Anda di halaman 1dari 32

2.

1 DEFINISI TRAUMA URINARIA


Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan
adanya benturan pada saluran perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria,
uretra). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum, testis dan prostat.

Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran


kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi
adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk),
trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling
banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria),
berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat
menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat,
dapat menurunkan tekanan darah (syok).

Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang
melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses
tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran
kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan
yang tepat.

2.2 KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA


2.2.1 Trauma Ginjal

Definisi Trauma Ginjal


Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling
sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul

1
atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi
dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya
diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.

Etiologi trauma ginjal :


a. Trauma tumpul ( tersering ).
Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu
lintas.
b. Trauma tembus
Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam.
c. Akselerasi / Deselerasi
Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal.
d. Tatrogenik
Biopsi ginjal, koliktomi.
e. Ginjal patologis
Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan
lemahnya pertahanan ginjal ( seperti : Ginjal polikistik,
hidronefrosis, ginjal ektopik).
f. Trauma yang akibat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy)
suatu prosedur rutin untuk menghancurkan batu ginjal) bisa
menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih yang sifatnya
sementara, tidak terlalu jelas dan akan membaik dengan sendirinya,
tanpa pengobatan khusus.

Klasifikasi Trauma Ginjal

2
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle
a. Grade I Lesi meliputi :
 Kontusi ginjal
 Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices
 Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal
b. Grade II Lesi meliputi:
 Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus
sehingga terjadi extravasasi urine
 Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
c. Grade III Lesi meliputi:
 Ginjal yang hancur
 Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan
trauma ginjal

d. Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:


 Avulsi pada ureteropelvic junction

3
 Laserasi dari pelvis renal
Patofisiologi Trauma Ginjal
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah
yang terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen.
Karena benturan yang keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua
tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan.

Manifestasi klinis dari trauma ginjal meliputi


 Rasa sakit / nyeri daerah trauma ginjal bahkan sampai syok.
 Hematuri.
 Hematom pada pinggang.
 Teraba masa pada pinggang.
 Nyeri tekan pada daerah trauma.

Pemeriksaan laboratorium / diagnostic untuk trauma ginjal


 Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).
 HB menurun.
 Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu
didaerah trauma karena hematom dan ekstravasi urine.
 Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine
pada sisi yang terkena.
 CT Scan : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan
konfigurasi ginjal.

Diagnosa banding:
 Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
 Trauma traktus urogenitalis lain.

Penatalaksanaan:
 Konservatif

4
1. Istirahat total.
2. Transfusi.
3. Obat-obat konservatif.
 Operatif
1. Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih
baik.
2. Nefrotomi.

Komplikasi
 Awal : Infeksi, perdarahan.
 Lanjut : Stenosis 5upture5 dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.

2.2.2 Trauma Ureter

Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke
kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut,
seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali terjadi
kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi
air kemih. Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel
dan terlindung oleh tulang dan otot.

Etiologi
 Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.

5
 Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.
 Pemasukan zat alkali terlalu kuat.

Manifestasi Klinis
 Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan
abdomen.
 Nyeri daerah panggul.
 Ekstravasase urine.
 Drainase urine melalui luka operasi.
 Ileus terus menerus.

Pemeriksaan laboratorium / 6upture666


 Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.
 Urografi ekskresi : ekstravasase urine.
 Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.

Diagnosa banding
 Vesikovagina dan uretrovaginal.
 Kausa 6upture6 dan anuria pre renal.

Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke
vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi
gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis
yang dihubungkan gangguan tersebut.

Komplikasi
 Fistula ureter.

6
 Infeksi retroperitoneal.
 Pyelonefritis.
 Obstruksi ureter karena stenosis.

Penatalaksanaan
 Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter
sebelum dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk
identifikasi.
 Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
1. Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat
ditanamkan ke buli-buli.
2. Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
3. Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
 Terapi konservatif berupa analgetik dan 7upture777.

2.2.3 Trauma Vesika Urinaria


Definisi
Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan
darurat bedah yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak
ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti
peritoritis dan sepsis.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau
penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi
kandung kemih sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin
untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif muttaqin : 211)

Etiologi
 Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
 Trauma tembus.
 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral
Resection (TUR)

Patofiisiologi

7
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka
akan terjadi peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan
contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan
8upture intraperitoneal.

Manifestasi Klinis
 Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
 Hematuria.
 Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
 Regiditas otot.
 Ekstravasase urine.
 Suhu tubuh meningkat.
 Syok.
 Tanda-tanda peritonitis.

Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik


 Hematokrit menurun.
 Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat
pinddah atau tertekan, menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria
dapat pindah atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna
radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray,
disuntikkan ke dalam kandung kemih.
 Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray
untuk melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang
terjadi selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada
waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.

Diagnosa banding
 Ruptur uretra atau ginjal.

Komplikasi
 Urosepsis.

8
 Klien lemah akibat anemia.

Penatalaksanaan
 Atasi syok dan perdarahan.
 Istirahat baring sampai 9upture99 hilang.
 Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria
intra peritoneal dilakukan operasi 9upture alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.

2.2.4 Trauma Uretra


Definisi
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya rupture terjadi pada
pars membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering
dialami pria.

Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah rupture dan pelvis.

Manifestasi Klinis
 Perdarahan dari uretra.
 Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
 Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
 Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat
dan keadaan umum memburuk.

Klasifikasi
 Trauma Grade I ( ringan )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan
per uretra ( darah langsung keluar dari uretra.
 Trauma Grade II ( sedang )

9
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus
dan kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.
 Trauma Grade III ( berat ).
Pada tingkat ini uretra mengalami rupture, bulbus cavernosus hancur
dan vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit,
perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum
selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.

Pemeriksaan Diagnostic
 Rectal Toucher
Bila 10upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan
teraba, sebaliknya akan teraba rupture berupa masa lunak dan kenyal.
 Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi rupture.

Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan rupture ureter.

Penatalaksanaan
 Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian
antibiotika.
 Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi
perineostomi ) untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang
DC.
 Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada
tidaknya striktura.

2.2.5 Trauma Penis


Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut
karet atau penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat

10
menyebabkan necrosis. Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis
pada kecelakaan rupture dalam hal ini mungkin diperlukan skin graf.

2.2.6 Trauma Scrotum


Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan
syok bila testis mengalami kontosio, laserasi / rupture total, mungkin
diperlukan eksplorasi scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat
biasanya disertai atropi testis.

2.2.7 Trauma Testis


Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping dan
terdapat jaringan nekrosis serta cedera ikutan pada daerah sekitarnya. Pada
rudapaksa tumpul, besarnya pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa
berbeda. Cedera akibat rudapaksa tajam segera setelah trauma biasanya
penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop. Terdapat tanda
cairan atau darah di dalam skrotum. Ditemukan testis yang membesar dan
nyeri.

11
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA VESIKA URINARIA

3.1 DEFINISI TRAUMA VESIKA URINARIA


Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan
darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak
ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomic buli-buli terletak di
dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami
cedera.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau
penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi
kandung kemih sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin
untuk menjadi luka daripada saat kosong .
Trauma kandung kemih adalah suatu keadaan dimana terjadinya ruda
paksa pada area vesika urianaria baik saat vesika urinaria dalam keadaan
penuh ataupun tidak.
Trauma bledder adalah rusaknya kandung kencing ( organ yang
menampung uruin dari ginjal) atau uretra (saluran yang menghubungkan
kandung kencing dengan dunia luar).
Trauma bledder atau vesika urinaria merupakan keadaan darurat
bedah yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan
segera dapat menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis.

3.2 KLASIFIKASI
a. Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul
(89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini dari perforasi
langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih
secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
b. Rupture kandung kemih intraperitoneal.

12
Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarka sebagai masuknya
urine secara horizontal kedalam kompartemen kadung kemih.mekanisme
cidera adalah peningkatan tingkat tekanan intravesikel secara tiba-tiba
kekandung kemih yang penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu
ditahan oleh kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadi
perforasi dan urine masuk kedalam peritoneum.
c. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus kandung
kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka
tusuk abdominal bawah. Hal itu akan menyebabkan intraperitoneal,
ekstraperitoneal, cidera, atau gabungan kandung kemih.

3.3 ETIOLOGI
a. Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang memnyebabkan patah tulang pelvis
 Fraktur tulang panggul
 Ruptur kandung kemih
 Ruda paksa tumpul
 Ruda paksa tajam akibat luka tusuk dan tembak
 Trauma pada tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli
 Trauma tembus
 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan oprasi trans uretral
resection (TUR)
b. Fraktur tulang panggul yang menyebabkan konstio dan ruptur buli-buli
dibedakan 2 macam, yaitu :
 Intra peritonial : peritenium yang menutupi bagian atas / latar
belakasng dinding buli-buli robek sehingga urune langsung masuk
kedalam rongga peritoneum.
 Ekstra peritenium : peritoneum utuh,yang dikeluarkan dari rapuutra
tetap berada diluar. Akibat luka tusuk misal ujung pisau, peluru.
c. Didapati perforasi buli-buli uruine keluar melalui dinding buli-buli terus
kekulit. Akibat manipulasi salah sewaktu melakukan traans uretetol
resection, misalnya sewaktu tumor buli, operasi prostat, dan lain-lain.

13
3.4 Patofisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urune mengalami trauma,,maka
akan terjadi peningkatan tekanan intra vesikel dapat menyebabkan contosio
buli-buli pecah keadaan ini dapat menyebabkan rutura intraperitonial.
Secara anatomik buli-buli atau bledder terletak didatlam rongga
pelvis sehingga jarang mengalami cidera.Ruda paksa kandung kemih karena
kecelakaan kerja dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis sehingga
mencederai buli-buli. Jika faktur tulang panggul dapat menimbulkan
kontusio atau ruptur kandung kemih,tetapi hanya terjadi memar pada diding
buli-buli dengan hematura tanpa ekstravasasi urin.Ruda paksa tumpul juga
dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama bia kandung kemih penuh atau
dapat kelainan patogenik seperti tuber colosis,tumor atau obtruksi sehingga
rudapaksa kecil menyebabkan ruptur.

14
WOC
Kandung Kemih

Kecelakaan Fraktur Tulang Trauma Trauma Tajam


Tumpul

Patah Tulang Kontusio/buli Ruptur Luka Tusuk


Pelvis – buli memar

Trauma Bladder

Obstruksi Jejas Hematom Robekan


Abdomen Dinding Bladder

Inkontinensia
Tekanan Anemia
Kateterisasi Kandung Kemih
Dx. Gangguan
Eliminasi Urin Syok
Nyeri Tekan Hipovolemik
Dx. Resiko
Supra Pubis
Infeksi
Cemas
Refluk Urine
ke Ginjal Dx. Gangguan
Rasa Nyaman
Dx. Gangguan
Nyeri
Perfusi
Kelainan Jaringan
pada Ginjal
Dx. Gangguan
Mobilitas Fisik
Gangguan
Keseimbangan
Asam Basa

Darah menjadi Nafas Cepat Dx. Gangguan


dan Dangkal Sesak Nafas
Asam Pola Nafas

15
3.5 MANIFESTASI KLINIS
 Gejala utama adalah adanya darah dalam air kemih atau kesulitan untuk
berkemih. Rasa sakit di area panggul dan perut bagian bawah. Sering
buang air kecil atau sukar menahan keinginan berkemih (ini terjadi jika
bagian terbawah kandung kemih mengalami cedera).
 Umumnya fraktyur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga
jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai shok
 Pada abdomen ,bagian bawah tampak jelas atau hematom dan terdapat
nyeri tekan pada daerah supra publik ditempat hematom
 Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine yang seriong masuk kerongga
peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan rangsangan
peritonial.
 Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infitrat urine
dirongga peritonial yang sering menyebabkan septisema.

 Nyeri supra publik baaik publik maupun saat palpasi

 Hematura

 Ketidakmapuan buang air dkesil

 Ekstravasase urine

 Suhu tubuh meningkat

 Syok

 Tanda-tanda peritonitis

3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Hematokrit menurun
2. Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria dapat pindah
atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa
kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray, disuntikkan ke dalam kandung
kemih.
3. Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk
melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi

16
selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga
rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.
3.7 KOMPLIKASI
1. Urosepsis
2. Klien lemah akibat anemia

3.8 PENATALAKSANAAN
a. Atasi syok dan perdarahan.
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang.
c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria
intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
d. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi dengan memasukkan kateter ke
dalam uretra untuk mengeluarkan air kemih selama 7-10 hari dan
kandung kemih akan membaik dengan sendirinya.
e. Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk
menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan.
Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan
2 kateter, 1 terpasang melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang
lainnya terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut
bagian bawah (kateter suprapubik).Kateter tersebut dipasang selama 7-10
hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang
sempurna.

17
BAB IV
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA VESIKA URINARIA

4.1 CONTOH KASUS


Tn.S datang ke RSUD Jombang mengeluh sakit di daerah bawah perut
setelah terjatuh dari motor. Klien memegangi perutnya, terdapat jejas di
bagian perut bawah. Dari hasil pemeriksaan urine terdapat hematuria, TD:
100/80 mmHg , RR 25 x/menit, S: 36,5 C, N: 62 x/menit, HB : 6,5 gram/dl
4.2 PENGKAJIAN
 Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 45 th
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Bahasa : Indonesia
Alamat : Jombang
Tgl masuk RS : Senin, 24 April 2014
Tgl pengkajian: Senin, 24 april 2014
No. Register :1234
Diagnosa medis : Trauma Vesika Urinaria
 Keluhan Utama
Px mengeluh nyeri pada perut bagian bawah
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari senin tanggal 24 apri 2014 Px hendak ke pasar dengan
mengendarai sepeda motor , namun karena menghindari kucing yang
menyebrang jalan Tn S mengerem mendadak sehingga terjatuh dari
sepeda motor (kecelakaan tunggal) perut bagian bawah klien terbentur
pembatas jalan. Sehingga klien dibawa ke RSUD Ploso.
 Riwayat Penyakit Dahulu

18
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki keluarga yang memiliki penyakit menurun
 Data Subyektife
a. Klien mengeluh pada nyeri pada perutbagian bawah (bledeer) yang
terkena
b. Klien mengatakan kencingnya bercampur darah
c. Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia
terjatuh
 Data obyektif
a. Nyeri pada daerah trauma
b. Hematuri
c. HT menurun
d. HB menurun
e. Pada pemeriksaan BNO :Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna
abu-abu di daerah trauma dan memperlihatkan ekstravasase urine
f. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi
urine pada sisi yang terkena.
g. CT Scan : Memperlihatkan adanya hematom retropenial dan
konfigurasi ginjal.
4.3 PEMERIKSAAN FISIK
 Pemeriksaan ABC
A (Air Way)
 Tidak ada gangguan jalan nafas
 Tidak ada suara tambahan
 Tidak ada jejas di daerah dada
B (Beathing)
 Peningkatan frekuensi nafas
 Nafas dangkal
 Distress pernafasan
 Menggunakan otot-otot pernafasan
C (Cirkulasi)

19
 TD menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Terjadi hematuri
 Head to Too
a. Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala
tegak dapat digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka
jahitan.
b. Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
c. Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi
penglihatan baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
klien tidak memakai alat bantu penglihatan / kacamata.
d. Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan,
polip dan tidak ada peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda
asing atau secret serta kotoran yang menempel
e. Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat
luka danj klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran
f. Mulut dan Gigi
Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi
lengkap, kebersihan gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut,
fungsi pengecapan baik (dapat membedakan rasa) tidak ada
masalah dalam menelan tapi klien cuma kurang nafsu makan.
g. Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat
pembesaran getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada
keterbatasan gerak pada leher.

20
h. Thorax (Fungsi Pernafasan)
Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak terlihat sesak
nafas / tidak menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar
dan tidak ada nyeri tekan dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan
ronchi dan wheezing.
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian
bawah.
Auskultasi : bising usus normal 8x/m
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
j. Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, terpasang kateter dan keluar darah
saat BAK melalui kateter.
k. Ekstremitas
 Atas : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20
tetes/menit dan ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat
luka lecet.
 Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua
lutut dan nyeri apabila digerakkan.
l. Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo
matang, suhu 36,5 ºC, dan terdapat hematume serta lesi.

4.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko infeksi berhubungan dengan kateterisasi
2. Cemas berhubungan dengan syok hipovolemik
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bleder.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penekanan kandung
kemih
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan robekan dinding bleder.
6. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan dispneu.

21
4.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
(NOC)
(NIC)

1. Resiko infeksi berhubungan NOC: NIC:


dengan kateterisasi  Immune status  Bersihkan
Definisi :  Knowledge : infection lingkungan
mengalami peningkatan control setelah dipakai
resiko terserang organism  Risk control pasien lain
patogenik. Kriteria hasil :  Pertahankan
Factor-faktor resiko: teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda dan
 Penyakit kronis  Batasi pengunjung
gejala infeksi
a.Diabetes b.melitus bila perlu
 Mendeskripsikan proses
 Pengetahuan yang tidak  Instrusikan pada
penularan penyakit,factor
cukup untuk menghindari pengunjung untuk
yang memprngaruhi
pemanjanan pathogen cuci tangan dan
penularan serta
 Pertahankan tubuh primer penatalaksanaannya
setelah
yang adekuat berkunjung
 Menunjukan kemampuan
a. Gangguan peristalsis meninggalkan
untuk mencegah timbulnya
b. Kerusakan integritas kulit pasien
infeksi
c. Perubahan seksresi pH  Monitor tanda dan
 Jumlah leukosit dalam batas
d. Penurunan kerja siliaris gejala infeksi
normal
e. Pecah ketuban dini sistemik dan local
 Menunjukan perilaku hidup
f. Pecah letuban lama  Monitor hitung
sehat
g. Merokok granulosit,WBC
h. Status cairan tubuh  Monitor
i. Trauma jaringan kerentanan

 Ketidakadekuatan terhadap infeksi

pertahanan sekunder  Ajarkan pasien

 Vaksinasi tidak adekuat dan keluarga

 Pemajanan terhadap tanda dan gejala

pathogen lingkungan infeksi

22
meningkat  Ajarkan cara
 Prosedur invasive menghindari
Malnutrisi infeksi
 Laporkan
kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur
positif.
2. Cemas berhubungan NOC: NIC :

dengan syok hipovolemik - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction


(penurunan
Faktor keturunan, Krisis - Koping
kecemasan)
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan
perubahan  Gunakan
selama klien
pendekatan yang
status kesehatan, ancaman
kecemasan teratasi dgn menenangkan
kematian, perubahan konsep  Nyatakan dengan
kriteria hasil:
diri, kurang pengetahuan jelas harapan
 Klien mampu
dan terhadap pelaku
mengidentifikasi dan
pasien
hospitalisasi
mengungkapkan gejala  Jelaskan semua
DO/DS: cemas prosedur dan apa
 Mengidentifikasi, yang dirasakan
- Insomnia
mengungkapkan dan selama prosedur
- Kontak mata kurang
 Temani pasien
menunjukkan tehnik
- Kurang istirahat untuk
untuk mengontol
memberikan
- Berfokus pada diri sendiri
cemas keamanan dan
- Iritabilitas mengurangi takut
 Vital sign dalam batas
- Takut  Berikan
Normal
informasi faktual
- Nyeri perut  Postur tubuh, ekspresi mengenai
diagnosis,

23
- Penurunan TD dan denyut wajah, bahasa tubuh tindakan
prognosis
nadi dan tingkat aktivitas

- Diare, mual, kelelahan menunjukkan


 Libatkan
- Gangguan tidur berkurangnya keluarga untuk

- Gemetar kecemasan mendampingi


klien
- Anoreksia, mulut kering
 Instruksikan pada
- Peningkatan TD, denyut pasien untuk
menggunakan
nadi, RR
tehnik relaksasi
- Kesulitan bernafas
 Dengarkan
- Bingung dengan penuh
perhatian
- Bloking dalam
 Identifikasi
pembicaraan
tingkat
- Sulit berkonsentrasi kecemasan
 Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian
obat anti cemas
3. Gangguan eliminasi urine NOC: NIC:

24
berhubungan dengan trauma Pengawasan urin Perawatan retensi
bleder. Kriteria hasil urin
 Mengatakan keinginan  Mengatakan
untuk BAK keinginan
 Menentukan pola BAK untuk BAK
 Mengatakan dapat BAK  Menentukan
dengan teratur pola BAK
 Waktu yang adekuat antara  Mengatakan
keinginan BAK dan dapat BAK
mengeluarkan BAK ke dengan teratur
toilet  Waktu yang
 Bebas dri kebocoran urin adekuat antara
sebelum BAK keingian BAK
dan
mengeluarkan
BAK ke toilet
 Bebas dari
kebocoran urin
sebelum
dengan BAK
 Mampu
memulai dan
mengakhir
aliran BAK
 Mengesakan
kandung
kemih secara
komplet

4. Ketidakefektifan pola nafas NOC NIC


berhubungan dengan
 Respiratory status : Airway

25
dispneu Ventilation. Management :
 Respiratory status :
Definisi : inspirasi dan /  Buka jalan nafas
Airway patency.
atau ekspirasi yang tidak gunakan teknik
 Vital sign status .
memberi ventilasi. chin lift atau jaw
Kriteria Hasil :
thrustbila perlu.
Batasan Karakteristik :
 Mendemonstrasikan batuk  Posisikan pasien
 Perubahan kedalaman efektif dan suara nafas untuk
pernafasan. yang bersih, tidak ada memaksimalkan
 Perubahan ekskursi sianosis dan dypsneu ventilasi.
dada. (mampu mengeluarkan  Identifikasi
 Mengambil posisi tiga sputum, mampu bernafas pasien perlunya
titik. dengan mudah, tidak ada pemasangan alat
 Bradipneu. pursed lips). jalan nafas
 Penurunan tekanan  Menunjukkan jalan nafas buatan.
ekspirasi. yang paten (klien tidak  Pasang mayo
 Penurunan ventilasi merasa tercekik, irama bila perlu.
semenit. nafas, frekuensi pernafasan  Lakukan
 Penurunan kapasitas dalam rentang normal, fisioterapi dada
vital. tidak ada suara nafas jika perlu.
 Dipneu. abnormal).  Keluarkan
 Peningkatan diameter  Tanda-tanda vital dalam sekret dengan
anterior-posterior. rentang normal (tekanan batuk atau
 Pernafasan cuping darah, nadi, pernafasan). suction.
hidung.  Auskultasi suara
 Ortopneu. nafas, catat
 Fase ekspirasi adanya suara
memenjang. tambahan.
 Pernafasan bibir.  Lakukan suction
 Takipneu. pada mayo.
 Penggunaan otot  Berikan
aksesorius untuk bronkodilator
bernafas. bila perlu.

26
Faktor yang berhubungan  Berikan
: pelembab udara
kassa basah
 Ansietas.
NaCl lembab.
 Posisi tubuh.
 Atur intake
 Deformitas tulang.
untuk cairan
 Deformitas dinding
mengoptimalkan
dada.
keseimbangan.
 Keletihan.
 Monitor
 Hiperventilasi.
respirasi dan
 Sindrom hipoventilasi.
status O2.
 Gangguan
Oxygen Theraphy
muskuloskeletal.
 Kerusakan neurologis.  Bersihkan
 Imaturitas neurologis. mulut, hidung
 Disfungsi dan secret
neuromuskular. trakea.
 Obesitas.  Pertahankan
 Nyeri. jalan nafas yang
 Keletihan otot paten.
pernafasan cedera  Atur peralatan
medula spinalis. oksigenasi.
 Monitor aliran
oksigen.
 Pertahankan
posisi pasien.
 Observasi
adanya tanda-
tanda
hipoventilasi.
 Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap

27
oksigenasi.
Vital sign
Monitoring

 Monitor
TD,suhu, dan
RR.
 Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah.
 Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri.
 Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan.
 Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas.
 Monitor kualitas
dari nadi.
 Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan.
 Monitor suara
paru.
 Monitor pola

28
pernafasan
abnormal.
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit.
 Monitor sianosis
perifer.
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.

29
4.6 IMPLEMENTASI
 Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
mempermudah proses keperawatan
 Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya
 Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
 Mengobservasi TTV
 Mengkaji pasien

4.7 Evaluasi
S : Px mengatakan masih terasa nyeri pada perut bagian bawah
O: TD: 110/90 mmHg, N: 65 x/meit, S: 36.5, RR: 20 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Planing selanjutnya.

30
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran
kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi
adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk),
trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling
banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria),
berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat
menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat,
dapat menurunkan tekanan darah (syok).

Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya


terdapat beberapa organ yang kemungkinan dapat terkena trauma.
Diantaranya adlah ginjal, ureter. Kandung kemih, dan uretra.

5.2 SARAN
a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya
memperlengkapi perpustakaan terutama buku buku yang membahas
tentang penyakit system perkemihan agar mempermudah proses belajar
dan mengajar.
b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa
memahami isi makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta

Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media


Aeskulapius, FKUI

Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius


FKUI, Jakarta.

http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal

http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as

http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/

http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-
kemih/trauma-saluran-kemih.html

http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-
Dengban-Trauma-Sistem-Perkemihan

32

Anda mungkin juga menyukai