Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan

insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang

dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (WHO,

2012). Menurut Departemen Kesehatan RI, diabetes melitus (DM) membutuhkan

perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama baik untuk mencegah komplikasi

maupun perawatan sakit. Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang

disebabkan keturunan dan tipe kedua disebabkan gaya hidup. Secara umum, hampir 80 %

prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup yang tidak sehat

menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Bila dicermati, penduduk dengan

obesitas/ kelebihan berat badan mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari penduduk

yang tidak obesitas (Depkes , 2009).Menurut hasil survei WHO, jumlah penderita diabetes

melitus (DM) di Indonesia menduduki ranking ke 4 terbesar di dunia. DM menyebabkan

5% kematian di dunia setiap tahunnya. Diperkirakan kematian karena DM akan meningkat

sebanyak 50% sepuluh tahun yang akan datang. Sebanyak 80% responden DM menderita

DM tipe 2 dan mereka membutuhkan pengobatan secara terus menerus (WHO, 2008).

Penyakit kanker menjadi salah satu penyakit kronis yang peningkatannya cukup tinggi

saat ini. Menurut World Health Organization atau WHO (2014) kanker merupakan suatu

istilah umum yang menggambarkan penyakit pada manusia berupa munculnya sel-sel

abnormal dalam tubuh yang melampaui batas. Sel-sel tersebut dapat menyerang bagian

tubuh lain.Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang paling mematikan di dunia.

Menurut statistik Amerika Serikat, kanker menyumbang sekitar 23% dari total jumlah

1
kematian di negara tersebut dan menjadi penyakit kedua paling mematikan setelah penyakit

jantung (Anand, Kunnumakara, Sundaram, Harikumar, Tharakan, Lai, dan Aggarwal,

2008). Setiap 11 menit ada satu orang penduduk dunia yang meninggal karena kanker dan

setiap tiga menit ada satu penderita kanker baru. Fakta lain menunjukkan bahwa lima besar

kanker yang diderita adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kanker ovarium, kanker

kulit, dan kanker rektum (Rasjidi, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari diabetes melitus ?

2. Bagaimana diagnosis dari diabetes melitus ?

3. Bagaimana pemeriksaan diabetes melitus ?

4. Bagaimana terapi dari diabetes melitus ?

5. Apa pengertian kanker tiroid ?

6. Bagaimana etiologi dari kanker tiroid ?

7. Bagaimana penatalaksanaan kanker tiroid ?

8. Bagaimana diagnosis kanker tiroid ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari diabetes melitus

2. Untuk mengetahui diagnosis dari diabetes melitus

3. Untuk mengetahui pemeriksaan diabetes melitus

4. Untuk mengetahui terapi dari diabetes melitus

5. Untuk mengetahui pengertian kanker tiroid

6. U ntuk mengetahui etiologi dari kanker tiroid

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan kanker tiroid

8. Untuk mengetahui diagnosis kanker tiroid

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defisini Diabetes Melitus

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”

(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit

diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak

dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap

insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis

dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan

suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan

toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar

glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja

insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

3
2.2 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM

perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik

ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih

mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini

dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban

75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma

puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-

ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

4
Kriteria diagnosis DM:

Cara

pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgbb (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

2.3 Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun

tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini

5
secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa,

merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor

risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor

risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa

darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring

ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak

dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana

tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga

dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya

(mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena disamping biaya yang

mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang

mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check

up) , adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut

sangat dianjurkan.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor

risiko untuk DM, yaitu :

1. kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2. kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

3. tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

6
4. riwayat keluarga DM

5. riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

6. riwayat DM pada kehamilan

7. dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl

8. pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa

Terganggu)

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan

ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain,

pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

7
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan

2.4 Terapi Untuk Diabetes Mellitus

5 pilar terapi untuk klien Diabetes mellitus :

1. Diet

2. Penkes

3. Exersice

4. Monitoring/control

5. Obat

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula

darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit

untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka

kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin

berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik
8
dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan

di laboratorium terdekat.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang

yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika

mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun, sebagian

besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang

teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun

kadar gula darah) per-oral.

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:

1. Obat hipoglikemik oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara

adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya

adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula

darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan

efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi

meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara

menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika

diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.

Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita

memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol

kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

9
2. Terapi Sulih Insulin

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan

insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian

insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin

dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan

per-oral (ditelan).

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk

insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang

berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,

paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu

nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama

kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.

Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai

puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat

seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya

dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja

dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja

10
selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan

selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan

sepanjang malam.

3. Insulin kerja lambat.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru

timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa

kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

1. Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya

2. Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan

menyesuaikan dosisnya

3. Aktivitas harian penderita

4. Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami

penyakitnya

5. Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke

hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin

kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.

Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin,

yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat

makan malam atau ketika hendak tidur malam.

11
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin

kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan

pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap

harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada

makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi

sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak

sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa

membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas

insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan

dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada

tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar,

diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama

beberapa jam.

Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit

tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk).

Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan

mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi

dan alergi.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak

makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes

12
cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi

jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar

kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk

mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari

terjadinya komplikasi.

Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki

sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya

supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

2.5 Definisi Ca Tiroid

Kanker Tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu:

papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan

pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam

kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa

disembuhkan.

Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan

membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan

cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme. Kanker tiroid terjadi pada

sel-sel kelenjar tiroid (organ berbentuk mirip kupu-kupu terletak di pangkal leher), yang

berfungsi memproduksi hormon untuk mengatur kecepatan jantung berdetak, tekanan

darah, suhu tubuh dan berat badan.

13
2.6 Etiologi

Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk

terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan

untuk jenis meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang

berperan untuk kanker anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik

berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan

kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar.

Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker

pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit

lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun.

Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid.

Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan

gondok menahun.

Ada juga faktor predisposisilainnya seperti kelainan genetik, usia, jenis

kelamin, ras, dan tempat tinggal (daerah pantai).

2.7 Penatalaksanaan

Secara umum, penatalaksanaan kanker tiroid adalah:

1. Operasi

Pada kanker tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi (operasi

pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat sebanyak mungkin

jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain 60-85% pasien dengan

kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10% kekambuhan terjadi pada lobus

kontralateral, sesudah operasi unilateral.

2. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif

14
Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total dengan

maksud mematikan sisa sel kanker post operasi dan meningkatkan spesifisitas sidik

tiroid untuk deteksi kekambuhan atau penyebaran kanker. Terapi ablasi tidak

dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameter kurang 1mm, kecuali

ditemukan adanya penyebaran.

3. Terapi Supresi L-Tiroksin

Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan karena adanya

reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan merangsang pertumbuhan sel-

sel ganas yang tertinggal. Harus juga dipertimbangkan segi untung ruginya dengan

terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun) bisa menyebabkan gangguan

metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah tulang.

Secara khusus (berdasarkan klasifikasi kanker tiroid), penatalaksanaan kanker tiroid

adalah:

1. Penatalaksanaan Kanker Papiler

Kanker ini diatasi dengan tindakan pembedahan, yang kadang melibatkan

pengangkatan kelenjar getah bening di sekitarnya. Nodul dengan diameter lebih kecil

dari 1,9 cm diangkat bersamaan dengan kelenjar tiroid di sekitarnya, meskipun

beberapa ahli menganjurkan untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Pembedahan

hampir selalu bisa menyembuhkan kanker ini. Diberikan hormon tiroid dalam dosis

yang cukup untuk menekan pelepasan TSH dan membantu mencegah kekambuhan. Jika

nodulnya lebih besar, maka biasanya dilakukan pengangkatan sebagian besar atau

seluruh kelenjar tiroid dan seringkali diberikan yodium radioaktif, dengan harapan

bahwa jaringan tiroid yang tersisa atau kanker yang telah menyebar akan menyerapnya

dan hancur. Dosis yodium radioaktif lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan

15
bahwa keseluruhan kanker telah dihancurkan. Kanker papiler hampir selalu dapat

disembuhkan.

2. Penatalaksanaan Kanker Folikuler

Pengobatan untuk kanker ini adalah pengangkatan sebanyak mungkin kelenjar

tiroid dan pemberian yodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan maupun sel

kanker yang tersisa.

3. Penatalaksanaan Kanker Anaplastik

Pemberian yodium radioaktif tidak berguna karena kanker tidak menyerap

yodium radioaktif. Pemberian obat anti kanker dan terapi penyinaran sebelum dan

setelah pembedahan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Operasi reseksi diikuti

radiasi dan kemoterapi.

4. Penatalaksanaan Kanker Meduler

Pengobatannya meliputi pengangkatan seluruh kelenjar tiroid. Lebih dari 2/3

penderita kanker meduler yang merupakan bagian dari sindroma neoplasia endokrin

multipel, bertahan hidup 10 tahun; jika kanker meduler berdiri sendiri, maka angka

harapan hidup penderitanya tidak sebaik itu. Kadang kanker ini diturunkan, karena itu

seseorang yang memiliki hubungan darah dengan penderita kanker meduler, sebaiknya

menjalani penyaringan untuk kelainan genetik. Jika hasilnya negatif, maka hampir

dapat dipastikan orang tersebut tidak akan menderita kanker meduler. Jika hasilnya

positif, maka dia akan menderita kanker meduler; sehingga harus dipertimbangkan

untuk menjalani pengangkatan tiroid meskipun gejalanya belum timbul dan kadar

kalsitonin darah belum meningkat. Kadar kalsitonin yang tinggi atau peningkatan kadar

16
kalsitonin yang berlebihan setelah dilakukan tes perangsangan, juga membantu dalam

meramalkan apakah seseorang akan menderita kanker meduler

2.8 Diagnosis

Dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik diusahakan dapat

menegakkan diagnosis yang sesuai. Kecurigaan adanya proses keganasan secara klinis

pada penderita struma nodosa, apabila ditemukan hal sebagai berikut :

1 Anamnesa :

1) Pengaruh usia dan jenis kelamin

Apabila nodul tiroid terjadi pada usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun

mempunyai resiko malignansi lebih tinggi

2) Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala

Radiasi pada masa anak-anak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid •} 33-

37 %

3) Kecepatan tumbuh tumor

1 Nodul jinak membesar dalam waktu yang tidak terlalu cepat

2 Nodul ganas membesar dalam waktu yang cepat

3 Nodul anaplastik membesar dengan sangat cepat

4 Kista dapat membesar dengan cepat

4) Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri (dysfagia)

dapat terjadi akibat desakan dan/atau infiltrasi tumor.

17
5) Riwayat penyakit serupa pada keluarga (karsinoma tiroid atau panyakit yang

tergolong pada multipel endokrin neoplasma II (phaeochromocitoma , mukosal

neuroma dan ganglioneuromatosis, paratiroid hiperplasia))

2 Pemeriksaan Fisik :

1) Inspeksi:

a. Adanya benjolan di leher depan atau lateral

b. Bila terlihat sesak, waspada adanya penekanan pada trakea

2) Palpasi:

a. Benjolan kita palpasi, kalau dari tiroid maka pada waktu menelan akan ikut

ke atas.

b. Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multipel dengan

konsistensi bervariasi dari kistik sampai dengan keras bergantung dari jenis

patologi anatominya tetapi biasanya massa yang merupakan suatu

karsinoma berukuran > 4 cm dengan konsistensi keras dan tidak bisa

digerakkan dari dasarnya.

c. Bila kelenjar besar sekali tetapi belum terlihat gejala sesak napas, kita bisa

tetap curiga ada tidaknya penekanan pada trakhea, caranya dengan menekan

lobus lateral kelenjar maka akan timbul stridor akibat penekanan pada

trakea.

d. Ada tidaknya pembesaran KGB regional secara lengkap.

e. Ada tidaknya benjolan pada tulang belakang, clavicula, sternum serta

tempat metastase jauh lainnya di paru, hati, ginjal dan otak.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu diagnosis

karsinoma tiroid, kecuali untuk karsinoma jenis meduler. Pada karsinoma jenis

18
meduler, pemeriksaan kadar kalsitonin dan penting untuk diagnostik maupun untuk

follow up setelah terapi. Langkah pertama adalah menentukan status fungsi tiroid

pasien dengan memeriksa kadar TSH (sensitif) dan T4 bebas (Free T4 atau FT4). Pada

keganasan tiroid, umumnya fungsi tiroid normal. Namun, perlu diingat bahwa

abnormalitas fungsi tiroid tidak menghilangkan kemungkinan keganasan meskipun

memang kecil.

Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin

penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto, terutama bila disertai peningkatan

kadar TSH. Sering pada Hashimoto juga timbul nodul baik uni/bilateral sehingga pada

tiroiditis kronik Hashimoto pun masih mungkin terdapat keganasan..

Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif tetapi

tidak spesifik karena peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada tiroiditis,

penyakit Graves, dan adenoma tiroid. Pemeriksaan kadar tiroglobulin sangat baik untuk

monitor kekambuhan karsinoma tiroid pascaterapi. Tetapi tidak dapat untuk memonitor

karsinoma tiroid medulare dan anaplastik, karena sel anaplastik tidak mensekresi

tiroglobulin. Pada pasien dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare, tes

genetik dan pemeriksaan kadar kalsitonin perlu dikerjakan. Bila tidak ada kecurigaan

ke arah karsinoma tiroid medulare atau neoplasia endokrin multipel II, pemeriksaan

kalsitonin tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin.

Apabila meningkat kadar tiroglobulin setelah total tiroidektomi, kecurigaan pada

rekurensi / metástasis, dan perlu diselidiki lebih lanjut. Kadar Tg serum normal 1,5 –

3,0 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan apada keganasan rata-rata 424

ng/ml.

19
Pada karsinoma tiroid kadar serum T3 dan T4 umumnya normal. Perlu diingat

bahwa abnormalitas fungsi tiroid baik hiper atau hipotiroid tidak menghilangkan

kemungkinan keganasan, meskipun sangat kecil.

4. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan USG

Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair (nodul

solid atau kistik). Selain itu dengan berbagai penyempurnaan, sekarang USG dapat

membedakan beberapa bentuk kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan

pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak. Pemeriksaan ini mudah dilakukan

tetapi interpretasinya agak lebih sukar dari pada sidik tiroid. Selain itu USG juga

digunakan sebagai penuntun dalam tindakan radiologi.

USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk menentukan ukuran dan

jumlah nodul. USG pada nodul dingin sebagian besar akan menghasilkan

gambaran solid, campuran solid-kistik dan sedikit kista simpel. USG juga

dikerjakan untuk menentukan multinodularitas yang tidak teraba dengan palpasi,

khususnya pada individu dengan riwayat radiasi pengion pada daerah kepala dan

leher.

Gambaran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau

fokal yang kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik,

isoekoek atau campuran. Kelainankelainan yang dapat didiagnosis secara USG

ialah:

1 Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoeiksonolusen, dindingnya tipis.

20
2 Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang disertai halo yaitu suatu

lingkaran hipoekoik di sekelilingnya.

3 Kemungkinan karsinoma : nodul padat biadanya tanpa halo.

4 Toroditis : hipoekoek difus meliputi seluruh kelenjar.

2) Pemeriksaan Scanning Tiroid

Dasar pemeriksaan ini adalah persentase uptake dan distribusi yodium

radioaktif J131dalam kelenjar tiroid. Yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini

adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam kelenjar. Juga

dapat diukur uptake yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam. Sebelum

dilakukan scanning tiroid , maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan

iodium oleh tiroid harus dihentikan 2-4 minggu sebelumnya.

Dari uptake ini diketahui fungsi tiroid apakah hiportiroid, eutiroid atau

hipetiroid. Uptake normal dalam 24 jam adalah 15-40%. Scanning tiroid dapat

dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop, yaitu iodium radioaktif (123-

I) dan technetium pertechnetate (99m-Tc). 123-I lebih banyak digunakan dalam

evaluasi fungsi tiroid, sedangkan 99m- Tc lebih digunakan untuk evaluasi

anatominya. Dari distribusi jodium dapat diketahui sifat tonjolan tersebut tersebut

dan membandingkannya dengan jaringan sekitar.

21
Pemeriksaan ini tidak untuk membedakan jinak atau ganas secara pasti,

pemeriksaan ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan histopatologi untuk

diagnosa pasti.

3) Pemeriksaan Needle Biopsy

Dapat dilakukan dengan cara needle core biopsy atau FNBA ( biopsi jarum

halus). Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA),

mempergunakan jarum suntik no. 22-27 cara ini mudah aman dapat dilakukan

dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsy cara lama (jarum besar), biopsi

jarum halus tidak nyeri, tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya

penyebaran sel-sel ganas pada kista, dapat juga dihisap cairan secukupnya,

sehingga dapat mengecilkan nodul, jadi selain diagnostik, bisa juga terapeutik.

4) Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan ini menggunakan parafin coupe merupakan pemeriksaan definitif

atau gold standar. Untuk kasus inoperable, jaringan diambil dengan biopsi insisi.

Ada 4 tipe histologi mayor :

1. Papillary carcinoma (including follicular variant of papillary carcinoma)

2. Follicular carcinoma (including Hurthle cell carcinoma)

3. Medullary carcinoma

4. Undifferentiated (anaplastic) carcinoma

5) Pemeriksaan BMR

Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi metabolisme, apakah ada

hubungannya dengan hipotiroid, eutiroid, atau hipertiroid. Untuk tonjolan tunggal

manfaatnya kurang, karena umumnya kasus-kasus ini eutiroid. Bila ada hipertiroid

22
pada tonjolan tunggal tiroid, hal ni dapat disebabkan adenoma toksik atau nodul

autonom, yang merupakan indikasi untuk operasi.

6) Pemeriksaan Termografi

Merupakan suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada

suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermografi. Hasilnya disebut panas

apabila perbedaan panas dengan sekitarnya sekitar > 0,9 C dan dingin apabila <

0,9 C. Cara pemeriksaan dengan dengan termografi ini cukup sensitif dan spesifik.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan penyakit, DM pada anak dan

remaja berbeda dengan DM pada orang dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan

remaja terutama merupakan akibat kerusakan sel-sel beta pankreas yang memproduksi

insulin, sehingga suntikan insulin inerupakan satu-satunya cara pengobatan. Diabetes

mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal

yang disebut resistensi insulin Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria,

polidipsia, lemas, berat badan menurun, kesemutan, gatal, mata kabur, impotensia

(pada pria), pruritus vulvae (pada wanita).

Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki empat (4) tipe,

yaitu papiler, folikuler, anaplastik, dan meduler. Kanker tiroid lebih sering ditemukan

pada orang-orang yang pernah menjalani terapi penyinaran di kepala, leher maupun

dada. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker

tiroid dan gondok menahun serta tetangga atau penduduk sekampung ada yang

menderita kelainan kelenjar gondok (endemis). Hal ini lebih kepada pola hidup dan

letak geografis yang tidak mendukung pada pemenuhan intake yodium.

Penatalaksanaannya diantaranya adalah Operasi, Terapi Ablasi Iodium Radioaktif,

Terapi Supresi L-Tiroksin.

24

Anda mungkin juga menyukai