Anda di halaman 1dari 20

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. S


DENGAN HIDRONEFROSIS SINISTRA DI BANGSAL RUHAMA KAMAR 22 RSIY
PDHI YOGYAKARTA

Pembimbing Akademik :
Finda Nurma Zuanita, S.Kep

Disusun Oleh :
MIRA PUSPITA SARI
183203031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2018
A. Pengertian Hambatan Mobilitas Fisik
Hambatan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas)
(Widuri, 2010). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relative dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya tetapi juga mengalami penurunan aktivitas daari
kebiasaan normalnya (Pradana, 2016). Sedangkan menurut American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan dimana individu
yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan fisik (Herdman et al, 2018).
B. Fisiologi Gerakan
Pergerakan adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi
antara system muskoleskeletal dan system saraf (Kozier, 2010).
1. Fisiologi dan Regulasi Pergerakan
a. Sistem Rangka
Rangka memberikan hubungan antara otot dan ligamen dan memberikan suatu
pengungkit yang dibutuhkan untuk bergerak. Oleh karena itu rangka adalah suatu
kerangka pendukung tubuh dan dibentuk oleh empat jenis tulang yaitu : tulang
panjang, pendek, pipih dan irregular.
1) Tulang panjang berhubungan dengan tinggi (misalnya tulang femur, fibula
dan tibia, pada kaki).
2) Tulang pendek (misalnya tulang karpal pada kaki dan tulang patella pada
lutut) berada dalam bentuk kelompok, sehingga saat digabungkan dengan
ligament dan kartilago memungkinkan gerakan pada ekstremitas.
3) Tulang pipih seperti beberapa tulang dibagian tengkorak, rusuk dan dada
memberikan kontur yang structural.
4) Tulang irregular membentuk kolumna vertebralis dan beberapa tulang
dibagian tengkorak seperti mandibular.
(Potter et al, 2009)
Tulang diidentikan lebih jauh lagi dengan kekuatan, kepadatan dan elastisitas.
Kekuatan berasal dari garam aorganik seperti kalsium dan fosfat yang ada pada
tulang matriks. Kekuatan dihubungkan dengan kepadatan tulang yang penting
untuk mempertahankan tulang panjang agar tetap lurus dan memungkinkan tulang
untuk menahan berat badan (Kozier, 2010).

b. Sendi
Sendi adalah penghubung diantara tulang-tulang. Masing-masing sendi
diklasifikasikan sesuai struktur dan derajat mobilitasnya. Terdapat empat
klasifikasi sendi yaitu sendi sinostatik, kartilago, fibrosa dan sinoval (Kozier,
2010).
c. Ligamen
Ligamen berwarna putih, bercahaya dan memiliki ikayan jaringan ikat
fibrosa fleksibel yang berikatan pada sendi dan menghubungkan tulang serta
tulang kartilago. Ligament bersifat elastis dan membantu fleksibilitas serta
mendukung sendi (Kozier, 2010).
d. Tendon
Tendon berwarna putih berkilau dan memiliki ikatan jaringan fibrosa yang
menghubungkan otot pada tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel dan elastis serta
memiliki panjang dan tebal yang berbeda-beda (Kozier, 2010).
C. Range of Motion
Range of Motion (ROM) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu sagital, transversal dan
frontal. Potongan sagittal adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi
ke sisi dan membagi tubuh menjadi tubuh bagian depan dan belakang. Sedangkan
potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas
dan bawah (Kozier, 2010).
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligament, otot dan kontruksi
sendi. Bebebrapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan
sagittal, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan
hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi
(lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal,
gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut) dan
dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki) (Kozier, 2010).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan mengobservasi
dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi, pembengkakan nyeri, keterbatasan
ruang gerak dan gerakan yang tidak sama. Pasien yang memiliki keterbatasam mobilasi
membutuhkan latihan yang dilakukan oleh perawat yaitu ROM pasif. ROM dibagi
menjadi 2 yaitu ROM aktif dan ROM pasif (Potter et al, 2009) :
a. ROM Aktif
ROM aktif adalah gerakan yang dilakukan pasien dengan menggunakan energi
sendiri secara mandiri. Perawat memberikan motivasi dan membimbing pasien
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak.
b. ROM Pasif
ROM pasif adalah gerakan dengan energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal
dari orang laim. Perawat melakukan gerakan persendian pasien sesuai dengan rentang
gerak yang normal.
Menurut Potter et al (2009) ROM terdiri dari gerakan sebagai berikut :
a. Leher, spina, serfikal
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada 45°
Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak 45°
Hiperekstensi Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin 40-45°
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin, kea rah setiap 40-45°
bahu
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan 180°
sirkuler

b. Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi disamping tubuh ke 180°
depan, ke posisi diatas kepala
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi disamping tubuh 180°
Hiperekstensi Mengerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap 45-60°
lurus
Abduksi Menaikkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap 180°
lurus
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320°
tubuh sejauh mungkin
Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90°
menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap
ke dalam dan ke belakang
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai 90°
ibu jari ke atas dan samping kepala
Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh 360°

c. Siku
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak 150°
ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu
Ekstensi Meluruskan siku dengan menurunkan tangan 150°

d. Lengan Bawah
Gerakan Penjelasan Rentang
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga 70-90°
telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90°
menghadap ke bawah

e. Pergerakan Tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Membuat genggaman 90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan 90°
Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh 30-60°
mungkin
Abduksi Meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan 30°
yang lain
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan 30°

f. Jari-jari Tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Membuat genggaman 90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan 90°
Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh 30-60°
mungkin
Abduksi Meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan 30°
yang lain
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan 30°

g. Ibu Jari
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang permukaan 90°
telapak tangan
Ekstensi Menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan 90°
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping 30°
Adduksi Menggerakan ibu jari ke depan tangan 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan -
pada tangan yang sama

h. Pinggul
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan tungkai ke depan dan ke atas 90-120°
Ekstensi Menggerakkan kembali ke samping tungkai yang 90-120°
lain
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai ke belakang tubuh 30-50°
Abduksi Menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh 30-50°
Adduksi Menggerakkan tungkai kembali ke posisi media dan 30-50°
melebihi jika mungkin
Rotasi Dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain 90°
Rotasi Siang Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain 90°
Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar -

i. Lutut
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130°
Ekstensi Mengembalikan tungkai ke lantai 120-130°

j. Mata kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Dorsifleksi Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk 20-30°
ke atas
Plantarfleksi Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk 45-50°
ke bawah

k. Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam 10°
Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar 10°

l. Jari-jari Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki 30-60°
Abduksi Menggerakkan jari-jari kaki satu dengan yang lain 15°
Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama 15°

D. Pengkajian Pada Pasien Hambatan Mobilitas Fisik


1. Riwayat penyakit sekarang,
2. Riwayat penyakit terdahulu,
3. Kemampuan aktivitas,
4. Kemampuan rentang gerak,
5. Perubahan intoleransi aktivitas,
6. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
(Potter et al, 2009)
E. Asuhan Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Hambatan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan Terapi Latihan : Mobilitas
program pembatasan gerak keperawatan 3 x 24 jam Fisik
kekakuan yang dirasakan oleh a. Observasi batasan
pasien dapat teratasi dengan pergerakan sendi dan
kriteria hasil : efeknya terhadap fungsi
Label : Pergerakan sendi,
a. Keseimbangan dari banyak b. Jelaskan pada pasien dan
terganggu menjadi sedikit keluarga manfaat dan
terganggu, tujuan latihan sendi,
b. Gerakan otot dan sendi c. Lakukan ROM aktif,
dari banyak terganggu d. Instruksikan keluarga cara
menjadi sedikit terganggu, melakukan ROM aktif atau
c. Berjalan dari banyak pasif.
terganggu menjadi sedikit
terganggu,
d. Bergerak dengan mudah
dari banyak terganggu
menjadi sedikit terganggu,
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheckm G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013. Nursing
Interventions Classifications (NIC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier.
Hall, P.M. 2009. Kidney stones : formation, treatment, and prevention. Journal Cleveland Clinic.
Herdman, T.H. 2018. Nanda-l Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta : EGC.
Kozier, B. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik, 7th Ed.
Jakarta : EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome Classifications
(NOC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier.
Pradana, M. D. 2016. Upaya peningkatan mobilitas fisik pada pasien stroke nonhemoragik di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2009. Fundamental of Nursing, 7th Ed. Jakarta : Salemba Medika.
Widuri, H. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia : Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur, Edisi 1.
Yogyakarta : Gosyen Publishing.
STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. S
DENGAN HIDRONEFROSIS SINISTRA DI BANGSAL RUHAMA KAMAR 22 RSIY
PDHI YOGYAKARTA

Pembimbing Akademik :
Finda Nurma Zuanita, S.Kep

Disusun Oleh :
MIRA PUSPITA SARI
183203031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2018
A. Pengertian Aman dan Nyaman
Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis. Nyaman adalah
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar yaitu kebutuhan akan ketentraman
(suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi) dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri)
(Potter et al, 2009).
B. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan bagian dari pengalaman makhluk hidup sehari-hari dan hampir
selalu merupakan manifestasi dari suatu proses patologis (Chandra, 2009).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang actual dan potensial (Potter et al, 2009).
Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama
menghasilkan respon atau perasaan identik pada seorang individu (Pinandita dkk, 2012).
C. Anatomi dan Fisiologi Nyeri

Respon nyeri ditransmisikan dari system saraf perifer ke system saraf pusat dan
diatur dari pusat yang lebih tinggi. System ini berjalan mulai dari perifer menuju spinalis,
batang otak, thalamus dan korteks selebri. Empat rangkaian proses nyeri yang terlibat
yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi merupakan konversi
stimulus termal, mekanik atau kimia menjadi aktivitas listrik pada akhiran serabut
sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion channel yang spesifik.
Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer kesepanjang
akson menuju akhiran nosireseptor di sistem saraf pusat. Kerusakan jaringan
menyebabkan pelepasan mediator kimia seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,
substansi P dan histamine. Mediator-mediator ini kemudian mengaktifkan nosireseptor
sehingga terjadilah proses yang disebut transduksi. Pertukaran ion natrium dan kalium
terjadi pada membrane sel sehingga mengakibatkan potensial aksi dan terjadinya impuls
nyeri (Andarmoyo, 2013).
Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk transfer sinaptik
dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat cedera bergerak dari
sepanjang serabut saraf afferent ke nosireseptor di medulla spinalis. Pelepasan serotonin
dan neurotransmitter lainnya membawa potensial aksi melewati celah ke komu dorsalis
pada medulla spinalis kemudian naik sebagai traktus spinotalamikus ke thalamus dan
otak tengah. Proses yang terjadi setelah potensial aksi melewati thalamus yaitu serabut
saraf mengirim pesan nosisepsi ke korteks somantosensori, lobus parietal, lobus frontal
dan system limbic setelah melewati thalamus dimana proses nosiseptif ketiga terjadi
(Andarmoyo, 2013).
Proses akhir nosiseptif yakni modulasi. Modulasi merupakan hasil dari aktivasi
otak tengah. Beberapa neuron dari daerah tersebut memiliki berbagai neurotransmitter
yaitu endorphin, enkephalins, serotonin (5-HT), dan dinorfin. Neurotransmitter ini akan
turun ke daerah-daerah dalam system saraf pusat yang lebih rendah dan merangsang
neurotransmitter lainnya yang pada akhirnya memicu pelepasan opioid endogen dan
menghambat transmisi impuls nyeri di kornu dorsal (Andarmoyo, 2013).
Proses persepsi melibatkan kedua komponen sensorik dan afektif nyeri.
Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas dua arah, yaitu jalur asenden dan desenden. Efek
inhibisi dicapai melalui arah desenden yang menjangkau dari otak sadar sampai ke
gerbang otak setengah sadar dan medulla spinalis. Kornu dorsalis pada medulla spinalis
merupakan zona mayor yang menerima akson aferen primer (nosiseptor) yang mengirim
informasi dari reseptor sensorik pada kulit, visceral, sendi dan otot pada tungkai dan
lengan ke system saraf sentral. Kornu dorsalis juga menerima input dari akson yang turun
dari berbagai area di otak sehingga nyeri dapat dirasakan (Andarmoyo, 2013).
D. Klasifikasi Nyeri
Nyeri menurut American Pain Society (APC) (2012) dapat diklasifikasikan kedalam
beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, waktu lamanya dan serangan dan
sumber nyeri.
1. Nyeri berdasarkan tempatnya :
a. Cutaneous pain (superficial pain), biasanya meliputi kulit atau jaringan subkutan.
b. Deep somatic pain yang dapat diakibatkan tekanan kuat pada tulang atau
kerusakan pada jaringan yang terjadi karena adanya sprain menyebabkan nyeri
somatic yang dalam.
c. Visceral pain yaitu nyeri yang kurang terlokasi dan berasal dari organ tubuh di
dada, tenggorokan dan perut. Rasa sakit ini terjadi saat organ tubuh tidak normal
dan menjadi distensi, iskemik atau inflamasi.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya :
a. Incidental pain, nyeri terasa sewaktu-waktu lalu hilang.
b. Steady pain, nyeri yang timbul dan menetap dirasakan dan dalam waktu yang
lama.
c. Paroxysmal pain, nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit lalu menghilang kemudian
timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a. Nyeri akut, umumnya onset nyeri akut cepat. Hal ini bersifat protektif, yaitu
memperingatkan individu akan kerusakan jaringan atau penyakit organic. Setelah
penyebab yang mendasari penyakit tersebut teratasi, nyeri akut hilang. Nyeri akut
berakhir setelah penyembuhan terjadi, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan
jelas. Intensitas nyeri dari ringan sampai berat. Rasa nyeri mungkin dikarenakan
dari luka seperti luka operasi atau penyakit arteriosclerosis pada arteri coroner.
b. Nyeri kronis, rasa sakit mungkib terbatas, berselang atau terus-menerus tapi
melampaui masa penyembuhan normal. Nyeri kronis polanya beragam dan
berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada
yang nyeri timbul dengan periode yang hilang timbul atau terus menerus, semakin
lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telat diberikan pengobatan.
Misalnya, nyeri karena kanker.
4. Nyeri berdasarkan sumbernya
a. Nyeri noiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, proses
penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ dalam. Nyeri ditimbulkan
oleh mediator nyeri, seperti pada pasca trauma-operasi dan luka bakar.
b. Nyeri neuropatik yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang kerusakan saraf atau
disfungsi saraf seperti pada diabetes mellitus dan herpes zoster.
c. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang dirasakan tanpa penyebab organic tapi karena
trauma psikologis.
E. Faktor-faktor Penyebab Nyeri
Menurut Smeltzer et al (2010) faktor-faktor penyebab nyeri antara lain :
1. Stimulus mekanik disebabkan adanya suatu penegangan akan penekanan jaringan,
2. Stimulus kimiawi disebabkan bahan kimia yang bersifat mengiritasi,
3. Stimulus termal yakni adanya kontak atau terjadinya suhu ekstrim yang panas (44-
46°C) yang dipersepsikan sebagai nyeri,
4. Stimulus neurogenic disebabkan karena kerusakan jaringan saraf,
5. Stimulus psikologik adalah nyeri tanpa diketahui adanya kelainan fisik dan bersifat
psikologis,
6. Stimulus elektrik, disebabkan oleh aliran listrik yang menimbulakn nyeri.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Carpenito (2012) tanda dan gejala nyeri akut dan kronis yakni :
1. Nyeri akut
a. Mayor : individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan tentang
kualitas nyeri dan intensitasnya.
b. Minor : tekanan darah meningkat, nadi meningkat, pernafasan meningkat,
diaphoresis, pupil dilatasi, postur tubuh tidak nyaman, raut wajah kesakitan,
menangis, dan merintih.
2. Nyeri kronis
a. Mayor : individu melaporkan bahwa nyeri telat ada lebih dari 6 bulan.
b. Minor : gangguan hubungan social dan keluarga, peka rangsangan, ketidakaktifan
fisik dan mobilitas, depresi, menggosok ke bagian yang nyeri, ansietas, kelelahan,
berfokus pada diri sendiri, tenagan otot rangka, agitasi dan gelisah.
G. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda
pada masing-masing individu maka perlu dikaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri
(APC, 2012). Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan PQRST :
P (provoking) atau pemicu yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri,
Q (quality) atau kualitas nyeri, apakah tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri,
S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri,
T (time) atau waktu adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat subjektif dan nyeri dalam intensitas
yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda. Oleh karena itu pendekatan
yang paling objektif adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri meskipun pengukuran dengan objektif tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Andarmoyo, 2013).
Beberapa skala intensitas nyeri :
1. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana

Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan alat


pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Pendeskripsian VDS
dirangking dari tidak nyeri menjadi tidak tertahankan (Andarmoyo, 2013).
Perawat menunjukkan pada pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih
intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan pasien memilih
sebuah kategori yang mendeskripsikan nyerinya (Andarmoyo, 2013).
2. Skala Intensitas Nyeri Numerik
Skala penilaian numerik (numerical rating scale, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeksripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Alat ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo, 2013).
3. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale (VAS)

Skala analog visual (VAS) merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeksripsian verbal pada setiap
ujungnya (Andarmoyo, 2013).
4. Skala Intensitas Nyeri Wong Baker Pain Rating Scale

Alat ini digunakan pada pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyeri dengan angka (Andarmoyo, 2013).
5. Skala Intensitas Nyeri dari FLACC

Skala FLACC merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat digunakan pada pasien
yang secara non verbal tidak dapat melaporkan nyerinya. Intensitas nyeri dibedakan
menjadi lima dengan menggunakan skala numeric yaitu : 0-1 (tidak nyeri), 1-2 (nyeri
ringan), 3-5 (nyeri sedang), 6-7 (nyeri berat), dan 8-10 (nyeri yang tidak tertahankan)
(Andarmoyo, 2013).
H. Asuhan Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut b/d agen cidera Setelah dilakukan tindakan Label : Manajemen Nyeri
fisik (post operasi) keperawatan 3 x 24 jam nyeri a. Observasi dengan pengkajian
pada pasien dapat teratasi dengan nyeri komprehensift yang
kriteria hasil : meliputi lokasi, karakteristik,
Label : Kontrol Nyeri onset/durasi, frekuensi,
a. Mengenali kapan nyeri terjadi, kualitas, intensitas atau
b. Menggambarkan faktor beratnya nyeri dan faktor
penyebab, pemicu,
c. Menggunakan tindakan b. Berikan informasi mengenai
pencegahan, nyeri seperti penyebab
d. Menggunakan tindakan nyeri,, faktor-faktor yang
pengurangan nyeri tanpa dapat menyebabkan nyeri,
analgesic, pencegahan dan pengurangan
e. Melaporkan nyeri yang nyeri,
terkontrol c. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri dengan
nonfarmakologis seperti tarik
nafas dalam,
d. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri
dengan nafas dalam,
DAFTAR PUSTAKA

American Pain Society (APC). 2012. Pain : Current understanding of assessment, management,
and treatments.
Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Bulecheckm G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013. Nursing
Interventions Classifications (NIC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier.
Chandra, S. 2009. Panduan Tatalaksana Nyeri Perioperatif. Jakarta : Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia.
Corpenito, L. J. 2012. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC.
Herdman, T.H. 2018. Nanda-l Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta : EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome Classifications
(NOC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier.
Pinandita, I., Purwanti, E., & Utoyo, B. 2012. Pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi laparotomy. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 8 (1).
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2009. Fundamental of Nursing, 7th Ed. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai