anaknya.
Keluarga Konsanguini (Consanguine Family) atau sering disebut keluarga
besar (exstended family), yakni keluarga yang didasarkan atas hubungan
darah (kakek-nenek, paman, kemenakan, dll.).
Umumnya dalam setiap masyarakat berlaku kedua sistem kekeluargaan tersebut.
2. Keluarga dapat juga digolongkan menurut bentuk perkawinannya.
a. Monogami (monogamy) yakni sistem kekeluargaan yang didasarkan pada
satu suami satu istri.
b. Poligami (poligamy) yakni sistem kekeluargaan dimana seorang suami
dapat mempunyai lebih dari satu istri atau sebaliknya. Kalau seorang
suami mempunyai lebih dari satu istri disebut polyginy. Kalau seorang
istri mempunyai lebih dari satu suami disebut polyandry.
c. Senogami (cenogamy) yakni sistem kekeluargaan yang membolehkan
suami istri mempunyai lebih dari satu istri atau suami.
3. Disamping sistem perkawinan, keluarga dapat juga dibedakan menurut tata cara
pemilihan calon suami/istri.
Masyarakat
Masyarakat adalah suatu istilah yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari
untuk masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat ilmiah, dan lain-lain. Dalam bahasa
Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang berarti “kawan”
istilah masyarakat itu sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu Syaraka yang berarti “ ikut
serta, berpartisipasi”
Menurut berbagai pandangan msyarakat dapat diartikan :
Peter L Berger, seorang ahli sosiologi memberikan definisi masyarakat sebagai
berikut : “ masyarakat merupakan suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia
yang luas sifatnya.”.
Koentjaraningrat dalam tulisannya menyatakan bahwa masyarakat adalah
sekumpulan manusia atau kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.
Dalam psikologi sosial masyarakat dinyatakan sebagai sekelompok manusia dalam
suatu kebersamaan hidup dan dengan wawasan hidup yang bersifat kolektif, yang
menunjukkan keteraturan tingkah laku warganya guna memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masing-masing.
Menilik kenyataan dilapangan, suatu masyarakat bisa berupa suatu suku bangsa,
bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku. Dalam perkembangan dan
pertumbuhannya masyarakat dapata digolongkan menjadi :
1. Masyarakat sederhana
Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian kerja
cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan
kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-
tantangan.
2. Masyarakat Maju
Dari kesemua itu dapat kita ketahui simpulkan hubungan antara individu,
keluarga dan masyarakat:
Manusia adalah makhluk yang secara tabiat mencari kesempurnaan dan tujuan. Ia
tidak puas dengan rutinitas kehidupan yang dijalaninya dan selalu menjauhi stagnansi.
Karena itu, ia bisa menikmati hidup, ketika mampu memahami dengan benar tujuan
keberadaannya di dunia ini. Dapat dikatakan bahwa di dunia saat ini ketidakpuasan yang
dialami manusia bukan karena minimnya tingkat kesejahteraan mereka. Dengan kata
lain, manusia yang hidup sederhana bahkan hidup dalam kondisi sulit sekalipun, bisa
hidup bahagia ketika mampu memaknai kehidupannya dengan benar.
Kehidupan terbaik bisa didapatkan dalam lingkungan keluarga. Laki-laki dan
perempuan, sebagai manifestasi dari penciptaan Allah swt, menjejakkan kaki di bumi ini
untuk bersama-sama memberi makna bagi kehidupan. Dari kehidupan bersama tersebut,
lahir ketentraman dan kasih sayang yang menghantarkan manusia meniti jalan
kesempurnaan secara lebih baik. Dengan dasar inilah, Allah swt dalam al-Quran al-
Karim surat ar-Ruum ayat 21, menyebut salah satu tujuan penciptaan laki-laki dan
perempuan adalah untuk mencapai ketentraman dan kasih sayang.
Sejak permulaan manusia hadir di alam dunia dan lahirnya ikatan pertama
kehidupan, nampak bahwa manusia tumbuh dari lingkungan yang aman bernama
keluarga. Kedatangan nabi Adam as dan Hawa as ke bumi sebagai keluarga pertama,
menunjukkan bahwa manusia senantiasa memerlukan pasangan dalam mengarungi
kehidupan menuju kesempurnaan. Sejak awal penciptaan, manusia telah menyadari
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR Page 10
secara fitrah bahwa kelanggengan kehidupan, keberlanjutan keturunan, serta
kesempurnaan spiritual, material, fisik dan maupun mental, semuanya bergantung pada
keluarga. Dalam lingkungan keluargalah kita menikmati kelembutan kasih sayang ibu
dan kehangatan pelukan ayah.
Keluarga senantiasa menjadi perhatian agama-agama langit dan berbagai aliran
pemikiran, karena peran vitalnya dalam kehidupan manusia. Keluarga merupakan
lingkungan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual manusia.
Saat ini, krisis identitas di dalam keluarga menjadi salah satu ancaman terbesar bagi
masyarakat modern. Meningkatnya angka konflik dalam keluarga, perceraian, dan kian
bertambahnya anak-anak tanpa pengasuh menunjukan krisis fundamental pada
masyarakat modern. Fenomena kemerosotan moral dan pengabaian sisi spiritual di
tengah masyarakat, mengancam tatanan kehidupan sosial, dan korban terbesarnya adalah
keluarga. Munculnya berbagai kekacauan saat ini, memicu kehawatiran berbagai
kalangan. Para pemikir, psikolog, sosiolog dan pakar hukum memandang penyelesaian
krisis ini erat kaitannya dengan masalah keluarga. Mereka mengajukan berbagai
alternatif mengatasi krisis tersebut. Bagaimana pun, hal ini menunjukan bahwa keluarga
memerlukan berbagai bimbingan, wejangan, pendidikan dan pengarahan dalam
menghadapi liku-liku kehidupan.
Sebagian pakar meyakini bahwa sepanjang manusia yang telah maju secara sains
mencampakkan keimanan dan moral, lalu dengan mengatasnamakan kemajuan
meninggalkan tuntunan agama, maka cinta sejati dan kebahagiaan tidak akan pernah ada
dalam keluarga. Selama orang mengingkari perbedaan natural antara pria dan wanita,
maka selalu saja ada penistaam hak kedua jenis gender ini. Sebab, ketidaktahuan akan
kebutuhan asasi masing-masing gender, menjadi kendala utama bagi keluarga untuk bisa
sampai ke tujuan pembentukannya. Ketimpangan-ketimpangan yang ada di zaman
modern ini adalah buah getir dari kekeliruan peran dan pembagian tugas yang tidak logis
antara laki-laki dan perempuan.
Dengan memandang pentingnya pembahasan keluarga di era modern, kami
berupaya mempersembahkan paket acara spesial tentang kedudukan keluarga dan urgensi
pernikahan serta mengupas berbagai patologi hubungan keluarga dengan berporos pada
ajaran agama. Dalam rangkaian acara ini, kami akan menyajikan pembahasan psikologis
dan teori-teori aplikatif dalam ajaran Islam. Kami juga akan mengupas ajaran Islam
tentang bagaimana hubungan yang seharusnya antara anggota keluarga dan hak serta
tanggung jawab masing-masing. Semoga dengan acara ini, para pendengar yang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR Page 11
budiman bisa mengenal karakteristik keluarga bahagia beserta cara untuk membentuk
keluarga idaman.
Kini, manusia yang berada dalam bayangan sains dan eksperimen, sampai pada
sebuah hakikat bahwa pilar identitas setiap manusia dibentuk oleh faktor keturunan,
pendidikan dan budaya. Kesejahteraan sebuah masyarakat tergantung pada kondisi
keluarga di masyarakat tersebut. Keluarga adalah kelompok masyarakat kecil yang terdiri
dari suami, istri dan anak-anak. Keanggotaan dalam keluarga adalah hubungan hati antar
sesama dan merasa sebagai bagian dari kelompok sosial yang kecil ini.
Keluarga dari kaca mata ini begitu urgen, karena menjadi tempat untuk berbagi
tradisi, keyakinan dan pengetahuan. Mulai dari cara makan hingga masalah sosial, politik
dan budaya, semuanya bisa terbentuk dalam keluarga. Keluarga menjadi media untuk
memindahkan warisan budaya dan pengalaman dari generasi lampau ke generasi baru.
Dari sini, keluarga merupakan elemen yang berpengaruh bagi kehidupan sosial manusia.
Menurut para pakar sosiologi, keluarga adalah himpunan beberapa orang yang
terikat karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan anak dan hidup bersama
dalam jangka waktu yang panjang dan tidak ditentukan. Keluarga merupakan tempat
pertama lahirnya emosi kemanusiaan dan tempat menjalin hubungan cinta dan kasih
sayang yang terdalam antar anggotanya.
Keluarga terbentuk dari adanya sebuah pernikahan antar individu. Yaitu
penyatuan komitmen seorang laki-laki dan perempuan. Oleh dasar itulah mereka berani
melangkah kejenjang yang dinamakan dengan pernikahan untuk membentuk sebuah
keluarga. Setelah menikah dan mengucapkan ikrar janji sumpah setia, sepasang suami-
istri memberanikan diri untuka menambah satu atau lebih anggota keluarganya tesebut
dengan memiliki seurang anak atau lebih. Karena mereka beranggapan bahwa, keluarga
membentuk yunit dasar dari masyarakat kita, maka pengaruh sosial yang paling banyak
memiliki efek-efek yang paling menonjol terhadap anggotanya adalah keluarga. Unit
dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu
yang dapat menentukan bergasil-tidaknya kehidupan individu tersebut. Bersamaan
dengan itu pula, keluarga mengadakan “penerimaan” baru bagi masyarakat, dan
menyaipkan anak-anak untuk menerima paran-peran dalam masyarakat.
Keluarga juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota
keluarganya. Bagi pasanga suami dan istri atau anggota keluarga yang dewasa, keluarga
berfungsi menstabilisasikan kehidupan mereka, yaitu memenuhi kebutuhan kasih sayang,
Fungsi Keluarga
Papalia dan Old (1987) dalam Hawadi (2001) membagi masa kanak-kanak dalam
lima tahap :
1) Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2) Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan
masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas
usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-
anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
3) Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga
dengan masa prasekolah.
4) Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa
sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap
berbagai hal yang ada di lingkungannya.
5) Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya
dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya
lepas dari kungkungan orang tua.
Anak-anak sering bertanya tentang banyak hal, baik yang berhubungan dengan hal-hal
yang faktual maupun yang fiktif. Pertanyaan-pertanyaan ini, bagi anak-anak, merupakan
ekspresi dari rasa ingin tahu dan menyibak keraguannya, sehingga anak tersebut
terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini merupakan kebutuhan psikis alamiah
yang dinamakan dengan istilah “cinta meneliti.”(Zurayk, 1997)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR Page 19
Cinta meneliti ini merupakan salah satu pertanda anak yang cerdas. Anak cerdas
selalu ingin tahu dan terangsang untuk memcahkan masalah yang baru ditemukannya.
Dengan begitu, ia dapat mencoba hal-hal baru dan menciptakan produk-produk
pemikiran bagi dirinya sendiri. Gardner (2005) dalam Amstrong (2005), mendefinisikan
kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk
yang mempunyai nilai budaya.
Anak-anak mulai berpikir kritis dimulai ketika mereka menuju pada panguasaan
bahasa dan motorik serta kemandirian, yaitu pada masa tatih (diatas 18 bulan). Pada
masa ini anak-anak mulai mengenal bahasa dan tertarik untuk mempelajarinya. Berbagai
pertanyaan kritis mulai terlontar.
Seiring dengan pertanyaan yang keluar dari bibir mungil seorang anak, disinilah
peran orang tua bermain. Orang tua dapat menjawab segala pertanyaan anak dengan
jawaban yang sebenarnya atau jawaban fiksi yang merupakan karangan orang tua. Orang
tua dituntut untuk dapat memberi jawaban yang dapat memuaskan hati seorang anak,
sekalipun jawaban itu dirasanya sangat sulit dipahami oleh anak karena pertanyaannya
yang bersifat sensitif. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan dari seorang anak, pendidikan
mengenani moral dan budi pekerti dapat ditanamkan.
Penanaman moral pada diri seorang anak berawal dari lingkungan keluarga.
Pengaruh keluarga dalam penempaan karakter anak sangalah besar. Dalam sebuah
keluarga, seorang anak diasuh, diajarkan bebagai macam hal, diberi pendidikan
mengenai budi pekerti serta budaya. Setiap orang tua yang memiliki anak tentunya ingin
anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia cerdas yang memiliki budi pekerti
baik agar dapat menjaga nama baik keluarga.
Anak bukan lah orang dewasa, ia memiliki sifat-sifat yang khas. Seorang anak
melihat, mendengar, berperasaan, dan berpikir dengan bentuk yang khas, namun tidak
keluar dari logika dan perasaan yang sehat. Misalnya, anak-anak itu melihat, mendengar,
dan berperasaan sebagaimana orang tua melihat, mendengar, berperasaan, dan berpikir.
Karena itu, orang tua seharusnya mempergauli anak-anak berdasarkan pada anggapan
bahwa dia adalah anak-anak. Sebagaimana dikatakan, “Pemuda tidak akan menjadi
pemuda yang sebenarnya selama masa kanak-kanaknya tidak menjadi anak-anak yang
sebenarnya.”.
Keluarga memberikan pengaruh pada pembentukan budi luhur bagi seorang anak.
Salah satu ciri anak yang berbudi luhur adalah selalu menunjukkan sikap sopan dan
hormatnya pada orang tua. Budi luhur yang melekat pada setiap orang bukan datang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR Page 20
dengan sendirinya, melainkan harus diciptakan. Terutama dalam keluarga dan bukan
merupakan keturunan. Dengan kata lain, budi luhur tidak merupakan keturunan
melainkan merupakan produk pendidikan dalam keluarga, merupakan perpaduan antara
akal. Kehendak, dan rasa.
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran nilai-nilai kebudayaan
pada masyarakat. Siaran-siaran televisi kembali menjadi salah satu faktor penyebab
lunturnya nilai-nilai tersebut. Hadirnya televisi telah merebut perhatian anak terhadap
orang tua. Anak seringkali mengabaikan nasihat yang diberikan oleh orang tua dengan
alasan nasihat tersebut terkesan kuno. Dalam kondisi demikian, seorang anak tidak
mengetahui yang sebenarnya mengenai nilai-nilai yang seharusnya diberikan orang tua
kepada anaknya.
Pada masa sekarang, intensitas bertemu antara anak dengan orang tua sangatlah
sempit. Oleh karena itu, orang tua harus mampu membagi waktu dengan baik dan
mencari saat-saat yang tepat untuk menyelipkan pelajaran mengenai budi pekerti luhur.
Pada saat makan malam misalnya, atau pada saat menonton televisi bersama, sambil
membimbing.
Kejujuran merupakan hal terpenting bagi individu dalam menjalani hidup, dan
tahap awal penanaman sikap jujur dimulai dari keluarga. Penanaman sikap jujur dalam
keluarga dapat dimulai dari perilaku orang tua yang selalu bersikap dan berkata jujur.
Dengan begitu, maka akan lebih mudah bagi seorang anak menanamkan sikap jujur pada
dirinya karena tidak pernah merasa dibohongi. Dalam suatu keluarga, tidak dapat
dipungkiri bahwa sesekali seorang anggotanya melakukan suatu kebohongan. Seseorang
melakukan suatu kebohongan biasanya disebabkan oleh rasa takut karena dianggap
melakukan kesalahan atau sedang menyembunyikan sesuatu. Dalam banyak hal,
sebaiknya orang tua mendengarkan pendapat anaknya, karena bagaimana pun
komunikasi dalam keluarga harus tetap berlangsung dengan baik.
Peran Keluarga
PERSPEKTIF TEORI
Perubahan Imanen
Perubahan imanen terjadi jika anggota sistem sosial menciptakan dan
mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali
dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke seluruh sistem
sosial. Dengan demikian perubahan imanen adalah suatu gejala "dari
dalam sistem"
Perubahan Kontak Selektif
Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota sistem sosial terbuka pada
pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan
kebutuhan yang mereka rasakan sendiri. Tersajinya inovasi itu sendiri
secara spontan atau kebetulan, penerima bebas memilih, menafsir atau
menolak ide baru itu.
Perubahan Kontak Terarah
Perubahan kontak terarah atau perubahan terencana adalah perubahan
yang disengaja dengan adanya orang luar atau sebagian anggota sistem
yang bertindak sebagai agen pembaru yang secara intensif berusaha
memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
oleh lembaga dari luar. Inovasi dan kebutuhan untuk berubah datang dari
luar sistem.
ANALISIS
Proses analisis yang dapat dilakukan pada jurnal mengenai revitalisasi keluarga
ini dapat dimulai melalui runtutan pembahasan berikut ini. Dimulai dengan pembahasan
mengenai “prinsip atau konsep keluarga” pada umumnya (idealnya seperti apa),
kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai konsep keluarga pada saat ini
(kenyataan saat ini mengenai konsep keluarga itu sendiri).
Dari pembahasan dua konsep tersebut kemudian didapatkan bahwa konsep
keluarga antara dulu (Pre-modern) dengan Konsep keluarga masa sekarang (post -
modern) ini cenderung mengalami perubahan. Sehingga untuk mengetahui hal tersebut
apabila dikaitkan dengan perubahan sosial, maka hal ini harus dikaitkan dengan
perspektif-perspektif teori perubahan sosial, dimana konstuk teori yang digunakan dalam
pembahasan kali ini dengan menggunakan beberapa paradigma perubahan sosial yang
Perubahan Imanen
Pengertian dasar dari perubahan imanen adalah perubahan yang terjadi jika
anggota sistem sosial yang menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit
atau tanpa pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke
seluruh sistem sistem sosial.
Analisis yang dilakukan dalam perubahan imanen ini dapat berupa fenomena
orang tua tunggal (single parent) yang banyak terjadi pada keluarga-keluarga modern,
dimana hal ini dilakukan karena peristiwa perceraian yang sepakati oleh orang – tua
(suami-istri) yang disebabkan oleh beberapa hal, yang salah satunya juga dipengaruhi
oleh pergeseran peran yang ada dalam kehidupan keluarga yang ada di dalamnya
(misalnya perbedaan pendapatan, perselingkuhan) sehingga hal ini akan berpengaruh
pada pola asuh yang diterapkan bagi anak-anak mereka.
Pola asuh yang tidak tepat ini dapat menimbulkan permasalanpermasalahan,
salah satunya adalah seperti yang dibahas dalam fakta dan bukti-bukti yang dipaparkan
sebelumnya, yakni kenakalan remaja yang disebabkan oleh “ketidakberfungsian atas
fungsi keluarga” dimana dinyatakan dalam data statistik yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan negatif antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja, yang
artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social kelauarga maka akan semakin rendah
pula kenakalan remaja yang dilakukan dan hal ini juga berlaku sebaliknya.
Dari kenyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa paradigm tersebut
“perubahan imanen” ini menjawab mengenai fenomena perubahan keluarga yang ada
pada saat ini yang pada dasarnya menyatakan bahwa perubahan keluarga ini juga
disebabkan oleh perubahan yang berasal dari dalam sistem, yakni perubahan struktur
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR Page 36
keluarga itu sendiri sehingga membuat sebuah perubahan ataupun pergeseran dalam
keluarga yang ada.
Hakekat dari revitalisasi keluarga adalah proses perubahan ke arah yang lebih
adaptif, sumber-sumber perubahan yang ada dalam keluarga itu sendiri tidak dapat
diabaikan. Berdasarkan pembahasan mengenai sumber-sumber yang menyebabkan
terjadinya “perubahan keluarga” yang dibahas pada konstruk teori diatas, maka analisis
yang bisa dikemukakan atas pentingnya diadakan upaya revitalisasi, antara lain :
Beberapa sejarawan berkeyakinan bahwa kecilnya peran ayah terhadap anaknya
sama sekali bukan sebagai akibat perbedaan biologis. Perubahan pandangan ini mulai
berkembang semenjak revolusi industri. Pola pikiran tradisional yang membedakan
siapa yang bekerja di luar rumah dan siapa di rumah tidak pelak lagi dalam
perjalanan sejarah sudah mulai berubah.
Pada abad dua puluh ini, hanya satu dari dua puluh keluarga yang menyenangi pola
peran tradisional, seperti sang suami bekerja dan si istri tinggal di rumah mengurusi
keluarga dan mengasuh anak. Pergeseran pandangan ini juga berimbas pada
keputusan untuk memiliki anak. Pada wanita yang berpandangan bahwa anak adalah
penghambat karier bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak. Sebuah
perubahan telah terjadi. Dahulu, wanita yang tidak mampu memberikan keturunan
kepada suaminya dinilai sebagai wanita yang kurang sempurna dan aib bagi keluarga,
namun sekarang memiliki anak adalah sebuah keputusan pribadi pasangan yang telah
menikah.
Perubahan jumlah keluarga dalam kehidupan modern dilatarbelakangi oleh kemajuan
teknologi terutama teknologi bidang kedokteran. Perubahan itu berawal dari suatu
momen, semenjak semakin sadar akan beratnya tanggungan keluarga bagi banyak
anak. Muncullah usaha KB efektif yang membatasi jumlah dan mengontrol
kelahiran.
Papalia dan Old (1987) dalam Hawadi (2001) membagi masa kanak-kanak dalam
lima tahap :
1). Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2). Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan
masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas
usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-
anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
3). Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga
dengan masa prasekolah.
4). Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa
sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap
berbagai hal yang ada di lingkungannya.
5). Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya
dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya
lepas dari kungkungan orang tua.
Anak-anak sering bertanya tentang banyak hal, baik yang berhubungan dengan
hal-hal yang faktual maupun yang fiktif. Pertanyaan-pertanyaan ini, bagi anak-anak,
merupakan ekspresi dari rasa ingin tahu dan menyibak keraguannya, sehingga anak
tersebut terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini merupakan kebutuhan psikis
alamiah yang dinamakan dengan istilah “cinta meneliti.”(Zurayk, 1997)
Cinta meneliti ini merupakan salah satu pertanda anak yang cerdas. Anak cerdas
selalu ingin tahu dan terangsang untuk memcahkan masalah yang baru ditemukannya.
Dengan begitu, ia dapat mencoba hal-hal baru dan menciptakan produk-produk
pemikiran bagi dirinya sendiri. Gardner (2005) dalam Amstrong (2005), mendefinisikan
kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk
yang mempunyai nilai budaya.
Anak-anak mulai berpikir kritis dimulai ketika mereka menuju pada panguasaan
bahasa dan motorik serta kemandirian, yaitu pada masa tatih (diatas 18 bulan). Pada
masa ini anak-anak mulai mengenal bahasa dan tertarik untuk mempelajarinya. Berbagai
pertanyaan kritis mulai terlontar.
KESIMPULAN
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa keluarga adalah sebuah sistem yang
dijadikan sebagai pedoman dan mempengaruhi kelangsungan hidup para anggota
keluarga yang ada di dalamnya. Disisi lain juga harus disadari bahwa “Hal yang paling
tidak bisa untuk dirubah adalah perubahan itu sendiri”. Pandangan ini juga berlaku
pada dinamika kehidupan sosial yang selalu berubah mengikuti perubahan jaman, yang
hal ini juga akan berimbas pada struktur-struktur atau elemen yang ada di dalamnya,
salah satunya adalah keluarga. Perubahan-perubahan yang ada dalam keluarga ini terkait
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Thomas. 2005. Setiap Anak Cerdas. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Dagun, S. M. 2002. Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga). Cetakan
kedua. Penerbit :Rineka Cipta. Jakarta.
Effendi, Suratman, Ali Thaib, Wijaya, Dan B. Chasrul Hadi. 1995. Fungsi Keluarga
Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Jambi:
Departemen Pendidikan dan Kebudayan.
Geertz, Hildred. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.
Goode, William., 1991. Sosiologi Keluarga., Edisi Pertama. Bumi Aksara. Jakarta.
Gunarsa, Singgih D. Menyikapi Periode Kritis Pada Anak dan Dampaknya Pada Profil
Kepribadian tahun 2001 dalam Psikologi Perkembangan Pribadi dari bayi
sampai lanjut usia. Editor: S. C. Utami Munandar. Jakarta: UI Press. 2001.