Bahan terpenting dalam herbisida yang bekerja aktif terhadap hama sasaran disebut bahan
aktif. Dalam pembuatan herbisida di pabrik, bahan aktif tersebut tidak dibuat secara murni (100%)
tetapi bercampur sedikit dengan bahan-bahan pembawa lainnya. Produk jadi yang merupakan
campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi.
Formulasi sangat menentukan bagaimana herbisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus
digunakan, berapa dosis atau takaran yang harus digunakan, berapa frekuensi dan interval
penggunaan, serta terhadap jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan
secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan
pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut (Ardiyan, 1992) :
Formulasi Padat
a. Wettable Powder (WP), merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran partikel beberapa mikron)
dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50 – 80%), yang jika dicampur dengan air akan membentuk
suspensi. Pengaplikasian WP dengan cara disemprotkan.
b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika dicampur air akan
membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Butiran, umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif rendah (sekitar
2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7 – 1 mm. Pestisida butiran umumnya digunakan dengan
cara ditaburkan di lapangan (baik secara manual maupun dengan mesin penabur).
d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi penggunaannya sangat
berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan digunakan dengan cara
disemprotkan.
e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam air dan digunakan
dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur dengan air, SG akan membentuk larutan
sempurna.
f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan air) berbentuk
tepung (ukuran partikel 10 – 30 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan
dengan cara dihembuskan (dusting).
Formulasi Cair
Penggolongan Herbisida
Sebagian besar insektisida merupakan bahan kimia sintetik dengan penggolongan berdasarkan
bahan aktif yaitu:
2. Golongan organofosfat (sebagai contoh: Parathion yang dipasarkan dengan nama generik dan
nama dagang Abate, azinphosmethyl (Guthion), Carbophenothion (Trithion), Chlorpiryfos (Dursban),
demeton (Systax), Diazinon, Dicapthon (DiCaptan) dan lain-lain.
3. Golongan karbamat, seperti: Carbaryl (Sevin), Aldicarb (Temik), carbofuran (Furadan), fometanate
HCL (carsol), metalkamate (Bux) dan methomyl (Lannate)
Penggunaan dalam bidang pertanian sangat banyak jenis pestisida yang digunakan dengan
beberapa jenis pestisida yang terbanyak digunakan adalah sebagai berikut:
1. Insektisida (Insecticides)
2. Fungisida (Fungicides)
3. Herbisida (Herbicides)
4. Acarisida (Acaricides)
5. Larvasida (Larvacides)
6. Mitisida (Miticides)
7. Molusida (Molluscides)
9. Scabisida (Scabicides)
11. Defoliants
12. Pengatur pertumbuhan tanaman (Plant Grow Regulator)
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan pestisida atas dasar toksisitas dalam
bentuk formulasi padat dan cair.
Penggunaan pestisida sintetis di seluruh dunia selalu meningkat dan penggunaan pestisida
campuran juga sangat banyak ditemukan diareal pertanian. Berdasarkan toksisitas dan golongan,
pestisida organik sintetik dapat digolongkan menjadi;
1. Golongan Organoklorin.
b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Aldrine, Dieldrin, DDT, Benzene, Brom Hexachloride
(BHC), Chlordane, Heptachlor, dan sebagainya.
2. Golongan Organofosfat
3. Golongan Karbamat
Golongan Organoklorin
Golongan Organofosfat
Organofosfat senyawa kimia ester asam fosfat yang terdiri atas 1 molekul fosfat yang
dikelilingi oleh 2 gugus organik (R1 dan R2) serta gugus (X) atau leaving group yang tergantikan saat
organofosfat menfosforilasi asetilkholin. Gugus X merupakan bagian yang paling mudah terhidrolisis.
Gugus R dapat berupa gugus aromatik atau alifatik. Pada umumnya gugus R adalah dimetoksi atau
dietoksi. Sedangkan gugus X dapat berupa nitrogen , fluorida, halogen lain dan dimetoksi atau
dietoksi .
a. Asefat, diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan
hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk
ulat tanah), penggorok daun dan wereng.
b. Kadusafos, merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut.
c. Klorfenvinfos, diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta
bekerja sebagai racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang.
f. Diazinon, pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan
akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon
juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment).
g. Diklorvos (DDVP), dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida
ini bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos
memiliki efek knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan
masyarakat, serta insektisida rumah tangga.
i. Paration, ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan
di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G. Schrader.
Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of action sebagai racun saraf yang
menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun
lambung, dan racun inhalasi. Paration termasuk insektisida yang sangat beracun.
j. Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini
memiliki aktivitas translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai
serangga hama (terutama Lepidoptera) dan tungau.
k. Triazofos, ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan
nematisida berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat
non-sistemik, tetapi bias menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan
untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau.
Golongan Karbamat
Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara
menghambat asetilkolinesterase (AChE). Jika pada golongan organofosfat hambatan tersebut
bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan), pada karbamat hambatan tersebut bersifat reversible
(dapat dipulihkan). Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak
persisten) dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga merupakan insektisida
yang banyak anggotanya. Beberapa jenis insektisida karbamat antara lain.
a. Aldikarb, merupakan insektisida, akarisida, serta nematisida sistemik yang cepat diserap
oleh akar dan ditransportasikan secara akropetal. Aldikarb merupakan insektisida yang paling toksik.
b. Benfurakarb, merupakan insektisida sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun
perut serta diaplikasikan terutama sebagai insektisida tanah.
c. Karbaril, merupakan karbamat pertama yang sukses di pasaran. Karbaril bertindak sebagai
racun perut dan racun kontak dengan sedikit sifat sistemik. Salah satu sifat unik karbaril yaitu
efeknya sebagai zat pengatur tumbuh dan sifat ini digunakan untuk menjarangkan buah pada apel.
e. Metiokarb, nama umum lainya adalah merkaptodimetur. Insektisida ini digunakan sebagai
racun kontak dan racun perut.
f. Propoksur, merupakan insektisida yang bersifat non-sistemik dan bekerja sebagai racun
kontak serta racun lambung yang memiliki efek knock down sangat baik dan residu yang panjang.
Propoksur terutama digunakan sebagai insektisida rumah tangga (antara lain untuk mengendalikan
nyamuk dan kecoa), kesehatan masyarakat, dan kesehatan hewan.
Keracunan Pestisida
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya keracunan pestisida pada petani adalah
sebagai berikut:
- Waktu penyemprotan
Klasfikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO ditampilkan pada tabel 3 di bawah ini :
ACh dibentuk pada seluruh bagian sistem saraf. ACh juga dapat dijumpai di otak khususnya
sistem saraf otonom. ACh berperan sebagai neurotransmiter pada ganglio simpatis maupun
parasimpatis, dimana ACh akan berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik. Inhibisi kolinesterase
pada ganglion simpatis akan meningkatkan rangsangan simpatis dengan manifestasi klinis midriasis,
hipertensi dan takikardia. Inhibisi kolinesterase pada ganglion parasimpatis akan menghasilkan
peningkatan rangsangan saraf parasimpatis dengan manifestasi klinis miosis, hipersalivasi dan
bradikardi. Besarnya rangsangan pada masing-masing saraf simpatis dan parasimpatis akan
berpengaruh pada manifestasi klinis yang muncul. ACh juga berperan sebagai neurotransmiter
neuron parasimpatis yang secara langsung menyarafi jantung melalui saraf vagus, kelenjar dan otot
polos bronkus. Berbeda dengan pada ganglion, reseptor Gambar 1. Hidrolisis asetilkolin intrasinaptik
. Ach=acetylcholine; M=muscarinic; NM=Nicotinic, neuromuscular junction; NN=Nicotinic
ganglionic.20 21 kolinergik pada daerah ini termasuk subtipe muskarinik (M). Inhibisi kolinesterase
secara langsung pada pada organ-organ ini menjelaskan manifestasi klinis yang dominan
parasimpatik pada keracunan organofosfat, dimana daerah tresebut merupakan target utama
organofosfat. Miosis umumnya terjadi pada orang yang terpapar organofosfat volatil akibat stimulasi
parasmpatis secara langsung pada mata.
Gambaran klinis keracunan akut organofosfat dapat berupa keadaan sebagai berikut:
c. Sindroma sistem saraf pusat Sindroma sistem saraf pusat terjadi akibat masuknya
pestisida ke otak melalui sawar darah otak. Pada keracunan akut berat akan mengakibatkan
terjadinya konvulsi.
Pada keracunan Organofosfat, sel darah merah banyak yang mengalami lisis yang
mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah dan penurunan sintesa hemoglobin. Beberapa
jenis pestisida yang digunakan petani di daerah penelitian menggunakan merk dagang Round Up
yang bersifat sangat toksik untuk sel darah merah dan sintesa hem, sehingga akan terjadi penurunan
kadar sel darah merah dan kadar hemoglobin. Pestisida jenis propanyl (N-3,4-dichlorophenyl)
propanamide yang banyak digunakan sebagai herbisida juga dapat menyebabkan penurunan kadar
hemoglobin. Propanyl dan metabolit utamanya yaitu garam 3,4-dichloroanilide menginduksi
konversi Fe2+ dalam hemoglobin menjadi Fe3+, membentuk methemoglobin (metHb) dan
menurunkan oxygen carrying capacity darah.
Disfungsi otonom
Disfungsi Otonom atau neuropati otonom didefinisikan sebagai perubahan fungsi sistem
saraf otonom yang dapat mengganggu kesehatan. 27 Perubahan dapat bersifat sementara sampai
dengan penyakit neurodegenatif yang bersifat progresif Manifestasi klinis data berupa gangguan
beberapa sistem tubuh atau kombinasi beberapa kelainan sistem tubuh seperti kardiovaskuler,
respirasi, gastrointestinal, urogenital, sudomotor dan pupilomotor.
Disfungsi otonom pada paparan kronis organofosfat disebabkan oleh efek neurotoksik
organofosfat terhadap sistem saraf. Diagnosis disfungsi otonom ditentukan dengan macam
pemeriksaan. American Academy of Neurology mengkategorikan pemeriksaan fungsi saraf otonom
sebagai berikut:
1. Kardiovagal (saraf parasimpatis): Perubahan denyut jantung saat bernafas atau bernafas
dalam, Rasio Valsava, dan perubahan denyut jantung saat berdiri (Rasio 30:15)
2. Adrenergik: Perubahan tekanan darah sesuai denyut jantung dari saat berbaring ke posisi
berdiri (tilt-up) atau saat berdiri.
Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dapat secara langsung mengiritasi saluran pernafasan
dan juga paru-paru ataupun bisa secara tidak langsung mengganggu sistem pernafasan jika irritan
mengenai pusat pernafasan pada sistem saraf pusat sehingga dapat menyebabkan terjadinya
depresi pernafasan saat terjadi paparan akut. Paru-paru yang terkena paparan lama-kelamaan akan
terjadi fibrosis dan menurunkan keelastisannya sehingga mengganggu pengembangan paru.
Jika mengenai saluran pernafasan, pestisida golongan organofosfat melalui nervus vagus
sangat potensial menginduksi bronkokonstriksi dengan cara menurunkan fungsi reseptor muskarinik
M2 yang normalnya menghambat pelepasan ACh dari saraf parasimpatis yang mensuplai otot polos
saluran nafas.
Pengelolaan keracunan
1. Stabilisasi kardiorespirasi
Sumber