Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

Akreditasi Puskesmas/ Klinik merupakan upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan
Puskesmas yang dilakukan melalui membangun sistem manajemen mutu, penyelenggaraan upaya
Puskesmas, dan sistem pelayanan klinis untuk memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan dan peraturan
perundangan serta pedoman yang berlaku.
Untuk membangun sistem manajemen mutu, sistem pelayanan klinis dan upaya Puskesmas, perlu
disusun pengaturan-pengaturan (regulasi) internal yang menjadi dasar dalam pelaksanaan program dan
kegiatan pelayanan. Penetapan dan pemberlakuan regulasi internal berupa Kebijakan, Pedoman, dan
Standar Prosedur Operasional (SPO) dan dokumen lain yang merupakan pembakuan sistem manajemen
mutu dan sistem pelayanan yang ada di Puskesmas, disusun berdasarkan peraturan perundangan dan
pedoman-pedoman eksternal yang berlaku.
Untuk memudahkan Kepala Puskesmas, ketua tim mutu Puskesmas, penanggung jawab dan
pelaksanan upaya Puskesmas, serta pendamping akreditasi Puskesmas dalam mempersiapkan Puskesmas
untuk akreditasi, maka perlu disusun pedoman penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas.
A. Tujuan penyusunan pedoman dokumen akreditasi Puskesmas dan Klinik adalah:
1. Tersedianya pedoman bagi Kepala Puskesmas, penanggung jawab dan pelaksana upaya
Puskesmas, dalam menyusun dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam standar akreditasi
Puskesmas dan Klinik, merupakan regulasi internal di Puskesmas
2. Tersedianya Pedoman Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, bagi pendamping akreditasi Puskesmas
dan Klinik,
3. Tersedianya pedoman bagi surveyor dalam melakukan penilaian akreditasi Puskesmas dan Klinik,
4. Tersedianya pedoman penyusunan dokumen untuk pelatihan akreditasi Puskesmas dan Klinik
Pedoman ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan dokumen bagi Kepala
Puskesmas, Penanggung jawab dan pelaksana upaya Puskesmas, Penanggung jawab dan pelaksana
pelayanan di Puskesmas, pendamping tingkat Kabupaten/ Kota, pendamping tingkat Provinsi,
pendamping tingkat Pusat dan surveior akreditasi Puskesmas dan Klinik.

BAB II
2

DOKUMENTASI AKREDITASI PUSKESMAS DAN KLINIK

Sistem manajemen mutu, sistem pelayanan, dan sistem penyelenggaraan upaya Puskesmas/
Klinik perlu dibakukan berdasarkan regulasi internal. Regulasi internal ini disusun dalam bentuk
dokumen akreditasi yang harus dipersiapkan oleh Puskesmas/ Klinik untuk memenuhi standar akreditasi
Puskesmas dan Klinik
Penyusunan regulasi internal Puskesmas, perlu didukung regulasi eksternal yang berupa
peraturan perundangan dan pedoman-pedoman yang diberlakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan organisasi profesi, yang merupakan acuan
bagi Puskesmas dalam menyelenggarakan manajemen Puskesmas, upaya Puskesmas, dan pelayanan
Klinis. Dokumen-dokumen tersebut sebaiknya ada di Puskesmas/ Klinik, dan merupakan dokumen
eksternal yang dikendalikan, meskipun dokumen eksternal tersebut tidak merupakan persyaratan dalam
penilaian akreditasi.
Regulasi internal di Puskesmas dapat dibedakan sebagai berikut :
A. Regulasi penyelenggaraan manajemen Puskesmas/ Klinik :
1. Kebijakan Kepala Puskesmas/ Klinik,
2. Pedoman mutu/ manual mutu,
3. Pedoman-pedoman manajemen, upaya pelayanan
4. Standar Prosedur Operasional (SPO)
5. Rencana Lima Tahunan Puskesmas
6. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP), tahunan yang memuat Rencana Usulan Kegiatan (RUK),
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
7. Kerangka Acuan Kegiatan
B. Regulasi penyelenggaraan upaya Puskesmas/ Klinik:
1. Kebijakan Kepala Puskesmas/ Klinik,
2. Pedoman upaya Puskesmas/ Klinik,
3. Standar Prosedur Operasional (SPO),
4. Rencana Tahunan upaya Puskesmas/ Klinik,
5. Kerangka Acuan Kegiatan upaya Puskesmas,
6. Regulasi pelayanan klinis di Puskesmas/ Klinik,
7. Kebijakan Kepala Puskesmas/ Klinik,
8. Pedoman Pelayanan Klinis
C. Regulasi Pelayanan Klinis
1. Kebijakan Kepala Puskesmas tentang pelayanan klinis,
2. Standar Prosedur Operasional (SPO) klinis,
3. Kerangka Acuan Kegiatan upaya Pelayanan klinis,
4. Regulasi pelayanan klinis di Puskesmas/ Klinik,
5. Pedoman Pelayanan Klinis,
6. Kerangka Acuan Kegiatan Pelayanan Klinis
Dokumen akreditasi Puskesmas dan Klinik, sebagai bukti pelaksanaan kegiatan dan pelayanan,
Puskesmas dan Klinik perlu menyiapkan rekaman kegiatan (bukti tertulis kegiatan yang
dilaksanakan) dan dokumen-dokumen pendukung lain, seperti foto copy ijazah, sertifikat pelatihan,
sertifikat kalibrasi, dan sebagainya.

BAB III
PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI PUSKESMAS DAN KLINIK
3

A. Kebijakan
Kebijakan adalah Peraturan/ Keputusan Kepala Puskesmas atau kepala Klinik yang merupakan garis
besar mengikat dan wajib dilaksanakan oleh: penanggung jawab, pelaksana upaya dan pelayanan di
Puskesmas, Klinik. Berdasarkan kebijakan tersebut, disusun pedoman/ panduan dan standar prosedur
operasional (SPO) yang memberikan kejelasan langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan di
Puskesmas/Klinik.
Penyusunan Peraturan/ Surat Keputusan harus didasarkan pada peraturan perundangan, baik undang-
undang, Perturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah,
Peraturan Menteri dan pedoman-pedoman teknis yang berlaku seperti yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Peraturan/ Surat Keputusan Kepala Puskesmas dan Kepala Klinik dapat dituangkan dalam pasal-
pasal dalam keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari peraturan/ keputusan.
Format Peraturan/ surat keputusan dapat disusun sebagai berikut:
1. Pembukaan:
a. Judul : Surat Keputusan Kepala Puskesmas, Klinik…
b. Nomor: ditulis sesuai sistem penomoran surat keputusan di Puskesmas/Klinik,
c. Jabatan pembuat keputusan ditulis simetris, diletakkan di tengah margin serta ditulis dengan
huruf capital,
d. Konsideran, meliputi:
1) Menimbang: memuat uraian singkat tentang pokok-pokok pikiran yang menjadi latar
belakang dan alasan pembuatan keputusan. Huruf awal kata menimbang ditulis dengan
huruf capital diakhiri dengan tanda baca tidik dua ( : ), dan diletakkkan di bagian kiri;
2) Mengingat: memuat dasar kewenangan dan peraturan perundangan yang memerintahkan
pembuat keputusan tersebut. Perturan perundangnan yang menjadi dasar hokum adalah
peraturan yang tingkatannya sederajat atau lebih tinggi. Konsideran ini diletakkan di bagian
kiri tegak lurus dengan kata menimbang.
2. Diktum:
a. Diktum Memutuskan ditulis simetris di tengah, seluruhnya dengan huruf capital, serta
diletakkan di tengah margin;
b. Diktum Menetapkan dicantumkan setelah kata memutuskan disejajarkan ke bawah dengan kata
menimbang dan mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf capital, dan
diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : );
c. Nama keputusan sesuai dengan judul (kepala), seluruhnya ditulis dengan huruf capital dan
diakhiri dengan tanda baca titik ( . ).
3. Batang Tubuh.
a. Batang tubuh memuat semua substansi keputusan yang dirumuskan dalam dictum-diktum,
misalnya:
KESATU :
KEDUA :
dst
4

b. Dicantumkan saat berlakunya peraturan/keputusan, perubahan, pembatalan, pencabutan


ketentuan, dan peraturan lainnya, dan
c. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran peraturan/keputusan, dan pada halaman terakhir
ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan peraturan/keputusan.
d. Kaki:
Kaki peraturan/ keputusan merupakan bagian akhir substansi peraturan/keputusan yang memuat
penanda tangan penerapan peraturan/keputusan, pengundangan peraturan/keputusan yang teridiri
atas tempat dan tanggal penetapan, nama jabatan, tanda tangan pejabat, dan nama lengkap pejabat
yang menanda tangani.
e. Penandatanganan
Peraturan/Keputusan Kepala Puskesmas ditandatangani oleh Kepala Puskesmas
f. Lampiran peraturan/keputusan:
1). Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomor peraturan/keputusan
2). Halam terakhir harus ditanda tangani oleh Kepala Puskesmas.
Catatan: Untuk Peraturan pada Batang Tubuh tidak ditulis dalam dictum tetapi dalam
bab-bab dan Pasal-pasal. (akan diuraikan kemudian),
B. Manual Mutu,
Manual Mutu adalah: dokumen yang memberi informasi yang konsisten ke dalam maupun ke luar
tentang sistem manajemen mutu Puskesmas/Klinik. Manual mutu disusun, ditetapkan, dan dipelihara
oleh organisasi, yang meliputi:
1. Cakupan umum didalam penerapan mutu,
2. Prosedur terdokumen yang diterapkan untuk sistem mananjemen mutu,
3. Penjelasan proses- proses interaksi dari sistem mamajemen mutu,
4. Sistematika manual mutu minimal adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan,
b. Profil Organisasi,
c. Visi, misi, tujuan organisasi, dan budaya kerja organisasi,
d. Penentuan ketua tim mutu sebagai penanggung- jawab didalam pelaksanaan akreditasi /mutu
Puskesmas/Klinik,
e. Pengendalian dokumen, rekaman implementasi mutu di Puskesmas/Klinik,
f. Persyaratan manajemen mutu Puskesmas/Klinik,
g. Tanggung- jawab manajemen,
h. Fokus pada pelayanan dan pelanggan Puskesmas/Klinik,
i. Kebijakan mutu:
1) Kebijakan mutu adalah: pernyataan resmi Puskesmas/Klinik yang memuat komitmen mutu
dan kepedulian terhadap kepuasan pelanggan.
2) Isi Kebijakan mutu sejalan dengan visi - misi dan tujuan Puskesmas/Klinik,
3) Kebijakan mutu menjadi acuan untuk menetapkan sasaran kinerja, mengevaluasi
pencapaian sasaran serta acuan perbaikan,
4) Kebijakan mutu disosialisasikan dan dipastikan dipahami oleh seluruh karyawan
Puskesmas/Klinik,
5) Kebijakan mutu ditinjau secara berkala untuk menjamin kesesuaiannya,
5

j. Sasaran kinerja Puskesmas/Klinik:


1) Setiap unit menetapkan sasaran-sasaran secara spesifik dan terukur termasuk sasaran knerja
pelayanan yang dihasilkan oleh unit tersebut.
2) Koordinator unit bertanggung jawab untuk memastikan unit yang dipimpinnya membuat
perencanaan kerja untuk mencapai sasaran-sasaran unit kerjanya
3) Sasaran kinerja sesuai dengan kebijakan mutu Puskesmas/Klinik,
4) Sasaran–sasaran kinerja setiap unit dipastikan terdokumentasi.
k. Perencanaan
Setiap koordinator unit/ upaya berkewajiban membuat perencanaan kerja untuk unit kerjanya
termasuk :
1) Merencanakan sistem manajemen mutu untuk unit kerjanya.
2) Memastikan sistem manajemen mutu yang telah dibuat dijalankan secara efektif .
3) Memastikan semua sasaran dan persyaratan yang telah ditetapkan dicapai
4) Memelihara/mempertahankan sistem manajemen mutu pada unitnya
5) Melakukan perbaikan /penyempurnaan sistem manajemen mutu
6) Merencanakan peningkatan hasil kerja (objectives dan targets).
l. Personalia/sumber daya manusia di Puskesmas/Klinik,
m. Komunikasi internal,
n. Telaah mutu dan kinerja,
o. Pengelolaan sumber daya,
p. Realiasasi pelayanan Puskesmas/Klinik, yang mencakup didalam gedung maupun diluar gedung,
q. Persyaratan pelanggan,
r. Komunikasi dengan pelanggan,
s. Proses Pelayanan didalam gedung maupun diluar gedung,
t. Identifikasi dan ketelusuran,
u. Pengendalian peralatan dan pengukuran/ pemantauan,
v. Pengukuran, analisis dan perbaikan
w. Tindakan Koreksi/ Prevensi dan Perbaikan Terus Menerus,
C. Rencana Kinerja Lima Tahunan Puskesmas
1. Pendahuluan
Sejalan dengan rencana stratejik Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas perlu menyusun
rencana kinerja lima tahunan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan target
kinerja yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Rencana lima tahunan tersebut harus sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi Puskesmas
bedasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal.
Dalam menyusun rencana lima tahunan, Kepala Puskesmas bersama seluruh jajaran karyawan yang
bertugas di Puskesmas melakukan analisis situasi yang meliputi analisis pencapaian kinerja, mencari
factor-faktor yang menjadi pendorong maupun penghambat kinerja, sehingga dapat menyusun
program kerja lima tahunan yang dijabatkan dalam kegiatan dan rencana anggaran.
2. Sistematika Rencana Kinerja Lima Tahunan Puskesmas.
6

Sistematika Rencana kinerja lima tahunan Puskesmas dapat disusun dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab I. Pendahuluan
A. Keadaan Umum Puskesmas
B. Tujuan penyusunan rencana lima tahunan
C. Indikator dan standar kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan upaya Puskesmas
Bab II. Analisis Kinerja
A. Pencapaian Kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan upaya Puskesmas
B. Analisis Kinerja: menganalisis factor pendukung dan penghambat pencapaian kinerja
Bab III. Rencana Pencapaian Kinerja Lima Tahun
A. Program Kerja dan kegiatan: berisi program-program kerja yang akan dilakukan yang
meliputi antara lain:
1. Program Kerja Pengembangan SDM, yang dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan,
misalnya: pelatihan, pengusulan penambahan SDM, seminar, workshop, dsb
2. Program Kerja Pengembangan sarana, yang dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan,
misalnya: pemeliharaan sarana, pengadaan alat-alat kesehatan, dsb
3. Program Kerja Pengembangan Manajemen, dan seterusnya,.
B. Rencana anggaran: yang merupakan rencana biaya untuk tiap-tiap program kerja dan
kegiatan-kegiatan yang direncanakan secara garis besar
Bab IV. Penutup.
Lampiran : matriks rencana kinerja lima tahunan Puskesmas/ Klinik,
3. Langkah-langkah Penyusunan Rencana Kinerja Lima Tahunan Puskesmas/ Klinik:
Adapun tahapan penyusunan rencana lima tahunan Puskesmas/ Klinik adalah sebagai berikut:
a. Membentuk tim penyusunan rencana kinerja lima tahun yang terdiri dari Kepala Puskesmas
bersama dengan penanggung jawab upaya Puskesmas dan Pelayanan Klinis.
b. Tim mempelajari rencana stratejik Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, target kinerja lima tahunan
yang harus dicapai oleh Puskesmas
c. Tim mengumpulkan data pencapaian kinerja
d. Tim melakukan analisis kinerja
e. Tim menyusun pentahapan pencapaian indicator kinerja untuk tiap upaya Puskesmas dengan
penjabaran pencapaian untuk tiap tahun
f. Tim menyusun program kerja dan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai target pada
tiap-tiap indicator kinerja
g. Tim menyusun dokumen rencana kinerja lima tahunan untuk disahkan oleh Kepala Puskesmas
h. Sosialisasi rencana pada seluruh jajaran puskesmas
4. Matriks Rencana Kinerja Lima Tahunan (lihat form excel)
Panduan dalam mengisi matriks rencana kinerja lima tahunan:
a. Nomor : diisi dengan nomor urut
b. Pelayanan/Upaya Puskesmas: diisi dengan Pelayanan Klinis, dan Upaya Puskesmas yang
dilaksanakan di Puskesmas tersebut, misalnya Upaya KIA, Upaya KB, Upaya PKM, dan
seterusnya,
c. Indikator: diisi dengan indicator-indikator yang menjadi tolok ukur kinerja Upaya/Pelayanan
d. Standar : diisi dengan standar kinerja untuk tiap indicator
e. Pencapaian : diisi dengan pencapaian kinerja tahun terakhir
f. Target pencapaian: diisi dengan target-target yang akan dicapai pada tiap tahap tahunan
g. Program Kerja : diisi dengan Program Kerja yang akan dilakukan untuk mencapai target pada
tiap tahun berdasarkan hasil analisis kinerja, misalnya program kerja pengembangan SDM,
program kerja peningkatan mutu, program kerja pengembangan SDM, program kerja
pengembangan sarana, dsb
7

h. Kegiatan: merupakan rincian kegiatan untuk tiap program yang direncanakan, misalnya untuk
program pengembangan SDM, kegiatan Pelatihan Perawat, Pelatihan Tenaga PKM, dan
sebagainya.
i. Volume : diisi dengan volume kegiatan yang direncanakan untuk tiap tahapan tahunan
j. Harga Satuan: harga satuan untuk tiap kegiatan,
k. Perkiraan Biaya : diisi dengan perkalian antara volume dengan harga satuan.
5. Penutup.
Panduan ini disusun dengan harapan akan membantu Kepala Puskesmas dalam menyusun rencana
kinerja lima tahunan, yang kemudian diuraikan dalam rencana tahunan dalam bentuk Rencana
Usulan Kegiatan dan Rencana Pencapaian Kegiatan.
Lampiran:
Lampiran 1. Matriks Rencana Kinerja Lima Tahunan Puskesmas

D. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP), Tahunan.


Perencanaan adalah: suatu proses kegiatan secara urut yang harus dilakukan untuk mengatasi
permasalahan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna.
Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) diartikan sebagai proses penyusunan rencana kegiatan
Puskesmas pada tahun yang akan datang, dilakukan secara sistematis untuk mengatasi masalah atau
sebagian masalah kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
Perencanaan Puskesmas mencakup semua kegiatan upaya Puskesmas yang dilakukan di Puskesmas
baik wajib, pengembangan maupun upaya khusus spesifik wilayah/ Puskesmas sebagai rencana
Tahunan Puskesmas yang dibiayai oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah serta
sumber dana lainnya.
1. Mekanisme Perencanan Tingkat Puskesmas.
Langkah pertama dalam mekanisme Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) adalah: menyusun
usulan kegiatan yang meliputi usulan mencakup semua kegiatan semua upaya Puskesmas,
maupun upaya khusus spesifik wilayah/ Puskesmas.
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku,
baik secara global, nasional maupun daerah sesuai dengan hasil kajian data dan informasi yang
tersedia di Puskesmas. Puskesmas perlu mempertimbangkan masukan dari masyarakat melalui
kajian maupun asupan dari lintas sektoral Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan harus dilengkapi
usulan pembiayaan untuk kebutuhan rutin, sarana, prasarana dan operasional Puskesmas. RUK
yang disusun merupakan RUK tahun mendatang (H+1). RUK dibahas di Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota selanjutnya terangkum dalam usulan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota akan
diajukan ke DPRD untuk memperoleh persetujuan pembiayaan dan dukungan politis. Secara rinci
RUK dijabarkan kedalam rencana pelaksanaan kegiatan (RPK).
Setelah menapatkan persetujuan, selanjutnya diserahkan ke Puskesmas melalui Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota maka disusun secara rinci rencana pelaksanaan kegiatan dengan menyesesuaikan
anggaran yang telah turun.
2. Tahap penyusunan RUK.
a. Tahap persiapan.
8

Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam proses penyusunan RUK agar
memperoleh kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap- tahap
perencanaan.
b. Tahap analisis situasi.
Tahap ini dimkasudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dan permasalahan
yang dihadapi Puskesmas melalui proses analisis terhadap data yang dikumpulkan tim yang
telah ditunjuk oleh Kepala Puskesmas. Data- data tersebut mencakup data umum, data khusun
(hasil penilaian kinerja Puskesmas.
3. Tahap penyusunan RUK.
Penyusunan RUK memperhatikan hal- hal untuk mempertahankan kegiatan yang sudah dicapai
pada periode sebelmnya dan memperhatikan program/ upaya yang masih bermasalah, menyusun
rencana kegiatan baru yang disesuaikan dengan kondisi kesehatan diwilayan tersebut dan
kemampuan Puskesmas.
Penyusunan RUK terdiri dua tahap, yaitu:
a. Analisis Masalah.
Analisis masalah dilakukan melalui kesepakatan tim penyusun dan lintas sektoral Puskesmas
melalui:
1) Identifikasi masalah,
2) Menetapkan urutan prioritas masalah,
3) Merumuskan masalah,
4) Mencari akar penyebab, dapat mepergunakan diagaran sebab akibat, pohon masalah, curah
pendapat, dan alat lain yang dapat digunakan.
b. Penyusunan RUK.
Penyusunan RUK meliputi upaya kesehatan upaya wajib, pengembangan dan upaya khusus
setempat yang meliputi:
1) Kegiatan tahun yang akan datang,
2) Kebutuhan sumber daya,
3) Rekapitulasi rencana usulan kegiatan.
4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan.
Rencana Pelaksanaan Kegiatan baik upaya kesehatan wajib, pengembangan maupun khusus
setempat dan rencana inovasi secara bersama- sama, terpadu dan terintegrasi, dengan langkah=
langkah:
a. Mempelajarai alokasi kegiatan,
b. Membandingkan alokasi kegiatan yang disutuji dengan RUK,
c. Menyusun rancangan awal secara rinci,
d. Mengadakan lokakarya mini,
e. Membuat RPK.
Proses penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas dengan menggunakan format- format sesuai
dengan Pedomanan Perencanaan Tingkat Puskesmas yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan
9

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, tahun 2006. Adapun format- format untuk dilihat
didalam lampiran buku panduan penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas ini.
C. Pedoman/ Panduan
Pedoman/ panduan adalah: kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah langkah-langkah yang
harus dilakukan. Pedoman merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan kegiatan.
Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat diartikan pedoman mengatur
beberapa hal, sedangkan panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan. Pedoman/ panduan dapat
diterapkan dengan baik dan benar melalui penerapan SPO.
Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman / panduan maka Puskesmenyusun/ membuat
sistematika buku pedoman/ panduan sesuai kebutuhan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman atau panduan yaitu :
1. Setiap pedoman atau panduan harus dilengkapi dengan peraturan atau keputusan Kepala
Puskesmas untuk pemberlakuan pedoman/ panduan tersebut.
2. Peraturan Kepala Puskesmas tetap berlaku meskipun terjadi penggantian Kepala Puskesmas.
3. Setiap pedoman/ panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap 2-3 tahun sekali.
4. Bila Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman/ Panduan untuk suatu kegiatan/
pelayanan tertentu, maka Puskesmasdalam membuat pedoman/ panduan wajib mengacu pada
pedoman/ panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.
5. Format baku sistematika pedoman panduan yang lazim digunakan sebagai berikut :
a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum Puskesmas
BAB III Visi, Mis, Falsafah, Nilai dan Tujuan Puskesmas
BAB IV Struktur Organisasi Puskesmas
BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja
BAB VI Uraian Jabatan
BAB VII Tata Hubungan Kerja
BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil
BAB IX Kegiatan Orientasi
BAB X Pertemuan/ Rapat
BAB XI Pelaporan
1. Laporan Harian
2. Laporan Bulanan
3. Laporan Tahunan
b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayanan
D. Batasan Operasional
10

E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga (Rawat Inap)
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
c. Format Panduan Pelayanan Puskesmas
BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATALAKSANA
BAB IV DOKUMENTASI
Sistematika panduan pelayanan Puskesmas dapat dibuat sesuai dengan materi/ isi panduan. Pedoman/
panduan yang harus dibuat adalah pedoman/ panduan minimal yang harus ada di Puskesmas yang
dipersyaratkan sebagai regulasi yang diminta dalam elemen penilaian.
Bagi Puskesmas yang telah menggunakan e-file tetap harus mempunyai hardcopy pedoman/ panduan
yang dikelola oleh tim akreditasi Puskesmas atau bagian Tata Usaha Puskesmas.
(mengacu pada pedoman penyusunan dokumen akreditasi rumahsakit 2012 dengan penyesuaian untuk
Puskesmas)
D. Penyusunan kerangka acuan upaya Puskesmas.
Penyusunan kerangka acuan upaya/ kegiatan dengan mencakup Tujuan Umum dan Khusus:
Merupakan tujuan program. Tujuan Umum: adalah tujuan secara garis besar, sedangkan tujuan khusus
merupakan rincian kegiatan- kegiatan yang akan dicapai dari organisasi. Kegiatan pokok dan rincian
kegiatan: langkah- langkah kegiatan dilaksanakan sehingga Tercapainya tujuan program. Karena itu
antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan. Cara melaksanakankegiatan, metode untuk
melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan.
1. Sistematika/ Format Kerangka Acuan upaya Kegiatan
Sistematika atau format kerangka acuan upaya Kegiatan sebagai berikut :
a. Pendahuluan
b. Latar belakang
c. Tujuan umum dan tujuan khusus
d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
e. Cara melaksanakan kegiatan
11

f. Sasaran
g. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
i. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Sistematika/ format tersebut diatas adalah minimal Puskesmas dapat menambah sesuai kebutuhan,
tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh penambahan : ditambah point untuk rencana
pembiayaan/ anggaran.
Petunjuk Penulisan
a. Pendahuluan
Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang bersifat umum yang masih terkait dengan
upaya/ kegiatan
b. Latar belakang
Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau alasan mengapa program tersebut disusun.
Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga alasan diperlukan program tersebut dapat lebih
kuat.
c. Tujuan umum dan tujuan khusus
Tujuan ini adalah merupakan tujuan upaya/ kegiatan. Tujuan umum adalah tujuan secara garis
besarnya, sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci

d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan


Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan
sehingga tercapainyaa tujuan upaya/ kegiatan tersebut. Oleh karena itu antara tujuan dan
kegiatan harus berkaitan dan sejalan.
e. Cara melaksanakan kegiatan
Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian
kegiatan. Metode tersebut bisa antara lain dengan membentuk tim, melakukan rapat, melakukan
audit, dan lain-lain
f. Sasaran
Sasaran program adalah target pertahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan
upaya/ kegiatan .
Sasaran upaya/ kegiatan menunjukkan hasil antara yang diperlukan untuk merealisir tujuan
tertentu. Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sasaran yang baik harus memenuhi “SMART” yaitu :
2) Specific : sasaran harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, bukan cara
pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah dan tolok ukur yang jelas sehingga dapat
dijadikan landasan untuk penyusunan strategi dan kegiatan yang spesifik.
3) Measurable : sasaran harus terukur dan dapat dipergunakan untuk memastikan apa dan
kapan pencapaiannya. Akontabilitas harus ditanamkan kedalam proses perencanaan. Oleh
karenanya meetodologi untuk mengukur pencapaian sasaran (keberhasilan upaya/ kegiatan)
harus ditetapkan sebelum kegiatan yang terkait dengan sasaran tersebut dilaksanakan.
12

4) Agressive but Attainable : apabila sasaran harus dijadikan standar keberhasilan, maka
sasaran harus menantang, namun tidak boleh mengandung target yang tidak layak.
Umpamanya kita bisa menetapkan sebagai suatu sasaran “Pengurangan kematian misalnya
akibat TB akan dapat dicapai pada suatu tingkat tertentu” tetapi meniadakan kematian
merupakan hal yang tidak dapat dipastikan kelayakannya.
5) Result oriented : sedapat mungkin sasaran harus menspesifikkan hasil yang ingin dicapai.
Misalnya : mengurangi komplain masyarakat terhadap pelayanan OAT sebesar 50%
6) Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek, mulai dari
beberapa minggu sampai beberapa bulan (sebaiknya kurang dari 1 tahun). Kalau ada
upaya/ kegiatan 5 (lima) tahun dibuat sasaran antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola
dan dapat lebih serasi dengan proses anggaran apabila dibuat sesuai dengan batas-batas
tahun anggaran di Puskesmas.
Seni di dalam penentuan sasaran adalah menimbulkan tantangan yang dapat dicapai.
Sasaran yang terbaik adalah sasaran yang dapat mendorong peningkatan kapasitas
Puskesmas, namun dalam batas-batas kelayakan. Sasaran yang baik tidak hanya akan
meningkatkan upaya/ kegiatan dan jasa pelayanan yang dihasilkan, namun juga
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri pada para pelaksananya. Sebaliknya
penerapan target kinerja yang tidak mungkin dicapai akan melemahkan motivasi,
membunuh inisiatif dan mengahmbat daya inovasi para karyawan.
g. Skedul (Jadual) pelaksanaan kegiatan
Skedul atau jadwal adalah merupakan perencanaan waktu melaksanakan langkah-langkah
pelaksanaan upaya/ kegiatan . Lama waktu tergantung rencana upaya/ kegiatan tersebut
dilaksanakan. Untuk program tahunan, maka jadwal yang dibuat adalah jadwal untuk 1 tahun,
sedangkan untuk upaya/ kegiatan 5 tahun maka jadwal yang harus dibuat adalah jadual 5
tahun. Skedul (jadwal) dapat dibuat time table sebagai berikut :
h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari skedul (jadual)
kegiatan. Skedul (jadual) tersebut akan dievaluasi setiap berapa bulan sekali (kurun waktu
tertentu), sehingga apabila dari evaluasi diketahui ada pergeseran jadwal atau penyimpangan
jadwal, maka dapat segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu upaya/ kegiatan secara
keseluruhan. Karena itu yang ditulis dalam kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun waktu
berapa lama) evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang melakukan.
Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan
kegiatan tersebut dan kapan laporan tersebut harus dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam
kerangka acuan adalah cara bagaimana membuat laporan evaluasi dan kapan laporan tersebut
harus dibuat dan ditujukan kepada siapa.
i. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Pencatatan adalah catatan kegiatan dan yang ditulis dalam kerangka acuan adalaah bagaimana
melakukan pencatatan keegiatan atau membuat dokumentasi kegiatan.
13

Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan program dan kurun waaktu (kapan) laporan
harus diserahkan dan kepada siapa saja laporan tersebut harus diserahkan.
Evaluai kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan Upaya/ kegiatan secara menyeluruh. Jadi yang di
tulis didalam kerangka acuan, bagaimana melakukan evaluasi dan kapan evaluasi harus
dilakukan.
Format kerangka acuan sesuai yang diterapkan di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota masing-
masing.
E. Standar Prosedur Operasional (SPO),
Istilah prosedur ada beberapa pengertian, diantaranya:
1. Standard Operating Procedures (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintah, (Kepmenpan No.021 tahun
2008).
2. Instruksi kerja adalah petunjuk kerja terdokumentasi yang dibuat secara rinci, spesifik dan bersifat
instruktif, yang dipergunakan oleh pekerja sebagai acuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
spesifik agar dapat mencapai hasil kerja sesuai persyaratan yang telah ditetapkan ( Susilo, 2003).
Langkah didalam penyusunan instruksi kerja sama dengan penyusunan prosedur, namun ada
perbedaan, instruksi kerja adalah suatu proses yang melibatkan satu bagian/ unit/ profesi, sedangkan
prosedur adalah suatu proses yang melibat lebih dari satu bagian/ unit/ profesi. Prinsip dalam
penyusunan prosedur dan instruksi kerja adalah kerjakan yang ditulis, tulis yang dikerjakan,
buktikan dan tindak-lanjut, serta dapat ditelusur hasilnya.
3. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah suatu perangkat instruksi/ langkah- langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Istilah ini digunakan di Undang-undang
No. 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang No. 44 Tahun 2009, tentang
Rumah Sakit,
Beberapa Istilah Prosedur yang sering digunakan yaitu :
 Prosedur yang telah ditetapkan disingkat Protap,
 Prosedur untuk panduan Kerja (prosedur kerja, disingkat PK),
 Prosedur untuk melakukan tindakan,
 Prosedur Penatalaksanaan
 Petunjuk pelaksanaan disingkat Juklak,
 Petunjuk pelaksanaan secara tehnis, disingkat Juknis,
 Prosedur untuk melakukan tindakan klinis adalah Algoritma/ Clinical Patway, namun pada
saat ini umumnya juga disebut prosedur,
Walaupun banyak istilah tentang pengertian prosedur agar tidak menjadikan salah tapsir maka
yang dipergunakan didalam dokumen akreditasi Puskesmas dan Klinik didalam buku panduan ini
adalah “Standar Prosedur Operasiona (SPO)”. Sedangkan pengertian SPO adalah : Suatu
perangkat instruksi/ langkah-langkah yang di bakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin
tertentu.
a. Tujuan Penyusunan SPO,
14

Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten/ seragam dan
aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
b. Manfaat SPO,
c. Memenuhi persyaratan standar pelayanan Puskesmas
d. Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan
e. Memastikan staf Puskesmas memahami bagaimana melaksanakan pekerjaannya.
Contoh :
SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus, SPO Pemindahan pasien dari tempat
tidur ke kereta dorong,
f. Format SPO.
1) Format SPO dibakukan agar tidak terjadi banyak format yang digunakan, contoh pada
lampiran, dan diberlakukan sesuai dengan akreditasi Puskesmas ini diberlakukan,
2) Format merupakan format minimal, oleh karena itu format ini dapat diberi tambahan materi/
kolom misalnya, nama penyusun SPO, unit yang memeriksa SPO. Untuk SPO tindakan agar
memudahkan didalam melihat langkah- langkahnya dengan bagan alir, persiapan alat dan
bahan dan lain- lain, namun tidak boleh mengurangi item-tem yang ada di SPO.

Format SPO sebagai berikut :


Logo Judul SPO.
No. Dokumen : Ditetapkan Oleh
SPO No. Revisi : Kepala Puskesmas…
Nama Tanggal Terbit :
Organisasi Halaman : Nama. NIP.

1. Pengertian
2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi
5. Prosedur/ Langkah- langkah
6. Unit terkait

 Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap didalam tabel/kotak adalah :nama Puskesmas dan logo, judul SPO,
nomor dokumen, tanggal terbit dan tandatangan Kepala Puskesmas, sedangkan untuk pengertian,
tujuan, kebijakan, prosedur/ langkah- langkah, dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/ tabel.
g. Petujuk Pengisian SPO
a. Logo yang dipakai adalah logo Pemerintah kabupaten/ kota, nama organisasi adalah nama
Puskesmas, sedangkan untuk Klinik logo Klinik dan nama Klinik,
15

b. Kotak Heading : masing-masing kotak ( Puskesmas, judul SPO, No. dokumen, No.revisi,
Halaman, SPO, tanggal terbit, ditetapkan Kepala Puskesmas ) diisi sebagai berikut :
 Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama kotak heading
harus lengkap, untuk halaman-halaman berikutnya kotak heading dapat hanya memuat:
kotak nama Puskesmas, judul SPO, No.dokumen, No.Revisi dan halaman.
 Kotak Puskesmas/ Klinik diberi nama Puskesmas dan Logo pemerintah daerah, sedangkan
Klinik sesuai logo organisasi Klinik,
 Judul SPO : diberi Judul /nama SPO sesuai proses kerjanya
 No. Dokumen: diisi sesuai dengan ketentuan penomeran yang berlaku di Puskesmas/ Klinik
yang bersangkutan, dibuat sistematis agar ada keseragaman.
 No. Revisi : diisi dengan status revisi, dapat menggunakan huruf. Contoh : dokumen baru
diberi huruf A, dokumen revisi pertma diberi huruf B dan seterusnya. Tetapi dapat juga
dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat diberi nomor 0, sedangkan dokumen
revisi pertama diberi nomor 1, dan seterusnya.
 Halaman : diisi nomor halaman dengan mencantumkan juga total halaman untuk SPO
tersebut. misalnya : halaman pertama : 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman terakhir : 5/5.
 SPO diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah) yang digunakan Puskesmas/ Klinik,
misalnya : SPO, Prosedur, prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan, prosedur kerja dan
sebagainya, namun didalam akreditasi Puskesmas dan Klinik memakai SPO.
 Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya atau tanggal diberlakukannya SPO
tersebut
 Ditetapkan Kepala Pusksmas/ Klinik : diberi tandatangan Kepala Puskesmas/ Klinik dan
nama jelasnya.
c. Isi SPO :
1. Pengertian : yang paling awal diisi judul SPO adalah, dan berisi penjelasan dan atau
definisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah pengertian/
menimbulkan multi persepsi.
2. Tujuan : berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik. Kata kunci : “ Sebagai acuan
penerapan langkah-langkah untuk ……”
3. Kebijakan : berisi kebijakan Kepala Puskesmas/ Klinik yang menjadi dasar dibuatnya SPO
tersebut. Dicantumkan kebijakan yang mendasari SPO tersebut, kemudian diikuti dengan
peraturan/keputusan dari kebijakan terkait.
4. Referensi: berisikan dokumen ekternal sebagai acuan penyusunan SPO, bisa berbentuk
buku, peraturan perundang- undangan, ataupun bentuk lain sebagai bahan pustaka,
5. Langkah- langkah Prosedur : bagian ini merupakan bagian utama yang menguraikan
langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan prose kerja tertentu.
6. Unit terkait : berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses kerja
tersebut.
16

Isi SPO beracam- macam untuk itu dari keenam isi SPO wajib dimasukan kedalam format,
namun apabila ada yang akan menambahkan dipersilahkan, contoh bagan alir, dokumen terkait
dan lain- lain.
d. Diagram Alir/ bagan alir (Flow Chart):
Didalam penyusunan prosedur maupun instruksi kerja sebaiknya dalam langkah- langkah
kegiatan dilengkapi dengan diagram alir/ bagan alir untuk memudahkan dalam pemahaman
langkah-langkahnya. Adapun bagan alir secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu
diagram alir makro dan diagram alir mikro.
 Diagram alir makro/ Makro flow chart, menunjukkan kegiatan-kegiatan secara garis besar
dari proses yang ingin kita tingkatkan, hanya mengenal satu simbol. Bentuk balok :

 Diagram alir mikro/ mikro flow chart, menunjukkan rincian kegiatan-kegiatan dari tiap
tahapan diagram makro, bentuk simbul sebagai berikut:

o Awal kegiatan :

o Akhir kegiatan :

o Keputusan : ?Ya Ya

Tidak

o Penghubung :

o Dokumen : , Arsip :

e. Tata Cara Pengelolaan SPO:


1) Puskesmas/ Klinik agar menetapkan siapa yang mengelola SPO,
2) Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO Puskesmas/Klinik,
3) Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan, penomoran, distribusi, penarikan,
penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO
f. Tata Cara Penyusunan SPO
Hal-hal yang perlu diingat :
1) Siapa yang harus menulis atau menyusun SPO
2) Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO
3) Bagaimana SPO dapat dikenali
4) Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dan unit terkait
5) Bagaimana pengendalian SPO-nya (nomor, revisi, dan distribusi ).
6) Syarat penyusunan SPO :
 Identifikasi kebutuhan, yakni mengidentifikasi apakah kegiatan yang dilakukan saat ini
sudah memiliki SPO atau belum, dan bila sudah agar diidentifikasi apakah SPO masih
efektif atau tidak.
17

 Perlu ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakuan pekerjaan
tersebut atau oleh unit kerja tersebut. Tim atau panitia yang ditunjuk oleh Kepala
Puskesmas hanya untuk menanggapi dan mengkoreksi SPO tersebut. Hal tersebut
sangatlah penting, karena komitmen terhadap pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan
adanya keterlibatan personel/ unit kerja dalam penyusunan SPO.
 SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar
mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim Mutu diminta
memberikan tanggapan.
 Di dalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan
mengapa.
 SPO jangan menggunakan kalimat majemuk, subjek, predikat dan objek harus jelas.
 SPO harus menggunakan kalimat perintah/ instruksi dengan bahasa yang dikenal
pemakai.
 SPO harus jelas, ringkas, dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien maka
harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk SPO
profesi harus mengacu kepada standar profesi, standar pelayanan, mengikuti
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) kesehatan, dan memperhatikan
aspek keselamatan pasien.
g. Proses penyusunan SPO
1) SPO disusun dengan menggunakan format sesuai dengan panduan penyusunan dokumen
akreditasi Puskesmas/Klinik ini.
2) Penyusunan SPO dapat dikelola oleh kelompok upaya Puskesmas dengan dikoordinir oleh
tim mutu/ tim akreditasi Puskesmas/ Klinik dengan mekanisme sebagai berikut :
a) Pelaksana atau unit kerja/ upaya menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait.
b) SPO yag telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja/ upaya disampaikan ke tim mutu/
tim akreditasi Puskesmas/Klinik,
c) Fungsi tim mutu/ tim akreditasi Puskesmas didalam penyusunan SPO adalah :
(1) Memberikan tanggapan, mengkoreksi dan memperbaiki terhadap SPO yang telah
disusun oleh pelaksana atau unit kerja baik dari segi bahasan maupun penulisan,
(2) Sebagai koordinator dari SPO yang sudah dibuat oleh masing-masing unit kerja
sehingga tidak terjadi duplikasi SPO/ tumpang tindih SPO antar unit,
(3) Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan ditandatangani oleh Kepala
Puskesmas.
(4) Penyusunan SPO dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk SPO
pelayanan dan SPO administrasi, untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO bisa
dilakukan dengan menggambarkan proses bisnis di unit kerja tersebut atau alur
kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk SPO profesi
identifikasi kebutuhan dilakukan dengan mengetahui pola penyakit yang sering
ditangani di unit kerja tersebut. Dari identifikasi kebutuhan SPO maka disuatu unit
kerja dapat diketahui berapa banyak dan macam SPO yang harus dibuat/ disusun.
18

Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan


memperhatikan elemen penilaian pada standar akreditasi Puskesmas/Klinik, minimal
SPO-SPO apa saja yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di elemen penilaian
adalah SOP minimal yang harus ada di Puskesmas/Klinik. Sedangkan identifikasi SPO
dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit kerja adalah seluruh SPO
secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut.
(5) Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk
memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai dengan
membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah membuat
diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting dari seluruh proses.
Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing-masing kotak dan
dibuat alurnya.
(6) Semua SPO harus ditandatangani oleh Kepala Puskesmas/ kepala Klinik,
(7) Untuk SPO pelayanan dan SPO administrasi, sebagian memerlukan uji coba.
(8) Agar SPO dapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO-SPO
tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka untuk melaksanakan SPO tersebut perlu
dilakukan pelatihan.
h. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan penyusunan SPO
1) Ada komitmen dari Kepala Puskesmas/ Klinik yang terlihat dengan adanya dukungan fasilitas
dan sumber daya lainnya.
2) Adanya fasilitator/ petugas yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menyusun SPO,
jadi aspek pekerjaan dan aspek psikologis.
3) Ada target waktu yaitu ada target dan jadwal yang disusun dan disepakati
4) Adanya pemantauan dan pelaporan kemajuan penyusunan SPO.
5) Tata cara penomoran SPO.
Penomoran SPO maupun dokumen lainnya diatur pada kebijakan pengendalian dokumen,
(kriteria 2.1.11. elemen penilaian 4, untuk Puskesmas, sedangkan Klinik pada kriteia 1.3.10
elemen penilaian 4,) dengan ketentuan:
a) Semua SPO harus diberi nomor,
b) Puskesmas/Klinik agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SPO,
c) Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan Puskesmas/Klinik, atau ketentuan
penomoran yang khusus untuk SPO (bisa menggunakan garis miring atau dengan sistem
digit). Pemberian nomor sebaiknya secara sentral.
6) Kode-kode yang dipergunakan untuk pemberian nomor :
a)Kode unit kerja : masing-masing unit kerja di Puskesmas/ Klinik mempunyai kode sendiri-
sendiri yang dapat berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh pada Program Bab VI,
dengan VI/ SPO/ KIA.KB, dan lain sebagainya (namun tergantung didalam kebijakan
pengendalian dokumen dan rekaman),
b)Nomor urut SPO adalah urutan nomor SPO di dalam unit kerja upaya Puskesmas/Klinik.
19

c)Satu SPO dipergunakan oleh lebih dari satu unit yang berbeda misalnya SPO rujukan pasien
maka diberi kolom unit terkait/ unit pemakai SPO.
7) Tata Cara Penyimpanan SPO
a) Penyimpanan adalah bagaimana SPO tersebut disimpan.
b) SPO asli (master dokumen/ SPO yang sudah dinomori dan sudah ditandatangani) agar
disimpan di sekretariat Tim Akreditas Puskesmas/Klinik atau Bagian Tata Usaha
Puskesmas/Klinik, sesuai dengan kebijakan yang berlaku di organisasi tersebut tentang tata
cara pengarsipan dokumen. Penyimpanan SPO yang asli harus rapi, sesuai metode
pengarsipan sehingga mudah dicari kembali bila diperlukan.
c) SPO fotocopy disimpan di masing-masing unit upaya Puskesmas/Klinik, dimana SPO
tersebut dipergunakan. Bila SPO tersebut tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan maka
unit kerja wajib mengembalikan SPO yang sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim
mutu atau bagian Tata Usaha sehingga di unit kerja hanya ada SPO yang masih berlaku
saja. Sekretariat Tim Mutu atau bagian Tata Usaha organisasi dapat memusnahkan fotocopy
SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO yang asli agar tetap disimpan, dengan
lama penyimpanan sesuai ketentuan dalam pengarsipan dokumen di Puskesmas/Klinik.
d) SPO di unit upaya Puskesmas/Klinik harus diletakan ditempat yang mudah dilihat, mudah
diambil, dan mudah dibaca oleh pelaksana.
e) Bagi Puskesmas/Klinik yang sudah menggunakan e-file maka penyimpanan SPO sebagai
berikut :
(1) Setiap SPO harus di print-out dan disimpan sebagai SPO asli atau dikomputer dengan
persyaratan dibac-up
(2) SPO diunit upaya Puskesmas/Klinik tidak perlu hardcopy, SPO bisa dilihat di internet
di Puskesmas, namun untuk SPO penanganan gawat darurat tetap harus dibuatkan
hardcopy-nya.
8) Tata Cara Pendistribusian SPO
a) Distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan SPO kepada unit upaya atau
pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat digunakan sebagai panduan dalam
melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim mutu atau bagian Tata Usaha
Puskesmas dan Klinik sesuai kebijakan dalam pengendalian dokumen.
b) Distribusi harus memakai expedisi dan atau formulir tanda terima.
c) Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bisa juga untuk seluruh unit kerja
lainnya.
d) Bagi Puskesmas/Klinik yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa melalui
internet dan diatur kewenangan otorisasi disetiap unit kerja, sehingga unit kerja dapat
mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO.
9) Evaluasi SPO.
Evaluasi SPO dapat dilakukan dengan evaluasi penerapannya dan revisi secara total/ sebagian
SPO tersebut.
20

a) Evaluasi penerapan/ kepatuhan SPO dapat dilakukan dengan evaluasi langkah- langkah
penerapan SPO apakah sudah dilakukan semua langkah ataupun sebagian langkah yang
dilakukan. Untuk evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan daftar tilik/ cek list
 Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten, diikuti
dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan diberi tanda
(check-mark).
 Daftar tilik merupakan bagian dari sistem manajemen mutu untuk mendukung
standarisasi suatu proses pelayanan.
 Daftar tilik tidak dapat digunakan untuk PO yang kompleks.
 Daftar tilik digunakan untuk mendukung, mempermudah pelaksanaan dan memonitor
SPO, bukan untuk menggantikan SPO itu sendiri.
(1) Langkah-langkah menyusun daftar tilik
Langkah awal menyusun daftar tilik dengan melakukan Identifikasi prsedur yang
membutuhkan daftar tilik untuk mempermudah pelaksanaan dan monitoringnya
 Gambarkan flow-chart dari prosedur tersebut,
 Buat daftar kerja yang harus dilakukan,
 Susun urutan kerja yang harus dilakukan,
 Masukkan dalam daftar tilik sesuai dengan format tertentu,
 Lakukan uji-coba,
 Lakukan perbaikan daftar tilik,
 Standarisasi daftar tilik.
Daftar tilik untuk mengecek kepatuhan terhadap SPO dalam langkah- langkah
kegiatan, dengan rumus sebagai berikut.

Compliance rate (CR) = Σ Ya x 100 %


Σ Ya+Tidak

(2) Evaluasi isi SPO.


(a)Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal 3 tahun sekali,
dilakukan oleh masing-masing unit kerja yag dipimpin oleh koordinator unit kerja/
program.
(b)Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu diperbaiki/
direvisi. Perbaikan/ revisi isi SPO bisa dilakukan sebagian atau seluruhnya.
(c)Perbaikan/ revisi perlu dilakukan bila :
 Alur SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada
 Adanya perkembangan Ilmu dan Teknologi (IPTEK) pelayanan kesehatan,
 Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru,
 Adanya perubahan fasilititas
(d) Pergantian kepala Puskesmas, bila SPO memang masih sesuai/ dipergunakan maka
tidak perlu direvisi.
(3) Pemberlakuan SPO.
21

Semua SPO wajib dibuatkan surat keputusan (SK) pemberlakuan, namun apabila satu
kriteria lebih dari satu kriteria cukup dibuatkan satu SK.
F. Pengendalian Dokumen dan Rekaman.
1. Pengertian dokumen adalah: Semua dokumen yg harus disiapkan Puskesmas/ Klinik, dan untuk
memenuhi instrumen Akreditasi. Jenis dan macam dokumen mengacu kepada standar dan Kriteria,
definisi operasional, serta cara pembuktian dan telusur dokumen yg ada dlm instrumen akreditasi
Puskesmas/Klinik,
2. Rekaman adalah: dokumen yang memberi bukti obyektif dari kegiatan yang dilakukan atau hasil
yang dicapai didalam kegiatan Puskesmas/Klinik untuk peningkatan mutu,
3. Pengendalian dokumen dan rekaman adalah: sistem penomoran dan sistem penyimpanan dokumen
yang dibtuhkan oleh sistem manajemen mutu akreditasi Puskesmas harus dikendalikan. Catatan/
rekaman adalah jenis khusus dari dokumen dan dikendalikan, dalam artian harus diberi nomor agar
mudah untuk pengelolaannya.
Pengendalian dokumen disusun SPO dan diatur didalam kebijakan pengendalian dokumen pada
kriteria 2.1.11 elemen penilaian 4, dan Klinik pada kriteria 1.3.10. elemen penilaian 4, untuk
mendefinikan pengendalian yang diperlukan:
a. Menyetujui dokumen untuk kecukupan sebelum terbit,
b. Menelaah dan memperbaharui sebagaiman perlu, dan persetujuan ulang dokumen,
c. Memastikan bahwa perubahan dan status revisi terkini dari dokumen teridentifikasi,
d. Memastikan bahwa versi yang relevan dari dokumen yang dapat diterapkkan tersedia ditempat
pengguna,
e. Memastikan bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan segeradapat teridentifikasi,
f. Memastikan bahwa dokumen yang berasal dari luar organisasi yang ditetapkan oleh organisasi
yang penting untuk perencanaan dan operasional sistem manajemen mutu diidentifikasi dan
distribusinya dikendalikan,
g. Mencegah penggunaan tidak sengaja dokumen kadaluwarsa dan untuk menerapkan identifikasi
yang sesuai pada dokumen bila disimpan untuk maksud apapun.
Catatan/ rekaman yang diterapkan untuk memberikan bukti kesesuaian terhadap persyaratan
dan bukti operasional yang efektif dari sistem manajemen mutu harus dikendallikan. Organisasi
harus menetapkan SPO terdokumentasi untuk mendefinikan pengendalian yang diperlukan
untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, pengambilan, lama simpan dan permusnahan.
Catatan/ rekaman harus dapat terbaca, segera dapat teridentifikasi dan dapat diakses kembali.
Untuk memperjelas dokumen areditasi Puskesmas/ Klinik dilengkapi dengan contoh- contoh
dokumen, (didalam lampiran) pedoman dokumen ini, namun didalam pelaksanaannya diharapkan
tidak sama dengan contohnya, untuk disesuaikan dengan isi langkah pelayanan yang dilakukan di
Puskesmas atau Klinik.
Pedoman penyusunan dokumen memeberikan contoh cara pembuatan dokumen bukan
memberikan isi didalam dokumen, isi dokumen sesuai dengan langkah- langkah yang dilakukan
didalam organisasi.
22

G. Penataan Dokumen.
Untuk memudahkan didalam pencarian dokumen akreditasi Puskesmas/ Klinik dikelompokan
masing- masing bab/ kelompok pelayanan/ upaya dengan diurutkan setiap urutan kriteria dengan
dipilah- pilah dalam bentuk tata dokumen. Apabila dokumen tersebut direkam didalam buku maka
urutan dokumen tersebut diberi lembar penjelasan bahwa dokumen tersebut didalam buku.

BAB IV
PENUTUP

Pada prinsipnya dokumen akreditasi adalah “TULIS YANG DIKERJAKAN DAN KERJAKAN
YANG DITULIS, BISA DIBUKTIKAN SERTA DAPAT DITELUSURI DENGAN BUKTINYA”. Namun
pada penerapannya tidaklah semudah itu. Penyusunan kebijakan, pedoman/ panduan, standar prosedur
operasional dan program selain diperlukan komitmen Kepala Puskesmas/ Kepala Klinik, juga perlu staf
yang mampu dan mau menyusun dokumen akreditasi tersebut. Dengan tersusunnya Buku Panduan
Penyusunan Dokumen Akreditasi dan Klinik adalah, diharapkan dapat membantu Puskesmas/Klinik,
pendamping akreditasi dalam menyusun dokumen-dokumen yang terkait dengan akreditasi
Puskesmas/Klinik.
23

Anda mungkin juga menyukai