Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

DENGAN GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN


DI RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG

DISUSUN OLEH :

DWI AJENG PUSPITANINGRUM

P1337420617087

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

2018
I. JUDUL
Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman.

II. KONSEP DASAR


A. Kebutuhan Rasa Nyaman
1. Definisi

Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006).
Kebutuhan akan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari
bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai
ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keamanan
terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis
berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang.
Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (misalnya: penyakit, nyeri, cemas, dan
sebaginya). Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada banyak faktor,
seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah, kemampuan
memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang lain, serta kemampuan
memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya. Ketidaktahuan akan
sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak aman. (Asmadi, 2008)
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989)
meringkaskan “melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan
kenyamanan, perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan
dan bantuan.” Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai
kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan.
Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang konsisten pada
pengalaman subjektif klien. Kolcaba mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu
keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik berupa ketentraman,
kelegaan dan transcenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau
nyeri).
Suatu cara pandang yang holistik tentang kenyamanan membantu dalam upaya
mengidentifikasi 4 konteks :
 Fisik → Berhubungan dengan sensasi tubuh.
 Sosial → Berhubungan dengan kewaspadaan interpersonal, keluarga dan
sosial.
 Psikospiritual → Berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri, meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
 Lingkungan → Berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia : cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur-unsur alamiah.
2. Gangguan Rasa Nyaman Akibat Nyeri
a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
(Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan IASP (dalam Potter & Perry, 2006). Nyeri adalah segala sesuatu yang
dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang
mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006).

3. Etiologi Nyeri
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
a. Pembengkakan Jaringan
b. Spasmus Otot (ketegangan otot meningkat)
c. Kehamilan
d. Inflamasi
e. Keletihan
f. Kanker
4. Tanda dan Gejala
a. Posisi yang memperlihatkan pasien
Pasien tampak takut bergerak, dan berusaha merusak posisi yang memberikan
rasa nyaman

b. Ekspresi umum
1) Tampak meringis, merintih
2) Cemas, wajah pucat
3) Ketakutan bila nyeri timbul mendadak
4) Keluar keringat dingin
5) Kedua rahang dikatupkan erat-erat dan kedua tangan tampak dalam posisi
menggenggam
6) Pasien tampak mengeliat karena kesakitan

c. Pasien dengan nyeri perlu diperhatikan saat pengkajian adalah:


1) Lokasi nyeri
2) Waktu timbulnya nyeri

5. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi ( ringan
sampai berat) dan berlangsung singkat ( kurang dari enam bulan dan menghilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri
kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Nyeri yang disebabkan oleh adanya kausa keganasan seperti kanker yang
tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri kronik berlangsung lama (lebih dari
enam bulan ) dan akan berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit
tampak sembuh.
Nyeri Akut Nyeri Kronik
1. Ringan sampai berat 1. Ringan sampai berat
2. Respon sistem saraf simpatik: 2. Respon sistem saraf parasimpatik:
a. peningkatan denyut nadi a. Tanda-tanda vital normal
b. peningkatan frekuensi pernapasan b. kulit kering, hangat
c. peningkatan tekanan darah c. pupil normal atau dilatasi
d. diaforesis 3. Terus berlanjut setelah penyembuhan
e. dilatasi pupil 4. Klien tampak depresi dan menarik diri
3.Berhubungan dengan cedera jaringan; 5. Klien sering kali tidak menyebutkan
hilang dengan penyembuhan rasa nyeri kecuali ditanya
4. Klien tampak gelisah dan cemas 6. Perilaku nyeri sering kali tidak
5. Klien melaporkan rasa nyeri muncul
6.Klien menunjukkan perilaku yang
mengindikasikan rasa nyeri; menangis,
menggosok area nyeri, memegang area
nyeri

6. Respon Terhadap Nyeri


a. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan
talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi “flight-atau-fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal akan
melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu
aksi.
b. Respon Perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas
dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien
sebagai respon perilaku terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengkerutkan
dahi, gelisah, memalingkan wajah ketika diajak bicara.

7. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga
mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan
nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami
situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit
dan degeneratif.
b. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun
secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri.
c. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang
alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup
(introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan
demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen
sehingga terjadilah persepsi nyeri.
d. Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makna nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
e. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun.
f. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.
g. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
h. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
datang.
i. Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir
suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali
eksternal mempersepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat
sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan
dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun
kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
8. Penanganan Nyeri
a. Farmakologi
1. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri
dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor
opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat
(Tamsuri, 2007).
2. Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti
inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan
nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang
mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2001).
b. Non Farmakologi
a) Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2006).
b) Stimulasi Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal
oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo
umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Tamsuri,
2007).
c) Teknik Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori
bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. (Tamsuri, 2007).
d) Terapi es dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan sub kutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah
ke suatu areadan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas harus
digunakan dengan hati – hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari
cedera kulit
e) Imajinasi terbimbing.
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara
khusus untuk mencapai efek positif tertentu.

9. Pengukuran Nyeri
a. Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking
dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

b. Skala penilaian numerik


Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala
0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

c. Skala Analog Visual


Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri.
Keterangan:
0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan :secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 :Nyeri sedang:Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan


lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat :secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi

10 : Nyeri sangat berat :Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
B. Kebutuhan Rasa Aman
1. Definisi Rasa Aman
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis (Potter & Perry,
2006). Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
ancaman bahaya/kecelakaan. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan
dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat, atau
petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
2. Faktor –faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan dan keselamatan :
a. Usia
b. Tingkat kesadaran
c. Emosi
d. Status mobilisasi
e. Gangguan persepsi sensori
f. Informasi/komunikasi
g. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
h. Keadaan imunitas.
i. Status nutrisi
j. Tingkat pengetahuan
C. PATHWAY

D. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN (DAFTAR MASALAH)


a. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan
b. Defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma.
d. Defisit perawatan diri berpakaian b.d nyeri
e. Defisit perawatan diri eliminasi b.d nyeri
f. Defisit perawatan diri makan b.d nyeri
g. Defisit perawatan diri mandi b.d nyeri
h. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
i. Ketakutan b.d nyeri
E. PERENCANAAN (Nursing Care Plan)
1. RUMUSAN PRIORITAS MASALAH
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma
b. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan
2. TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Diagnosa 1
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan klien dapat mengontrol nyeri
Kriteria hasil:

1. Mampu mengontrol nyeri


2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4. menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2. Diagnosa 2
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan klien dapat mengontrol cemas dan
terbentuk koping terhadap perubahan dalam status kesehatan
Kriteria hasil
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknikuntuk


mengontrol cemas

3. Tandatanda vital dalam batas normal

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas


menunjukkan berkurangnya kecemasan
3. INTERVENSI

a. Diagnosa 1

1. Kaji tingkat nyeri, meliputi :lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas, intensitas/beratnya nyeri, faktor-faktor presipitasi.

2. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien


terhadap ketidaknyamanan.

3. Ajarkan teknik relaksasi.

4. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.

5. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.

6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat menghilangkan rasa


nyeri agar klien dapat merasa lebih nyaman.

b. Diagnosa 2

a. Tenang kan klien.


b. Berusaha memahami keadaan klien.
c. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
e. Gunakan pendekatan dengan sentuhan (permisi) verbalisasi.
f. Temani klien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut.
g. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
h. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
i. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit.
j. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan.
k. Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan dan prognosis.
l. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat.
m. Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran.

Anda mungkin juga menyukai