Anda di halaman 1dari 16

REFRAT

CONSTRICTION BAND SYNDROM

Oleh:
Mukharradhi Nanza

Pembimbing :
dr. Erjan Fikri Sp.B Sp.BA M.ked(Surg)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Constriction Band Syndrom adalah kondisi yang relatif jarang di mana


bagian dari tubuh janin terjerat dalam membran amniotik, menyebabkan
deformasi, malformasi, dan amputasi. Banyak istilah yang digunakan untuk
menyebut anomali kompleks ini, termasuk diantaranya Constriction Band
Syndrom, amniotic band syndrome, congenital annular constrictions, congenital
ring constrictions, dan amputasi intra uterin. Banyaknya sinonim yang digunakan
disebabkan adanya ketidak jelasan mengenai etiologi dari penyakit ini. 1
Insiden Constriction Band Syndrom awalnya diyakini berkisar 1:100.000
kelahilan, namun data terbaru menunjukan peningkatan insiden berkisar 1: 1200
-1: 1500 kelahiran dimana jenis kelamin yang berbeda tidak menjadi faktor yang
menentukan. Faktor risiko prenatal terkait dengan sindrom pita amniotik meliputi
prematuritas (<37 minggu), berat lahir rendah (<2500g), penyakit ibu pada
kehamilan atau perdarahan plasenta karena trauma, dan percobaan aborsi pada
trimester pertama adalah faktor resiko yang sangat terkait. Mekanisme
penyempitan yang terjadi sangat rumit dan kontroversial. Beberapa perbedaan
teori telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme kompleks yang mendasari
Constriction Band Syndrom.2
Meskipun manifestasi klinis yang terjadi dapat bervariasi, beberapa fitur
karakteristik adalah temuan yang relatif konsisten. Penyempitan cincin distal,
amputasi intrauterin, dan acrosyndactyly adalah temuan paling umum dan
biasanya terlihat di distal ekstremitas. Keterlibatan ekstremitas multipel biasanya
dinyatakan dengan rata-rata tiga bagian ekstremitas yang terkena. Deformasi yang
terjadi di ekstremitas menyebabkan disabilitas dan penanganan untuk kasus ini
adalah suatu tantangan untuk ahli bedah karena presentasi klinis yang unik di
setiap individu.1,2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. a. Epidemiology dan Etiologi

Insiden yang dilaporkan dari Constriction Band Syndrom bervariasi dari 1


/ 1.200 hingga 1 / 15.000 kelahiran. Kecenderungan perbedaan jenis kelamin tidak
menentukan. Hampir 60% dari kasus yang terdokumentasi memiliki riwayat
kehamilan abnormal. Faktor risiko prenatal terkait dengan Constriction Band
Syndrom meliputi: prematuritas (<37 minggu); rendah, berat lahir (<2.500 g);
pajanan obat ibu; dan penyakit atau trauma selama kehamilan. Upaya aborsi pada
trimester pertama juga sangat terkait dengan insidensi. Tidak ada pola pewarisan
autosomal yang telah teridentifikasi, dan infeksi pranatal ibu tampaknya tidak
menjadi faktor yang terkait.2,3
Meskipun etiologi Constriction Band Syndrom masih kontroversial,
terdapat dua teori yang dapat menjelaskan perkembangan sindrom ini. Yang
pertama adalah teori intrinsik, yang diusulkan oleh Streeter pada tahun 1930,
menjelaskan bahwa Constriction Band Syndrom diakibatkan oleh cacat
perkembangan bawaan selama proses embriogenesis. Dalam teori ini, pita timbul
dari cacat endogen pada diferensiasi plasma janin yang menyebabkan anggota
badan menjadi nekrotik dan membentuk pita berserat. Beberapa penulis yang
mendukung teori intrinsik Streeter telah memperluas teori tersebut dan
mengemukakan bahwa perlakuan teratogenik, infeksi virus, atau gangguan
vaskular sebagai penyebab malformasi pada sindrom pita penyempitan. Pada
1961, Patterson menjelaskan etiologi sindrom pita penyempitan sebagai kegagalan
primer dari perkembangan jaringan subkutan selama periode morfogenetik.
menganjurkan amputasi cincin penyempitan yang mungkin terjadi karena
gangguan vaskular. Beberapa kasus kehamilan kembar yang terkait dengan
penyempitan band syndrome dilaporkan lebih umum terjadi pada kembar
monozigot.2,3

3
Teori alternatif untuk etiologi Constriction Band Syndrom dijelaskan oleh
Torpin pada tahun 1965. Dia mengusulkan teori ekstrinsik, di mana pecahnya
amnion membentuk pita yang mengikat, melibatkan, dan mengamputasi anggota
badan. Ketika amnion pecah, maka terlepaslah chorion untuk membentuk
pelepasan helai-helai fibrosa mesoblastik. Helai ini kemudian menjadi terjerat di
sekitar ekstremitas atau anggota badan. Chorion kemudian menyerap cairan
ketuban dan menyebabkan oligohidramnion. Teori ekstrinsik Torpin didukung
oleh temuan banyak penulis. Penelitian lainnya berhasil menghasilkan
acrosyndactyly dalam percobaan hewan yang melibatkan tusukan kantung
ketuban, dan menyimpulkan bahwa anomali ini disebabkan oleh pendarahan.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan 7 minggu lebih mungkin menghasilkan
pemendekan ekstremitas, polysyndactyly, dan sindactyly sekunder yang terjadi
kareana gangguan segmentasi, sedangkan pecahnya ketuban pada minggu –
minggu setelahnya menghasilkan deformasi mekanik dari amniotik band, kaki
pengkor, hipoplasia distal, limfedema, dan amputasi intrauterin. Terjadinya
deformitas asimetris dengan distribusi nonembriologis juga mendukung teori
ekstrinsik Torpin. Meskipun ada banyak perdebatan tentang Penyebab
Constriction Band Syndrom, mayoritas penulis kontemporer telah
menggambarkan teori ekstrinsik Torpin sebagai penjelasan yang paling tepat
untuk seluruh spektrum klinis Constriction Band Syndrom.3

II. b. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Constriction Band Syndrom sebagian besar adalah


kelainan bentuk distal seperti penyempitan anggota gerak dan jari-jari, sindaktili,
akrosindaktili, hipoplasia phalangeal, dan amputasi anggota gerak dan jari-jari.
Malformasi multiple seperti club foot (30% pasien), leg length discrepancies
(24%), anomali tulang lainnya (12%), cacat kraniofasial khusus seperti bibir
sumbing dan cacat palatum (8%), defek visceral dan dinding tubuh, dan
anencephaly (5%) juga terdeteksi sebanyak 70% dari bayi dengan kelainan ini.
Karena kemungkinan kombinasi anomali yang berbeda, tidak ada dua kasus yang
identik CBS. Anak-anak dengan CBS memiliki temuan klinis yang sangat

4
polimorfik.4

Gbr.1. Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dengan Constriction Band Syndrom (A) Tangan kanan
menunjukkan amputasi ibu jari dan jari manis dan Acrosyndactyly jari telunjuk dan jari tengah, tangan kiri
menunjukkan amputasi jari tengah dan jari manis, angulasi jari telunjuk dan jari kelingking, disertai
limfedema jari kelingking. (B) Radiografi pasien yang sama menunjukkan Acrosyndactyly jari telunjuk kanan
dan jari tengah kanan dengan amputasi distal.

Presentasi klinis di ekstremitas bervariasi dari sedikit lekukan pada bagian


yang terkena, atrofi distal, lymphedema, acrosyndactyly, dan amputasi. aspek
yang paling penting adalah struktur tungkai proksimal ke pita penyempitan adalah
normal. Jika penyempitan cincin parah, vena, arteri, limfatik, dan saraf mungkin
terganggu. Gangguan neurologis biasanya dikaitkan dengan axonotmesis atau
neurotmesis. Ini mungkin disebabkan oleh tekanan langsung dari penyempitan
atau disebabkan oleh sindroma kompartemen pada bayi dengan pembengkakan
yang progresif. Jari-jari distal biasanya terbentuk abnormal karena hipoplasia
phalangeal atau amputasi terminal. Acrosyndactyly sering dikaitkan dengan
amputasi distal.3,4

Tabel 1. Manifestasi klinis constriction band syndrom

Regio Tubuh Anomali/Cacat


Bibir sumbing dan cacat palatum, cacat orbital (anophthalmos,
Kraniofasial microphthalmos, enophthalmos), kelainan kornea, mikrotia, defek sistem saraf
pusat (anencephaly, encephalocele, meningocele asimetris) dan cacat calvaria
defek dinding dada dengan ekstrofi jantung, hipoplasia paru, skoliosis, defek
Trunkal dinding abdomen, ekstrofi organ perut, pencekikan tali pusat
Constriction Ring, limfedema pada jari, pemendekan anggota gerak atau
Ekstremitas amputasi intrauterin, amputasi jari-jari (paling sering jari ke-2, ke-3 dan ke-4),
sindaktili, hipoplasia jari, jari kaki, pseudarthrosis, dislokasi pinggul, dan
kelumpuhan saraf perifer

5
Regio lainnya gastroschisis, atresia intestin, agenesis ginjal, Sindrom Patau, displasia septo-
optik

Defek pada tangan memeliki predileksi yang khas. Jari-jari diarea tengah
paling sering terlibat, sedangkan frekuensi dan tingkat keparahan keterlibatan ibu
jari minimal, bahkan ketika semua jari-jari sangat terpengaruh. Sebuah studi
melaporkan bahwa di antara 93 tangan yang terkena penyempitan, jari manis
paling sering terlibat (89,2%) diikuti oleh jari tengah (86%), jari telunjuk (71%),
dan jari kelingking (51,6%). Keterlibatannya ibu jari hanya 21,5%. Beberapa
alasan telah diusulkan untuk menjelaskan minimnya keterlibatan ibu jari. Pertama,
selama masa intra uterin, posisi ibu jari terkatup di telapak tangan, ibu jari
dilindungi oleh jari- jari yang lain; Kedua, perbedaan kecepatan perkembangan
setiap jari-jari mungkin memiliki korelasi dengan kecenderungan penyempitan.
Perkembangan ibu jari lebih awal dari jari-jari di area tengah, dan diasumsikan
bahwa sindrom pita penyempitan terjadi pada tahap lanjut dari perkembangan
anggota gerak; Ketiga, perbedaan anatomi juga dipertimbangkan. Ibu jari dan jari
kelingking memiliki suplai darah independen yang terpisah dari pembuluh digital.
Jika etiologi sindrom pita penyempitan adalah karena pendarahan dalam masa
perkembangan ekstremitas, seperti yang diusulkan oleh teori Kino, perbedaan
anatomi ini mungkin memiliki peran penting dalam kecenderungan untuk
predileksi penyempitan di jari-jari tangan.2

II.c. Klasifikasi

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Cacat pada CBS sangat


bervariasi, mulai dari penyemepitan dengan alur yang dangkal hingga tahap
terjadinya amputasi; penyempitan mungkin juga parsial atau sepenuhnya
melingkar. di tahun 1961, Patterson membuat sebuah klasifikasi yang masih
digunakan hingga saat ini:
1. Penyempitan cincin sederhana
2. Penyempitan cincin disertai deformitas bagian distal dengan atau tanpa
lymphedema
3. Konstriksi cincin disertai oleh fusi bagian distal mulai dari mild hingga

6
severe acrosyndactyly
4. amputasi intrauterin
Sebagai tambahan, Patterson lebih lanjut membagi CBS yang terkait dengan
acrosyndactyly menjadi tiga jenis: 4
 Tipe I, ujung jari menyatu dengan bentuk selaput yang baik dan kedalaman
yang sesuai;
 Tipe II, ujung jari menyatu, tetapi pembentukan selaput tidak sempurna
 Tipe III, ujung jari yang menyatu, disertai sinus diantara jari, dan tidak
terdapat selaput.

Gambar. 2. Acrosynactactlyly dengan probe di saluran sinus.

II.d. Diagnosa

Analisis ultrasonografi memungkinkan deteksi prenatal CBS dengan


visualisasi pita amniotik yang melekat pada janin. Dalam trimester pertama,
kelainan sangat sulit dideteksi, terutama jika pita amniotik hanya terbatas pada
ekstremitas. Pada trimester kedua dan ketiga, relatif mudah untuk mendeteksi
kelainan mayor karena adanya fitur karakteristik dan gerakan janin terbatas. Pada
masa post natal, radiografi dapat menunjukkan tingkat keparahan cacat skelatal
seperti osifikasi kranial yang tidak ada, kelainan bentuk tungkai yang parah, atau
kelainan bentuk tulang belakang. Untuk defek di kepala, leher, dan trunkal,

7
diagnosis neonatal seringnya sulit dilakukan dan hanya dicapai secara akurat
sebanyak 29% –50% dari kasus dengan tanpa adanya konsultasi konsultasi
genetik. Dilaporkan bahwa Hanya 13% dari kasus CBS dengan kelainan
kraniofasial yang parah yang didiagnosis dengan benar. Sebanyak 1 dari 20 bayi
anencephaly mungkin mengalami sindrom pita konstriksi. Adanya pita berserat
pada titik penyempitan sangat membantu dalam diagnosis.4
Untuk defek yang terisolasi hanya di ekstremitas, diagnosis banding yang
penting dari CBS diantaranya symbrachydactyly dan Transverse Deficiency.
Symbrachydactyly biasanya mempengaruhi seluruh tangan, dan pasien biasanya
memiliki tangan yang kecil dengan sindactyly tipe sederhana. Kasus bilateral
symbrachydactyly jarang, berkisar dari 1,6% - 10%, sedangkan keterlibatan
banyak area, lebih dari satu ekstremitas biasanya lebih condong ke CBS.
Symbrachydactyly diyakini sebagai cacat mesodermal, ditandai dengan adanya
struktur ektodermal jari distal seperti lipatan kuku, dan kuku. Transverse
Deficiency lebih sering unilateral, sedangkan CBS bersifat bilateral. Transverse
Deficiency cenderung lebih banyak diarea proksimal, dan pembentukan kuku yang
belum sempurna umum terlihat. Hipoplasia tulang dapat ditemukan pada jari-jari
tetangga atau proksimal pada Transverse Deficiency. Amputasi pada CBS
cenderung memiliki stump tulang yang menonjol, sedangkan Transverse
Deficiency lebih sering berbentuk disartikulasi.5

II.e. Tatalaksana

Tatalaksana CBS bersifat individual, dan berkisar dari perbaikan kosmetik


hingga emergency limb-sparing band release. Pita yang dangkal mungkin tidak
memerlukan perawatan operasi kecuali mengganggu sirkulasi atau drainase
limfatik. Perbaikan kosmetik pita dangkal tanpa lymphedema dapat dilakukan
secara elektif. Pita yang dalam membutuhkan pembebasan pita dengan tindakan
circumferential Z-plasty atau W-plasty. Pada kasus dengan iskemia berat, yang
dapat menyebabkan osteomielitis, amputasi bagian distal dapat dipertimbangkan.
On-top plasty (partial digital transfer), toe-to hand transfer, bone lengthening
procedures, dan pollicization procedures dapat dilakukan untuk mengembalikan

8
fungsi pada kasus dengan hipoplasia digital dan amputasi. Pada pasien dengan
acrosyndactyly, diperlukan pemisahan jari dan rekonstruksi selaput.
Perkembangan terkini dalam diagnosis prenatal dan pembedahan fetoscopy
memungkinkan terapi CBS selama masa intra uterin.

II.e.1 Timing Operasi

Waktu operasi ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit dan


pertumbuhan tulang yang diprediksi. CBS dengan limfedema distal berat,
sianosis, dan masalah sirkulasi mungkin berkembang dengan cepat menjadi
iskemia yang ireversibel yang selanjutnya berkembang menjadi ulserasi atau
infeksi. Pada pasien seperti ini, pelepasan band harus segera dilakukan dilakukan
dalam beberapa hari setelah kelahiran. Di lain kasus, operasi dilakukan dengan
rilis tunggal atau dua tahap, biasanya dimulai pada usia 3 bulan. Beberapa penulis
menganjurkan prosedur dua tahap untuk menghindari gangguan vaskular ke
segmen distal. Hanya 50% dari pita yang dilepaskan pada suatu waktu, dan begitu
sirkulasi kulit telah telah terbentuk kembali melintasi bekas luka, 50% sisanya
dari pita dapat dilepaskan dengan aman.
Interval 6-12 minggu antara prosedur disarankan. Kebanyakan ahli
merekomendasikan rilis tunggal untuk pita superfisial dan rilis dua kali untuk pita
yang dalam. Pada pasien dengan acrosyndactyly, operasi direkomendasikan antara
usia 6 bulan dan 1 tahun untuk memungkinkan pertumbuhan tulang longitudinal
yang tepat.5

II.e.2 Rilis Constriction Band

Terlepas dari teknik yang digunakan untuk rilis Constriction Band, semua
penulis setuju bahwa pita harus dipotong dan dibuang, dan tidak digunakan
sebagai bagian dari flap rekonstruktif. Bagian yang tersisa dari pita tetap cacat
selama transposisi dan dapat menambah cacat sisa. pertimbangan bedah lainnya
termasuk preservasi dari setidaknya satu atau dua vena subkutan besar di
sepanjang bundel neurovaskular untuk mencegah kongesti vena distal
postoperatif. pada kasus dengan pita penyempitan yang dalam, sering ada

9
kekurangan vena dorsal, karenanya pelepasan dua tahap seharusnya
dipertimbangkan.4,5

Gambar 3. Lengan (A) dan kaki (B) dengan Constriction Band melingkar
yang dalam. (C),(D) Tungkai yang sama setelah eksisi dua tahap dengan
penutupan langsung

Secara tradisional, rilis Constriction Band dilakukan dengan teknik Z-


plasty pada kulit setelah eksisi jaringan fibrotik dari Constriction Band. Teknik
tradisional ini tidak efektif untuk menghilangkan kelainan bentuk kontur pada
kasus yang parah. Deformitas sand glass, yang dihasilkan dari defisiensi jaringan
subkutan di bawah pita yang menyempit, tetap ada jika menggunakan teknik
tradisional. Pada tahun 1991, Upton dan Tan menjabarkan teknik baru untuk rilis
Constriction Band untuk mencegah kelainan bentuk kontur berulang. Setelah

10
eksisi pita dan debulking jaringan adiposa berlebihan, flap adiposa yang mobile di
tarik ke area defek sebagai sebuah lapisan terpisah, dimana Z-plastiy yang tipis
juga dilakukan secara terpisah. 5

Gambar 3. (A) Penyempitan cincin lengan bawah kanan distal. (B) Disain Z-plasties
ditampilkan. (C) Hasil setelah eksisi alur dan penjahitan dengan Z-plasties.

Z-plastiy diposisikan di sepanjang sisi jari dengan penutupan garis lurus


bagian dorsal untuk meminimalkan jaringan parut yang terlihat. Banyak penulis
telah melaporkan hasil yang sukses menggunakan teknik Upton untuk pengobatan
Constriction Band. Namun, pada kasus dengan pita yang lebar, flap crossfinger
dapat digunakan untuk mengganti kekurangan flap. Jika beberapa jari terlibat, flap
besar seperti di lipatan pangkal paha dapat dipertimbangkan. Demikianpun, setiap
kasus Constriction Band, penanganan tetap harus disesuaikan secara individu.5,6

II.e.3 Pembedahan untuk Acrosyndactyly

Acrosyndactyly adalah suatu kondisi di mana dua jari atau lebih yang

11
menyatu di bagian terminal dengan celah epitel berjajar proksimal atau sinus di
antara jari-jari. Tujuan operasi untuk Acrosyndactyly adalah memisahkan jari dan
menciptakan ruang untuk memberikan hasil fungsional terbaik. Perencanaan
bedah harus di tentukan oleh diktum bahwa jumlah jari tidak lebih penting dari
jarak, panjang, bulk, stabilitas, dan kontrol dari jari-jari itu sendiri. Secara umum,
jari-jari dipisahkan dengan zig-zag yang direncanakan dengan sayatan yang
cerma, dan ruang komisura yang luas dibuat dengan flap kulit dorsal. Pembedahan
Seharusnya hanya dilakukan pada satu sisi jari pada satu waktu. Sebagian besar
pasien dengan Acrosyndactyly terkait CBS memiliki cacat tipe III (gabungan
ujung jari, saluran sinus antara jari dan tidak adanya selaput) menurut klasifikasi
Patterson. Jika saluran sinus tidak cukup untuk berfungsi sebagai ruang selaput
karena lokasinya yang jauh dan memiliki ruang sempit, bagian tersebut dapat
dipotong dan dapat digunakan sebagai cangkok kulit. Terkadang, sinus dapat
mengandung kulit yang cukup di dasarnya; kulit ini dapat dipertahankan untuk
berfungsi sebagai ruang selaput kulit. Pemisahan jari paling mudah dilakukan dari
proksimal ke arah distal. Namun, teknik pemisahan sindaktily standar kadang-
kadang tidak dapat digunakan pada area distal karena jari distal ke titik fusi
mungkin tidak begitu jelas menjadi bagian dari jari yang mana.6

Gambar 4. Gambar skematis untuk merilis Constriction Band, dengan teknik Upton. (A)
Eksisi semua kulit di dinding samping. (B) Debulking dari jaringan adiposa yang
berlebih. (C) Flap adiposa subkutan dimobilisasi sesuai kebutuhan untuk memperbaiki
kelainan bentuk kontur. (D) Penutupan kulit dan subkutan lebih baik miring.

12
Setelah diseksi distal dilakukan, keputusan harus dibuat mengenai ujung
jari mana yang akan disatukan. Alokasi kemudian harus dibuat dengan
mempertimbangkan ketahanan bagian distal dan juga panjang dan stabilitas yang
dihasilkan. Preservasi ujung distal lebih disukai daripada amputasi karena
ujungnya mungkin mengandung ujung phalang yang memiliki ruang artikular di
bagian proksimalnya. Osteotomi dapat dilakukan untuk meluruskan jari-jari yang
sangat bersudut. Setiap upaya dilakukan untuk mempreservasi panjang jari, yang
bisa direkonstruksi ketika anak lebih besar. Full-thickness skin grafts digunakan
untuk menutupi area terbuka. Perawatan pasca operasi sama dengan prosedur
bedah sindaktili lainnya.

II.e.4 Rekonstruksi untuk Hipoplasia Digital dan Amputasi

Banyak prosedur telah dijelaskan untuk pengobatan hipoplasia digital dan


amputasi terkait dengan CBS, termasuk on-top plasty, toe-to-hand transfer,
pendalaman ruang selaput, pollicization procedures, dan prosedur pemanjangan
tulang. Manajemen ditujukan terutama untuk mengembalikan fungsi dasar tangan,
khususnya daya grip dan fungsi menjepit dengan tepat, dan tujuan berikutnya
untuk meningkatkan penampilan kosmetik, yang pasti terganggu. Jika fungsi
tangan dapat diterima, tidak ada pengobatan alternatif lainnya yang bisa menjadi
masuk akal.
Seperti dijelaskan sebelumnya, ibu jari tidak mengalami kelainan pada
kebanyakan pasien dengan CBS, dengan demikian perawatan sering diarahkan
untuk meningkatkan fungsi jari-jari yang tersisa. Struktur proksimal hingga ke
level area amputasi biasanya normal, membuat transfer dari tangan ke tangan
menjadi pertimbangan yang menarik. Pemanjangan metakarpal juga bermanfaat
dan prosedur yang realistis untuk jari yang mengalami amputasi untuk mencapai
peningkatan fungsional dan estetika. Pemanjangan metacarpal bertahap dapat
dikombinasikan dengan pencangkokan tulang. Prosedur ini biasanya dicadangkan
untuk pasien yang lebih tua dari 8 tahun, di mana tingkat keberhasilannya secara

13
signifikan lebih tinggi dari pada bayi dan balita. Tahap tunggal pemanjangan harus
dihindari karena komplikasi yang sering dijumpai, termasuk kematian tulang yang
dicangkokkan, nonunion, dan malunion. On-top Plasty dianjurkan ketika tulang
metacarpal jari telunjuk di hilangkan untuk menyediakan ruang selaput pada ibu
jari pada kasus absennya beberapa jari lainnya. On-top Plasty dapat dilakukan
dengan mentransfer jari telunjuk atau jari manis yang diamputasi sebagian ke atas
jari tengah yang diamputasi. Meskipun aplikasi On-top Plasty biasanya adalah
untuk membentuk stump pada ibu jari dengan menggunakan metacarpal jari
telunjuk ketika jari telunjuk itu sendiri tidak ada, pemanjangan jari tengah juga
bisa dilakukan dengan prosedur ini untuk kasus dengan ibu jari yang utuh disertai
absennya beberapa jari. Transfer jari parsial ini dapat memperpanjang jari dan
memperdalam ruang selaput pada jari pertama jika
dikombinasikan dengan pemendekan metacarpal kedua. 5,6

Gbr. 5. (A) Acrosyndactyly pada jari telunjuk dan jari tengah. (B) Penampilan setelah
pemisahan jari.

Ketika ibu jari adalah satu-satunya jari yang terlibat, prosedur finger
pollicization terhadap jari telunjuk atau prosedur lengthening pada ibu jari
jari dapat dilakukan. Toe-to-hand transfer adalah pilihan lain untuk
merekonstruksi kekurangan ibu jari. Tidak adanya ibu jari di area sendi
metacarpophalangeal adalah indikasi kuat untuk Toe-to-hand transfer.

14
BAB III
KESIMPULAN

Constriction Band Syndrom adalah kelainan bawaan yang jarang dengan cacat
multipel dengan manifestasi yang bervariasi dan menyebabkan disabilitas. Hingga
saat ini, ruptur Amnion dini diikuti dengan terikat/terlilitnya bagian janin oleh
untaian amniotik adalah teori utama yang menjelaskan perkembangan sindrom ini.
Manajemen Constriction Band Syndrom difokuskan pada peningkatan fungsi dan
perkembangan disamping itu juga mengupayakan tampilan estetika yang lebih
dapat diterima. Perawatan harus disesuaikan dengan individu. Timing pembedahan
dan perencanaan pembedahan sangat penting untuk memberikan hasil fungsional
terbaik untuk ekstremitas yang terlibat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kino Y. Clinical and experimental studies of the congenital constriction


band syndrome, with an emphasis on its etiology. J Bone Joint Surg Am
1975;57(5): 636–43.
2. Ossipoff V, Hall BD. Etiologic factors in the amniotic band syndrome: a
study of 24 patients. Birth Defects Orig Artic Ser 1977;13(3):117–32.
3. Isacsohn M, Aboulafia Y, Horowits B, et al. Congenital annular
constrictions due to amniotic bands. Acta Obstet Gynecol Scand
1976;55(2):179–82
4. Baker CJ, Rudolph AJ. Congenital ring constrictions and intrauterine
amputations. Am J Dis Child 1971; 121(5):393–400.
5. Streeter GL. Focal deficiencies in fetal tissues and their relation to
intrauterine amputation. Contrib Embryol 1930;22:1–44
6. 6. Miura T. Congenital constriction band syndrome. J Hand Surg [Am]
1984;9(1):82–8.

16

Anda mungkin juga menyukai