39
Ind
t
Untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam menangani kasus gizi buruk telah disusun pedoman “Tatalaksana Anak Gizi Buruk” yang terdiri
dari 2 buku, yaitu: “Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku I)” dan “Petunjuk Teknik Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku II)” yang diharapkan dapat menjadi
pedoman bagi tenaga kesehatan, dalam penanggulangan kasus gizi buruk di Indonesia.
Dalam Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku I) dijelaskan tentang alur pelayanan dan tindakan kepada kasus gizi buruk secara berurutan yang merupakan rujukan
dari Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Selain “10 Langkah Tatalaksana Gizi Buruk”, dalam buku bagan ini juga diperkenalkan “5 Langkah Rencana Pengobatan Anak
Gizi Buruk”. Sedangkan dalam Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku II) menjelaskan lebih rinci tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengobatan
(asuhan medik) dan perawatan (asuhan keperawatan) serta terapi gizi medis (asuhan gizi).
Kedua buku tersebut disusun lebih praktis berupa prosedur pelayanan, sehingga diharapkan lebih mudah dipahami. Walalupun kedua buku tersebut di desain untuk
pembelajaran mandiri, namun untuk, menerapkan tatalaksana anak gizi buruk secara baik dan benar dianjurkan untuk menyelenggarakan pelatihan bagi dokter, perawat/bidan
dan nutrisionis.
Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku I) dan Petunjuk Teknis Anak Gizi Buruk (Buku II) dicetak pertama kali pada tahun 2003, kemudian dicetak ulang pada
tahun 2005, 2006, 2007, 2009 dan cetak ulang kembali pada tahun 2011 setelah diadakan revisi. Pada cetakan ke 6 ini, Buku I dan Buku II dilengkapi dengan standar,
modul TOT Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Semoga buku ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan khususnya yang bekerja di Rumah Sakit, Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain.
KES
I A NJakarta,
ER
EH 2011
NT
Direktur Bina Gizi
AT
KEME
AN
deral
rat Jen
Direkto n Kesehatan
i da
Bina Giz an Anak
Ibu d
IA
ES
RE
P Dr. Minarto,
N MPS
UB
LIK IN D O
Sumber : WHO, 2009, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Apabila ditemukan hal-hal tersebut diatas, maka dilakukan pemeriksaan darah malaria
(dengan mikroskop atau dengan uji reaksi cepat/Rapid Diagostic Test/RDT)
Anak Gizi Buruk yang menderita malaria berat (malaria serebral), segera ditransfusi
dengan packed red cell 10 ml/kgBB/3-4 jam, tidak diberikan furosemid sebelum transfusi,
karena penderita malaria umumnya terjadi hipovolemia. Obat anti malaria diberikan
secara intravena.
Pemberian Fe atau sirup besi tetap setelah 2 minggu (Fase Rehabilitasi), namun harus
diperhatikan bahwa anemia pada penderita bukan karena kurang Fe tetapi karena
pecahnya sel darah merah (hemolisis).
Obat antimalaria Primakuin tidak boleh diberikan pada anak umur kurang dari 1 tahun.
Untuk pemberian Artemisinin Based Combination Therapy (ACT) perlu dijelaskan pada
ibu agar mengamati anak selama 30 menit sesudah pemberian ACT. Jika dalam waktu
30 menit anak muntah, ulangi pemberian ACT dan ibu diminta kembali ke Puskesmas/
Rumah Sakit untuk mendaptkan tablet tambahan/pengganti. Selain itu dijelaskan
kemungkinan timbul gatal-gatal setelah pemberian obat.
Untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan suhu tubuh, dapat diberikan parasetamol
terutama pada anak yang demam tinggi (suhu 38,5 C) atau nyeri telinga.
*) semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia < 1 tahun) diberikan tablet primakuin
1 3/4
Dosis berdasarkan berat badan: Primakuin - - 1 1/2 2 2-3
1/4
- Kina 30 mg/ kgBB/ hari (dibagi 3 dosis) 2-3 DHP 1/2 1 1,5 2 3-4
- Primakuin 0,25 mg/kgBB
Dihydroartemisinin : 2 - 4 mg/kgBB
Piperaquin : 16 - 32 mg/kgBB
Primakuin : 0,75 mg/kgBB
Pengobatan malaria vivaks lini kedua