Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

MANAJEMEN AMENOREA

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Promosi Kesehatan Wanita dalam Keperawatan Maternitas

Dosen : Elsi Dwi Hapsari, S.Kp., MS., DS.

Oleh :

RESKI RAHMAWATI
(16/403466/PKU/16284)

PROGAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu


memberikan kesehatan kenikmatan, kekuatan, dan segalanya sehingga berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas Individu mata kuliah Kuliah
Promosi Kesehatan Wanita dalam Keperawatn Maternitas selesai tepat pada
waktunya.

Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang manajemen


Amenorea. Makalah ini masih cukup sedarhana baik dalam penyusuanan
maupun dalam segi pembahasan oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat asertif baik dari pembimbing maupun pembaca
sehingga pada masa yang akan datang penulisan makalah ini akan lebih
sempurna.

Penyusunan makalah ini tentu saja tidak lepas dari referensi yang
telah disediakan oleh kampus tercinta Universitas Gajah Mada sehingga dapat
memberikan inspirasi serta informasi dalam pembuatan makalah ini. Oleh
sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah


pengetahuan berdasarkan informasi kita tentang tentang Manajemen
Amenorea. Akhir kata, penulis mengucapka terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai
akhir.

Penulis

2
MANAJEMEN AMENOREA

A. DEFINISI
Amenore adalah tidak terjadinya menstruasi pada wanita diusia
reproduktif untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea
diklasifikasikan menjadi dua yaitu amenorea primer dan amenorea sekunder.
Amenorea primer adalah tidak terjadinya menstruasi pada wanita berumur 16
tahun ke atas sedangkan pada amenorea sekunder adalah wanita yang pernah
mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak mendapatkan lagi. (Master-
hunter & Heiman 2006).
Umumnya amenorea primer mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan
lebih sulit diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik. Adanya
amenorea sekunder lebih menunjukkan kepada sebab-sebab yang timbul
kemudian dalam kehidupan wanita, seperti stress, gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor, dan penyakit infeksi (Prawirohardjo, 2005).

B. EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa kejadian
amenorea pada remaja adalah 10-15%, sedangkan di negara maju seperti:
Belanda, persentase amenorhoe cukup besar yaitu 13%. Angka kejadian
amenorea di di Indonesia cukup tinggi. Menurut survei yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan pada beberapa sekolah di Indonesia pada tahun 2008.
Hasilnya 17.665 remaja putri 6.855 yang mengalami masalah dengan
menstruasinya (40%) Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri Indah
Winarni pada tahun 2009, insidensi amenore primer di Semarang sebesar
11,83%

C. ETIOLOGI
Amenore primer sering dijumpai tetapi tidak eksklusif, amenore primer
disebabkan adanya hasil penyimpangan kromosom yang menyebabkan
insufisiensi primer ovarium (misalnya, sindrom Turner) atau kelainan anatomi
(misalnya, Müllerian agenesis). Dan Sebagian besar kasus patologis amenore

3
sekunder dikaitkan dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS), amenore
hipotalamus, hiperprolaktinemia, atau insufficiency pada ovarium. (Klein &
Poth 2013)
Di bawah ini merupakan klasifikasi mencakup sebab-sebab pada amenorea
primer dan amenorea sekunder.
1) Gangguan organik pusat
Sebab organik : tumor, radang, destruksi.
2) Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional;
b. Psikosis;
c. Anoreksia nervosa;
d. Pseudosiesis.
3) Gangguan poros hipotalamus-hipofisis
a. Sindrom amenorea-galaktorea;
b. Sindrom Stein-Leventhal;
c. Amenorea hipotalamik.
4) Gangguan hipofisis
a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. Tumor ;
1) Adenoma basofil (penyakit Cushing);
2) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme);
3) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright)
5) Gangguan gonad
a. Kelainan kongenital
1) Disgenesis ovarii (sindrom Turner);
2) Sindrom testicular feminization;
b. Menopause prematur;
c. The insensitive ovary;
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan
sebagainya;
e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.

4
6) Gangguan glandula suprarenalis
a. Sindrom adrenogenital;
b. Sindrom Cushing;
c. Penyakit Addison.
7) Gangguan glandula tiroidea
Hipotiroidea, hipertiroidea, kretinisme.
8) Gangguan pankreas
Diabetes mellitus
9) Gangguan uterus, vagina
a. Aplasia dan hipoplasia uteri;
b. Sindrom Asherman;
c. Endometritis tuberkulosa;
d. Histerektomi;
e. Aplasia vaginae.
10) Penyakit-penyakit umum
a. Penyakit umum;
b. Gangguan gizi;
c. Obesitas. (Prawirohardjo, 2005).

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
a. Tidak terjadi haid
b. Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
c. Nyeri kepala
d. Badan lemah
Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya :
a. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan
ditemukan tanda – tanda pubertas seperti pembesaran payudara,
pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk
tubuh.

5
b. Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan
pembesaran perut.
c. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya
adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan
lembab.
d. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit,
dan lengan serta tungkai yang lurus
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore :
a. Sakit kepala
b. Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak
sedang menyusui )
c. Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
d. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
e. Vagina yang kering
f. Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola
pria ), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara

E. PATOFISOLOGI
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari
sindrom hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama
dari amenore primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetik.
Pasien dengan aminore primer yang diakibatkan oleh testicular feminization
menganggap dan menyampaikan dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki
tubuh feminin. Vagina kadang – kadang tidak ada atau mengalami kecacatan,
tapi biasanya terdapat vagina. Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong
dan tidak terdapat uterus. Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di
kanal inguinalis. Keadaan seperti ini menyebabkan pasien mengalami amenore
yang permanen.
Amenore primer juga dapat diakibatkan oleh kelainan pada aksis
hipotalamus- hipofisis-ovarium. Hypogonadotropic amenorrhoea menunjukkan
keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam serum.

6
Akibatnya, ketidakadekuatan hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus
terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan progesteron. Kegagalan
pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya
endometrium karena tidak ada yang merasang. Terjadilah amenore. Hal ini
adalah tipe keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofosis
anterior, seperti adenoma pitiutari. Hypergonadotropic amenorrhoea
merupakan salah satu penyebab amenore primer. Hypergonadotropic
amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar FSH dan LH yang cukup
untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan
estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan bahwa ovarium atau gonad
tidak berespon terhadap rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior.
Disgenesis gonad atau prematur menopause adalah penyebab yang mungkin.
Pada tes kromosom seorang individu yang masih muda dapat menunjukkan
adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis gonad menyebabkan
seorang wanita tidak pernah mengalami menstrausi dan tidak memiliki tanda
seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium ) tidak berkembang dan
hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat
Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-
hipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium
dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi mungkin saja
disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar
uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti
kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome.
(Prawirohardjo, 2005).

F. DIAGNOSIS
Berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya amenorea yang begitu
luas, maka dibutuhkan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang beraneka
ragam seperti Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan
untuk menjauhkan dari diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan
untuk mengecek kadar hormon, antara lain: Follicle stimulating hormone

7
(FSH), Luteinizing hormone (LH), Estrogen, Prolactin hormone (hormon
prolaktin), Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron) dan Thyroid
stimulating hormone (TSH).
Anamnesis
Anamnesis yang perlu dilakukan dan akurat adalah berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan sejak kanak-kanak yakni tinggi badan, berat
badan dan usia saat pertama kali mengalami pubertas seperti pertumbuhan
payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan. Perlu juga menggali informasi
tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi, dan periode menstruasi
terakhir. Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan
pengobatan juga penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam
kehidupan seksual, penggunaan narkoba, olahraga, diet, situasi di rumah dan
sekolah, dan kelainan psikisnya juga penting Gejala-gejala klinis yang lain
seperti gejala vasomotor, panas badan, galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan,
pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan juga harus ditanyakan
Pemeriksaan Penunjang
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik,
banyak kasus amenorea dapat diketahui penyebabnya. Jika pada pemeriksaan
klinik tidak memberi jawaban yang jelas mengenai sebab amenorea, maka
dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum,
dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella
tersebut.
b. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat
dibuktikan berkat pengaruhnya.
c. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapang
pandang jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
d. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk
mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
Pemeriksaan metabolisme basal, atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan
T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

8
Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :
a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri
yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium
polikistik (Sindrom Stein- Leventhal) dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara
genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti
bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal
oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pda gambaran kromosom
44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau
XXYY.
c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-hal
mengenai kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan
genotip.
d. Pemeriksaan kadar hormon
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi
glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH,
estrogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada
defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi
ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada
hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-ketosteroid meningkat
(Prawirohardjo, 2005).

G. TERAPI
Setiap penderita harus diobati sesuai dengan penyebab amenoreanya. Di
bawah ini hanya ditemukan beberapa penanganan amenorea tanpa sebab yang
khas. Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi seperti pada wanita
dengan umur 40 tahun dengan amenore tanpa sebab yang mengkhawatirkan
maka kasus ini tidak memerlukan pengobatan, yang memerlukan pengobatan
adalah pada wanita dengan keluhan infertilitas dan menganggu kemudian pada
wanita yangtidak mengalami haid.

9
Secara umum pengoobatan dilakukan dengan memperbaiki keadaan
kesehatan, termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat
dan tenang, dan sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan
obesitas tidak jarang mempunyai pengaruh baik terhadap amenorea dan
oligomenorea. Pemberian tiroid berguna jika ada hipotiroidi. Demikian pula
pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada amenorea berdasarkan
gangguan fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten). Pemberian
estrogen bersama denga progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara
siklis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, bukan haid
yang didahuluioleh ovulasi. Namun hal ini memiliki arti bagi hipoplasia uteri,
dan kadang-kadang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada
gangguan yang ringan. Terapi yang penting bila pemeriksaan ginekologi tidak
ada kelainan yang mencolok yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini
ada 2 cara, yang satu ialah pemberian hormon gonadotropin yang berasal dari
hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen.

H. PERAN PERAWAT
Secara teori peran perawat adalah dimulai dengan memberikan asuhan
keperawatan dimulai dari pengkajian, pengumpulan data dan perumusan
diagnosa, analisa data hingga melakukan intervensi dan implementasi serta
evaluasi yang merupakan bagian dari proses keperawatan. Data yang dapat
menunjang peran perawat adalah berupa dikumpulkan berupa data dasar yaitu
semua informasi tentang pasien mencakup : riwayat kesehatan, riwayat keluhan
utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
psikososial dan riwayat spiritual.
Dalam pengkajian perawat harus mengkaji riwayat menstruasi, kontrasepsi
dan seksual, perawat juga perlu menggali persepsi wanita tentang kondisinya,
budaya, pengalaman, gaya hidup serta pola koping dan pengalaman tentang
tenaga kesehatan lainnya. Perawat juga perlu mengetahui tentang obat obatan
yang pernah dikonsumsi, bagaimana pola istirahat, diet hingga catatan akan

10
psikologis dan spritual. Hal ini menunjang untuk penerapan diagnostik
berikutnya.
Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh maka diagnosa keperawatan
dapat dirumuskan sesuai dengan gejala maupun keluhan yang dialami pasien
sehingga dapat menerapkan rencana perawatan yang sesuai dengan hasil yang
diharapkan seperti :
a. Terapkan hubungan saling percaya perawat dan pasien sehingga Pasien akan
mengungkapkan kepada perawat akan pemahamannya tentang anatomi dan
alat alat reproduksi, gangguan yang dialaminnya , program pengobatan
b. Perawat harus memberikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan akan kondisinya sehingga Pasien akan memahami dan
menerima kondisinnya dengan memperlihatkan respon fisik dan emosional
terkait amenore
c. Perawat sebagai fasilitator antara pasien dan keluarga sehingga pasien
merasa tidak ada perbedaan dengan keluarga yang lain begitupun sebaliknya
perawat membrikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien baik
fisik maupun emosional sehingga Pasien akan berupaya beradaptasi
terhadap kondisi yang dialaminya jika gangguan tersebut tidak dapat
disembuhkan
d. Pasien dapat memilih tindakan sesuai yang ia harapkan

11
DAFTAR PUSTAKA

Klein, D.A. & Poth, M.A., 2013. Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and
Management.
Master-hunter, T. & Heiman, D.L., 2006. Amenorrhea: Evaluation and Treatment.
, 73(8).
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

12

Anda mungkin juga menyukai