Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang
melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses
tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran
kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan
yang tepat.
1
atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi
dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya
diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
2
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle
a. Grade I Lesi meliputi :
Kontusi ginjal
Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices
Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal
b. Grade II Lesi meliputi:
Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus
sehingga terjadi extravasasi urine
Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
c. Grade III Lesi meliputi:
Ginjal yang hancur
Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan
trauma ginjal
3
Laserasi dari pelvis renal
Patofisiologi Trauma Ginjal
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah
yang terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen.
Karena benturan yang keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua
tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan.
Diagnosa banding:
Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
Trauma traktus urogenitalis lain.
Penatalaksanaan:
Konservatif
4
1. Istirahat total.
2. Transfusi.
3. Obat-obat konservatif.
Operatif
1. Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih
baik.
2. Nefrotomi.
Komplikasi
Awal : Infeksi, perdarahan.
Lanjut : Stenosis 5upture5 dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.
Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke
kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut,
seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali terjadi
kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi
air kemih. Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel
dan terlindung oleh tulang dan otot.
Etiologi
Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.
5
Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.
Pemasukan zat alkali terlalu kuat.
Manifestasi Klinis
Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan
abdomen.
Nyeri daerah panggul.
Ekstravasase urine.
Drainase urine melalui luka operasi.
Ileus terus menerus.
Diagnosa banding
Vesikovagina dan uretrovaginal.
Kausa 6upture6 dan anuria pre renal.
Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke
vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi
gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis
yang dihubungkan gangguan tersebut.
Komplikasi
Fistula ureter.
6
Infeksi retroperitoneal.
Pyelonefritis.
Obstruksi ureter karena stenosis.
Penatalaksanaan
Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter
sebelum dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk
identifikasi.
Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
1. Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat
ditanamkan ke buli-buli.
2. Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
3. Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
Terapi konservatif berupa analgetik dan 7upture777.
Etiologi
Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
Trauma tembus.
Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral
Resection (TUR)
Patofiisiologi
7
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka
akan terjadi peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan
contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan
8upture intraperitoneal.
Manifestasi Klinis
Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
Hematuria.
Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
Regiditas otot.
Ekstravasase urine.
Suhu tubuh meningkat.
Syok.
Tanda-tanda peritonitis.
Diagnosa banding
Ruptur uretra atau ginjal.
Komplikasi
Urosepsis.
8
Klien lemah akibat anemia.
Penatalaksanaan
Atasi syok dan perdarahan.
Istirahat baring sampai 9upture99 hilang.
Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria
intra peritoneal dilakukan operasi 9upture alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah rupture dan pelvis.
Manifestasi Klinis
Perdarahan dari uretra.
Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat
dan keadaan umum memburuk.
Klasifikasi
Trauma Grade I ( ringan )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan
per uretra ( darah langsung keluar dari uretra.
Trauma Grade II ( sedang )
9
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus
dan kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.
Trauma Grade III ( berat ).
Pada tingkat ini uretra mengalami rupture, bulbus cavernosus hancur
dan vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit,
perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum
selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.
Pemeriksaan Diagnostic
Rectal Toucher
Bila 10upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan
teraba, sebaliknya akan teraba rupture berupa masa lunak dan kenyal.
Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi rupture.
Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan rupture ureter.
Penatalaksanaan
Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian
antibiotika.
Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi
perineostomi ) untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang
DC.
Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada
tidaknya striktura.
10
menyebabkan necrosis. Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis
pada kecelakaan rupture dalam hal ini mungkin diperlukan skin graf.
11
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
3.2 KLASIFIKASI
a. Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul
(89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini dari perforasi
langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih
secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
b. Rupture kandung kemih intraperitoneal.
12
Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarka sebagai masuknya
urine secara horizontal kedalam kompartemen kadung kemih.mekanisme
cidera adalah peningkatan tingkat tekanan intravesikel secara tiba-tiba
kekandung kemih yang penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu
ditahan oleh kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadi
perforasi dan urine masuk kedalam peritoneum.
c. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus kandung
kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka
tusuk abdominal bawah. Hal itu akan menyebabkan intraperitoneal,
ekstraperitoneal, cidera, atau gabungan kandung kemih.
3.3 ETIOLOGI
a. Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang memnyebabkan patah tulang pelvis
Fraktur tulang panggul
Ruptur kandung kemih
Ruda paksa tumpul
Ruda paksa tajam akibat luka tusuk dan tembak
Trauma pada tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli
Trauma tembus
Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan oprasi trans uretral
resection (TUR)
b. Fraktur tulang panggul yang menyebabkan konstio dan ruptur buli-buli
dibedakan 2 macam, yaitu :
Intra peritonial : peritenium yang menutupi bagian atas / latar
belakasng dinding buli-buli robek sehingga urune langsung masuk
kedalam rongga peritoneum.
Ekstra peritenium : peritoneum utuh,yang dikeluarkan dari rapuutra
tetap berada diluar. Akibat luka tusuk misal ujung pisau, peluru.
c. Didapati perforasi buli-buli uruine keluar melalui dinding buli-buli terus
kekulit. Akibat manipulasi salah sewaktu melakukan traans uretetol
resection, misalnya sewaktu tumor buli, operasi prostat, dan lain-lain.
13
3.4 Patofisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urune mengalami trauma,,maka
akan terjadi peningkatan tekanan intra vesikel dapat menyebabkan contosio
buli-buli pecah keadaan ini dapat menyebabkan rutura intraperitonial.
Secara anatomik buli-buli atau bledder terletak didatlam rongga
pelvis sehingga jarang mengalami cidera.Ruda paksa kandung kemih karena
kecelakaan kerja dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis sehingga
mencederai buli-buli. Jika faktur tulang panggul dapat menimbulkan
kontusio atau ruptur kandung kemih,tetapi hanya terjadi memar pada diding
buli-buli dengan hematura tanpa ekstravasasi urin.Ruda paksa tumpul juga
dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama bia kandung kemih penuh atau
dapat kelainan patogenik seperti tuber colosis,tumor atau obtruksi sehingga
rudapaksa kecil menyebabkan ruptur.
14
WOC
Kandung Kemih
Trauma Bladder
Inkontinensia
Tekanan Anemia
Kateterisasi Kandung Kemih
Dx. Gangguan
Eliminasi Urin Syok
Nyeri Tekan Hipovolemik
Dx. Resiko
Supra Pubis
Infeksi
Cemas
Refluk Urine
ke Ginjal Dx. Gangguan
Rasa Nyaman
Dx. Gangguan
Nyeri
Perfusi
Kelainan Jaringan
pada Ginjal
Dx. Gangguan
Mobilitas Fisik
Gangguan
Keseimbangan
Asam Basa
15
3.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama adalah adanya darah dalam air kemih atau kesulitan untuk
berkemih. Rasa sakit di area panggul dan perut bagian bawah. Sering
buang air kecil atau sukar menahan keinginan berkemih (ini terjadi jika
bagian terbawah kandung kemih mengalami cedera).
Umumnya fraktyur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga
jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai shok
Pada abdomen ,bagian bawah tampak jelas atau hematom dan terdapat
nyeri tekan pada daerah supra publik ditempat hematom
Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine yang seriong masuk kerongga
peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan rangsangan
peritonial.
Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infitrat urine
dirongga peritonial yang sering menyebabkan septisema.
Hematura
Ekstravasase urine
Syok
Tanda-tanda peritonitis
16
selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga
rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.
3.7 KOMPLIKASI
1. Urosepsis
2. Klien lemah akibat anemia
3.8 PENATALAKSANAAN
a. Atasi syok dan perdarahan.
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang.
c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria
intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
d. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi dengan memasukkan kateter ke
dalam uretra untuk mengeluarkan air kemih selama 7-10 hari dan
kandung kemih akan membaik dengan sendirinya.
e. Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk
menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan.
Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan
2 kateter, 1 terpasang melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang
lainnya terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut
bagian bawah (kateter suprapubik).Kateter tersebut dipasang selama 7-10
hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang
sempurna.
17
BAB IV
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA VESIKA URINARIA
18
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki keluarga yang memiliki penyakit menurun
Data Subyektife
a. Klien mengeluh pada nyeri pada perutbagian bawah (bledeer) yang
terkena
b. Klien mengatakan kencingnya bercampur darah
c. Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia
terjatuh
Data obyektif
a. Nyeri pada daerah trauma
b. Hematuri
c. HT menurun
d. HB menurun
e. Pada pemeriksaan BNO :Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna
abu-abu di daerah trauma dan memperlihatkan ekstravasase urine
f. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi
urine pada sisi yang terkena.
g. CT Scan : Memperlihatkan adanya hematom retropenial dan
konfigurasi ginjal.
4.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan ABC
A (Air Way)
Tidak ada gangguan jalan nafas
Tidak ada suara tambahan
Tidak ada jejas di daerah dada
B (Beathing)
Peningkatan frekuensi nafas
Nafas dangkal
Distress pernafasan
Menggunakan otot-otot pernafasan
C (Cirkulasi)
19
TD menurun
Nadi perifer teraba lemah
Terjadi hematuri
Head to Too
a. Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala
tegak dapat digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka
jahitan.
b. Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
c. Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi
penglihatan baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
klien tidak memakai alat bantu penglihatan / kacamata.
d. Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan,
polip dan tidak ada peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda
asing atau secret serta kotoran yang menempel
e. Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat
luka danj klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran
f. Mulut dan Gigi
Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi
lengkap, kebersihan gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut,
fungsi pengecapan baik (dapat membedakan rasa) tidak ada
masalah dalam menelan tapi klien cuma kurang nafsu makan.
g. Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat
pembesaran getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada
keterbatasan gerak pada leher.
20
h. Thorax (Fungsi Pernafasan)
Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak terlihat sesak
nafas / tidak menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar
dan tidak ada nyeri tekan dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan
ronchi dan wheezing.
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian
bawah.
Auskultasi : bising usus normal 8x/m
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
j. Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, terpasang kateter dan keluar darah
saat BAK melalui kateter.
k. Ekstremitas
Atas : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20
tetes/menit dan ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat
luka lecet.
Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua
lutut dan nyeri apabila digerakkan.
l. Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo
matang, suhu 36,5 ºC, dan terdapat hematume serta lesi.
21
4.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
(NOC)
(NIC)
22
meningkat Ajarkan cara
Prosedur invasive menghindari
Malnutrisi infeksi
Laporkan
kecurigaan infeksi
Laporkan kultur
positif.
2. Cemas berhubungan NOC: NIC :
23
- Penurunan TD dan denyut wajah, bahasa tubuh tindakan
prognosis
nadi dan tingkat aktivitas
24
berhubungan dengan trauma Pengawasan urin Perawatan retensi
bleder. Kriteria hasil urin
Mengatakan keinginan Mengatakan
untuk BAK keinginan
Menentukan pola BAK untuk BAK
Mengatakan dapat BAK Menentukan
dengan teratur pola BAK
Waktu yang adekuat antara Mengatakan
keinginan BAK dan dapat BAK
mengeluarkan BAK ke dengan teratur
toilet Waktu yang
Bebas dri kebocoran urin adekuat antara
sebelum BAK keingian BAK
dan
mengeluarkan
BAK ke toilet
Bebas dari
kebocoran urin
sebelum
dengan BAK
Mampu
memulai dan
mengakhir
aliran BAK
Mengesakan
kandung
kemih secara
komplet
25
dispneu Ventilation. Management :
Respiratory status :
Definisi : inspirasi dan / Buka jalan nafas
Airway patency.
atau ekspirasi yang tidak gunakan teknik
Vital sign status .
memberi ventilasi. chin lift atau jaw
Kriteria Hasil :
thrustbila perlu.
Batasan Karakteristik :
Mendemonstrasikan batuk Posisikan pasien
Perubahan kedalaman efektif dan suara nafas untuk
pernafasan. yang bersih, tidak ada memaksimalkan
Perubahan ekskursi sianosis dan dypsneu ventilasi.
dada. (mampu mengeluarkan Identifikasi
Mengambil posisi tiga sputum, mampu bernafas pasien perlunya
titik. dengan mudah, tidak ada pemasangan alat
Bradipneu. pursed lips). jalan nafas
Penurunan tekanan Menunjukkan jalan nafas buatan.
ekspirasi. yang paten (klien tidak Pasang mayo
Penurunan ventilasi merasa tercekik, irama bila perlu.
semenit. nafas, frekuensi pernafasan Lakukan
Penurunan kapasitas dalam rentang normal, fisioterapi dada
vital. tidak ada suara nafas jika perlu.
Dipneu. abnormal). Keluarkan
Peningkatan diameter Tanda-tanda vital dalam sekret dengan
anterior-posterior. rentang normal (tekanan batuk atau
Pernafasan cuping darah, nadi, pernafasan). suction.
hidung. Auskultasi suara
Ortopneu. nafas, catat
Fase ekspirasi adanya suara
memenjang. tambahan.
Pernafasan bibir. Lakukan suction
Takipneu. pada mayo.
Penggunaan otot Berikan
aksesorius untuk bronkodilator
bernafas. bila perlu.
26
Faktor yang berhubungan Berikan
: pelembab udara
kassa basah
Ansietas.
NaCl lembab.
Posisi tubuh.
Atur intake
Deformitas tulang.
untuk cairan
Deformitas dinding
mengoptimalkan
dada.
keseimbangan.
Keletihan.
Monitor
Hiperventilasi.
respirasi dan
Sindrom hipoventilasi.
status O2.
Gangguan
Oxygen Theraphy
muskuloskeletal.
Kerusakan neurologis. Bersihkan
Imaturitas neurologis. mulut, hidung
Disfungsi dan secret
neuromuskular. trakea.
Obesitas. Pertahankan
Nyeri. jalan nafas yang
Keletihan otot paten.
pernafasan cedera Atur peralatan
medula spinalis. oksigenasi.
Monitor aliran
oksigen.
Pertahankan
posisi pasien.
Observasi
adanya tanda-
tanda
hipoventilasi.
Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
27
oksigenasi.
Vital sign
Monitoring
Monitor
TD,suhu, dan
RR.
Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah.
Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri.
Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan.
Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas.
Monitor kualitas
dari nadi.
Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan.
Monitor suara
paru.
Monitor pola
28
pernafasan
abnormal.
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit.
Monitor sianosis
perifer.
Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
29
4.6 IMPLEMENTASI
Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
mempermudah proses keperawatan
Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya
Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
Mengobservasi TTV
Mengkaji pasien
4.7 Evaluasi
S : Px mengatakan masih terasa nyeri pada perut bagian bawah
O: TD: 110/90 mmHg, N: 65 x/meit, S: 36.5, RR: 20 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Planing selanjutnya.
30
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran
kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi
adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk),
trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling
banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria),
berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat
menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat,
dapat menurunkan tekanan darah (syok).
5.2 SARAN
a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya
memperlengkapi perpustakaan terutama buku buku yang membahas
tentang penyakit system perkemihan agar mempermudah proses belajar
dan mengajar.
b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa
memahami isi makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal
http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as
http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/
http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-
kemih/trauma-saluran-kemih.html
http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-
Dengban-Trauma-Sistem-Perkemihan
32