Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
(OMSK)

KONSEP TEORITIS
A. DEFENISI
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah
sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari
OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah
dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau
terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada
membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake / terdapat
lubang pada membran timpani itu sendiri.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA


Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang
mampu mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat
penting dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan
dalam indera pendengaran adalah telinga.
1. Struktur Telinga:
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran
telinga luar mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot
kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur.
Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga
adalah mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran
telinga luar yang selanjutnya ke gendang telinga.
Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya
sekitar 2,5 cm dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak
beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi
untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk
ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu
banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran
timpani atau gendang telinga.
Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm.
Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian
tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari
membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan
menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran
(osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan
ketebalan membran timpani.
b. Telinga Tengah
Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian
petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil
yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani
keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya
seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus
mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada
jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh
otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes
dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima
suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga
rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit suara yang di
hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan
getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan
pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius
adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara
membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat
membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.
c. Telinga Dalam atau Labirin.
Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif
untuk pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga
dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga
dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin
membranosa.
Ø Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan
serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas
vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan
koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan
tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan
pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu
saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel
rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk
disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea
berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis
yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea
bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut
skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada bagian dasar
disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media
dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan skala
timpani dipisahkan oleh membran basiler.
Ø Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung
cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat
dalam telinga dalam sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga.
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung
dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan
duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada membrane
basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor
pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal
interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar
sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis.
Ø Mekanisme Pendengaran :
Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna),
masuk ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius
eksterna) yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya
gelombang suara yang masuk ke membrane timpani menyebabkan
membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga
mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan
stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale
serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran
selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan
membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf
pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan
potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls
listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus koklearis,
thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan.

C. ETIOLOGI
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah.
Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh
perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman
penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman
anaerob.
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),
Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%),
gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya
pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas
misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang
menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran
napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai
telinga.

D. PATOFISIOLOGI
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan
daripada menetap. Keadaan kronis lebih berdasarkan waktu dan stadium
daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan
karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan
efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut
(Brunner and Suddart, 2013). Otitis media akut dengan perforasi membran
tympani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih
dari 2 bulan bila proses infeksi kurang dari 2 bulan disebut otitis media
supuratif sub akut, beberapa faktor yan menyebabkan OMA menjadi OMSK
ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi
kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang), letak higiene
buruk. (Soepardi, Arsyad, E., 2015). OMP terutama pada masa anak-anak
akan terjadi otitis media nekrotikans dapat menimbulkan perforasi yang besar
pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu gendang telinga tetap
berlubang atau sembuh dengan membran atropi kemudian kolps ke dalam
telinga tengah memberi gambaran optitis media atelektasis.

E. MANIFESTASI KLINIS
a. Perforasi pada marginal atau pada titik atau sentral yaitu perforasi yang
terletak di pers flaksida pada membran timpany.
b. Abses / fistel netro-aurikuler (belakang telinga)
c. Polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam
telinga tengah.
d. Adanya sekret berbentuk nanah dan berbau khas.
e. Telinga Berair (Otorrhoe).
f. Gangguan Pendengaran.
g. Otalgia (Nyeri Kepala).
h. Vertigo

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Audiometri
b. Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
c. Pemeriksaan radiologi
d. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom Proyeksi radiografi
yang sekarang biasa digunakan adalah:
 Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan
karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan
mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
 Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
 Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
 Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang
berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu
seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.
e. Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang
kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut.
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada
OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis.
Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan
bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk
melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring.
Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau
hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda.
Karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal
dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
f. Otoskop
Untuk melihat perforasi membran timpani.

G. PENATALAKSANAAN
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain adalah sebagai berikut :
a. amastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy),
b. mastoidektomi radikal,
c. mastoidektomi radikal dengan modifikasi,
d. miringoplasti,
e. timpanoplasti,
f. pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan
luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang
dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.

H. KOMPLIKASI
a. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan
atau ketulian.
b. Mastuiditis
c. Cholesteatoma
d. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
e. Paralisis wajah dan Labirin titis.
I. PATHWAY KEPERAWATAN

Invasi bakteriVASI

Infeksi telinga
tengah

Proses peradangan Peningkatan produksi Tekanan udara telinga Pengobatan tak tuntas/episode
cairan serosa tengah berulang

Akumilasi cairan mukus Retraksi membran Infeksi dapat berlanjut


Nyeri
serosa timpani sampai telinga dalam

Hantaran suara/udara yang Terjadi erosi pada kanalis


Tindakan mastoidektomi
diterima menurun semisirkularis

Gangguan persepsi sensori Resiko injury Resiko infeksi


BAB II
KONSEP ASKEP TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
BAB II
KONSEP ASKEP TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan
otitis media kronis biasanya mengeluh nyeri pada telinga, gangguan
pendengaran, demam tinggi.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu,
riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.\
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang
sama, riwayat penyakit keturunan.
 Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pola Fungsional Gordon
 Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan.
 Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
 Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi
obat- obatan tertentu?
 Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
: Biasanya klien tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya dan
bagaimana penyakit ini terjadi. Klien akan menganggap biasa gejala
penyakit yang dirasakan.
 Pola nutrisi – metabolik
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah
sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau
sebaliknya?
: Biasanya klien mengalami susah menelan, anoreksia, mual,
muntah, stomatitis, mukolitis, dyspepsia atau disfagia, BB menurun.
 Pola eliminasi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
: Kebanyakan klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi.
Gangguan biasanya pada ketergantungan klien pada bantuan
keluarga untuk melakukan eliminasi.
 Pola aktivitas - latihan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di
rumah sakit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien
o Mandiri
o membutuhkan alat bantu
o membutuhkan pengawasan
o membutuhkan bantuan dari orang lain
o ketergantungan
o Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Biasanya klien akan mengalami Dispnea, suara nafas
menurun/menghilang & adanya suara tambahan seperti rale (krekels),
mengi, ronki dengan auskultasi. Nadi cepat dan tekanan darah
menurun.
 Pola istirahat - tidur
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Biasanya klien akan mengalami gangguan tidur karena nyeri yang
dirasakan di telinga.
 Pola kognitif - persepsi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah
mengalami perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Fungsi indra pendengaran klien akan terganggu, ada yang terasa
berdenging atau sudah tuli. Fungsi indra lain biasanya tidak mengalami
gangguan.
 Pola persepsi diri - konsep diri
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?
b. klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?
: Gangguan konsep diri yang dialami klien akan terjadi bila klien sudah
mengalami gangguan atau kehilangan fungsi pendengarannya.
 Pola peran - hubungan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat
sekitarnya?
: Biasanya klien akan terganggu dalam berhubungan dengan pasangan
serta akan sulit berperan dengan baik dalam keluarga, khususnya.
 Pola reproduksi dan seksualitas
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
: Klien tidak mengalami gangguan dalam reproduksi dan seksualitasnya
 Pola koping dan toleransi stress
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
: Biasanya klien akan mengalami cemas dengan penyakit yang
dideritanya.
 Pola nilai dan kepercayaan
: Pada pola ini kita mengakaji:
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi:
a. Nyeri akut berhubunga dengan efusi telinga tengah, oedema jaringan
b. Perubahan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan obstruksi
pada telinga tengah
c. Risiko infeksi berhubungan dengan perkembangan penyakitnya

C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri :
berhubungan dengan  Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri
efusi telinga tengah,  Nyeri terkontrol secara komprehensif
odema jaringan  Tingkat kenyamanan termasuk lokasi,
Setelah dilakukan asuhan karakteristik, durasi,
keperawatan selama 3 x 24 frekuensi, kualitas dan
jam, klien dapat : ontro presipitasi.
1. Mengontrol nyeri, dengan 2. Observasi reaksi
indikator : nonverbal dari
- Mengenal faktor-faktor ketidaknyamanan.
penyebab 3. Gunakan teknik
- Mengenal onset nyeri komunikasi terapeutik
- Tindakan pertolongan untuk mengetahui
non farmakologi pengalaman nyeri klien
- Menggunakan sebelumnya.
analgetik 4. Kontrol ontro
- Melaporkan gejala- lingkungan yang
gejala nyeri kepada tim mempengaruhi nyeri
kesehatan seperti suhu ruangan,
- Nyeri terkontrol pencahayaan,
2. Menunjukkan tingkat kebisingan.
nyeri, dengan indikator : 5. Kurangi ontro presipitasi
- Melaporkan nyeri nyeri.
- Frekuensi nyeri 6. Pilih dan lakukan
- Lamanya episode nyeri penanganan nyeri
- Ekspresi nyeri; wajah (farmakologis/non
- Perubahan respirasi farmakologis).
rate 7. Ajarkan teknik non
- Perubahan tekanan farmakologis (relaksasi,
darah distraksi dll) untuk
- Kehilangan nafsu mengetasi nyeri.
makan 8. Berikan analgetik untuk
. mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/ontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien tentang manajemen
nyeri.

Administrasi analgetik :
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2 Perubahan persepsi NOC NIC


sensori: pendengaran  Sensori function : Neurologik monitoring
berhubungan dengan hearing 1. Monitor tingkat
obstruksi pada  Sensori function : vision neurologis
telinga tengah  Sensori function : taste 2. Monitor fungsi
and smell neurologis klien
Kriteria Hasil : 3. Monitor respon
- Menonjukkan tanda dan neurologis
gejala persepsi dan sensori 4. Monitor refleks – refleks
baik : penglihatan, meningeal
pendengaran, makan dan 5. Monitor fungsi sensori
minum baik. dan persepsi :
- Mampu mengungkapkan penciuman,
fungsi persepsi dan pendengaran,
sensori dengan tepat pengecapan dan rasa
6. Monitor tanda gejala
penurunan neurologis
klien
3 Risiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan  Energy conservation Activity Therapy
perkembangan  Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan
penyakitnya  Self care : ADLs tenaga rehabilitasi medik
Kriteria Hasil : dalam merencanakan
- Berpartisipasi dalam program terapy yang
aktivitas fisik tanpa tepat
disertai peningkatan TD, 2. Bantu klien untuk
N dan RR mengidentifikasi
- Mampu melakukan activitas yang mampu
aktifitas sehari – hari dilakukan
(ADLs) secara mandiri 3. Bantu untuk memilih
- Tanda tanda vital normal aktivitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
4. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
memdapatakan sumber
yang diperlukan untuk
aktifitas yang diinginkan
5. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan activitas seperti
kursi roda
6. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu klien / keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktifitas
9. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Arhs, H. A. 2013. Intratemporal and Intracranial Complications of Otitis


Media In; Head and Neck Otolaringology Volume 2..3 th Ed.Bailey,B.J.et al
(Eds).New York::Lippincott Willims and Wilkins Pp:1760-2

Buchman, C. A. et al. 2013. Infection of The Ear.In:Essencial


Otolaryngology Head and Head Surgery .8th Ed.Lee,K.J (Eds) New York:Mc-
Graw Hill Pp:484-6

Mills, R. P. 2013. Management of Chronic Suppurative Ototis Media.


In:scott-browns Otolaryngology.6th Ed.Booth,J.B(Eds). Oxford:Butterworth-
Heinemann.Pp:3/10/1-8

Gody, D. Thone, R., 2013, Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan,


EGC, Jakarta.

Soepardi, Arsyad, E., 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-


Tenggorokan, FKUI, Jakarta.

Tucker, Martin, S., 2104, Standar Perawatan Pasien : Proses


Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, EGC, Jakarta..

Anda mungkin juga menyukai