Anda di halaman 1dari 20

DISENTRI

Tugas ini
Disusun dalam Rangka untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Pelajaran Konsep Dasar Keperawatan
Dengan Dosen Pembimbing Ahmad Subandi

Kelompok 3
1. Mutiara Nur Azizah
2. Pramesty Lupitasari
3. Nur Anisa
4. Elisa Wahyu
5. Sofi Andriani
6. Rizka Nola
7. Andre Nurokhman

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIAH


CILACAP
TAHUN AJARAN 2018/2019

DISENTRI

A. Devinisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “dys” (gangguan) dan
“enteron” (usus), dengan karakteristik nyeri atau kram abdomen,
tenesmus, peningkatan frekuensi diare, dan feses lendir bercampur darah
(Kroser, 2008). Disentri adalah peradangan pada intestinal, terutama usus
besar yang disebabkan oleh berbagai agen infeksi yang menginvasi
intestinal.
Disentri adalah penyakit saluran cerna dengan tinja diketahui
mengandung darah dengan/tanpa lendir. Darah biasanya dari dinding
saluran cerna yang luka dan sering dari dinding usus besar.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang
menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas
yang disebut sebagai sindroma disentri, seperti: sakit di perut yang sering
disertai dengan tenesmus, berak-berak, dan tinja mengandung darah dan
lendir.
Adanya darah dan leukosit dalam tinja merupakan suatu bukti
bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding kolon dan
bersarang dibawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi karena kebersihan
tidak terjaga, baik karena kebersihan diri atau individu maupun kebersihan
masyarakat dan lingkungan.

B. Anatomi Fisiologi
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum.
1. Fungsi usus besar:
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat tinggal bakteri koli
c. Tempat feses
2. Bagian-bagian usus besar atau kolon:
a. Kolon asendens.
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah
kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah
hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura
hepatika.
b. Kolon transversum.
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai
ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan
terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura
lienalis.
c. Kolon desendens.
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke
depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
d. Kolon sigmoid.
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring,
dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf
S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
e. Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari
akhir seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih
memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk
ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang
seikum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi
kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang
bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga
abdomen.

C. Etiologi
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
1. Disentri basiler
Disebabkan oleh Shigella, sp. Shigella adalah basil non
motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu :
a. S.dysentriae,
b. S.flexneri,
c. S.bondii dan
d. S.sonnei.
Terdapat 43 serotipe O dari Shigella. S.sonnei adalah satu-
satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh
yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat
terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki
kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan
infeksi dalam jumlah 102-103 organisme.
Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-
kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan
menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis
mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah
dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella sp merupakan
penyebab terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan
dengan penyebab lainnya.
2. Disentri amoeba,
Disebabkan Entamoeba hystolitica. E. histolytica
merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara
membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus
sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2
bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk
kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu :
a. Trofozoit komensal (berukuran < 10 mm), dapat dijumpai di
lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.
b. Trofozoit patogen (berukuran > 10 mm), dapat dijumpai di
lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus
(ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai
50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal
ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite).
Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh
manusia. Mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan
darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Mikroorganisme penyebab disentri baik itu berupa bakteri
maupun parasit menyebar dari orang ke orang. Hal yang sering
terjadi penderita menularkan anggota keluarga untuk
menyebarkannya ke seluruh anggota keluarga yang lainnya. Infeksi
oleh mikroorganisme penyebab disentri ini dapat bertahan dan
menyebar untuk sekitar empat minggu.

D. KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu:
1. Disentri Amoeba
2. Disentri Bacilaris

Perbedaan disentri Amoebica dan Basilaris

Disentri Amoebica Disentri Bacilaris


Penyebab Entamoeba Histolitika Shigela Disentri
Dimulai Tidak dengan tiba-tiba dan hebat Dengan hebat dan tiba-tiba
Panas Tidak ada Ada
BAB Tidak sering kali, tidak banyak Terlalu sering, lebih banyak
darah dan lendIr dan baunya sangat darah, lendIr dan nanah, tidak
busuk bau busuk.
Berjangkitnya Tidak berat dan tidak secara wabah Hebat dan sering secara wabah
Diagnosa Dapat dengan mikroskop Menghendaki pemeriksaan lebih
lanjut di laboratorium.
Prognosis Pada penyakit endokrin tergantung Pada bentuk berat angka
pada penyakit dasarnya. Pada kematian tinggi, kecuali
penyebab obat-obatan tergantung mendapat pengobatan dini. Pada
kemampuan menghindari bentuk sedang angka kema
pemakaian obat.

E. PATOFISIOLOGI
1. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu
suatu keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja
biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi yang mengandung
leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella
secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat
melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,
makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah
melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel
mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella
namun ileumterminalis dapat juga terserang. Kelainan yang
terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa
usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya
tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah
folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum
didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan
infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae,
S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat
enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen
sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon
dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai
warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk
selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi
perlekatan dengan peritoneum.
2. Disentri Amuba Trofozoit
Bermula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus
dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan
perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga
baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi)
amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang
ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.
Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa
berbentuk kecil, tetapi dilapisan submukosa dan muskularis
melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang
yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden,
rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Disentri basiler
Gejala Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam
sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada
fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi
tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu
makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan,
sedang sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah
kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat
(fulminating cases) biasanya disebabkan olehS.dysentriae.
Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat,
berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah,
suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan
dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa
haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena
dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin
dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti
gejala kolera atau keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi
karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik. Angka
kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan.
Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat
misalnya kelaparan.
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara
mendadak timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang
encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus
halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi
ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer
tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus
disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus rektum), yang
menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh
secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus
dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan
elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan
kematian.
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja.
Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare
encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam
sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
a. Panas tinggi (39,50 – 400 C)
b. Muntah-muntah
c. Anoreksia
d. Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
e. Takikardi
2. Disentri amoeba
Gejala-gejala disentri amoeba biasanya berlangsung dari
beberapa hari sampai beberapa minggu. Namun, tanpa pengobatan,
bahkan jika gejala hilang, amuba dapat terus hidup di usus selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Infeksi masih dapat
ditularkan kepada orang lain dan diare masih bisa kembali.
Bahayanya penyakit desentri amuba dapat bersifat fatal bila terjadi
komplikasi antara lain usus berlubang (perforasi usus), infeksi
selaput rongga perut (peritonitis), abses di hati dan otak. Dan bila
infeksi amuba ini tidak diobati secara tuntas, dapat mengakibatkan
kematian.
a. Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
b. Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri
basiler (≤10x/hari)
c. Sakit perut hebat (kolik)
d. Demam dan menggigil.

G. PATHWAY

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1. Disentri basiler
a. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk
menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang
seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu
diperlukan tinja yang baru.
b. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai
secara luas. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi
toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang terinfeksi
S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
c. Sigmoidoskopi
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan
daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada
stadium lanjut.
d. Aglutinasi
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,
maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi
dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri
aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya
banyak strain maka jarang dipakai.
e. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang
terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat.
Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara
progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.

2. Disentri amoeba
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium
yang sangat penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur
darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan
tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-
ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum pasien mendapat pengobatan.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk
itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil
bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir.
Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih
bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan
pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan
tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya.
b. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis
penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada
pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi
pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan
ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol,
tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus
tampak normal.
c. Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis
abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila
amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini
akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan
negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu
menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan
amebiasis.

I. PENCEGAHAN
1. Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan
sabun secara teratur dan teliti
2. Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah
3. Memasak makanan sampai matang
4. Selalu menjaga sanitasi air, makanan maupun udara
5. Mengatur pembuagan sampah dengan baik

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Disentri basiler
a. Antibiotik, diberikan antibiotik jenis trimethoprin-
sulfamethoxazole (Bactrim, Septra), nalidixic acid (NegGram),
atau ciprofloxacin (Cipro, Ciloxan).
b. Antidiare. Pasien disentri basiler tidak oleh diberikan obat
antidiare, seperti loperamide (Imodium), paregoric, dan
diphenolate (Lomotil) karena akan meningkatkan respons
penyakit.
2. Disentri amoeba
a. Antiamoeba, beberapa antiamoeba yang digunakan seperti
diloxanide furoate (Diloxide), iodoquinol (Diquinol, Yodoxin),
dan metronidazole (Flagyl).
b. Metronidazole tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

Komponen terapi disentri:


1. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama
yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah
keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi
dan keseimbangan elektrolit.
2. Diet
Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk
mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000
IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat
diberikan sinbiotik dan preparat seng oral. Dalam pemberian
obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena
adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.
Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci
tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk
mencegah autoinfeksi.

K. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi : saat di mana tubuh kita tidak seimbang dalam kadar
cairannya
2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia ( Hyponatremia
merujuk pada tingkat sodium dalam darah yang lebih rendah dari
normal. Sodium adalah penting untuk banyak fungsi-fungsi tubuh
termasuk pemeliharaan keseimbangan cairan, pengaturan dari
tekanan darah, dan fungsi normal dari sistim syaraf ).
3. Sepsis (suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik /
inflammatory sytemic rection yang dapat disebabkan oleh invansi
bakteri, virus, jamur atau parasit).
4. Sindroma Hemolitik Uremik : suatu penyakit dimana secara tiba-
tiba jumlah trombosit menurun (trombositopenia, sel-sel darah
merah dihancurkan (anemia hemolitik) dan ginjal berhenti
berfungsi (gagal ginjal).
5. Malnutrisi/malabsorpsi
6. Hipoglikemia kekurangan glukosa dalam darah
7. Prolapsus rectum (turunnya rektum melalui anus )
8. Reactive arthritis : suatu kondisi yang dipicu oleh infeksi yang
terjadi di tubuh - paling sering usus, alat kelamin atau saluran
kemih. Sakit sendi dan bengkak merupakan ciri khas dari arthritis
reaktif. Artritis reaktif juga dapat menyebabkan peradangan pada
mata, kulit dan saluran yang membawa urin dari kandung kemih
(uretra). Arthritis reaktif juga kadang-kadang disebut sindrom
Reiter, meskipun istilah ini lebih akurat mengacu pada subtipe
artritis reaktif terutama yang mempengaruhi sendi, mata dan uretra.
9. Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian
atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang.
10. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan
sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur
(prolapsus rekti).

L. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien yang harus diketahui oleh perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, pekerjaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan
klien/ asuransi kesehatan
b. Riwayat penyakit sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, dan penyakit
gastrointestinal lainya. Serta penggunaan obat-obatan terkait.
d. Riwayat nutrisi
Perlu dikaji mengenai pola nutrisi yang di konsumsi oleh
seseorang dan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi sehari-
harinya.
e. Riwayat lingkungan
Perlu kita kaji bagaimana lingkungan sekitar seseorang. Apakah
lingkungan dapat dikatakan higienis atau tidak. Seperti keadaan
air untuk mencuci makanan, suhu tempat menyimpat makanan,
kebersihan lingkungan serta kebersihat alat-alat untuk makan

2. Pemeriksaan fisik
a. Survei umum dan tingkat kesadaran
Pasien terlihat kesakitan dan memegang perut (kolik abdomen),
pasien terlihat lemah dan pada kondisi kronis terlihat kurus. Pada
beberapa kasus berat akan didapatkan adanya perubahan
kesadaran dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
b. TTV
Perubahan tanda-tanda vital: suhu tubuh 39,5-400C, nadi dan
respirasi cepat, tekanan darah turun, denyut janung cepat.
c. B1 (Breathing)
Pada pasien disentri amoeba dengan komplikasi abses hati
didapatkan tanda nyeri tekan interkostal bawah kanan, ronkhi pad
segmen paru kanan bawah.
Pada pasien disentri amoeba dengan komplikasi pada paru akan
didapatkan tanda dan gejala seperti pada penyakit abses paru,
empiema, dan pneumonia.
d. B2 (Blood)
Pada pasien disentri amoeba bisa didapatkan adanya tanda dan
gejala anemia. Viskositas darah meningkat akibat
hemokonsentrasi.
e. B3 (Brain)
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan
penurunan perfusi serebral dengan manifestasi sakit kepala,
perasaan lesu, gangguan mental, seperti halusinasi dan delirium.
f. B4 (Bladder)
Pada kondisi dehidrasi berat akan didapatkan penurunan urine
output. Semakin berat kondisi dehidrasi, maka akan didaptkan
kondisi oliguria sampai anuria dan pasien mempunyai resiko untuk
mengalami gagal ginjal akut.
g. B5 (Bowel)
Secara lazim pada pemeriksaan gastrointestinal akan didaptkan:
1) Inspeksi: pasien terlihat sering melakukan BAB, kesakitan dan
tenesmus pada saat melakukan BAB. Pada pasien disentri
viral didaptkan dehidrasi berat dan akan terlihat lemas.
2) Auskultasi: didapatkan peningkatan bising usus lebih dari 25
kali/menit yang berhubungan dengan peningkatan motilitas
usus.
3) Perkusi: nyeri ketuk abdomen dan bunyi timpani pada pasien
yang mengalami kembung.
4) Palpasi: didaptkan adanya nyeri tekan pada area abdomen.
Pada disentri amoeba bisa didapatkan adanya pembesaran
hati.
Pada pemeriksaan feses, didapatkan feses:
1) Konsistensi feses bervariasi baik cair atau lembek
2) Feses bercampur lendir dan darah.
h. B6 (Bone)
Respons nyeri hebat, dehidrasi, dan penurunan volume cairan
tubuh akan menyebabkan kelemahan fisik umum.
Integumen: pada kondisi lanjut akan didaptkan tanda dan gejala
dehidrasi (turgor kulit menurun <3 detik), keringat dingin dan
diaforesis akibat kolik abdomen.

3. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
b. Hipertermi b/d proses penyakit
c. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan
e. Resiko kerusakan integritas kulit b/d peningkatan frekuensi BAB

4. INTERVENSI
a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
NOC: kekurangan volume cairan teratasi
NIC:
1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan aktif
2) Pantau status hidrasi
3) Pantau intake dan output
4) Berikan terapi IV
5) Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam
6) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada pasien
7) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik)
b. Hipertermi b/d proses penyakit
NOC: meminimalkan peningkatan suhu tubuh
NIC :
1) Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
2) Pantau tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi pernapasan
3) Berikan kompres hangat di kepala dan aksila
4) Ajarkan pada pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik

c. Nyeri akut b/d agen cedera biologis


NOC: Pengendalian nyeri
NIC:
1) Kaji karakteristik nyeri menggunakan skala PQRST
2) Ajarkan teknik relaksasi
3) Lakukan perubahan posisi dan masase punggung
4) Gunakan teknik distraksi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan
NOC: asupan makanan dan cairan adekuat
NIC:
1) Kaji status nutrisi pasien
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
3) Timbang berat badan sesuai indikasi
4) Anjurkan makan sedikit tapi sering
5) Jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
6) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
7) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi

e. Resiko kerusakan integritas kulit b/d peningkatan frekuensi BAB


NOC: Menunjukkan integritas kulit yang dibuktikan oleh indikator
hidrasi dan elastisitas
NIC:
1) Berikan perawatan kulit, berikan perhatian khusus pada lipatan
kulit
2) Jelaskan kepada klian agar tidak menggosok area yang
kemerahan
3) Jelaskan tentang pentingnya kebersihan area anal dan jaga
agar tetap kering

5. DISCHARGE PLANNING
1. Ajarkan bagaimana untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat
2. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat-obatan sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan.
3. Beritahukan kepada pasien dan keluarga tentang pentingya
menjaga kebersihan.
4. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang cara mencuci tangan
yang baik dan benar.
5. Ajarkan cara mencegah disentri dan penularan.
6. Jelaskan kepada pasien penyebab terjadinya disentri.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2011 . Gangguan gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah . Jakarta : Salemba Medika.

Faisal Yatim. 2001 . Macam-macam Penyakit Menular dan Pencegahannya.


Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Judith M. Wilkinson . Nancy R .Ahern . 2011 .Buku Saku Diagnosis


Keperawatan : diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi-9 .
Jakarta : EGC .

Made Sumarwati, dkk. 2012. Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai