Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“ HAKEKAT IPTEKS PANDANGAN DALAM


BIDANG ISLAM”

Dosen Pengampu : Asep Usamah, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Ani Rani NIM. 174223002
Fera Sri Mustika NIM. 174223010
Dini Oktaviani NIM. 174223007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
kesempatan serta ridho-Nya sehingga penulisan makalah ini berjalan dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menunaikan tugas mata kuliah
Kami sebagai tim penyusun menyatakan bahwa makalah ini sangat
penting dan perlu untuk mahasiswa pelajari. Materi makalah ini dapat digunakan
guru maupun mahasiswa sebagai calon guru untuk belajar secara mandiri
mengenai pentingnya Hakekat Ipteks pandangan dalam bidang islam. Atas dasar
kebutuhan dan materi yang kami emban,
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan sumber yang
telah mendukung kesuksesan dari penyusunan hingga selesainya penulisan
makalah ini. Mengingat penyajian materi yang masih dirasa kurang lengkap, maka
kami mengharapkan kritik dan saran.

Kuningan, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim ........................................... 3
2.1.1. Integrasi Amal, Ilmu, Amal dan Definisi IPTEKS ............. 3
2.1.2. Syarat-syarat ilmu ............................................................... 4
2.1.3. Sumber Ilmu Pengetahuan .................................................. 4
2.1.4. Keutaman Orang Berilmu ................................................... 5
2.1.5. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan 5
2.2. Hubungan antara ilmu, agama, dan budaya ...................................... 6
2.2.1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 6
2.2.2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan .............................. 9
2.3. Hukum sunnatullah ........................................................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 17
3.1. Kesimpulan ....................................................................................... 17
3.2. Saran ................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
dalam kehidupan bagi umat manusia. Martabat manusia di samping ditentukan
oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Bahkan di dalam Al-
qur’an sendiri Allah menyatakan bahwa hanya orang yang berilmulah yang
benar takut kepada Allah.
Dialog antara Allah dan Malaikat ketika Allah mau menciptakan manusia dan
malaikat mengatakan bahwa manusia akan berbuat kerusakan dan
menumpahkan darah, Allah membuktikan keunggulan manusia dari pada
malaikat dengan kemampuan manusia menguasai ilmu melalui kemampuan
menyebutkan nama-nama. IPTEK dan seni dalam praktik mampu mengangkat
harkat dan martabat manusia karena melalui IPTEK dan seni manusia mampu
melakukan eksplorasi kekayaan alam yang disediakan oleh Allah. Oleh karena
itu, dalam pengembangan IPTEK dan seni, nilai-nilai islam tidak boleh
diabaikan agar hasil yang diperoleh memberikan kemanfaatan sesuai dengan
fitrah hidup manusia.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma
inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti
yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam
wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu
pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala
macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu
pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat
diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak
dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari
Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan
sehari-hari.

1
Standar atau kriteria inilah yang seharusnya digunakan umat Islam, bukan
standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang.
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat
Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam.
Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan telah diharamkan oleh Syariah, maka
tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan
manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di
berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material yang
dihasilkan oleh perkembangan IPTEK modern membuat orang lalu
mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap
kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka pemakalah akan mendalami materi
mengenai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam.

B. Rumusan Masalah
- Bagaimana konsep ipteks dalam peradaban muslim?
- Bagaimana hubungan ilmu agama dan budaya?
- Bagaimana hokum sunahtullah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim


2.1.1. Integrasi Amal, Ilmu, Amal dan Definisi IPTEKS
Istilah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sering
diterjemahkan menjadi science and technology. Namun
sesungguhnya, menurut perspektif filsafat ilmu dan pengetahuan
memiliki makna yang berbeda. Pengetahuan yang dalam bahasa
inggris disebut dengan knowledge, adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui tahapan panca indra, intuisi, dan firasat.
Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan,
diorganisasi,disistemasitisasi, dan diinterpretasi, sehingga
menghasilkan kebenaran yang objektif, sudah diuji kebenarannya dan
dapat diuji ulang secara ilmiah (webter’s dictionary science). Menurut
pandangan dunia Timur (Arab) yang dalam hal ini diwakili Al-Gazali,
ilmu didefinisikan sebagai cahaya dalam hati (Al – ilmu Nurun fil
Qulbi). Dalam surat al- Rahman 1-13 mendefinisikan ilmu sebagai
rangkaian keteranagn teratur dari Allah menurut Sunah Rasul yang
menerangkan semesta kehidupan yang tergantung kepada Allah. Dala
sejarah islam, tercatat banyak sekali ilmuwan muslim yang ahli dalam
berbagai bidang kajian ilmu. Beberapa yang bisa disebut antara lain
Ibnu Rusyid, Ibnu Sina, Al –Razi, Al-Khwarizmi dan lain-lain, adalah
sosok yang disamping sebagai filosof, mereka juga ahli kedokteran,
astronomi, metematika, fisika dan sebagainya. Jika teknologi
diimbangi dengan ilmu, maka sesungguhnya ia merupakan aktivitas
atau produk dari iman, yaitu hasil amaliyah bil arkan. Seni adalah
ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya. Menurut
Sabda Nabi, “Innallaha jamilun wa yuhibbul Jamaal”, Allah itu indah
dan menyukai keindahan.

3
2.1.2. Syarat-syarat ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dari pengetahuan.
Suatu pengetahuan dapat dikatagorikan sebagai ilmu apabila
memenuhi tiga unsur pokok, yaitu:
· Ontologi, yaitu suatu bidang study yang memiliki objek study
yang jelas. Subjek studi tersebut harus dapat diindentifikasikan,
diberi batasan, diuraikan, dan sifat-sifatnya essensial. Objek studi
sebuah ilmu ada dua, yaitu objek material dan objek formal.
· Askiologi, yaitu suatu bidang studi yang memiliki nilai guna
atau kemanfaatan. Ia dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis,
hukum-hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-
konsep, dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan
koheren. Dalam teori dan konsep tersebut tidak terdapat
kerancuan dan kesemerawutan pikiran atau kopntradiksi antara
yang satu dengan yang lain.
· Epistimologi, yaitu uatu bidang studi yang memiliki metode
kerja yang jelas. Ada dua metode kerja suatu bidang studi, yaitu
deduksi dan induksi.
Dalam pemikiran sekuler, sains memiliki tiga karakteristik, yaitu
objektif, netral, dan bebas nilai. Sedangkan dalam pemikiran islam,
sains tidak boleh bebas dari nilai-nilai, baik nilai local maupun nilai
universal. Ia harus dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kebahagiaan manusia dan kelestariamn ekologis untuk tujuan
rahmatan lil ‘alamin (Q.S al Anbiya 107).
2.1.3. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran islam ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal.
Islam sendiri menegaskan bahwa, ad-dinu huwa al-‘alq wa laa diina
liman laa ‘ aqla lahu (agama adalah akal dan tidak ada agama bagi
yang tidak berakal)

4
2.1.4. Keutaman Orang Berilmu
Manusia adalah satu-satunya mahluk Allah yang diberi
anugrah akal oleh Allah. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika
manusia berkewajiban untukmengagungkan dan mengoptimalkan
potensi dengan sebaik-baiknya.
Al-Qur’an bahkan membedakan orang yang berilmu dengan
orang yang tidak berilmu (QS. 39:9). Ayat tersebut mengatakan:
katakanlah, adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang
tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah orang yang
dapat menerima pelajaran. Demikian juga Al-Qur’an yang
menegaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang
berilmu apabila orang orang tersebut beriman. (QS 58:11)
Di samping itu, Rasulullah SAW banyak memberikan
perumpamaan tentang keutamaan orang yang berilmu dengan
sabdanya, bahwa: mereka adalah pewaris para nabi, pada hari kiamat
darah mereka ditimbang dengan darah syuhada, dan darah orang yang
berilmu dilebihkan Darah darah syuhada. Nabi juga menyarankan
umatnya untuk tidak berhenti mencari ilmu kapan dan dimanapun
mereka berada, lewat sabdanya : Carilah ilmu walaupun di negeri
China, mencari ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan sejak
dari ayunan sampai ke liang lahat. Bagi orang berilmu, yang
melandaskan keilmuannya dengan keimanan , pengembangan, dan
pemanfaatan IPTEK dan seni tidaklah ditunjukan sebagai tuntunan
hidup semata, tetapi juga merupakan refleksi dari ibadah kepada
Allah. Oleh karena itu, hasil-hasil kemajuan IPTEK akan
dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk tujuan
Rahmatan lil alamin. (QS.21:107)
2.1.5. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan
Proses dehumanisasi dan terancamnya keseimbangan ekologi
dan kelestarian alam,merupakan imbas negatif dari kemajuan
IPTEKS. Dalam QS. Ar-Rum 45 disebutkan : telah timbul kerusakan
di daratan dan dilautan karena ulah tangan manusia.

5
Oleh karena itu, ilmuwan tidak cukup hanya dengan ilmu
saja,tetapi harus dibekal dengan iman dan takwa. Ilmuwan yang
beriman dan bertakwa akan memanfaatkan kemajuan IPTEK untuk
menjaga, memelihara, dan melestarikan kelangsungan hidup manusia
dan keseimbangan ekologi dan bukan untuk fasad fil ardhi.

2.2. Hubungan antara ilmu, agama, dan budaya


2.2.1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di
satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki
kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi,
dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu
Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana
komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua
Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek
berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan
dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu
manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Lingkungan
hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit
mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan
berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika
juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit
yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk
melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses
pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi
sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi
tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed,
1999).

6
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a) berseberangan atau bertentangan,
b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c) tidak bertentangan satu sama lain,
d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif,
saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak
benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula
sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek
akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan
pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan
kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran
agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama
ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo
berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja
berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo
dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap
menyesatkan masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola
hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan
kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan
akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah
menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-
masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran
agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan.
Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan
dengan menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda. Dalam
pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan
penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun

7
komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi
pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi
dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan
urusan agama dari urusan negara/masyarakat (Furchan, 2009).
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola
hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan
kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi.
Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama
tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana
pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak
mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan
iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran
agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler.
Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan
negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu,
persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak
terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang
positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak
adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta
kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan
ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung
pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung
ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi
ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran
agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya
(Furchan, 2009).
Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini
baru pada taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan agama
diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang
pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan

8
kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan (Furchan, 2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam
pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini.
Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan keberhasilan
pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari
bahwa pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif,
juga dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan budaya
yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah
memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai
kedudukan yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh
karena itulah diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia tidak
akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa
(Furchan, 2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama
dan iptek secara eksplisit adalah pola hubungan netral yang saling
tidak mengganggu, secara implisit diharapkan bahwa pengembangan
iptek itu dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama.
Ini merupakan tugas yang tidak mudah karena, untuk itu, kita harus
menguasai prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan agama)
(Furchan, 2009).
2.2.2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan
universal yang mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan
dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sistem religi ada pada
setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi
dan kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat.
Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi
kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan
yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan
dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang lahir

9
dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai masa
munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan
adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan
manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan menurut paham
atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak
akan dianut oleh umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa
budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama
(Sutardi, 2007).
Sebelum ilmu antropologi berkembang, aspek religi telah
menjadi pokok perhatian para penulis etnografi. Selanjutnya, ketika
himpunan tulisan mengenai adat istiadat suku bangsa di luar eropa
berkembang denganluas dan cepat melalui dunia ilmiah, timbul
perhatian terhadap upacara keagamaan. Perhatian tersebut disebabkan
hal-hal berikut: upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku
bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara
lahiriah, dan bahan etnografi mengenai upacara keagamaan yang
diperlukan dalam menyusun teori-teori tentang asal-usul suatu
kepercayaan (Sutardi, 2007).
Mengenai soal agama, Pater Jan Bakker menyatakan bahwa
filsafat kebudayaan tidak menanggapi agama sebagai kategori insane
semata-mata, karena bagi filsafat ini agama merupakan keyakinan
hidup rohani pemeluknya; merupakan jawab manusia kepada
panggilan ilahi dan di sini terkandung apa yang disebut iman. Iman
tidak berasal dari suatu tempat ataupun pemberian makhluk lain. Iman
ini asalnya dari Tuhan, sehingga nilai-nilai yang mincul dari daya
iman ini tidak dapat disamakan dengan karya-karya kebudayaan yang
lain, sebab karya tersebut berasal dari Tuhan. Agama sebagai sistem
objektif terkandung unsur-unsur kebudayaan (Bakker, 1984).
Yang jelas dalam ilmu antropologi memang agama menjadi
salah satu unsur kebudayaan. Dalam hal ini para ahli antropologi tidak

10
berbicara soal iman, sebab secara empiris iman tidak dapat dilihat
(Bakker, 1984).
Perilaku Religi dalam Masyarakat
Agama memiliki posisi yang cukup signifikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Negara mengakui keberadaan agama dan
melindungi kebebasan masyarakat dalam melaksanakan ajaran
agamanya (Sutardi, 2007).
Pada saat ini, adanya kebebasan dan keterbukaan
memberikan ruang yang besar bagi masyarakat untuk mengamalkan
ajarana agama sebaik mungkin. Semangat otonomi daerah yang
memberikan keleluasan dan berpartisipasi dalam mengurus daerahnya
masing- masing memberi peluang untuk mengangkat ajaran agama
sebagai ruh pengelolaan pemerintahan. Ajaran agama dikemas sebagai
dasar pengaturan pemerintahan yang mengatur kehidupan
bermasyarakat. Nilai-nilai yang diangkat merupakan nilai-nilai
kebaikan universal yang juga diakui oleh agama lain (Sutardi, 2007).
Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya
lokal di era desentralisasi dapat diserap untuk dijadikan pengangan
kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan diberikannya
otonomi khusus kepada Aceh yang dikenal dengan Nanggroe Aceh
Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah melebur dan tidak bisa
dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada di wilayah
tersebut. Dengan otonomi khusus ini hokum pidana Islam kembali
dihidupkan sehingga masyarakat merasakan keadilan sesuai dengan
keyakinannya. Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan
kesejahteraan masyarakat dengan mengangkat agama dan budaya
yang ada di masyarakat tersebut (Sutardi, 2007).
Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi
leluhurnya, perilaku keagamaan juga memberikan dampak yang
cukup berarti. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat Suku Toraja di
Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku Toraja mempercayai bahwa
kematian merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Itu

11
sebabnya dalam budaya Toraja dikenal pemeo ‘hidup manusia adalah
untuk mati’. Artinya, setelah mati, manusia akan menuju kehidupan
yang kekal di nirwana. Untuk mencapai nirwana, seseorang yang
meninggal harus membawa bekal harta sebanyak-banyaknya. Nyawa
orang yang meninggal juga akan diantar ke surge dengan pesta yang
semarak. Semakin banyak benda yang dibawa si mayat, semakin
bahagia hidupnya di alam baka (Sutardi, 2007).
Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku
keagamaan dapat memberikan dampak dalam kehidupan
bermasyarakat. Orang-orang Toraja sampai saat ini dikenal memiliki
kebiasaan menabung dan bersikap hidup hemat agar nantinya dapat
menyelenggarakan upacara kematian yang meriah. Mereka
menganggap anak keturunan berkewajiban memperlakukan
leluhurnya dengan baik sebab dengan begitu, sang leluhur juga akan
melimpahkan rejeki dan menjaga keturunannya dengan baik pula
(Sutardi, 2007).

2.3. Hukum sunnatullah


Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature
bermacam-macam persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non muslim
terhadap hukum yang berlaku kepada alam dan isi kandunganya, ini
menggambarkan begitu dangkal akal yang tidak mendapat petunjuk Ilahy
mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku didalamnya.
Al-Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di
alam ini diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari
anggapan sebahagian manusia sebagai hukum semula jadi yang tiada
penghujungnya itu.
Persepsi yang terkeluar dari menda yang dicetak oleh hukum
sekular (keduniaan) yang menyembah mindanya sendiri. Maka beberapa
perkara yang amat perlu diperhatikan untuk sama-sama kita renungkan,
setidak-tidaknya ada tiga persepsi tentang sunnatullah dari golongan manusia.

12
Pertama patuh secara terpaksa, kedua, patuh sebahagian dan kufur kepada
sebahagian yang lain, ketiga patuh secara sukarela.
Golongan pertama adalah mereka yang kufur dan tidak segan silu
mengenkari undang-undang Allah dan buta mata hatinya terhadap hukum
pertumbuhan jasadnya dan apa yang berlaku kepada dirinya, mereka ini kufur
dari ketentuan Allah terhadap hukum yang berlaku kepada dirinya dan
pertumbuhan jasadnya. Golongan ke dua, mereka secara sedar atau tidak atau
disebabkan kejahilan tidak memperhatikan hukum pertumbuhan yang berlaku
kepada jasadnya, lantas dengan segala kekeliruanya engkar tehadap hukum
Allah s.w.t. Golongan ketiga mereka yang patuh dengan penuh keimanan dan
ketaqwaan, selalu memperhatikan apa yang berlaku kepada alam ini, mereka
sesungguhnya meyakini sepenuhnya pada dirinya dan hukum pertumbuhan
serta perubahan pada jasadnya, kesemuanya dari sunnatullah.
Hukum-hukum yang serba tetap yang mengatur alam ini, maka
sesungguhnya itulah hukum Allah s.w.t. apa yang diistilahkan Sunnatullah.
Kenyataaan ini diperkukuhkan oleh Al Qur'an. Firman Allah yang bermaksud
" Dan Allah mencipta tiap-tiap sesuatu, lalu ditetapkan padanya hukum-
hukumnya" (Q.S Al Furqan:2)
Dalam ayat yang lain ada dinyatakan. Firman Allah yang bermaksud :
" Sesungguhnya kami (Allah) telah mencipta segala sesuatu dengan ketentuan
yang pasti" (AlQamar:49)
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis
dan tidak tertulis. Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada
para Nabi dan Rasul terhimpun dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang
terakhir ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah tertulis ini reaksi
waktunya ( time response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia
manusia dan tidak dapat diketahui secara ekperimen menurut persayaratan
ilmu. Umpamanya orang yang beriman, beribadah dan yang bertaqwa
dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera dan kebahagiaan, disebaliknya
orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir) diancam dengan hukuman
kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat pedih). Hukum Tuhan
pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada Tuhan dan

13
kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang
dimaksudkan reaksi waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak
dapat dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan dengan
ekperimen.
Hukum Tuhan yang tidak tertulis ciri-ciri khasnya ialah reaksi waktu
(time response) pendek dari usia manusia, ia boleh dilakukan penelitian dan
ekperimen selain itu ia tidak melibatkan manusia. Contoh air yang mendidih
100°C. Jika satu liter air dimasak memerlukan waktu 10 menit untuk
mendidih, maka yang 10 minit itulah disebut reaksi waktu yang jauh lebih
pendek dari umur manusia, sehingga didih air dapat diketahui dengan
mengukur suhu air itu mendidih, begitu juga hukum gaya berat gravitasi, dan
semuanya ini tidak diwahyukan Allah dalam Al Qur'an. Hikmahnya supaya
manusia menggunakan anugerah Tuhan amat istimewa yang bernama akal itu
akan perlu adanya ekperimen atau pengembangan ilmu dan teknologi.
Sekiranya Allah itu mewahyukan semua hukum-hukumnya, maka tentulah
manusia itu diciptakan serupa dengan robot dan tidak dinamik lagi.
Maka inilah dinamakan hukum Allah itu pasti (exact), objektif dan
tetap. Hukum-hukum Allah itu tidak pernah berubah sejak diciptakan alam
semesta ini, dan tidak akan berubah sampai hancurnya alam ini (kiamat
besar). Sejak diciptakan, misalnya air mengalir tentunya dari tempat tinggi ke
tempat rendah, tetapi tidak pula disebaliknya. Demikian juga dalam keadaan
biasa tidak pernah air itu mendidih dalam keadaan suhu 10°C tapi selalu
dalam suhu 100°C. Sebelum Newton lahir, setiap batu yang diangkat
kemudian dilepaskan tidak pernah melayang-layang, tetapi ia jatuh dengan
mudah. Hukum gravitasi adalah hukam Allah s.w.t. yang pertama kali
dipopulerkan oleh Newton(1642-1727) seorang filosuf dan Ilmuan Barat
(Inggeris.)
Firman Allah s.w.t yang bermaksud :
" Yang demikian adalah Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu dan
kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi Sunnatullah
itu."(Q.S Al Fath :23)
Dalam ayat yang lain. Allah berfirman yang bermaksud :

14
" Anda tidak akan menjumpai dalam ciptaan Allah itu sebuah kekacauan,
maka lihatlah sekali lagi adakah kamu temui padanya kecacatan." ( Q. S Al
Mulk: 3)
Oleh itu Allah selalu mengingatkan manusia supaya memperhatikan
alam, juga memerintahkan manusia supaya membuat penelitian terhadap alam
semesta dengan segala isi kandungannya dengan segala rendah hati bukan
secara yang sombong angkuh dengan ilmu dan teknologi yang dimiliki,
betapa Allah telah menciptanya segala benda-benda tersebut berlaku secara
teratur, sedikitpun tidak terdapat sesuatu yang kacau dan cacat kecuali yang
merosakkan adalah terdiri makhluk yang bernama manusia samada kecacatan
itu berlaku didarat atau dilautan, semuanya hasil dari perbuatan jahat
manusia.
Maka oleh kerana alam semesta dengan seluruh isi kandungannya
taat atau patuh dan tunduk kepada Allah, maka menurut tata bahasa dan
secara literal Al Qur'an samada kepatuhan itu secara terpaksa dalam bentuk
kekufuran (ingkar) yang cuba mempertikaikan kekuasaan Allah s.w.t atau
patuh dengan penuh rasa keimanan dan ketakwaan, maka seluruh alam ini
adalah muslim adanya.
Sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata
sunnah antara lain berarti "kebiasaan". Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-
kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Dalam Al-Qur'an kata
sunnatullah dan yang semakna dengannya seperti sunnatuna, dan sunnatul
Awwalin, kesemuanya berbicara dalam konteks kemasyarakatan. Perlu
diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-
kebiasaan yang dialami manusia, dan dari ikhtisar pukul rata statistik tentang
kebiasaan-kebiasaan itu, para pakar merumuskan hukum-hukum alam.
Kebiasaan itu dinyatakan Allah sebagai tidak beralih (al-Isra, 17:77) dan tidak
pula berubah (al-Fath, 48:23), dan berganti juga tidak (al-Ahzab, 33:62).
Karena sifatnya demikian, maka ia dapat dinamai "hukum-hukum
kemasyarakatan" atau ketetapan-ketetapan Allah menyangkut situasi
masyarakat.

15
Menurut beberapa ayat Al-Qur'an, seperti al-Isra, 17:77; al-Fath,
48:23; al-Ahzab, 33:62; ada keniscayaan bagi sunnatullah (hukum-hukum
kemasyarakatan) itu, tidak ubahnya dengan hukum-hukum alam atau yang
berkaitan dengan materi. Hukum-hukum alam sebagaimana hukum
kemasyarakatan bersifat umum dan pasti, tidak satupun di negeri manapun
orang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya. Hukum-hukum itu
tidak memperingatkan siapa yang melanggarnya dan sanksinya pun membisu
sebagaimana membisunya hukum itu sendiri. Masyarakat dan jenis manusia
yang tidak membedakan antara yang haram dan yang halal akan terbentur
oleh malapetaka, ketercabikan, dan kematian. Ini semata-mata adalah sanksi
otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua mereka yang melanggar
hukum alam/ kemasyarakatan.
Al-Qur'an berbicara tentang sunnatullah dalam konteks perubahan
sosial, yaitu al-Anfal, 8:53; dan al-Ra'd, 13:11. kedua ayat diatas berbicara
tentang perubahan, ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedang
ayat kedua yang menggunakan kata "ma" (apa) berbicara tentang perubahan
apapun, baik dari nikmat (positif) menuju niqmah (negatif, murka Ilahi)
maupun dari negatif ke positif.

16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
A. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim
· Integrasi Amal, Ilmu, dan Definisi IPTEKS
· Syarat – syarat ilmu
· Sumber ilmu pengetahuan
· Keutamaan orang berilmu
· Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan lingkungan
B. Hubungan ilmu, agama, dan budaya
· Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di
satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki
kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri,
komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat.
Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan
dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar
penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak
jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah
menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan
hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang
sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil
rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai
sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan
untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed,
1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi
sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi
tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja,

17
seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin
(Ahmed, 1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a) berseberangan atau bertentangan,
b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c) tidak bertentangan satu sama lain,
d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
· Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan
universal yang mengandung kepercayaan dan perilaku yang
berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sistem
religi ada pada setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol
sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi
dan kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat.
Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih
tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan-
kegiatan yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari
hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan
yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia
sampai masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi
menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di
luar kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan
menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak
akan dianut oleh umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa
budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama

C. Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature
bermacam-macam persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non
muslim terhadap hukum yang berlaku kepada alam dan isi kandunganya,

18
ini menggambarkan begitu dangkal akal yang tidak mendapat petunjuk
Ilahy mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku
didalamnya. Al-Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum
yang berlaku di alam ini diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil
sunnatullah dan ia bukan dari anggapan sebahagian manusia sebagai
hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang
bertulis dan tidak tertulis. Hukum Allah yang tertulis itu yang
diwahyukannya kepada para Nabi dan Rasul terhimpun dalam kitab -kitab
suci yang empat dan yang terakhir ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum
Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time response) lebih panjang, mungkin
lebih panjang dari usia manusia dan tidak dapat diketahui secara
ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya orang yang beriman,
beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera
dan kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan
kufur (kafir) diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab
dan seksa yang amat pedih). Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap
kebaikan seseorang yang taat kepada Tuhan dan kehinaan keatas mereka
yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang dimaksudkan reaksi waktunya
lebih panjang dari umur manusia kerana tidak dapat dibuktikan oleh
pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan dengan ekperimen.
3.2. Saran
Dalam makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun. Karena penulis sadar dalam
penulisan makalah ini terdapat begitu banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca makalah
ini kita semua dapat lebih memahami tentang hakikat IPTEKS dalam
pandangan islam.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/hakikat-ipteks-dalam-pandangan-
islam.html
https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-
d&ei=0DGCXNHzJMrdz7sPxdCb8AE&q=makalah+hakekat+ipteks+pandangan
+dalam+bidang+islam+

20

Anda mungkin juga menyukai