Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“TUMOR PARU”

A. PENGERTIAN
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain adenoma,
hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik. Karena pertimbangan
klinis maka yang dibahas adalah kanker paru ataukarsinoma bronkogenik (Brunner &
Suddart, 2016).
Menurut Hood Alsagaff, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer
yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June Thompson,
kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam
paru (Huda, 2015).
Kanker paru muncul dari sebuah sel epitel tunggal yang bertransformasi di dalam
jalan napas trakeobronkial. Karsinogen (asap rokok, gas radon, agens okupasional dan
lingkungan lain) merusak sel, menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan abnormal
menjadi tumor ganas (Huda, 2015).

B. ETIOLOGI
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum
diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan bahan
karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras sertastatus imunologis.
1. Pengaruh rokok.
2. Pengaruh paparan industri.
3. Pengaruh adanya penyakit lain atau predisposisi oleh karena adanya penyakit lain.
4. Pengaruh genetik dan status imunologis.
5. Pemajanan Okupasi

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T :
a. T0 : tidak tampak tumor primer
b. T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
c. T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak
lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
d. T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina
dan atau disetai efusi pleura.
2. N :
a. N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
b. N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
c. N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral
d. N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M :
a. M0 : tidak terdapat metastase jauh
b. M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ - organ lain.

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama daninfeksi
saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu sampai 1
bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan
menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner
seperti nyeri tulang, stagnasi (venacava superior syndroma). Rata - rata lama hidup pasien
dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5 tahun. Alasannya adalah pada saat
kanker paru terdiagnosa, sudah metastase kedaerah limfatik dan lainnya. Pada pasien
lansia dan pasien dengan kondisi penyakitlain, lama hidup mungkin lebih pendek.
1. Gejala dapat bersifat lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk bary atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis.
c. Mengi (wheezing stridor) karena ada obstruksi saluran nafas.
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru.
e. Atelektasis.
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium, terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom horoner
f. Suara serak, karena penekanan pada nevus laryngeal recurrent.
3. Gejala penyakit metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal.
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula
4. Sindrom paraneoplastik dengan gejala :
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi.
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, tremor
e. Neuromiopati.
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid
g. Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis
h. Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis :
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK / COPD yang terdeteksi secara
radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
Pemeriksaan ini lebih sensitive dari pada foto rontgen dada biasa, karena bias
mendeteksi nodul dengan diameter minimal 3 mm, walaupun positif palsu dapat
mencapai 26-60%. Bila terdapat dugaan metastasis ke tulang dapat dilakukan
pemeriksaan Bone Scanning.
2. MRI
3. Foto Toraks
4. Pemeriksaan sitologi sputum
Bila pasien mengalami keluhan seperti batuk maka pemeriksaan ini perlu
dilakukan. Namun pemeriksaan ini juga tergantung dari: letak tumor terhadap
bronkus, jenis tumor, teknik pengeluaran sputum, jumlah sputum yang diperiksa (3-5
hari berturut-turut) dan waktu pemeriksaan sputum. Jika kanker paru letaknya
disentral akan ditemukan hasil positif 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
5. Pemeriksaan hispatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk
mendapatkan spesimennya, dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Bronkoskopi
b. Trans Torakal
Biopsi Biopsy ini terutama untuk lesi yang letaknya di perifer dengan ukuran
>2cm den memiliki sensitivitas 90-95%.
c. Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura akan memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakostomi dari pada membuta.
d. Mesiastinoskopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat
dapat dilakukan dengan cara mediastinoskopi yang dimasukkan melalui insis
supra sterna.
e. Torakotomi
Torakotomi untuk diagnosis kanker paru dikerjakan bia berbagai prosedur non
invasive dan invasive sebelumya gagal.
6. Pemeriksaan serologi
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor-tumor untuk
mendiagnosis kanker paru, yang spesifisitasnya tinggi. Beberapa jenis tes yang
dipakai adalah: CEA (Carsinonoma Embrionic Antigen) , NSE ( Neuron Spesific
Enolase) dan CYFRA 21-1 (Cytocreatin Fragments 19).
G. PENATALAKSANAAN
Tedapat perbedaan fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung Cancer
dengan Small Cell Lung Cancer sehingga pengobatannya harus dibedakan.
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II.
Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya
kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada
kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma
vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru
tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk
memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil
dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Syarat untuk
reseksi paru :
a. Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,
VEP1>60%
b. Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60%
2. R a d i o t e r p i
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK
stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif
terapi kuratif. Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor :
a. Staging penyakit
b. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
a. Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
b. Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000-6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
a. Hb > 10 g%
b. Trombosit > 100.000/mm3
c. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk
4. Kemoterapi
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi
adalah:
a. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
b. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO harus dihentikan atau diganti bila
setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
a. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
b. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
c. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
d. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
e. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi :
a. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan
obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
b. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10
g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab
anemia.
c. Granulosit > 1500/mm3
d. Trombosit > 100.000/mm3
e. Fungsi hati dan ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit).

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak dengan
pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu yang di perlukan dan
terminasi/ mengakhiri. Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan dilakukan secara urut dan
menyeluruh dan dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:
1. Kulit, rambut dan kuku
2. Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut
3. Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP
4. Dada : jantung dan paru
5. Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam
6. Genetalia
7. Kekuatan otot /musculosekletal
8. Neurologi
Tahap-tahap pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Kulit :
a) Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna
kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
b) Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus,
suhu : akral dingin atau hangat.
2. Rambut :
a) Inspeksi : disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
b) Palpasi : mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
3. Kuku
a) Inspeksi : catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb,
bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit
difisisensi fe/anemia fe
b) Palpasi : catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
4. Pemeriksaan Kepala:
a) Inspeksi : Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih
condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh:
pada pasien SH.
b) Palpasi : Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan
kepala sesuai kebutuhan
5. Mata:
a) Inspeksi = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek
kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil,
pin point/sangat kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien
sudah meninggal).
b) Palpasi : Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler)
jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus)
6. Hidung:
a) Inspeksi : Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret
b) Palpasi : Apakah ada nyeri tekan, massa
7. Telinga
Telinga luar
a) Inpeksi : Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan,
adanya lesi.
b) Palpasi : Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan
kartilago.
Telinga dalam:
a) Inspeksi : Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani
(warna, bentuk) adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.
8. Mulut
a) Inspeksi : Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi. Amati jumlah dan bentuk gigi,
gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi Inspeksi mulut
b) Palpasi : Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri
9. Leher
a) Inspeksi : Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut, amati adanya
pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya massa, amati kesimeterisan
leher dari depan, belakang dan samping ka,ki.
b) Palpasi : Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan
dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
Palpasi trachea apakah kedudukan trachea simetris atau tidak
10. Dada/Thorax
a) Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati gerkkan
paru.
Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
b) Palpasi : ekspansi paru:
c) Perkusi : Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai
intercosta 5 tentukkan batas paru (bunyi paru normal : sonor seluruh lapang paru,
batas paru hepar dan jantung: redup)
d) Auskultasi : bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckels
11. Jantung/Cordis
a) Inspeksi : Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm
disamping bawah xifoideus
b) Palpasi : Merasakan adanya pulsasi
c) Perkusi : dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung bagian kiri
d) Auskultasi : Menganjurkan pasien bernafas normal dan menahanya saat ekspirasi
selesai
12. Perut/Abdomen
a) Inspeksi : Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
b) Auskultasi : Amati suara ising usus
c) Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan
telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai
kuadran.
Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa
dengan metode bimanual/2 tangan.
d) Perkusi : merasakan adanya benjolan
13. Genetalia laki-laki:
a) Inspeksi : Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.
Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya
lesi
Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
b) Palpasi : Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri
Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari
14. Genetalia wanita:
a) Inspeksi : kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak
Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis
b) Palpasi : Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk
mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
15. Rektum Dan Anal
a) Inspeksi : jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus
b) Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan adanya
nodul dan atau pelebaran vena pada rectum.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Amin Huda & Hardhi, diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit
Tumor Paru adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
a. Pengertian : ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
nafas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. (Nanda 2018 – 2020)
b. Batasan karakteristik :
1) Tidak ada batuk
2) Suara nafas tambahan
3) Perubahan pola nafas
4) Perubahan frekuensi nafas
5) Dispnea
6) Mata terbuka lebar
c. Faktor yang berhubungan :
1) Mukus berlebihan
2) Terpajan asap
3) Benda asing dalam jalan nafas
4) Perokok
5) Sekresi yang tertahan
d. Kondisi terkait :
1) Spasme jalan nafas
2) Jalan nafas alergik
3) Asma
4) PPOK
5) Eksudat dalam alveoli
6) Infeksi
7) Disfungsi neuromuskular
8) Adanya jalan napas buatan
2. Ketidakefektifan pola napas
a. Pengertian : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
b. Batasan karakteristik :
1) Pola napas abnormal
2) Perubahan ekskursi dada
3) Penurunan tekanan ekspirasi
4) Penurunan tekanan inspirasi
5) Dispnea
6) Pernafasan cuping hidung
7) Ortopnea
8) Pernafasan bibir
9) Takipnea
10) Penggunaan otot bantu pernapasan
c. Faktor yang berhubungan :
1) Ansietas
2) Posisi tubuhn yang menghambat ekpansi paru
3) Keletihan
4) Hiperventilasi
5) Nyeri
6) Keletihan otot pernapasan
d. Kondisi terkait :
1) Deformitas tulang
2) Deformitas dinding dada
3) Gangguan muskuloskeletal
4) Imaturitas neurologis
5) Disfungsi neuromuskular
6) Cedera medula spinalis
3. Intoleran aktivitas
a. Pengertian : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari yang harus
atau yang ingin dilakukan.
b. Batasan karakteristik :
1) Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
2) Respons frekuensi jantung abnorma terhadap aktivitas
3) Perubahan EKG
4) Keletihan
5) Keadaan umum
c. Faktor yang berhubungan :
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Imobilitas
3) Fisik tidak bugar
4) Gaya hidup kurang gerak
d. Populasi berisiko :
1) Riwayat intoleran aktivitas sebelumnya
e. Kondisi terkait :
1) Masalah sirkulasi
2) Gangguan pernafasan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Pengertian : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
(Nanda 2018 – 2020)
b. Batasan karakteristik :
1) Kram abdomen
2) Nyeri abdomen
3) Diare
4) Kehilangan rambut berlebihan
5) Bising usus hiperaktif
6) Kurang informasi
7) Tonus otot menurun
8) Kesalahan informasi
9) Ketidakmampuan memakan makanan
10) Kelemahan otot pengunyah
11) Kelemahan otot untuk menelan
c. Faktor yang berhubungan :
1) Asupan diet berkurang
d. Populasi berisiko :
1) Faktor biologis
2) Kesulitan ekonomi
e. Kondisi terkait
1) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan makan
4) Gangguan psikososial

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal
ditandai dengan asites, dyspnea.
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, ketidakefektifan pola
nafas dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspnea. (5)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten. (5)
3. Tanda tanda vital dalam rentang normal. (5)
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Buka jalan nafas dengan teknik clin 1. Dengan teknik clin lift atau jaw thrust
lift atau jaw thrust bila perlu. dapat membuka jalan nafas dengan
baik.

2. Posisikan pasien untuk 2. Posisi yang benar dapat


memaksimalkan ventilasi. memaksimalkan ventilasi.
3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu 3. Fisioterapi dada dapat membantu
klien dengan mudah batuk dan
mengeluarkan sekret
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 4. Selain dengan fisioterapi dada,
suction. pengeluaran sekret dapat
menggunakan suction yang akan
menghisap sekret.
5. Berikan bronkodilator bila perlu. 5. Bronkodilator dapat mengencerkan
sekret.

6. Monitor pola pernafasan abnormal. 6. Mengetahui pola nafas klien apakah


dalam batas normal atau tidak.
7. Monitor respirasi dan status O2
7. Mengetahui pernafasan klien dalam
setiap menitnya.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk menelan makanan, anoreksia, kelelahan dan dyspnea.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
- dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan (5)
2. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi (5)
3. Tidak ada tanda tanda malnutrisi (5)
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji adanya alergi makan 1. Mengkaji adanya alergi makanan pada
klien, sehingga pemberian diet dapat
sesuai.
2. Pemberian informasi yang tepat dapat
2. Berikan informasi tentang kebutuhan
menambah wawasan klien dan
nutrisi
keluarga terkait diet.
3. Makanan yang sesuai, dapat
3. Berikan makanan yang terpilih mencegah adanya alergi dan
(sudah dikonsultasikan dengan ahli malnutrisi.
gizi)
4. Monitor jumlah nutrisi dan 4. Mengetahui jumlah nutrisi dan
kandungan kalori. kandungan kalori pada makanan yang
klien konsumsi.

5. Mengetahui apakah klien mengalami


5. Monitor mual dan muntah
mual muntah, sehingga dapat diberi
terapi.

6. Kolaborasi yang baik dapat mencegah


6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
penurunan BB, malnutrisi dan alergi
menentukan jumlah kalori dan
pada klien.
nutrisi
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen (anemis),
kelemahan secara umum
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, intoleran aktivitas dapat
teratasi.
Kriteria Hasil :
1. Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri (5)
2. Tanda tanda vital normal (5)
3. Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat (5)
4. Status respirasi baik (5)
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu klien untuk mengidentifikasi 1. Melatih klien melakukan aktivitas
aktivitas yang mampu dilakukan sesuai kemampuan.
2. Bantu untuk memilih aktivitas 2. Melatih klien melakukan aktivitas
konsisten yang sesuai dengan sesuai kemampuan, tidak hanya fisik,
kemampuan fisik, psikologi, sosial namun psikologi, dan sosial.
3. Bantu klien untuk membuat jadwal 3. Dengan membuat jadwal, klien dapat
latihan diwaktu luang. melakukan aktivitas dengan rutin.
4. Monitor respon fisik, emosi, sosial 4. Mengetahui respon klien mengenai
dan spiritual. fisik, emosi, sosial dan spiritual
setelah melakukan aktivitas.
5. Kolaborasikan dengan tenaga 5. Kolaborasi dengan tim medis yang
rehabilitasi medik dalam lain seperti rehabilitasi medik, dapat
merencanakan program terapi yang melatih aktivitas klien secara
tepat. bertahap.
K. REFERENSI
Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. 2016. Jakarta : EGC.
T. Heather Herdman. Nanda I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020. 2018. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Amin Huda. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda.
2015. Jogjakarta : Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai