Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan penyebab kematian nomor tiga
didunia setelah stroke dan tuberculosis (Handayani, 2013). Ramadhian (2016)
menambahkan bahwa sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan
besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada
pelayanan kesehatan primer (Ramadhian, 2016).

Hipertensi memang tidak mengerikan, namun dapat membuat penderita


terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan kualitas hidupnya. Hal ini
yang meyebabkan hipertensi dijuluki sebagai penyakit terselubung atau silent
killer (Ismalia, 2016).

Menurut Raharjo (2010) hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang


banyak diderita bukan hanya oleh usia lanjut saja. Dan Ismalia (2016)
menambahkan bahwa kelompok usia lanjut merupakan kelompok usia yang
paling rentan terkena. Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia, 50-60%
klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari
140/90 mm Hg (Black, 2015). Hipertensi meningkatkan peluang terjadinya
penyakit ginjal dan kardiovaskuler serta gangguan sistem saraf dan retinopati
(Aiska, 2014).

Faktor resiko hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi yang tidak
bisa diubah dan hipertensi yang dapat diubah. Hipertensi yang dapat diubah
meliputi merokok, obesitas, gaya hidup yang monoton dan stres. Hipertensi
yang tidak dapat diubah meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa, faktor
keturunan (Agustina, 2014).
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Risiko pada pria dan
wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian setelah usia 74
tahun wanita berisiko lebih besar (Black, 2015).

Hasil data survey Word Health Organization (WHO) pada tahun 2012, jumlah
penduduk dunia yang menderita hipertensi untuk pria sekitar 26,6% dan wanita
sekitar 26,1% dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat
menjadi 29,2% (Rahayu, 2017). WHO menyebutkan negara ekonomi
berkembang memiliki penderita hipertensi sebesar 40% sedangkan negara
maju hanya 35%, kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita
hipertensi, yaitu sebesar 40%. Kawasan Amerika sebesar 35% dan Asia
Tenggara 36% (Tarigan, 2018).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013


menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 25,8%. Penderita
hipertensi di Indonesia diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya 4% yang
hipertensi terkendali. Hipertensi terkendali adalah mereka yang menderita
hipertensi dan mereka tahu sedang berobat untuk itu. Sebaliknya sebesar 50%
penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi, sehingga mereka
cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat (Tarigan, 2018).

Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2018 prevalensi hipertensi secara nasional


mencapai 34,1% oleh karena itu terjadi peningkatan dari tahun 2013 dimana
1,23% pada kelompok umur 18-24 tahun, 20,13% pada kelompok umur 25-34,
31,61% pada kelompok umur 35-44, 45,32% pada kelompok umur 45-54,
55,23% pada kelompok umur 55-64, 63,22% pada kelompok umur 65-74,
69,53% pada kelompok umur diatas 75 tahun. Dan penderita hipertensi di DKI
Jakarta memiliki angka prevelensi hipertensi cukup tinggi yaitu sebesar
33,43%. (Riskesdas, 2018).

Data kunjungan pasien pada puskesmas kelurahan Slipi 1 bulan Januari sampai
Oktober 2018 sebanyak 154.864 jiwa dengan 10 penyakit terbanyak salah
satunya adalah hipertensi sebanyak 615 jiwa. Data hasil survey mahasiswa
Akademi Keperawatan Pelni yang dimulai pada bulan November sampai
Desember 2018 dengan jumlah 144 kepala keluarga didapatkan data distribusi
penyakit tertinggi yang pertama adalah hipertensi dengan jumlah penderita 46
jiwa (25,8%) (Hasil Survey AKPER PELNI Jakarta, 2018).

Dalam hal ini, mengingat begitu banyaknya penderita hipertensi yang terus
meningkat terutama salah satu kelompok yang paling rentan terkena adalah
lansia maka perawat komunitas sebagai salah satu bagian dari tenaga kesehatan
yang berada paling depan dimasyarakat dan berperan utama dalam pemberian
pelayanan perawatan kesehatan dirumah memiliki peranan yang sangat penting
untuk ikut serta mengatasi penyakit hipertensi.

Bentuk pelayanan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan


sesuai kebutuhan agregat lansia di rumah adalah kunjungan rumah. Pelayanan
kesehatan melalui kunjungan rumah yang diberikan antara lain pendidikan
kesehatan, coaching , dan konseling, pembentukan kelompok swabantu dan
pemberian terapi keperawatan yang ditujukan kepada masyarakat khususnya
agregat lansia dengan hipertensi sesuai dengan masalah kesehatan yang
dialami. Hasil akhir pelayanan kunjungan rumah yang diharapkan adalah
angka kesakitan pada lansia mengalami penurunan sehingga beban negara
untuk pembiayaan kesehatan lansia berkurang (Utami, 2013).

Menurut Marlia (2009) dalam Handayani (2013) secara umum penanganan


hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis dan non-farmakologis.
Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat
diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan
tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan non-farmakologis
meliputi penurunan berat badan, olah raga secara teratur, diet rendah lemak dan
garam, dan terapi komplementer.

Penanganan secara non farmakologis sangat diminati oleh masyarakat karena


sangat mudah untuk dipraktekkan dan tidak mengeluarkan biaya yang terlalu
banyak. Selain itu, penanganan non farmakologis juga tidak memiliki efek
samping yang berbahaya, sehingga masyarakat lebih menyukai penanganan
secara non farmakologis dari pada secara farmakologis. Salah satu dari
penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan penyakit hipertensi yaitu
terapi komplementer. Terapi komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah
diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif,
meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower
remedy, dan refleksologi. Terapi herbal banyak digunakan oleh masyarakat
dalam menangani penyakit hipertensi, dikarenakan memiliki efek samping
yang sedikit, jenis yang dapat digunakan dalam terapi herbal yaitu tomat
(Handayani, 2013).

Menurut Jurnal Asia (2014) pada website www.jurnalasia.id, tomat merupakan


buah yang sering dijadikan bumbu dan masakan, selain itu tomat juga sering
dijadikan minuman. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Barat (2016) produksi sayuran tomat di Jawa Barat sebanyak 2.783.935
kwintal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tomat sangat mudah ditemukan dan
sangat digemari dalam rumah tangga.

Selain itu, menurut Azwar Agoes (2007) dalam Handayani (2013), ekstrak
tomat mempunyai kandungan seperti likopen yang efektif untuk menurunkan
kolesterol, betakarotin dan vitamin E sebagai anti oksidan yang dapat
mencegah aglutinasi darah, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Kadar
likopen yang terkandung dalam tomat merupakan salah satu alasan tomat
digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi gejala hipertensi.

Menurut Ismalia (2016) kandungan dalam buah tomat yang telah diketahui
berperan dalam menurunkan tekanan darah adalah likopen, bioflavonoid dan
kalium. Likopen merupakan senyawa karotenoid yang terdapat pada sayuran
dan buah-buahan berwarna merah kekuningan. Likopen banyak terdapat pada
tomat, anggur, semangka, jambu biji dan pepaya. Likopen pada tomat
berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat melumpuhkan radikal bebas,
menyeimbangkan kadar kolesterol darah dan tekanan darah, serta melenturkan
sel-sel saraf jantung yang kaku akibat endapan kolesterol dan gula darah
dengan cara menghambat penyerapan oksigen reaktif terhadap endotel yang
mengganggu dilatasi pembuluh darah.
Bioflavonoid yang terdapat dalam tomat dapat mengurangi bahaya kolesterol
dan mencegah penggumpalan darah. Bioflavonoid mudah larut dalam air
sehingga dapat melancarkan keluarnya air seni sehingga menyebabkan
antihipertensi. Hal ini sangat berhubungan dengan ACE sehingga angiotensin I
tidak dapat diubah menjadi angiotensin II. Akibatnya jumlah angiotensin II
berkurang dan menyebabkan vasokonstriksi dan sekresi aldosteron untuk
reabsorbsi natrium dan air secara otomatis akan menjadi berkurang sehingga
tekanan darah akan menurun (Ismalia, 2016).

Efek antihipertensif kalium dengan cara: (1) natriuresis, yaitu menghambat


reabsorpsi natrium di tubulus renal proksimal dan menekan sekresi renin, (2)
menormalkan kadar substansi digitalis like plasma, (3) meningkatkan volume
ekskresi urin, (4) relaksasi otot halus melalui produksi oksida nitrat, (5)
menekan pembentukkan radikal bebas, (6) melindungi pembuluh darah dari
luka akibat hipertensi. Kalium mempengaruhi sistem renin angiotensin dengan
menghambat pengeluaran. Renin yang bertugas mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I karena adanya blok pada sistem tersebut maka pembuluh
darah mengalami vasodilatasi sehingga tekanan darah akan turun. Kalium juga
menurunkan potensial membran pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi
relaksasi pada dinding pembuluh darah dan akhirnya menurunkan tekanan
darah (Ismalia, 2016).

Menurut Britt Burton-Freeman, PhD, MS, and Kristin Reimers, PhD, RD


(2010) dalam American Journal of Lifestyle Medicine bahwa kandungan
likopen dalam ½ gelas jus tomat lebih besar yaitu 10,98 mg dibandingkan
dengan ½ gelas buah semangka yang hanya mengandung 3,44 mg dan ½ buah
anggur yang hanya mengandung 1,75 mg. Kandungan kalium dalam 100 gram
buah tomat juga cukup tinggi yaitu 360 mg (Ismalia, 2016)

Penelitian yang dilakukan oleh Aiska (2014), yang berhasil membuktikan


bahwa pemberian jus tomat dengan kulit perhari terbuat dari tomat merah utuh
150 gram yang diblanching satu menit lalu ditambahkan air 50 ml dan gula 2
gram perhari dengan pemberian jus tomat dilakukan selama 7 hari. Responden
yang dilakukan pemberian jus tomat sebanyak 17 lansia mengalami penurunan
tekanan darah dengan tekanan darah sistolik sebesar 10,00 + 7,91 mmHg.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Lestari dan Rahayuningsih tahun 2012 di
Semarang (Ismalia, 2016) sebanyak 34 subyek penelitian diberikan jus tomat
200 ml terbuat dari 150 gram tomat, 5 gram gula pasir dan 50 ml air per hari
diberikan selama 7 hari berturut-turut, hasilnya terdapat penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 11.76±7,276 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar
8,82±3,321 mmHg.

Hasil penelitian yang lain (Raharjo, 2010) dengan 96 responden terdapat


penurunan tekanan darah setelah diberikan jus tomat yaitu tekanan darah
sistolik sekitar 4,17 mmHg dan diastolik sekitar 0,89 mmHg.

Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Intervensi Terapi Jus Tomat
Dalam Upaya Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi di
RW 01 Kel. Slipi Kec. Palmerah, Jakarta Barat” guna menangani masalah
hipertensi khusunya pada agregrat lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut “Bagaimana Pengaruh Terapi
Jus Tomat Dalam Upaya Menurunkan Tekanan Darah pada Lansia Dengan
Hipertensi di RW 01 Kelurahan Slipi Jakarta Barat?”

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran analisa
terapi jus tomat pada lansia dengan hipertensi sedang maupun berat,
memberikan gambaran tentang terapi jus tomat dalam upaya penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, mengetahui tekanan darah lansia
dengan hipertensi sebelum dan sesudah diberikan terapi jus tomat, melakukan
analisis perbandingan tekanan darah lansia dengan hipertensi sebelum dan
sesudah diberikan terapi jus tomat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Agar masyarakat dapat mengontrol nilai tekanan darah melalui
modifikasi bahan alami seperti jus tomat secara mandiri dirumah, selain
itu jus tomat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan


Penelitian ini dapat melengkapi referensi dalam pengembangan
kurikulum keperawatan. penelitian ini juga bermanfaat dalam
memberikan informasi tentang cara menurunkan tekanan darah pada
lansia dengan hipertensi selain menggunakan obat.

1.4.3 Bagi Penulis


Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi riset
keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan khususnya penelitian
tentang pelaksanaan terapi non farmakologi khusunya jus tomat pada
kelompok lansia dengan hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai