DISUSUN OLEH :
Nururin Widasari 180400490
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan fungsi dari banyak faktor yang memberdayakan seseorang atau rumah
tangga untuk mengakses pangan yang aman dan cukup bergizi dengan cara yang benar, termasuk
peubah pekerjaan, pendidikan, dan masyarakat. Studi awal pada tingkat rumah tangga menunjukkan
bahwa naiknya pendapatan dan ketersediaan pangan akan mengakibatkan penurunan kelaparan, tetapi
tidak selamanya malnutrisi. Akses pangan dimana rumah tangga bergantung pada apakah rumah
tangga mempunyai cukup pendapatan untuk membeli pangan pada harga yang berlaku, atau
mempunyai cukup lahan atau sumber lain untuk berusahatani pangan yang dibutuhkan(Sukiyono, et
al, 2008). Disamping itu pangan juga menentukan kualitas sumberdaya manusia, baik sebagai individu
maupun sebagai penduduk suatu negara. Pangan menurut Saparinto dan Hidayati (2006) adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi konsumsi manusia. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pangan sangat penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa.
Penentuan derajat ketahanan pangan di tingkat keluarga memerlukan beberapa faktor. Faktor penentu
utama ketahanan pangan di tingkat keluarga adalah akses (fisik dan ekonomi) terhadap pangan,
ketersediaan pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut
(Purwantini dkk, 2000).
Pendapatan menjadi faktor penting dalam menentukan pengeluaran rumah tangga, termasuk pola
konsumsi pangan keluarga. Apabila pendapatan meningkat, pola konsumsi akan lebih beragam
sehingga konsumsi pangan yang bernilai gizi tinggi juga akan meningkat (Yudaningrum, 2011).
Pendapatan rumah tangga tidak terlepas dari pengeluaran rumah tangga Data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Aceh tentang pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang tahun
2014 menunjukkan bahwa pengeluaran tidak hanya terdiri dari kelompok padi-padian tapi juga dari
kelompok non pangan lain seperti perumahan barang dan jasa dan sebagainya. Data dari BPS tahun
2014 tentang kebutuhan pangan masyarakat Aceh menunjukkan bahwa 59,84% dikeluarkan untuk
kebutuhan pangan sedangkan 40,16% dikeluarkan untuk kebutuhan non pangan.
Pada rumah tangga miskin, pengeluaran pangan akan lebih besar dari pada pengeluaran non pangan
sehingga hal ini akan berpengaruh pada pemenuhan gizi dalam penentuan ketahanan pangan rumah
tangga. Pemenuhan gizi yang diperoleh dari pangan yang dikonsumsi akan menentukan tingkat
konsumsi. Semakin tinggi nilai gizi pangan berupa energi yang dikonsumsi, maka tingkat konsumsi
energi juga akan meningkat. Demikian juga halnya pada konsumsi protein.
2. Tujuan
1. Mengetahui besarnya pengeluaran konsumsi pangan pada masyarakat miskin dan tidak miskin.
2. Mengetahui pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan pada rumah tangga miskin dan
tidak miskin.
3. Mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan pada rumah tangga miskin dan
tidak miskin.
4. Mengetahui rata – rata konsumsi energi pada rumah tangga miskin dan tidak miskin
5. Menganalisa derajat ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga.
6. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga.
BAB II
A. Gambaran Lokasi
Pengambilan sampel responden untuk analisa ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga
dilakukan di Kelurahan Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Daerah Istimewa Yogyakarta
Luas Kelurahan Gedongkiwo sebesar 0,90 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut
1. Sebelah Utara : Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan Mengikuti Jl.
Letjend. S. Parman
2. Sebelah Selatan : Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon Bantul mengikuti
batas antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul
3. Sebelah Barat : Desa Tirtonirmolo dan desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul dan Kelurahan Patangpuluhan, Kecamatan Wirobrajan mengikuti
sungai winongo
4. Sebelah Timur : Kelurahan Kadipaten dan Kelurahan Patehan, Kecamatan
Kraton dan Kelurahan Suryodiningratan, mengikuti Beteng Kraton sebelah barat daya,
Jl. Bantul dan terusan irigasi pojok beteng Dukuh.
Kelurahan Gedongkiwo terbagi menjadi 18 Rukun Warga dan 86 Rukun Tetangga dan
mayoritas penduduknya bekerja sebagai Wiraswasta atau berdagang . Kelurahan
Gedongkiwo memiliki 4550 KK dengan jumlah penduduk total sebanyak 18.489 orang.
B. Karateristik Sampel
Karakteristik sampel dalam dalam pengambilan data ini diambil dua anggota keluarga berbeda,
satu keluarga yang tergolong keluarga miskin dan satu keluarga tergolong tidak miskin
kemudian dilakukan analisis pada derajat ketahanan pangannya. Karakteristik sampel terdiri
atas data identitas responden, jumlah anggota keluarga responden. Meliputi data – data nama,
usia, jenis kelamin,tingkat pendidikan, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga.
Karakteristik sampel dilihat pada tabel dibawah ini :
Jumlah anggota keluarga antara anggota keluarga miskin dan keluarga tidak miskin
berbeda, pada keluarga miskin terdapat 3 anggota keluarga yang terdiri atas bapak, ibu dan satu
anak yang sudah dewasa berumur 25 Tahun .sedangkan pada anggota keluarga tidak miskin
terdapat 2 anggota keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan belum memiliki anak . Hal ini
memiliki keterkaitan antara tingkat pengeluaran dengan konsumsi energi rumah tangga,
semakin banyak anggota keluarga maka akan membutuhkan biaya pengeluaran dan konsumsi
yang lebih besar pula.
Berdasrkan data diatas , sampel berada dalam kategori usia yang produktif yaitu 15 – 64 tahun
sehingga mampu untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya .Pada Sampel keluarga miskin,
anak juga dalam usia yang produktif sehingga dapat membantu orangtua dalam memenuhi
kebutuhan sehari –hari .
C. Hasil Dan Pembahasan
1. Pendapatan Rumah Tangga
Tabel 3. Pendapatan per Bulan Keluarga Miskin (Bp. S.P)
No. Sumber Pendapatan Pendapatan (Rp/Bulan)
1. Bapak S.P 1.000.000
2. Ibu D 600.000
3. Anak T 800.000
Jumlah 2.400.000
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata – rata untuk keluarga miskin sebesar Rp
2.400.000 dengan sumber pendapatan didapatkan dari bapak, ibu dan anak yang bekerja.
Pekerjaan ayah adalah seorang tukang sampah yang sehari – harinya mengumpulkan sampah
di satu RT lalu membuangnya ke Tempat Pengumpulan Sampah Sementara dan per bulanya
mendapatkan bayaran dari ketua RT yang sumber dananya dari warga , ibu adalah seorang
penjual makanan keliling dan anaknya penjual jajanan di depan SD .
sedangkan untuk keluarga tidak miskin sebesar Rp 11.600.000 dengan sumber pendapatan
rumah tangganya dari bapak yang bekerja sebagai pegawai swasta sebuah bank dan ibu adalah
seorang PNS Kementerian Dalam Negeri.
Pendapatan menjadi faktor penting dalam menentukan pengeluaran rumah tangga, termasuk
pola konsumsi pangan keluarga. Apabila pendapatan meningkat, pola konsumsi akan lebih
beragam sehingga konsumsi pangan yang bernilai gizi tinggi juga akan meningkat
(Yudaningrum, 2011). Pada rumah tangga miskin, pengeluaran pangan akan lebih besar dari
pada pengeluaran non pangan sehingga hal ini akan berpengaruh pada pemenuhan gizi dalam
penentuan ketahanan pangan rumah tangga. Pemenuhan gizi yang diperoleh dari pangan yang
dikonsumsi akan menentukan tingkat konsumsi. Semakin tinggi nilai gizi pangan berupa energi
yang dikonsumsi, maka tingkat konsumsi energi juga akan meningkat. Demikian juga halnya
pada konsumsi protein. Perbedaan tingkat pendapatan akan mengakibatkan perbedaan pola
distribusi pendapatan termasuk pola konsumsi rumah tangga. Dalam kondisi terbatas
(pendapatan kecil), maka seseorang akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan dan
sebagian besar pendapatan tersebut dibelanjakan untuk konsumsi makanan. Semakin rendah
pangsa pengeluaran pangan, berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik (Ariani et
al., 2007).
Tabel.9 Pengeluaran Rata- rata Rumah Tangga Miskin dan tidak Miskin
Keluarga Pengeluaran Pengeluaran Total
Tabel 11. Proporsi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Keluarga Tidak Miskin
Pengeluaran Jumlah (Rp/Bulan ) Proporsi
Pengeluaran Pangan 2.500.000 28%
Pengeluaran Non Pangan 6.250.000 72%
Pengeluaran Total 8.750.000 100%
Pengeluaran rumah tangga adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk dikonsumsi dan
kebutuhan semua anggota rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga terdiri dari
pengeluaran untuk pangan dan non pangan. Pengeluaran pangan berupa Sembilan bahan
pokok,lauk pauk,sayuran , buah –buahan dan lain – lain dalam kurun satu bulan. Untuk
pengeluaran Non Pangan yang digunakan untuk keperluan biaya listrik,air,gas,transportasi
.
Untuk perhitungan proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga
menggunakan rumus :
PF : PP X 100%
TP
.
Berdasarkan perhitungan Proporsi Pengeluaran Pangan pada table diatas dapat dilihat
bahwa proporsi pengeluaran keluarga miskin sebesar 54 % sedangkan tidak miskin 28% .
Semakin rendah presentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran , maka
tingkat perekonomian rumah tangga tersebut semakin baik.
3. Konsumsi Energi Rumah Tangga
Tabel 12. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Keluarga Miskin
No Anggota Berat Total AKG %AKG Rata –Rata %Rata-
Keluarga Badan Energi Energi rata
1 Bapak S.P 53 1954,30 2325 85% 1874.35 85.3%
2 Ibu D 45 1885,25 2150 81%
3 Anak T 49 1783,50 2250 90%
Tabel 13. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Keluarga Tidak Miskin
No Anggota Berat Total AKG %AKG Rata – %Rata-
Keluarga Badan Energi Rata rata
Energi
1 Bapak F 60 2378.70 2625 93% 2182,97 93.5%
2 Ibu S 48 1987,25 2150 94%
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata konsumsi energi keluarga
miskin adalah 1874.35 kkal/orang/hari. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi energi keluarga
tidak miskin adalah 2182.87 kkal/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi energi pada kelurga
miskin 85.3% kurang dari rata –rata konsumsi energy yang danjurkan. Sedangkan pada
keluarga tidak miskin rata-rata konsumsi energi sudah memenuhi AKE yang dianjurkan yaitu
93.5%. Konsumsi protein dan energi rumah tangga dapat diperoleh dari perhitungan nilai gizi
dari bahan makanan yang dikonsumsi, mulai dari Ukuran Rumah Tangga (URT) maupun
Bagian makanan yang Dapat Dimakan (bdd). Analisis kandungan gizi tersebut dapat
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang terdiri dari susunan
kandungan energi, protein, lemak, karbohidrat dan lain-lain. DKBM dikeluarkan oleh
Direktorat Gizi Depkes RI sebagai patokan. Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi 4,
yaitu :
1. Baik : TKG ≥ 100 % AKG
2. Sedang : TKG 80 – 99 % AKG
3. Kurang : TKG 70 -80 % AKG
4. Defisit : TKG < 70 % AKG
apabila dilihat dari tingkat kecukupan gizinya dapat disimpulkan bahwa kedua rumah tangga
untuk tingkat konsumsi energi (TKE) termasuk dalam kategori sedang.
Pangsa pengeluaran pangan rumah tangga merupakan salah satu indikator ketahanan
pangan (Pakpahan 1993), makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pangan
semakin berkurang. Makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara pangsa pengeluaran pangan
penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya. Selain pangsa pangan, ketahanan pangan tingkat
rumah tangga dapat dilihat dari kandungan gizi dalam konsumsi pangan rumah tangga. Berdasarkan
norma gizi, secara garis besar konsumsi makanan yang menghasilkan tubuh yang sehat perlu
mengandung unsur pangan seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin/mineral dalam jumlah
yang cukup dan seimbang. Keseimbangan dalam mengkonsumsi berbagai jenis pangan akan
mencerminkan kualitas konsumsi pangan rumah tangga. Menurut Widayakarya Pangan dan Gizi VII
tahun 2004, angka kecukupan gizi di tingkat individu adalah untuk konsumsi kalori sebesar 2000
kkal/hari dan konsumsi protein sebesar 52 gram/hari. Maxwell dan Frankenberger (1992)
menggabungkan pangsa pangan dan kecukupan energi untuk mengklasifikasikan ketahanan pangan
rumah tangga menjadi empat kategori yaitu tahan pangan, rentan pangan, kurang pangan dan rawan
pangan. Batasan yang digunakan adalah 80 persen dari standar kecukupan energi dikombinasikan
dengan pangsa pengeluaran pangan > 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga. FAO (1996)
mengembangkan Aggregate Household Food Security Index (AHFSI) atau Indeks Ketahanan
Pangan Agregat Tingkat Rumah tangga yang didasarkan konsumsi kalori rumah tangga.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis derajat ketahanan pangan rumah tangga yang telah dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan berikut ini :
1. Pendapatan rumah tangga keluarga miskin adalah Rp 2.400.000,pada untuk keluarga
tidak miskin Rp 11.600.000 dan besar pengeluaran pangan pada keluarga miskin Rp
1.200.000, sedangkan untuk kelurga tidak miskin Rp 2.500.000.
2. Proporsi pengeluaran pangan rumah tangga keluarga miskin sebesar 54 % yang
termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan untuk keluarga tidak miskin sebesar 28 %
yang termasuk dalam kategori rendah
3. Rata-rata konsumsi energi keluarga miskin adalah 85.3%, sedangkan untuk keluarga
miskin sebesar 93.5%.
4. Derajat ketahanan pangan pada keluarga miskin termasuk dalam rentan pangan,
sedangkan pada keluarga tidak miskin termasuk dalam tahan pangan.