Anda di halaman 1dari 3

KEUTAMAAN MENUNJUKKAN KEBAIKAN

‫ٍ فالاهل امسثلل أاسجار افاَاعلااه‬,‫َ امسن ادال اعالى اخسيدر‬: ‫اا – صلى ا عليه وسلم‬ ‫اعسن أاابي ام س‬
‫َ اقاَال ار ل‬:‫سلعوُدد – رضي ا عنه – اقاَال‬
‫سوُلل ا ا‬

Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa
menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR.
Muslim]

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab al-imârah bab fadhlu I’ânat al-ghâzî fî sabîlillâh (bab
keutamaan membantu orang yang berperang di jalan Allâh), no. 1893 dari jalur Abu Mu’awiyah dari A’masy
dari Abu Amr asy-Syaibani dari Abu Mas’ud al-Anshâri Radhiyallahu anhu ; ia berkata, “Seorang lelaki datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Sungguh, tungganganku telah binasa. Karena itu
tolong berilah aku tumpangan (tunggangan).” Nabi menjawab, “Aku tidak punya.” Lalu ada seorang lelaki yang
berkata, “Wahai Rasûlullâh! Aku bisa menunjukkan padanya orang yang bisa memberinya tumpangan
(tunggangan).” Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti yang tertera dalam hadits di atas.

SYARAH LAFAZH
Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam َ:

‫امسن ادال اعالى اخسيدر‬

Siapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan

Kata khair pada potongan hadits di atas adalah bentuk nakirah dalam redaksi kalimat bersyarat (kalimat
majmuk bertingkat). Dalam tata bahasa arab, kata khair dalam kalimat seperti di atas bermakna umum, sehingga
mencakup semua bentuk kebaikan, baik kebaikan duniawi maupun religi (terkait agama). Sehingga masuk
dalam cakupan kata khair di atas yaitu ketika seseorang menunjukkan orang lain suatu perbuatan baik, termasuk
pula memberi nasihat, wejangan, peringatan, menyusun buku tentang ilmu-ilmu yang bermanfaat.

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam َ:

‫فالاهل امسثلل أاسجار افاَاعلااه‬

Maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang melakukannya

Artinya orang yang menunjukkan kebaikan akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakan
kebaikan itu sendiri. Semakin banyak orang yang melakukannya, maka semakin banyak pahala yang
didapatkannya.

KANDUNGAN HADITS
Hadits ini berisi kandungan yang agung dan termasuk jawâmi’ al-kalim. Jawâmi’ al-kalim sendiri adalah istilah
untuk ungkapan yang disampaikan dengan bahasa yang singkat, namun bermakna luas, padat dan berisi.

Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang menunjukkan kepada orang lain suatu kebaikan atau suatu jalan
hidayah, ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya. Pengertian ini ada juga pada
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ً،‫سييئاةة‬
‫سناةة ا‬
‫سالام ل‬ ‫سان افي ا س ال س‬ ‫ً اوامسن ا‬،‫شسيءء‬ ‫ص امسن أللجوُاراهسم ا‬‫ً امسن اغسيار أاسن ياسنقل ا‬،‫ً اوأاسجلر امسن اعامال بااهاَ باسعادله‬،َ‫ً فالاهل أاسجلراها‬،‫سناةة‬
‫سناةة اح ا‬ ‫سان افي ا س ال س‬
‫سالام ل‬ ‫امسن ا‬
‫شسيءء‬ ‫م‬‫ه‬ ‫ر‬ ‫ا‬
‫زا‬ ‫و‬
‫ا ا س س ا اس ا‬‫ا‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ‫س‬
‫ن‬ ‫ي‬ ‫ن‬‫ا‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ي‬‫غ‬‫ا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ً،‫ه‬ ‫د‬‫ع‬‫ب‬ ‫ن‬ ‫م‬ َ‫ها‬ ‫ب‬ ‫ل‬‫م‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ز‬
‫ا ا س ا ا ل ا ا ا ل ا س ا ا ا ا ا ا س اساا ا س س ا س ا‬‫س‬ ‫و‬‫و‬ َ‫ها‬‫ر‬ ‫س‬
‫ز‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬‫ا‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫ن‬ ‫ا‬
َ‫كا‬

Barangsiapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan
pahala orang yang melakukannya setelahnya; tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan
barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan
dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka.[HR.
Muslim, no. 1017]

Ini juga mencakup dakwah dengan perkataan, seperti mengajar, memberikan wejangan, berfatwa dan mencakup
pula dakwah dengan perbuatan, seperti dengan memberikan tauladan yang baik. Sebab orang yang menjadi
panutan dan tauladan, bila mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, akan diikuti orang banyak. Seolah-olah
dengan perbuatannya ini, ia telah menyeru dan mendakwahi manusia untuk mengerjakan atau meninggalkan
perbuatan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allâh Azza wa Jalla :

‫س تاأسلملروان اباَسلامسعلرو ا‬
‫ف اوتاسناهسوُان اعان اسللمسناكار اوتلسؤاملنوُان اباَالا‬ ‫لكسنتلسم اخسيار ألامدة ألسخاراجست اللاناَ ا‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar [Ali Imrân/3:110]

Para Ulama Salaf mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa predikat terbaik bisa diraih oleh umat ini, karena
mereka adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Ini terwujud dengan menunjukkan manusia pada
perbuatan baik dan memperingatkan mereka dari perbuatan buruk.[1]

FAEDAH HADITS
Diantara faedah penting yang didapatkan dari hadits ini adalah:

1. Orang yang membimbing kepada kebaikan akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
dibimbingnya.

2. Membimbing orang menuju kebaikan adalah bentuk realisasi dari amar ma’ruf dan nahi munkar. Tentunya ini
adalah sebuah bentuk partisipasi besar dalam memperbaiki masyarakat.

3. Anjuran kerja sama dalam kebaikan dan takwa, menyebarluaskan adab atau etika serta hukum Islam di antara
individu masyarakat. Ini akan merealisasikan kehidupan yang bahagia dan penuh petunjuk ilahi bagi
masyarakat.

4. Berdasarkan hadits ini dan dalil lainnya, para Ulama ahli Tahqiq ketika membicarakan masalah mengukur
dan menimbang amalan yang paling utama, mereka menetapkan bahwa amalan-amalan yang manfaatnya bisa
dirasakan orang lain (a’mâl muta’addiyah) lebih utama daripada amalan yang manfaatnya hanya untuk pelaku
(a’mâl qâshirah) saja.

Contoh : Memberi pelayanan kepada kaum fakir, mengajarkan ilmu, menyibukkan diri dengan menyusun
sebuah karya yang bermanfaat, memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan serta memenuhi kebutuhan
mereka, juga membantu mereka, baik dengan harta, dengan kedudukan ataupun dengan memberikan mediasi
untuk kebaikan mereka.

Semua ini lebih utama karena amalan yang manfaatnya dirasakan orang lain akan mewujudkan manfaat yang
merata dan memberikan pahala secara terus-menerus. Orang yang memberikan suatu kemanfaatan tidak akan
terputus amal perbuatannya, selama kemanfaatan tersebut dinisbatkan kepadanya. Ini adalah tugas dari para
nabi dan rasul, serta dai yang menyerukan agama ini dengan ikhlas yang meneladani mereka.[2]

5. Sudah sepantasnya bagi setiap Muslim, terutama para penuntut ilmu untuk giat dan bersemangat dalam
menunjukkan kebaikan dan menyeru manusia kepada perkara yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan
akhirat.

6. Hendaknya seorang Muslim tidak meremehkan apa yang ada pada dirinya; atau merasa pesimis untuk bisa
mewujudkan kebaikan dan keistiqamahan pada audien (obyek dakwah)nya. Hendaknya ia memberi bimbingan
kepada mereka sesuai kadar ilmu yang dimiliki. Sedangkan hidayah taufiq, itu ada di tangan-Nya Azza wa
Jalla . Sehingga dengan itu ia bisa meraih pahala besar. Tugas ini menjadi semakin ditekankan pada diri seorang
guru, imam masjid dan yang semacamnya yang mengemban amanah untuk menyampaikan risalah Allâh Azza
wa Jalla kepada umat secara umum, terutama para pemuda dan remaja. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri telah bersabda:

‫ي ال بااك ارلجةل اوااحةدا اخسيءر لااك امسن أاسن يالكوُان لااك لحسملر النااعام‬
‫فااوُاا الاسن ياسهاد ا‬

Demi Allâh, bila Allâh memberi petunjuk kepada satu orang melalui tanganmu, itu lebih baik bagimu daripada
engkau mempunyai unta merah. [HR. al-Bukhâri, no. 3009, dan Muslim, no. 2406 dari hadits Sahl bin Sa’ad as-
Sâ’idi Radhiyallahu anhu]

7. Perlu diperhatikan, bahwa ketika menekankan pentingnya amalan yang manfaatnya dirasakan orang lain,
tidak berarti melupakan atau menyepelekan amalan yang sifatnya individualis yang manfaatnya kembali pada
diri sendiri. Pemahaman seperti ini akan berakibat pada ketimpangan pemahaman dan amalan bagi sebagian
pentuntut ilmu. Sehingga ia menyepelekan amalan ibadah yang sifatnya khusus, atau tidak memperhatikan hal-
hal terkait istri dan anak-anaknya, dengan dalih ia sibuk berdakwah dan mengajarkan ilmu pada orang lain.

Sikap Terbaik pertengahan, itulah jalan yang benar, dan inilah jalan yang lurus. Perhatikanlah firman Allâh
tentang ahli surga berikut:

‫ذ‬
‫إانالهسم اكاَلنوُا قاسبال اذلااك لمسح ا‬
‫سانيان‬

Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. [Adz-Dzâriyât/ 51: 16]

Ini bersifatnya umum dan menyeluruh, sehingga mereka berbuat baik kepada dirinya dengan beribadah kepada
Rabb mereka dan berbuat baik kepada sesama hamba Allâh. Ini bisa diperhatikan dari lanjutan ayat tersebut:

‫ساَئاال اواسلامسحلروام‬ ‫﴾ اوافي أاسماوُالااهسم اح ق‬١٨﴿ ‫ستاسغفالروان‬


‫ق الل ا‬ ‫﴾ اواباَسلا س‬١٧﴿ ‫اكاَلنوُا قااليةل امان اللاسيال اماَ ياسهاجلعوُان‬
‫ساحاَار لهسم يا س‬

Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum
fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapat bagian (orang miskin yang tidak meminta-minta). [Adz-Dzâiyât/ 51: 17-19]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menamakan ibadah dengan sebutan ihsân (berbuat baik), karena dimulai
dengan ihsân (berbuat baik) terhadap diri sendiri yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam bentuk pujian dalam
dua ayat (yaitu ayat 17 dan 18). Kemudian menyebutkan ihsân kepada orang lain dalam satu ayat.

Wallâhu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai