Konjungtivitis
Konjungtivitis
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas pasien
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 51 tahun
Alamat : Ciledug Lor
Agama : Islam
Pekerjaan : Nelayan
Tanggal pemeriksaan : 29 Januari 2019
B. Anamnesis
1. Keluhan utama: mata kiri merah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Waled dengan keluhan mata merah
di mata kiri sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku awalnya pasien sedang
mengemudi sepeda motor, kemudian terasa ada debu yang masuk, pasien
merasa gatal pada kedua mata kemudian mengucek-ngucek sehingga mata
tampak merah dan mata berair. Pasien menyangkal keluahan nyeri, kotoran
pada mata (belek), silau, pandangan mata kabur dan demam. Riwayat
trauma pada mata disangkal. Keluarga dan teman yang mempunyai keluhan
yang sama disangkal. Riwayat alergi disangkal. Mata kiri pasien sudah
diobati obat tetes mata rohto, namun mata masih tetap merah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (+) pada mata kanan 1 tahun yang lalu
Riwayat Hipertensi (+) terkontrol
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Trauma (-)
2
D. Resume
Pasien laki-laki usia 51 tahun Pasien datang ke poliklinik mata RSUD
Waled dengan keluhan mata merah di mata kiri sejak 2 hari SMRS. Pasien
mengaku awalnya pasien sedang mengemudi sepeda motor, kemudian terasa
ada debu yang masuk, pasien merasa gatal pada kedua mata kemudian
mengucek-ngucek sehingga mata tampak merah dan mata berair. Pasien
menyangkal keluahan nyeri, kotoran pada mata (belek), silau, pandangan mata
kabur dan demam. Riwayat trauma pada mata disangkal. Keluarga dan teman
yang mempunyai keluhan yang sama disangkal. Riwayat alergi disangkal.
Mata kiri pasien sudah diobati obat tetes mata rohto, namun mata masih tetap
5
merah. Pasien pernah mengalami keluhan serupa pada mata kanan 1 tahun yang
lalu. Riwayat hipertensi terkontrol.
Pada pemerikasaan fisik didapatkan tanda – tanda vital pasien tekanan
darah 160/100 mmHg. Pada status oftamologi di dapatkan VOD 20/20 dan
VOS 20/20, konjungtiva terdapat injeksi (+) dan sklera tampak merah pada
okuli sinistra.
E. Diagnosa Banding
Konjungtivitis Bakteri OS
Konjungtivitis Viral OS
F. Diagnosis Kerja
Konjungtivitis Bakteri akut non purulen OS
G. Saran tatalaksana
Nonfarmakologi :
- Menghindari kontaminasi terhadap mata yang sehat dan mata orang lain.
- Tidak menggosok mata yang sakit kemudian menyentuh mata yang sehat.
- Mencuci tangan setiap kali selesai memegang mata yang sakit dan
menggunakan tisu.
Farmakologi :
- Dexametason 0,1%, Neomisin dulfat 3,5mg/ml, Polimiksin B sulfat
6000iu/ml diberikan 6x kali/hari sebanyak 2 tetes mata di mata kanan.
- Rawat jalan.
H. Prognosis
Quo ad Vitam : ad Bonam
Quo ad Functionam : ad Bonam
Quo ad Sanasionam : ad Bonam
6
BAB II
ANALISIS KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Tuan T, umur 51 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat Ciledug Lor
kabupaten Cirebon. Pekerjaan sebagai nelayan.
Berdasarkan identitas pasien yang beralamat di Ciledug memiliki faktor
risiko terkena konjungtivitis, karena banyak dilalui oleh kendaraan truk yang
membawa pasir. Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak mata dan bola mata dalam bentuk akut
maupun kronis yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi,
toksik, maupun iritasi1,2
II. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ophthalmologi OD didapatkan visus 20/20, OS 20/20
konjungtiva terdapat injeksi (+), sclera tampak merah (+), perdarahan
subkonjungtiva (-), jaringan fibrovaskukar (-) dan.benjolan kongjuntiva (-).
Dari hasil pemeriksaan tersebut semakin mendukung ke diagnosis
konjungtivitis karena hanya terdapat injeksi konjungtiva (+) dan sclera tampak
merah.
III. Diagnosis Banding
Etiologi pada kasus ini masih mungkin bakteri dan viral. Bateri
penyebab mungkin Haemophilus aegypitus (iklim tropik) atau bisa juga
Streptococcus pneumoniaae (iklim sedang). Sehingga menimbulkan gejala
akut pada pasien tersebut.. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan fokus
infeksi, tidak ada demam sehingga faktor virus (Adenovirus tipe 3 dan 7) dapat
dieliminasi meskipun idealnya harus dilakukan pemeriksaan sitologik dengan
pewarnaan Giemsa. Pada bateri didapatkan neutrofil sedangkan pada viral
didapatkan limfosit-monosit-sel berisi nukleus sedikit plasma.
IV. Diagnosis Kerja
Berdasarkan anamnesis yaitu laki-laki usia 51 tahun keluhan keluhan
mata merah di mata kiri sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku awalnya pasien
7
sedang mengemudi sepeda motor, kemudian terasa ada debu yang masuk,
pasien merasa gatal pada kedua mata kemudian mengucek-ngucek sehingga
mata tampak merah dan mata berair. Pasien menyangkal keluahan nyeri,
kotoran pada mata (belek), silau, pandangan mata kabur dan demam. Riwayat
trauma pada mata disangkal. Keluarga dan teman yang mempunyai keluhan
yang sama disangkal. Mata kiri pasien sudah diobati obat tetes mata rohto,
namun mata masih tetap merah. Pasien pernah mengalami keluhan serupa pada
mata kanan 1 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi terkontrol. Pada status
oftamologi di dapatkan VOD 20/20 dan VOS 20/20, konjungtiva terdapat
injeksi (+) dan sklera tampak merah pada
VI. Tata laksana
Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi dua yaitu medikamentosa dan
non medikamentosa. Medikamentosa yaitu Dexametason 0,1%, Neomisin
dulfat 3,5mg/ml, Polimiksin B sulfat 6000iu/ml diberikan 6x kali/hari sebanyak
2 tetes mata di mata kanan dan rawat jalan. Non medikamentosa yaitu
menghindari kontaminasi terhadap mata yang sehat dan mata orang lain, tidak
menggosok mata yang sakit kemudian menyentuh mata yang sehat, Mencuci
tangan setiap kali selesai memegang mata yang sakit dan menggunakan tisu,
dan handuk atau sapu tangan baru yang digunakan untuk membersihkan mata
yang sakit.
VI. Prognosis
Prognosis pasien ini baik, dimana ad vitam secara keseluruhan pasien
adalah bonam, karena gangguan yang dialami pasien tidak mengancam jiwa.
Prognosis ad functionam pada mata kiri adalah bonam. Prognosis sanationam
pada mata kiri adalah ad bonam karena mata pasien bisa lebih nyaman, dan
keluhan berkurang.
8
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak mata dan bola mata dalam bentuk
akut maupun kronis yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia,
alergi, toksik, maupun iritasi1,2.
3.2 Anatomi dan fisiologi
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang merupakan membran mukosa tipis yang
membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang
membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di
tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah
9
Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel
epitel silinder bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial
mengandung sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
yang mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan
air mata secara merata diseluruh prekornea. Stroma konjungtiva dibagi
menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum
germativum.
Struktur Histologis dari konjungtiva3
- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous
lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial
dari sel silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan
superfisial sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan
dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6
lapis) epitelium stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan
satu lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari
jaringan ikat retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit
diantaranya. Lapisan ini paling berkembang di forniks. Tidak terdapat
12
4. Pseudoptosis
Terkulainya pelpebra superior karena infiltrasi di otot Muller. Keadaan
ini dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat (trakoma dan
ratokonjungtivitis epidemika).3
5. Hipertrofi folikel
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis,
folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu.
Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik
pada tepi folikel dan mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus
konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit,
dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi
16
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis
mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral,
keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai
trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi
pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang
dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy
menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh
sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3
Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi
memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.
b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi
vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus
cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya
biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran,
dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada
palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 3
Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear;
kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel
raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel –
sel embrio manusia. 3
Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama
10 hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan
mengurangi dan menghambat penyakit. 3
c). Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
27
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak
sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
37
DAFTAR PUSTAKA