Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom vena cava superior (SVCS) merupakan kumpulan tanda dan gejala khas
yang terjadi akibat obstruksi aliran darah pada vena cava superior. Tanda dan gejala
pada superior vena cava syndrome dapat terjadi akibat kompensasi dari hemodinamik,
edema laring sehingga mengeluarkan bunyi napas tambahan berupa stridor, edema
serebral, serta gejala lain seperti sianosis dan sulit menelan. SVCS merupakan suatu
sindrom yang jarang terjadi. SVCS terjadi pada sekitar 15.000 orang di Amerika
Serikat tiap tahunnya.2 SVCS paling banyak disebabkan oleh kanker (95%), dan
sisanya berhubungan dengan thrombosis akibat pemasangan kateter vena atau
pacemaker wires. Sedangkan di Indonesia, data mengenai SVCS masih sangat terbatas,
baik itu mengenai jumlah kasus per tahun ataupun penyebab terjadinya SVCS.
Penyebab tersering 50 tahun yang lalu adalah infeksi seperti sifilitik aortic aneurysm
dan tuberculosis, 25 tahun yang lalu penyebab terseringnya adalah keganasan hsmpir
90% kasus. Saat ini obstruksi vena cava superior yang disebabkan oleh thrombosis atau
kondisi nonmalignant mencapai 35% kasus, seiring dengan peningkatan penggunaan
alat intravascular seperti kateter dan pacemaker. Kasus keganasan tersering adalah non-
small cell lung cancer (50%), small cell lung cancer (25%), lymphoma dan metastasis
(10%). Prognosis SVCS, pada kasus tumor jinak, angka harapan hidup tidak terganggu.
Sedangkan pada kasus keganasan apabila tidak di terapi maka angka harapan hidupnya
30 hari dan apabila di terapi angka harapan hidup sampai lebih dari 7 bulan
Dengan semakin bertambahnya jumlah penderita tumor pankreas setiap tahunya
dan berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia, tumor pankreas merupakan
penyakit dengan standar kompetensi 3B yaitu seorang dokter harus mampu melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penanganan awal sehingga penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut mengenai kejadian karsinoma kaput pankreas di RSUD
Sanjiwani Gianyar.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Superior Vena Cava


Superior vena cava membawa darah dari kepala, tangan, dan bagian torso ke
jantung yang membawa hmpir 1/3 liran balik ke jantung. Penekanan pada superior
vena cava dapat berasal dari masa di middle atau anterior mediastinum bisa karena
pelebaran limph node paratrakeal, lymphoma, thymoma, proses inflamasi, atau
aneurisma aorta. Trombosis dari SVC tanpa kompresi juga dapat terjadi.
Vena kava superior (VKS) normal berukuran 6-8 cm dengan diameter 1-2 cm.
Vena ini terletak di mediastinum anterior, di depan trakea dan di sisi kanan aorta.
Vena kava superior membawa aliran darah dari kepala dan leher kembali ke atrium
kanan. Bagian VKS yang masuk ke rongga perikard sekitar 2-3 cm.4 Pada bagian
atas VKS bermuara vena brakiosefalik kanan dan kiri, brakiosefalik kanan
menerima aliran darah dari vena subklavia dan jugular interna kanan, sedangkan
vena brakiosefalik kiri menerima aliran darah dari vena subklavia dan jugular
interna kiri Drainase daerah kepala dan leher mempunyai 8 sistem kolateral vena-
vena, di antaranya vena paravertebra, azigos-hemiazigos, mammaria interna,
torakal lateral, jugular anterior, tiroidal, timik dan perikardiofrenik.
Ketika superior vena cava obstruksi, aliran darah akan melalui collateral
vascular dari tubuh bagian bawah dan inferior vena cava atau azygos vein.
Membutuhkan waktu berminggu-minggu agar cabang pembuluh darah tersebut
berdilatasi untuk menampung aliran dari superior vena cava. Pada obstruksi vena
cava, tekanan vena servikal meningkat 20-40 mmHg. Keparahan dari gejala
tergantung pada kecepatan penyempitannya.

2
2.2 Sindrome Vena Cava Superior
2.2.1 Definisi
Sindrom vena cava superior (SVCS) merupakan kumpulan tanda dan gejala
khas yang terjadi akibat obstruksi aliran darah pada vena cava superior.

2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat SVCS berkembang pada 5-10% pasien dengan lesi massa
intrathoracic ganas sisi kanan. Pada tahun 1969, Salsali dan Cliffton mengamati
SVCS di 4,2% dari 4960 pasien dengan kanker paru; 80% dari tumor yang
menginduksi SVCS adalah paruparu kanan. Dalam 5 besar kanker paru-paru
sel kecil, 9-19% pasien menunjukkan SVCS. Pada tahun 1987, Armstrong dan
Perez menemukan SVCS di 1.9% dari 952 pasien dengan limfoma.
Penyebab ganas SVCS sebagian besar diamati pada individu berusia 40-
60 tahun. Penyebab tumor jinak untuk sebagian besar kasus didiagnosis pada
individu berusia 30-40 tahun. Obstruksi SVC pada kelompok usia pediatrik

3
jarang dan memiliki spektrum etiologi yang berbeda. Penyebab keganasan
SVCS paling sering diamati pada laki-laki karena tingginya insiden kanker
paru-paru pada populasi ini. Frekuensi SVCS dalam berbagai ras sangat
tergantung pada frekuensi kanker paru-paru dan limfoma pada populasi ini.

2.2.3 Etiologi
Penyebab tersering 50 tahun yang lalu adalah infeksi seperti sifilitik aortic
aneurysm dan tuberculosis, 25 tahun yang lalu penyebab terseringnya adalah
keganasan hampir 90% kasus. Saat ini obstruksi vena cava superior yang
disebabkan oleh thrombosis atau kondisi nonmalignant mencapai 35% kasus,
seiring dengan peningkatan penggunaan alat intravascular seperti kateter dan
pacemaker. Kasus keganasan tersering adalah non-small cell lung cancer
(50%), small cell lung cancer (25%), lymphoma dan metastasis (10%)

2.2.4 Patofisiologi
Vena cava superior merupakan pembuluh darah yang besar yang menerima
darah dari kepala, leher dan ekstremitas atas dan bagian thorak atas. Obsruksi
dari VCS mungkin disebabkan oleh invasi neoplastik dari dinding vena yang
berhubungan dengan trombosis intravaskular atau lebih sederhana oleh karena
tekanan ekstrinsik dari masa tumor. Pada pemeriksaan postmortem diketahui
bahwa obstruksi total dari vena cava superior dihasilkan dari kombinasi
trombosis vena cava dengan kompresi ekstena. Obstruksi vena cava superior
sebagian lebih sering disebabkan oleh penekanan atau kompresi intrinsik tanpa
trombosis vena.
Obstruksi vena cava superior mengawali aliran balik vena kolateral dari
setengah bagian tubuh bagian atas menuju ke jantung melewati 4 jalur utama.
Jalur Pertama dan yang paling penting adalah sistem vena azygos, termasuk
vena azygos, vena hemiazygos, dan vena–vena interkostal. Jalur kedua adalah
sistem vena mamaria interna dan cabang – cabangnya serta hubungan sekunder
ke vena epigastrik superior dan inferior, Sistem vena toraksik yang panjang,
4
dengan hubungannya menuju vena femoralis dan vena vertebralis, yang
menyediakan jalur kolateral ketiga dan keempat. akibat terjadinya perubahan
jalur vena tersebut maka aliran vena hampir selalu meningkat pada bagian atas
jika obstruksi vena cava superior terjadi, dimana tekanan vena cava tersebut
dapat mencapai 200 – 500 cmH2O pada SVCS berat.
Dengan menggunakan venografi, Standford dan Doty telah
menggambarkan empat pola yang berhubungan dengan aliran vena ditentukan
dari derajad obstruksi dari vena cava superior. Obstruksi vena cava superior
dibawah batas insersi dari vena azigos akan menyebabkan peningkatan aliran
ke vena azigos sebagai salah satu cabang mayor jalur kolateral, dengan aliran
balik dan drainase menuju vena cava inferior. obstruksi diatas insersi vena
azigos akan meningkatkan aliran menuju jalur alternatif, terutama pleksus
cervical dan paravertebral. Pembuluh darah kolateral yang menuju ke sistem
vena azigos akan mengalir balik ke vena cava inferior. Beberapa sistem vena
kolateral mungkin muncul saat vena cava superior dan vena besar mengalami
trombosis.
Perkembangan dari obstruksi vena cava superior menentukkan keganasan
dari sindrom dan perubahannya yang berhubungan dengan perubahan aliran
vena. Strangulasi dari aliran vena besar (Seperti vena cava, vena inominata,
atau vena azigos ) merangsang timbulnya aliran balik menuju vena–vena yang
lebih kecil. Prosesnya selalu berkembang menjadi proses yang subakut atau
kronis yang berkembang lebih cepat daripada kemampuan tubuh untuk
mengalirkannya ke vena kolateral untuk mencegah terjadinya kongesti. Aliran
darah vena yang tinggi tepat diatas pusat obstruksi akan menyebabkan aliran
berubah ke pleksus yang tekanannya lebih rendah dan venula-venula. Dalam
hitungan minggu atau bulan maka akan memaksa terjadinya pelebaran
pembuluh darah kolateral menjadi lebar.
Ketika terjadi peningkatan aliran vena maka akan terjadi gambaran sianosis
pada pasien, odema juga sering terjadi pada pasien dengan SVCS karena
adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, kondisi ini sangat dipengaruhi
5
oleh derajat aliran kolateral untuk mengurangi tekanan vena. Perubahan
anatomis dan fisiologis juga terjadi sebagai akibat dari kongesti yang terjadi
seperti plethora pada wajah, odema rigan pada wajah, dan kemerahan pada
wajah dan ekstremitas dan dilatasi dari vena kulit. Ketika obstruksi yang terjadi
akut atau subakut maka perubahan fisiologis dari vena – vena kolateal tidak
dapat terjadi secara cepat dan cukup untuk mengkompensasi, maka gejala klinis
yang muncul akan bertambah hebat seperti odema pada wajah, leher, dan
tangan, sakit kepala, sesak, bengkak pada periorbita dan eritema pada wajah.

2.2.5 Manisfestasi Klinis


Berbagai gejala dapat terjadi akibat kompresi vena cava superior. Tanda klinis
dari kondisi ini terutama adalah sianosis (akibat stasis vena dengan oksigenasi
arteri yang normal) dan edema di bagian atas dada, lengan, leher, dan wajah
(terutama periorbital). Pembengkakan biasanya sering terjadi pada bagian
kanan, karena pembentukan sirkulasi kolateral dengan kemungkinan yang lebih
baik terjadi pada vena brachicephalica kanan dibandingkan kontralateralnya.
Tanda dan gejala lain meliputi batuk, epistaksis, hemoptisis, disfagia, disfonia
dan serak (disebabkan oleh kongesti pita suara), perdarahan esofagus, retina,
dan konjungtiva. Pada kasus stasis vena cephalica yang signifikan, sakit kepala,
pusing, rasa berdenging, bingung, stupor, letargi bahkan koma dapat terjadi.
Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering dan biasanya terjadi terus
menerus dan terasa menekan, diperberat saat batuk. Sesak dapat dihubungkan
dengan massa mediastinum atau disebabkan oleh efusi pleura atau kerusakan
sirkulasi jantung. Posisi supinasi dapat memperburuk gejala klinik.
Terdapat tiga klasifikasi utama dari SVCS berdasarkan kategorisasi
yang berbeda:
1. Klasifikasi Doty and Standford (secara anatomi)
 Tipe I: stenosis sampai 90% dari vena cava superior supra-azygos

6
 Tipe II: stenosis lebih dari 90% dari vena cava superior supra-
azygos
 Tipe III: oklusi total dari vena cava superior dengan aliran darah
balik azygos
 Tipe IV: oklusi total vena cava superior dengan keikutsertaan
organ-organ mayor dan vena azygos.

2. Klasifikasi Yu (secara klinis)


 Grade 0: asimptomatik (adanya bukti radiologis obstuksi vena
cava superior)
 Grade 1: ringan (plethora, sianosis, edema leher dan kepala)
 Grade 2: sedang (grade 1 dengan kegagalan fungsi)
 Grade 3: berat (edema serebral atau laring ringan/sedang, fungsi
jantung yang terbatas)
 Grade 4: mengancam jiwa (edema serebral atau laring yang
signifikan, gagal jantung)
 Grade 5: fatal
3. Klasifikasi Bigsby (secara risiko operatif)
 Risiko rendah: tidak ada dispnea saat istirahat, sianosis fasial saat
duduk, tidak ada perburukan dispnea, edema fasial dan sianosis saat
posisi supinasi
 Risiko tinggi: adanya sianosis fasial atau dispnea saat istirahat
pada posisi duduk

2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada awal perjalanan klinis sindroma vena kava superior (SVCS), obstruksi
parsial vena kava superior (SVC) mungkin asimptomatik, tetapi lebih
7
sering, gejala dan tanda minor diabaikan. Ketika sindrom berlanjut ke
obstruksi total SVC, gejala dan tanda klasik menjadi lebih jelas. Dispnea
adalah gejala yang paling umum, diamati pada 63% pasien dengan SVCS.
Gejala lainnya termasuk pembengkakan wajah, kepenuhan kepala, batuk,
pembengkakan lengan, nyeri dada, disfagia, ortopnea, penglihatan
menyimpang, suara serak, stridor, sakit kepala, hidung tersumbat, mual,
efusi pleura, dan pusing.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan dilatasi vena leher, peningkatan
jumlah vena-vena baru yang terlihat di anterior dada, sianosis, edema muka,
tangan, dan dada. Pada kasus berat dapat ditemukan proptosis, edema
laring dan lidah, Gejala kardiorespirasi pada saat istirahat menunjukkan
adanya obstruksi jalan napas dan vaskular obstruksi, Cardiac arrest atau
gagal napas dapat trjadi pada pasien yang mendapat sedative atau dibawah
pengaruh anestesi.
3. Pemeriksaan Penunjang
SVCS merupakan diagnosa klinis, gejala dan tanda yang didapat biasanya mudah
untuk dikenali, konfirmasi dengan pemeriksaan radiologis tidak diperlukan tetapi
diagnosis histologi sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam melakukan
penanganan.
1. USG (Ultrasonogrfi)
Pemeriksaan USG sangat bernilai dalam menilai keadaan dari vena jugularis,
subclavia, dan vena aksilaris sangat aman cepat dan bersifat non invasive. Sebagai
screning awal untuk mengevaluasi adanya obstruksi patologis, pengukuran aliran
Doppler sangat mudah dan akurat tetapi dibatasi oleh ketidakmampuan untuk
melihat vena intratorak secara adekuat, penilaian lebih modern terhadap sistem
vena intrathorak dapat dinilai dengan Transesofageal Echocardiografi (TEE), yang
telah menunjukan hasil yang memuaskan dalam mengevaluasi vena cava
superior dan struktur sekitarnya.

8
2. Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging (CT/MRI)
CT – scan menyediakan informasi yang banyak tentang kejadian SVCS, CT-
scan memperlihatkan secara detail anatomis dari thorak, termasuk tumor
yang terletak proksimal dari vena cava superior, jantung, trakea dan struktur
mayor lainnya, memperlihatkan oklusi vena cava, termasuk trombosis
“kolateral loop” dari hubungan vena intratorak.
3. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI memiliki beberapa potensi keuntungan dibandingkan CT, karena
memberikan gambar dalam beberapa bidang pandang, memungkinkan
visualisasi langsung aliran darah, dan tidak memerlukan bahan kontras
beryodium (karakteristik yang sangat penting ketika mengantisipasi
stenting).
MRI adalah alternatif yang dapat diterima untuk pasien dengan gagal
ginjal atau mereka yang alergi kontras. Kerugian potensial termasuk
peningkatan waktu pemindaian dengan masalah petugas dalam kepatuhan
pasien dan peningkatan biaya.
4. Contrast Venography
Venacavography merupakan prosedur yang penting ketika akan dilakukan
intervensi bedah pada pasien. Pemeriksaan ini mampu mengetahui lokasi
yang tepat dan derajad obstruksi dari vena cava, letak pembuluh darah besar
yang mengalami sumbatan, derajad yang berhubungan dengan trombosis
dan adanya kolateralisasi, yang merupakan informasi yang penting untuk
perencanaan operasi, venography dapat dilakukan dengan menggunakan
injeksi vena antekubital bilateral atau dengan injeksi kateter konvensional,
tergantung sumbatan yang terjadi.
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan didasari oleh keparahan gejala dan kondisi ganas yang
mendasarinya serta respons yang diharapkan terhadap pengobatan. Sebagai contoh,
pada pasien dengan limfoma, kanker paru sel kecil, atau tumor sel kuman, respon
klinis terhadap kemoterapi sistemik saja biasanya cepat. Pada sebagian besar pasien

9
dengan kanker paru non-sel kecil, meringankan gejala obstruksi vena cava superior
dihasilkan dari pengobatan kanker (kemoterapi untuk pasien dengan penyakit
stadium IV, dan kemoterapi dengan radioterapi untuk pasien dengan penyakit
stadium III) , tetapi tingkat dan kecepatan responsnya agak kurang dari pada pasien
dengan limfoma, kanker paru-paru sel kecil, atau tumor sel kuman.
1. Supportive Care and Medical Management
Tujuan dari penanganan dengan penatalaksanaan medis SVCS adalah menurunkan
gejala dan penanganan penyakit primer yang ada. Hanya sebagian kecil saja dari
pasien dengan obstruksi vena cava superior yang terkena komplikasi. Pasien dengan
SVCS sering mendapatkan gejala klinis dengan penanganan medis seperti
meninggikan posisi kepala dan pemberian suplement oksigen, tindakan emergensi
diindikasikan pada pasien dengan odema otak, penurunan COP (Cardiac Output) atau
odema saluran pernafasan atas. Kortikosterosid dan diuretik sering digunakan untuk
menangani odema yang terjadi, walaupun masih dipertanyakan. Radioterapi juga
dilakukan sebagai penanganan standar pada kebanyakan pasien dengan SVCS.
Radioterapi ini dilakukan sebagai penanganan awal jika diagnosis histologis tidak
dapat ditegakkan dan klinis pasien sangat buruk, namun beberapa pendapat
mengatakan sangat jarang membutuhkan tindakan emergensi pada pasien dengan
obstruksi SVCS tanpa diagnosa yang spesifik.
2. Radioterapi
Penggunaan radioterapi pada paisen dengan SVCS tidak menunjukan hasil yang
memuaskan. Pada pasien dengan SVCS dan SCLC walaupun telah diberikan
radioterapi hasil yang diberikan akan lebih baik dikombinasi dengan kemoterapi,
pada beberapa kasus tidak ada perbedaan antara kedua terapi tersebut namun
kemoterapi memberikan keuntungan dalam mengatasi penyakit secara sistemik dan
menurunkan jumlah radiasi yang diterima jantung dan paru. 43% dari 100% kasus
penurunan gejala akan dicapai pada tujuh sampai 10 hari. Dalam studi yang
melibatkan pasien dengan SVCS dan SCLC pasien tidak mendapatkan keutungan
dengan radioterapi, tetapi pada pasien dengan SVCS dan NSCLC pasien radioterapi
memegang peranan penting, dosis yang dianjurkan adalah 300 – 400 Gy sebanyak 2-

10
4 seri, namun waktu, dosis dan jumlah dari radioterapi untuk SVCS masih belum pasti,
dan tidak ada bukti klinis yang dapat menentukan jumlah dosis yang diperlukan untuk
menimbulkan respon klinis pada pasien dengan SVCS. Secara umum pada NSCLC total
dosis yang digunakan adalah 60 GY, dimana dosis pada limfoma dan neoplasma yang
radiosensitif dosis yang sering dipakai adalah 20 – 40 Gy. Dosis dari radioterapi dapat
sangat bervariasi tidak hanya tergantung jenis histologi dari tumor, tetapi juga apakah
dikombinasi dengan kemoterapi atau tidak dan apakah terapinya paliatif atau kuratif.
3. Pembedahan
Vascular Graft – tipe Bypass
Dari hasil yang didapatkan pada pasien dengan mengunakan kemoterapi atau
radioterapi maka tindakan pembedahan jarang dilakukan pada pasien dengan
SVCS, dari duapertiga pasien dengan SVCS gejala yang muncul dapat berkurang
dalam 1 - 2 minggu dengan tindakan nonbedah. Banyak klinisi yang percaya
bahwa dengan melakukan vascular graft- tipe bypass tidak memberikan hasil
yang baik pada SVCS sekunder karena keganasan, keuntungan dari tindakan ini
adalah terjadinya penurunan gejala yang ada bersamaan dengan tejadinya
penurunan obstruksi vena cava, kelemahan dari pembedahan adalah morbiditas
dan mortalitas sehubungan dengan prosedur pembedahan yang dilakukan,
seperti timbulnya perdarahan pasca pembedahan, karena terjadi pelebaran vena
di bagian compartment atas. Indikasi yang paling mungkin digunakan bedasarkan
literatur adalah neoplasma yang mendapatkan terapi (kemoterapi atau
radioterapi) dan trombus pada vena cava superior atas atau cabang-cabangnya,
oklusi akut vena cava superior disertai gejala klinis yang berat. Indikasi yang lain
untuk pembedahan adalah terjadinya kekambuhan dari SVCS setelah dilakukan
kemoterapi dan radioterapi. Dapat juga dilakukan pada pasien dengan obstruksi
vena cava yang ringan, selain itu juga dilakukan tindakan biopsi untuk
mendapatkan struktur histologis dari proses yang sedang terjadi. Namun
tindakan pebedahan dapat mengurangi gejala pada SVCS karena keganasan.

11
2.2.8 Prognosis
Pada kasus tumor jinak, angka harapan hidup tidak terganggu. Sedangkan pada kasus
keganasan apabila tidak di terapi maka angka harapan hidupnya 30 hari dan apabila
di terapi angka harapan hidup sampai lebih dari 7 bulan

12

Anda mungkin juga menyukai