Anda di halaman 1dari 54

SKENARIO B BLOK 22 TAHUN 2019

Mrs. Adis, 17-years-old pregnant woman G1P0A0 38-weeks pregnancy, was brought by her
husband to the RSUD Pali due tu convulsion 3 hours ago about ± 2 minute. She has been
complaining of headache, epigastric pain, vomiting and visual blurring for the last 2 days.
According to her husband, on her last ANC, the midwife found that her blood pressure was
high, and advice to deliver the baby in the hospital.

In the examination findings:


Upon admission,
Height = 163 cm; weight 76 kg;
Sense: decrease of consciousness, GCS: 13
BP: 200/110 mmHg. HR: 123x/min, RR: 28x/min
Pretibial edema

Obstetric Examination:
Outer examination : Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction 4x/ 10’/40’’
FHR: 120x/min, EFW: 3100 g
Vagina Toucher: portio ws tender, effacement 1005, dilatation 7cm, vertex presentation.
Amniotic fluid (+). HII, transverse UUK

Laboratorium:
Hb 10,2 g/dL; PLT: 132.000/mm3, WBC: 12.600 and she had 4+ protein on urine, cylinder (-)

I. KLARIFIKASI ISTILAH
No Istilah Definisi
1 Convulsion Kejang; kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi
otot-otot involunter yang biasanya disebabkan demam
tinggi
2 ANC Suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
professional pada wanita hamil secara regular, yaitu
minimal satu kali pada trimester 1, satu kali pada trimester
2, dan 2 kali pada trimester 3 (www.who.int)

1
3 Pretibial edema Edema tungkai bawah anterior ke os. Tibia (Farlex)
4 Cephalic presentation Head presentation; situasi kelahiran dimana janin berada
diposisi longitudinal dan kepala memasuki pelvis terlebih
dahulu (NCBI)
5 EFW Estimated Fetal Weight; perkiraan berat janin untuk
menentukan sejauh mana berat janin selama pertengahan
kehamilan dan kenaikan berat badan janin dari
pertengahan kehamilan hingga kelahiran, memprediksi
adipositas dan tekanan darah pada usia 3 tahun (NCBI)
6 FHR Fetal Heart Rate; denyut jantung pada fetus yang diukur
dalam satuan unit waktu tertentu (Mosby)
7 Effacement Sebutan untuk serviks selama persalinan pada saat serviks
sangat berubah sehingga hanya tersisa ostium eksterna
yang tipis (Dorland)
8 Vertex presentation Presentasi berupa vertex kepala janin sebagai bagian
terendah janin (Dorland)
9 HII Hodge II; Pembukaan II; dengan bidang dipinggir bawah
symphisis

II. IDENTIFIKASI MASALAH

No Masalah Keterangan
1 Mrs. Adis, 17-years-old pregnant woman G1P0A0 38- Keluhan utama
weeks pregnancy, was brought by her husband to the
RSUD Pali due tu convulsion 3 hours ago about ± 2
minute.

2 She has been complaining of headache, epigastric pain, Keluhan tambahan


vomiting and visual blurring for the last 2 days
3 According to her husband, on her last ANC, the Pemeriksaan prenatal
midwife found that her blood pressure was high, and
advice to deliver the baby in the hospital
4 In the examination findings: Pemeriksaan fisik

2
Upon admission,
Height = 163 cm; weight 76 kg;
Sense: decrease of consciousness, GCS: 13
BP: 200/110 mmHg. HR: 123x/min, RR: 28x/min
Pretibial edema

5 Obstetric Examination: Pemeriksaan Obsetri


Outer examination : Fundal height 33 cm, cephalic
presentation, contraction 4x/ 10’/40’’ FHR: 120x/min,
EFW: 3100 g
Vagina Toucher: portio ws tender, effacement 1005,
dilatation 7cm, vertex presentation. Amniotic fluid (+).
HII, transverse UUK

6 Laboratorium: Hb 10,2 g/dL; PLT: 132.000/mm3, Pemeriskaan Laboratorium


WBC: 12.600 and she had 4+ protein on urine, cylinder
(-)

III. ANALISIS MASALAH


1. Mrs. Adis, 17-years-old pregnant woman G1P0A0 38-weeks pregnancy, was brought
by her husband to the RSUD Pali due tu convulsion 3 hours ago about ± 2 minute.
a. Apa hubungan usia ibu, usia kehamilan, pada kasus?
Jawab:
Usia < 20 tahun termasuk usia ekstrim, usia yang mempunyai risiko
dalam kehamilan karena organ reproduksi pada usia tersebut belum begitu
berfungsi sempurna. Pada kasus, Mrs adis hamil pada usia 17 tahun dimana
organ reproduksi belum berkembang dengan baik. Eklampsia lebih banyak
terjadi pada ibu dengan usia kurang dari 20 tahun.

b. Apa saja penyebab kejang pada kehamilan?


Jawab:
1) Kejang yang berhubungan dengan kehamilan

3
- Eklampsia
- Epilepsi

2) Kejang yang tidak langsung berhubungan dengan kehamilan


- Infeksi: meningitis, ensefalitis, malaria serebral, abses serebral
- Kejang demam
- Kecelakaan serebrovaskuler: thrombosis vena, infark, perdarahan
- Metabolic/Electolyte imbalance: hipoglikemia, hiperglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia
- Trauma
- Tetanus
- Drug withdrawal: kokain, alkohol
- Gangguan psikiatri

4
c. Bagaimana mekanisme kejang pada kasus?
Jawab:

Penyebab terjadinya kejang pada kasus ini adalah preeklampsia berat yang tidak
ditangani dengan baik sehingga menjadi eklampsia. Penyebab terjadinya kejang
eklampsia masih banyak diperdebatkan antara lain:

1. Edema vasogenik dan kerusakan endotelial

2. Perdarahan serebral

3. Infark serebral

4. Vasospasme serebral dengan iskemia lokal

5. Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler

6. Koagulopati intravaskuler serebral

7. Ensefalopati hipertensi dengan hiperfusi

Mekanismenya belum diketahui secara pasti. Diduga disebabkan oleh hipoksia


karena vasokontriksi lokal otak, dan fokus perdarahan di korteks otak. Kejang
juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis.

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan
suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun
perdarahan otak.

d. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus?


Jawab:
Prinsip penatalaksanaan eklampsia yaitu :
a. Mengatasi kejang.
b. Menurunkan tekanan darah atau mengurangi vasokonstriksi.
c. Meningkatkan diuretik.
d. Mengakhiri kehamilan
Tahap-tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Keadaan darurat (penanganan kejang)
 Pelihara jalan napas

5
 Miring dan ekstensikan kepala
 Masukkan benda keras diantara gigi
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah
mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut. Penderita
dierawsat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila
terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur
lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci kuat. Selanjutnya
masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba
melepas sudah lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi.
Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar
kepala dan ekstremitas penderita kejang tidak terlalu kuat menhentak benda
keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidru harus cukup kendor,
guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri
oksigen.
b. Pemberian obat anti kejang
Obat anti kejang seperti Magnesium Sulfat (MgSO4) atau yang lainnya
seperti Diazepam dan Fenitoin. Obat anti kejang yang banyak di pakai di
Indonesia adalah magnesium sulfat.
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular akan membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjaidi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan magnesium). Kadar kalsium yang tinggi
dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Berikut cara
pemberian magnesium sulfat;
 Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 IV, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan
4/5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m.
tiap 4-6 jam.

6
 Syarat pemberian MgSO4 ; harus tersedia antidotum MgSO4 bila
terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam
10 cc ) IV 3 menit, refleks patella (+) kuat, Frek pernapasan > 16x/m,
tidak ada tanda-tanda distress napas.
 Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan
salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam atau fenitoin.

2. She has been complaining of headache, epigastric pain, vomiting and visual blurring
for the last 2 days. (keluhan tambahan)
a. Bagaimana hubungan keluhan utama dengan keluhan tambahan?
Jawab:
Keluhan tambahan pada kasus merupakan gejala dari preeclampsia berat yang
terancam menjadi eclampsia.

b. Bagaimana mekanisme headache, epigastric pain, vomiting and visual blurring


selama 2 hari terakhir?
Jawab:
1. Pusing: Pada eclampsia terjadi spasme pembuluh darah  sel darah merah
sulit lewat  suplai oksigen ke jaringan perifer menurun  tubuh
mengkompensasi dengan menaikkan tekanan darah  hipertensi 
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin,tromboxan)  vasospasme dan agregasi platelet  lama-lama
akan menghambat suplai darah di otak  sakit kepala berat.
2. Nyeri epigastric: Invasi trofoblastik inkomplit  penyempitan lumen
pembuluh darah plasenta  ↓ perfusi plasenta  lingkungan hipoksik 
debris plasenta  respon inflamatorik  aktivasi sel endotel  kerusakan
sel-sel endotel  vasospasme  ↓ perfusi ke hati  iskemik  nekrosis 
epigastric discomfort.
3. Muntah pada kasus terjadi akibat penurunan prostaglandin yang
menyebabkan penurunan motilitas lambung dan peningkatan sekresi asam
lambung yang menyebabkan penurunan sekresi mukus di lambung, dan

7
penurunan kontraksi otot polos GIT (delayed gastric emptying) akan
menyebabkan mual dan muntah.
4. Pandangan kabur terjadi akibat pasokan darah ke arteri di retina berkurang
sehingga menyebabkan spasme arteri retina dan edema retina yang
menyebabkan visus terganggu. Gangguan visus dapat berupa: pandangan
kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan
ablasio retina (retinal detachment).

3. According to her husband, on her last ANC, the midwife found that her blood pressure
was high, and advice to deliver the baby in the hospital (Pemeriksaan prenatal)
a. Sebutkan dan jelaskan pemeriksaan ANC!
Jawab:
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk
ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Pelayanan
antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan,
sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu.
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi
dasar dan khusus.
Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil
secara memadai dan sesuai standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatal
sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Depkes RI, 2009). Secara
operasionalnya Depkes RI (2009) menentukan pelayanan antenatal dengan
standar pelayanan, antara lain:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4) Ukur tinggi fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6) Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
7) Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
8
8) Test laboratorium (rutin dan khusus)
9) Tatalaksana kasus
10) Temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi serta KB pasca persalinan
Menurut Depkes RI (2009), kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan
paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai
berikut:
1) Minimal 1 kali pada trimester pertama (K1), usia kehamilan 1 sampai 12
minggu.
2) Minimal 1 kali pada trimester kedua, usia kehamilan 13 sampai 24 minggu.
3) Minimal 2 kali pada trimester ketiga, usia kehamilan > 24 minggu.

b. Bagaimana hubungan tekanan darah ibu yang tinggi dan anjuran untuk segera
melahirkan terhadap kasus?
Jawab:
Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia dan eklampsia) memberi pengaruh
buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero
plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
plasenta. Di bawah ini dampak dari preeklampsia dan eklampsia pada janin:
 Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dan oligohidramnion.
 Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan
solusio plasenta sehingga terminasi kehamilan harus cepat dilakukan.

c. Apa saja indikasi merujuk pada ibu dengan tekanan darah tinggi?
Jawab:
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Preeklamsia digolongkan
preekalmsi berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:

 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria > 5 g/24 atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.

9
 Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam.
 ↑ kadar kreatinin plasma.
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsul Glisson).
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik.
 Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau ↓ trombosit dengan
cepat.
 Gangguan fuungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): ↑ kadar alanin dan
aspartate aminotransferase.
 Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
 Sindrom HELLP.

4. In the examination findings:


Upon admission,
Height = 163 cm; weight 76 kg;
Sense: decrease of consciousness, GCS: 13
BP: 200/110 mmHg. HR: 123x/min, RR: 28x/min
Pretibial edema
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab:

Keterangan Hasil pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

Height 163 cm 18,5-24,9 Normal

Weight 76 kg

BMI BB sebelum hamil kira-


kira = 64 kg

64/(1,63)2= 24,08

10
GCS 15 Apatis
13

BP 200/110 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi

HR 123x/min 84 ± 10.2/min Meningkat


18 ± 1.5 /min
RR 28x/min Meningkat

(+) Abnormal
Pretibial (-)
edema

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?


Jawab:
 Peningkatan resistensi vaskular  peningkatan tekanan darah  hiperperfusi
darah ke otak  terjadinya vasogenik edema  penurunan kesadaran (GCS
13/apatis).
 Invasi trofoblas tidak terjadi pada lapisan otot A. spiralis  lapisan otot A.
Spiralis tidak terjadi vasodilatasi  vasokonstriksi pembuluh darah 
peningkatan resistensi vaskular  peningkatan tekanan darah (hipertensi).
 Resistensi vaskular perifer dan tekanan darah arteri meningkat  terjadi
sensitivitas yang tinggi untuk vasopresor seperti angiotensin II dan
norepinefrin  gangguan vasorelaksasi endothelium-dependent  HR
meningkat (takikardia).
 Resistensi vaskular meningkat  vasokontriksi pembuluh darah  tekanan
hidrostatik meningkat  cairan intrasel keluar ke ekstrasel (interstitial) 
edema interstitial  cairan merembes ke alveoli  edema paru  RR
meningkat (takipnea).
 Peningkatan permeabilitas pada kapiler glomerulus ginjal  protein keluar
melalui urin  proteinuria  penurunan jumlah albumin darah 
penurunan tekanan osmotik vaskular  cairan intravaskular pindah ke ruang
interstitial  pretibial edema.

11
5. Obstetric Examination:
Outer examination : Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction 4x/
10’/40’’ FHR: 120x/min, EFW: 3100 g
Vagina Toucher: portio ws tender, effacement 1005, dilatation 7cm, vertex
presentation. Amniotic fluid (+). HII, transverse UUK
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan obstetric?
Jawab:

Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi


Tinggi fundus 33 33 cm diatas simfisis Normal
cm
Presentasi Kepala Presentasi Kepala Normal
Kontraksi >3x/10’/40” Telah memasuki kala I
4x/10’/40” fase aktif.
FHR 120x/menit 120x/menit Normal
EFW 3100 g Normal

Portio lembut Portio lembut Normal


Effacement 100% pendataran serviks
sempurna
Bukaan 7 cm Bukaan belum
lengkap, Fase aktif
kala I
Presentasi vertex Presentasi puncak
kepala dengan
penunjuk ubun-ubun
besar
Cairan amnion (+) Selaput ketuban sudah
pecah

12
Hodge II Penurunan kepala
janin mencapai bagian
bawah simfisis
Transverse occiput. Occiput bayi berada di
sebelah kiri atau kanan
ibu.

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan obstetric?


Jawab:

Mekanisme abnormal:
1) Outer examination
- Tinggi fundus uteri 33 cm  normal
Ukuran Tinggi Fundus Uteri menurut Spiegelberg

Umur kehamilan dalam minggu Tinggi Fundus Uteri dalam cm

22-28 minggu 24-25 cm di atas symphysis

28 minggu 26,7 cm di atas symphysis

30 minggu 29,5-30 cm di atas symphysis

32 minggu 29,5-30 cm di atas symphysis

34 minggu 31 cm di atas symphysis

36 minggu 32 cm di atas symphysis

- Cephalic presentation  normal


- Kontraksi 4x/10’/40”  normal
Usia kehamilan >36 minggu kontraksi lebih sering dan lebih kuat. Pada awal
kala 1 tiap 10 menit sekali lamanya 20-40 detik. Selama kala 1 meningkat 2-4
kali tiap 10 menit lamanya 60-90 detik.
- Fetal Heart Rate 120x/min  normal
- Estimation Fetal Weight 3100 gram  normal.
Rumus Hodge : (tinggi fundus uteri-12) x 155 =(33-12) x 155 = 3255 gram.

13
2) Vaginal toucher
- Portio tender  normal
- Effacement 100%  normal
- Dilatation 7 cm  kala 1 fase aktif
- Vertex presentation  normal
- Amniotic fluid (+)  normal
- HII  normal
Transverse UUK  normal

c. Bagaimana cara pemeriksaan EFW?


Jawab:

Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) - N) x 155

• N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina ischiadika


• N = 12 bila kepala masih berada di atas spina ischiadika
• N = 13 bila kepala belum lewat PAP (pintu atas panggul).

d. Bagaimana klasifikasi dari Hodge? (sertakan gambar)


Jawab:

Bidang hodge adalah garis khayal dalam panggul untuk mengetahui seberapa
jauh penurunaan kepala janin pada panggul. Diambil dari nama penemunya
yaitu Hodge.

Bidang hodge dipelajari untuk menentukan sampai dimana bagian terendah


janin turun ke dalam panggul pada persalinan dan terdiri atas empat bidang:

14
1. Bidang Hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan
bagian atas simfisis dan promontorium
2. Bidang Hodge II: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I terletak
setinggi bagian bawah simfisis
3. Bidang Hodge III: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I dan II,
terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri
4. Bidang Hodge IV: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I,II,III,
terletak setinggi os koksigeus.

5. Laboratorium: Hb 10,2 g/dL; PLT: 132.000/mm3, WBC: 12.600 and she had 4+
protein on urine, cylinder (-)
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan
laboratorium?
Jawab:

Hasil Pemeriksaan Interpretasi dan Mekanisme Abnormal

Hb 10,2 g / dl Anemia ringan (Hb pada ibu hamil trimester ke 3 : 11 g / dl)  karena
pada ibu hamil terjadi peningkatan volume plasma yang tidak sebanding
dengan peningkatan volume sel darah merah sehingga terjadi hemodilusi
yang menyebabkan anemia fisiologis.

WBC Leukositosis. Kadar leukosit, terutama neutrofil, meningkat karena


12.600/mm3 menggambarkan proses inflamasi yang terjadi pada pre
eklampsia/eklampsia. Kenaikan jumlah neutrofil juga dapat
menggambarkan tingkat keparahan respon inflamasi pada pre eklampsia
berat
Platelet Normal. Belum terjadi aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis
132.000/mm3 mikroangiopati akibat dari vasospasme berat.
Protein urin 4 + Proteinuria
 Adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam setara dengan +1
pada dipstick
Mekanisme
 Tidak adanya invasi trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks sekitarnya  Lapisan otot tetap kaku dan keras 

15
Lumen tidak berdilatasi  vasokontriksi arteri spiralis 
Kegagalan remodelling arteri spiralis  ↓ Aliran darah uteroplasenta
 Hipoksia dan iskemia plasenta  Menghasilkan oksidan (radikal
hidroksil)  Merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel
 Disfungsi endotel  Perubahan sel endotel kapiler glomerulus 
↑ permeabilitas kapiler  Proteinuria
 kerusakan sel glomerulus akibat penurunan laju filtrasi ginjal 
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran basalis  protein
dengan ukuran molekul yang besar dapat lolos masuk dan keluar
bersama urin  proteinuria

Cylinder (-)  Normal


Silinder (-) mungkin menyisihkan kemungkinan patologi ginjal yang
primer.

IV. HIPOTESIS

Mrs. Adis, 17-years-old (G1P0A0) mengalami kejang et causa eclampsia antepartum

V. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN

What I What I Don’t What I Have to How I Will


No Learning Issue
Know Know Prove Learn
1 Hipertensi dalam Definisi, Etiologi, Penegakkan
Kehamilan tanda dan Patofisiologi, diagnosis
gejala Tatalaksana, berdasarkan
Prognosis klinis
2 Eclampsia Definisi Etiologi, Tinjauan
Patofisiologi, secara
Tatalaksana, patofisiologi, Jurnal
Prognosis tatalaksana Textbook
setelah Internet
eclampsia, Pakar

16
pencegahan
eclampsia
3 ANC (Ante Natal Definisi Prosedur, Tujuan
care) Jenis pemeriksaan,
Pemeriksaan komponen
penilaian
pemeriksaan

VI. SINTESIS

1. Hipertensi dalam Kehamilan

Definisi
Hipertensi didiagnosa bila terdapat tekanan darah 140/90 mmHg diukur dua kali
selang 4 jam setelah penderita istirahat.

Klasifikasi
Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk menjelaskan setiap
bentuk hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Istilah ini telah dipilih untuk
menekankan hubungan sebab dan akibat antara kehamilan dan hipertensi –
preeklampsia dan eklampsia.

Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang
dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.

1. Primigravida, primiparernitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim .
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia.
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil .
6. Obesitas.

17
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu
hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal sebagai pregnancy-
induced hypertension), dan pre-eklampsia. Menurut The International Society for
the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita
hamil dibagi menjadi:
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan, persalinan, atau
pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklampsia)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit ginjal kronis
(proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu)
- Hipertensi kronis (without proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengan superimposed
- Pre-eklampsia (proteinuria)
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklampsia
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP (2000)
dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklampsia
3. Eklampsia
4. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis
5. Hipertensi kronis.

Diagnosis dan Gejala Klinis Hipertensi dalam Kehamilan


Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar
dicegah, tetapi berat dan terjadinya eklampsia biasanya dapat dihindari dengan
mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara sempurna.
Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff
setinggi jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada
posisi berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang
18
lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-
10 menit.
Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat 140/90
mmHg atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan
darah diastolik. Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan
diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria diagnostik,
bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut
sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut
tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami efek samping merugikan saat
kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah biasanya menurun pada trimester ke-
II kehamilan dan tekanan diastolik pada primigravida dengan kehamilan normotensi
kadang-kadang naik sebesar 15 mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria
diagnostik karena hal tersebut juga banyak terjadi pada wanita hamil yang
normotensi. Oedem dianggap patologis bila menyeluruh dan meliputi tangan, muka,
dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu terdapat pada pasien preeklampsia
maupun eklampsia.

1. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah
mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama kehamilan
tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga transient
hypertension jika preeklampsia tidak berkembang dan tekanan darah telah kembali
normal pada 12 minggu postpartum. Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama
setengah kehamilan terakhir, hal ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun
proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti yang ditegaskan oleh Chesley (1985),
10% eklampsia berkembang sebelum proteinuria yang nyata diidentifikasi. Dengan
demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai naik, ibu dan janin menghadapi
risiko yang meningkat. Proteinuria adalah suatu tanda dari penyakit hipertensi yang
memburuk, terutama preeklampsia. Proteinuria yang nyata dan terus-menerus
meningkatkan risiko ibu dan janin.
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :
- TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.
- Tidak ada proteinuria.
- TD kembali normal < 12 minggu postpartum.
19
- Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
- Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium
atau trombositopenia.

2. Preeklampsia

Gambar 3. Preeklampsia

Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985)


menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya
proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300 mg per 24 jam,
atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1+ dipstick) secara
persisten. Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode
24 jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak bisa saja
tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti.
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklampsia adalah
hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang abnormal
dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi hematologi meningkatkan kepastian
diagnosis preeklampsia. Selain itu, pemantauan secara terus-menerus gejala
eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian
tersebut.

20
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat
nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni.
Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang tinggi
dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.
Trombositopenia adalah karakteristik dari preeklampsia yang memburuk,
dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti
adanya hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang berat.
Faktor lain yang menunjukkan hipertensi berat meliputi gangguan fungsi
jantung dengan oedem pulmonal dan juga pembatasan pertumbuhan janin yang
nyata.
Kriteria diagnosis pada preeklampsia terdiri dari :
Kriteria minimal, yaitu :
- TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.
Kemungkinan terjadinya preeklampsia :
- TD 160/110 mmHg.
- Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
- Trombosit <100.000/mm3
- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
- Peningkatan ALT atau AST
- Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.
- Nyeri epigastrium persisten.
Beratnya preeklampsia dinilai dari frekuensi dan intensitas abnormalitas
yang dapat dilihat pada Tabel 1. Semakin banyak ditemukan penyimpangan tersebut,
semakin besar kemungkinan harus dilakukan terminasi kehamilan. Perbedaan antara
preeklampsia ringan dan berat dapat sulit dibedakan karena preeklampsia yang
tampak ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi berat.
Meskipun hipertensi merupakan syarat mutlak dalam mendiagnosis
preeklampsia, tetapi tekanan darah bukan merupakan penentu absolut tingkat
keparahan hipertensi dalam kehamilan. Contohnya, pada wanita dewasa muda
mungkin terdapat proteinuria +3 dan kejang dengan tekanan darah 135/85 mmHg,
21
sedangkan kebanyakan wanita dengan tekanan darah mencapai 180/120 mmHg tidak
mengalami kejang. Peningkatan tekanan darah yang cepat dan diikuti dengan kejang
biasanya didahului nyeri kepala berat yang persisten atau gangguan visual.
Abnormalitas < 100 mmHg ≥ 110 mmHg
Tekanan darah diastolik Trace - 1+ Persisten ≥ 2+
Proteinuria Tidak ada Ada
Sakit kepala Tidak ada Ada
Nyeri perut bagian atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang (eklampsia) Tidak ada Ada
Serum Kreatinin Normal Meningkat
Trombositopeni Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Hambatan pertumbuhan janin Tidak ada Nyata
Oedem paru Tidak ada Ada
Tabel 1. Gejala Beratnya Hipertensi Selama Kehamilan

3. Eklampsia
Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat
dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklampsia. Konvulsi terjadi secara
general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi
terdahulu, sekitar 10% wanita eklampsia, terutama nulipara, serangan tidak muncul
hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik,
banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang
lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam
postpartum.
Eklampsia paling sering terjadi pada trimester akhir dan menjadi sering
mendekati aterm. Pada umumnya kejang dimulai dari makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi
menjadi 4 tingkat, yaitu :
1) Tingkat awal atau aura

22
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan
atau ke kiri.
2) Tingkat kejang tonik
Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi
kaku, wajah kelihatan kaku, tangannya menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam. Pernapasan berhenti, muka terlihat sianotik dan lidah dapat tergigit.
3) Tingkat kejang klonik
Berlangsung antara 1-2 menit. Kejang tonik menghilang. Semua otot
berkontraksi secara berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan
menutup sehingga lidah dapat tergigit disertai bola mata menonjol. Dari mulut,
keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianotik. Penderita
menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat terjadi demikian hebatnya, sehingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejang berhenti dan
penderita menarik napas secara mendengkur.
4) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita
menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan
baru yang berulang, sehingga penderita tetap dalam koma. Selama serangan, tekanan
darah meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40 C.
5) Kejang
Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri. Secara
teoritis terdapat dua penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya
vasospasme dan dilatasi yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa over
regulation serebrovaskuler akibat naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme
yang berlebihan yang menyebabkan iskemia lokal. Akibat iskemia akan
menimbulkan gangguan metabolisme energi pada membran sel sehingga akan terjadi
kegagalan ATP-dependent Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik.
Apabila proses ini terus berlanjut maka dapat terjadi ruptur membran sel
yang menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible. Teori force dilatation
mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan darah yang ekstrim pada
eklampsi menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga terjadi
vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang
menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight junction sel- sel endotel
23
pembuluh darah. Keadaan ini akan menimbulkan terjadinya edema vasogenik.
Edema vasogenik ini mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat
menimbulkan kejang pada eklampsi.

4. Superimposed Preeclampsia
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :
- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada sebelum
kehamilan 20 minggu.
- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit
<100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum kehamilan
20 minggu.

5. Hipertensi Kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada
penyakit trofoblastik.
- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil tidak
mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi
kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada beberapa wanita
hamil, tekanan darah yang meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin
merupakan tanda awal terjadinya preeklampsia.
Hipertensi esensial merupakan penyebab dari penyakit vaskular pada > 90%
wanita hamil. Selain itu, obesitas dan diabetes adalah sebab umum lainnya. Pada
beberapa wanita, hipertensi berkembang sebagai konsekuensi dari penyakit
parenkim ginjal yang mendasari
Sedangkan klasifikasi hipertensi kronis berdasarkan JNC VII dapat dilihat pada tabel
2.

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Pre – hipertensi 120 – 139 80 – 89

24
Hipertensi stadium I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stadium II ≥ 160 ≥ 100
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Kronis
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah dapat
meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Jika disertai oleh
proteinuria, maka preeklampsia yang mendasarinya dapat didiagnosis. Preeklampsia
yang mendasari hipertensi kronis ini sering berkembang lebih awal pada kehamilan
daripada preeklampsia murni, dan hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan
sering menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin. Indikator tentang
beratnya hipertensi sudah diperlihatkan pada Tabel 1 dan digunakan juga untuk
menggolongkan preeklampsia yang mendasari hipertensi kronis tersebut.

Dampak Hipertensi

Dampak hipertensi terhadap ibu:


 Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia dan eklampsia).
 Gangguan fungsi ginjal berupa penurunan filtrasi glomerular, kerusakan sel
glomerulus yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria, penurunan sekresi
asam urat, terjadinya oliguria dan anuria.
 Perubahan hematologik bisa berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia,
peningkatan viskositas darah, trombositopenia, gejala hemolisis mikroangiopatik.
 Gangguan pada hepar berupa nekrosis periportal, peningkatan enzim hepar,
subskapular hematoma.
 Perubahan neurologik, berupa nyeri kepala, gangguan penglihatan, hiperefleksia,
kejang eklamptik, perdarahan intakranial.
 Perubahan kardiovaskular berupa peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi
dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
 Gangguan pada paru berupa edema paru.

Dampak hipertensi terhadap janin:


Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme,

25
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Di bawah ini dampak dari
preeklampsia dan eklampsia pada janin:
 Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dan oligohidramnion.
 Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio
plasenta.

Tatalaksana
Penanganan umum, meliputi:
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai
tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah
hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan
darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg
sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10
menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis
labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi
labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau
lebih). Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk
mencari tanda-tanda edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru,
maka pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran
volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan
dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Observasi
tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan
Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah
dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4
pada preeklampsi dan eklampsi adalah:
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit. Diikuti dengan
MgSO4 (50%)5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit yang sama).
Pasien akan merasa agak panas saat pemberian MgSO4.
b. Dosis pemeliharaan

26
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian tersebut
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum pemberian
MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif dan
urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika
frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella negatif dan urin <30 ml/jam.
Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis glukonat
adalah 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan sampai pernafasan
membaik.
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada
eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat janin,
atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea.
3. Perawatan pospartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih >110
mmHg dan pemantauan urin

Pencegahan
Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan meliputi
upaya nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya nonfarmakologi meliputi edukasi,
deteksi prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan upaya farmakologi
mencakup pemberian aspirin dosis rendah dan antioksidan.
1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus dievaluasi pada
masa postpartum dini dan diberi penyuluhan mengenai kehamilan mendatang
serta risiko kardiovaskular mereka pada masa yang akan datang. Wanita yang
mengalami preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi
pada kehamilan berikutnya. Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang
memperberat kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita
berisiko tinggi dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi dalam
kehamilan.
2. Deteksi pranatal dini
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali saat
trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.
27
Kunjungan dapat ditambah tergantung pada kondisi maternal. Dengan adanya
pemeriksaan secara rutin selama kehamilan dapat dilakukan deteksi dini
hipertensi dalam kehamilan. Wanita dengan hipertensi yang nyata
(≥140/90mmHg) sering dirawat inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk
dievaluasi keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Meskipun
pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan tergantung pada
sifat keluhan utama dan biasanya merupakan bagian rencana diagnostik,
pemeriksaan sel darah lengkap dengan asupan darah, urinalisis serta golongan
darah dan rhesus menjadi tiga tes dasar yang memberikan data objektif untuk
evaluasi sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri ginekologi. Hal
tersebut berlaku pada hipertensi dalam kehamilan, urinalisis menjadi
pemeriksaan utama yang dapat menegakkan diagnosis dini pada preeklampsi.
3. Manipulasi diet
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi sebagai
penyulit kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet tinggi kalsium dan
pemberian kapsul dengan kandungan minyak ikan dapat menyebabkan
penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah hipertensi dalam
kehamilan.
4. Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin 60 mg atau
placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan kejadian preeklampsi.
Hal tersebut disebabkan karena supresi selektif sintesis tromboksan oleh
trombosit serta tidak terganggunya produksi prostasiklin.
5. Antioksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat dalam pencegahan
hipertensi kehamilan, terutama preeklampsi. Antioksidan tersebut dapat
berupa vitamin C dan E.

2. Eclampsia

a. Algoritma penegakan diagnosis

28
b. Diagnosis banding
• Gangguan kejang selama kehamilan
• Epilepsi
• Radang otak
• Gangguan metabolisme (mis., Hipoglikemia, hiponatremia)
• Stroke hemoragik
• Stroke iskemik

Gambar 9. Diagnosis banding

29
Tanda dan Eklampsia Hipertensi Ensefalitis Meningitis Epilepsi
Gejala esensial
Tekanan darah Meningkat Meningkat Normal Normal Normal
Kesadaran Menurun Normal Koma Koma Menurun
Demam - - + + -
Gangguan + + - - -
penglihatan
Nyeri + -/+ - + -
epigastrium
Mual muntah + - + + -
Edema + - - - -
Proteinuria + - -/+ - -
Riwayat -/+ + -/+ - -
hipertensi
Tabel 1. Diagnosis banding

c. Diagnosis kerja
Eclampsia

d. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria pada perempuan hamil yang
sebelumnya normotensif setelah kehamilan 20 minggu atau pada periode pascasalin
dini. Eklampsia adalah penderita preeklampsia yang mengalami kejang.

e. Etiologi
• Kelainan vaskularisasi plasenta
• Iskemik plasenta, radikal bebas, dandisfungsi endotel
• Kardiovaskuler
• Genetik
• Stimulus inflamasi

30
f. Epidemiologi
Di Indonesia frekuensi kejadian Preeklampsia sekitar 3-10% (menurut
Triadmojo, 2003) sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa kejadian
preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kvasus per 1.000 kelahiran).
Pada primigravida frekuensi Preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama primigravida muda, pada (tahun 2000) mendapatkan
angka kejadian Preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar
74 kasus (5,1%) dari 1413 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan Preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus
eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun
dengan primigravida (17,5%).
Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan
lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara maju
(0,05%-0,1%).8-9 Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, gravida,
obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang merupakan
faktor risikonya.

g. Faktor risiko
Berikut ini adalah faktor risiko yang dipertimbangkan untuk eklampsia:
 Nulliparitas
 Riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia sebelumnya, dan eklampsia
 Hasil buruk dari kehamilan sebelumnya, termasuk retardasi pertumbuhan
intrauterin, abruptio placentae, atau kematian janin
 Kehamilan multifetal, mola hidatid, hidrop janin, primigravida
 Kehamilan remaja
 Primigravida
 Pasien lebih tua dari 35 tahun
 Status sosial ekonomi yang lebih rendah

Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya juga dianggap sebagai faktor risiko:

 Kegemukan
 Hipertensi kronis
 Penyakit ginjal

31
 Sindrom antibodi thrombophilias-antiphospholipid
 Kekurangan protein C dan kekurangan protein S
 Kekurangan antitrombin
 Gangguan pembuluh darah dan jaringan ikat
 Diabetes gestasional
 Lupus erythematosus sistemik

h. Patofisiologi
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yaitu:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran
darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi dalam kehamilan.
Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin, faktor
Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-selendotel.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai sebagai
berikut:
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal
dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.

32
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah

Gambar 1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh
darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain akan
merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi
oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti
oksidan
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak
meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan amerusak membran sel endotel.

33
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Disfungsi sel endotel
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
yang merupakan vasodilator kuat.
b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk
menutup tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
f) Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama
periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Gambar 2. Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia


4. Teori Adaptasi Kardiovaskular

34
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam
kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini
dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
5. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko
terjadinya preeklampsia/eklampsia.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi
endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan
tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu.
Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi
intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada PE
dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-
activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel,
ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar
berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas
sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda
klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih
dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia
menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang
meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin,
35
hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet
derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6.
Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel yang
diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin,
VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan
sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-
leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia.

Gambar 3. Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi dalam kehamilan

Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang eklamptik


dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan fokus
perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat
motorik di daerah lobus frontalis. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai
etiologi kejang adalah sebagai berikut:
a. Edema serebral
b. Perdarahan serebral
c. Infark serebral
d. Vasospasme serebral
e. Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f. Koagulopati intravaskuler serebral
36
g. Ensefalopati hipertensi

i. Klasifikasi
1) Impending eclampsia: disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah.
2) Tanpa impending eclampsia: tidak disertai gejala-gejala subjektif.
j. Manifestasi klinis
 Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
 Kenaikan kadar kreatinin plasma.
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik.
 Trombositopenia berat: <100.000 sel/mml atau penurunan trombosit dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase.
 Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
 Sindrom HELLP.

k. Pemeriksaan fisik

Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi jantung.
Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi berbaring dapat
mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih rendah. Sebelum
pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10 menit.
Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat 140/90 mmHg
atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan darah

37
diastolik. Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan diastolik
15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan apabila
tekanan darah saat diukur di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak
lagi dianjurkan karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut tidak memiliki
kecenderungan untuk mengalami efek samping merugikan saat kehamilan. Sebagai
tambahan, tekanan darah biasanya menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan
diastolik pada primigravida dengan kehamilan normotensi kadang-kadang naik sebesar
15 mmHg.
Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut juga banyak
terjadi pada wanita hamil yang normotensi. Oedem dianggap patologis bila menyeluruh
dan meliputi tangan, muka, dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu terdapat
pada pasien preeklampsia maupun eklampsia.

l. Pemeriksaan penunjang

- Urinalisa dan kadar asam urat


Pada pemeriksaan urin dapat ditemukan proteinuri ≥ 0,3g protein dalam urin 24 jam
( atau +1 pada uji dipstick) yang dapat mengarahkan kita pada diagnosis
preeklampsia. Kadar asam urat mungkin sedikit meningkat.
- Darah Rutin
Kadar kreatinin darah meningkat pada eklampsia dikarenakan penurunan volume
intravaskular dan penurunan laju filtrasi ginjal (GFR). Creatinine clearance
mungkin kurang dari 90 ml/min/1,73m2.
- Tes Fungsi Hati
Pada pasien eklampsia terjadi peningkatan kadar fungsi hati dikarenakan kerusakan
hepatoselular dan HELLP syndrome, dimana ditemukan:
a. Kadar SGOT pada pasien eklampsia meningkat >72 IU / L.
b. Kadar bilirubin total meningkat > 1,2 mg/dl.
c. Kadar LDH meningkat > 600 IU/L.
- CT Scanning
CT scan kepala, dengan atau tanpa kontras, dapat menyingkirkan trombosis vena
serebri, perdarahan intrakranial, dan lesi SSP, yang semuanya dapat terjadi pada
kehamilan dan datang dengan keadaan kejang. CT scan dilakukan pada pasien
dengan riwayat trauma, atau yang refrakter terhadap terapi magnesium sulfat, atau
dengan keadaan klinis yang atipikal (misalnya, kejang >24 jam setelah melahirkan).

38
Temuan CT scan yang mungkin ada pada eklampsia:
a. Edema serebral
b. Area gray matter hipodens yang difus
c. Bercak hipodens
d. Edema white matter oksipital
e. Hilangnya sulci kortikal yang normal
f. Berkurangnya ukuran ventrikel
g. Cerebral hemorrhage
h. Perdarahan intraventricular
i. Perdarahan parenkim (hiperdens)
j. Infark cerebral
k. Infark pada daerah ganglia basalis
- Transabdominal Ultrasonografi
Transabdominal USG digunakan untuk memperkirakan usia kehamilan. Hal ini
juga dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis solusio plasenta, yang dapat
mempersulit eklampsia.

m. Tatalaksana

Farmakologi
Prinsip penatalaksanaan eklampsia yaitu :
e. Mengatasi kejang.
f. Menurunkan tekanan darah atau mengurangi vasokonstriksi.
g. Meningkatkan diuretik.
h. Mengakhiri kehamilan
Tahap-tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Keadaan darurat (penanganan kejang)
 Pelihara jalan napas
 Miring dan ekstensikan kepala
 Masukkan benda keras diantara gigi
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut. Penderita dierawsat di kamar
isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat
diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur lebar, dengan rail tempat tidur harus

39
dipasang dan dikunci kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita
dan jangan mencoba melepas sudah lidah yang sedang tergigit karena dapat
mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga
agar kepala dan ekstremitas penderita kejang tidak terlalu kuat menhentak benda keras
di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidru harus cukup kendor, guna menghindari
fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan eklampsia

40
b. Pemberian obat anti kejang
Obat anti kejang seperti Magnesium Sulfat (MgSO4) atau yang lainnya seperti
Diazepam dan Fenitoin. Obat anti kejang yang banyak di pakai di Indonesia
adalah magnesium sulfat.
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular akan membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjaidi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Berikut cara pemberian magnesium sulfat;
 Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 IV, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4/5
gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6
jam.
 Syarat pemberian MgSO4 ; harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi
intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc ) IV 3
menit, refleks patella (+) kuat, Frek pernapasan > 16x/m, tidak ada tanda-
tanda distress napas.
 Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah
satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau
fenitoin.
Atau pemberian magnesium sulfat dengan metode :
 Terapi intravena
- Dosis permulaan 4-6 gram IV perlahan dihabiskan dalam 15-20 menit.
- Mulai 2 gr/jam dalam 100 ml IV untuk mempertahankan konsentrasi.
- Ukur magnesium serum antara 4-6 jam, dan infus kembali untuk mengatur
agar konsentrasi serum 4-7 mEq/l.
- Magnesium sulfat hanya diteruskan sampai 24 jam post partum
 Terapi intramuskuler

41
- Dosis permulaan 10 gr/IM, masing-masing 5 gram pada bokong
dalam jarum 20 dan masuk 3 inci (bisa diberikan 1 ml lidokain
untuk mengurangi nyeri saat disuntik magnesium sulfat).
- Bila terjadi konvulsi dalam 15 menit berikan 2 gram tambahan
larutan 20% dengan perlahan-lahan sehingga tidak lebih dari 1
gr/menit.
- Tambahkan selanjutnya dengan dosis rumatan 5 gr/IM tiap 4 jam,
suntikkan dalam kuadran bokong dengan catatan :
 Refleks patella masih (+)
 Tidak terdapat depresi pernapasan
 Produksi urin dalam 4 jam lebih dari 100 cc
- Magnesium sulfat tidak diteruskan selama 24 jam post partum.
- Menurunkan tekanan darah.
Obat anthipertensi. Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia yaitu
;.
Nifedipin
Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu.Dosis maksimum 120 mg per
24 jam. Nifedipin. Tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilataisi
sangat cepat, sehingga hanya boleh per oral.
Klonidine (Catapres)
Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidene 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan
 Jika tekanan diastolik 110 mmHg, berikan 5 mg hydralazine intravena dan
periksa tekanan darah tiap 5 menit
 Jika dalam 20 menit tekanan diastolik tidak turun menjadi 90-100 mmHg
diberikan 10 mg hydralazine intravena dan periksa tekanan darah tiap 5 menit.
Dosis dapat diulangi sampai tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg
Karena hydralazine tidak tersedia di Indonesia maka obat antihipertensi lini
pertama yang digunakan di indonesia yaitu :
 Nifedipine dosis awal 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit. Dosis
maksimum 120 mg dalam 24 jam
Infus dan diuresis

42
 Dapat diberikan infus cairan glukose 5% atau ringer laktat jika tidak ada tanda
perdarahan atau hiponatremia
 Pemberian diuretik tidak bermanfaat untuk menghilangkan edema anasarka,
justru hati-hati dalam pemberian diuretik karena wanita dengan eklampsia
sangat sensitif terhadap penambahan cairan yang mendadak
 Pemberian diuretik diindikasikan jika terdapat edema pulmonum dan harus
disertai dengan monitor plasma elektrolit. Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemide.
Terminasi kehamilan
Usia kehamilan saat ini > 34 minggu
 Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
 Terminasi kehamilan
 Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan
metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah
ini :
- Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- Setelah kejang terakhir.
- Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
- Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
 Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau
kondisi ibu.

43
Gambar 5. Manajemen Hipertensi

Gambar 6. Manajemen Kejang


Non-farmakologi (Terapi Non-medikamentosa)
A. Tirah baring dengan posisi miring ke sebelah kiri (untuk menghilangkan tekanan
rahim pada vena cava inferior → ↑ aliran darah balik→ menambah curah jantung →
↑ aliran darah ke organ vital.
B. Diet:
- Minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ( omega 3 - PUFA)
- Antioksidan (Vit C,E, β karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik.
- Elemen logam berat : Zinc, Mg, Kalsium
Proses persalinan
a) Perawatan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan

44
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien
pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan
yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah
mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya
hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan
janin pada saar dan dengan cara yang tepat.
b) Pengobatan Medikamentosa
- Dosis Awal:
MgSO4 4gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
- Dosis Pemeliharaan:
MgSO4 (40%) 5gr IM dengan 1mL Lignokain (dalam semprit yang sama)
c) Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan
pasca persalinan, bila persalinan pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
d) Proses Persalinan
Pilihan cara melahirkan untuk pasien pre-eklampsia tidaklah selalu seksio sesarea.
Metode melahirkan bergantung kepada usia kehamilan, presentasi janin, status serviks,
dan kondisi ibu-janin. Apabila dimungkinkan, partus per vaginam dengan induksi
kelahiran dapat dilakukan, biasanya dengan ekstraksi forceps atau dapat juga dengan
cara seksio sesarea tergantung indikasi.
Post natal management
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mecapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
- Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
- Mempertahankan kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik atau
parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik.

45
- Antikonvulsan (MgSO4) dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai
tekanan darah terkendali.
- Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan intensif
- Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic >110 mmHg.
Pantau urin terus.

Gambar 7. Pelayanan post-natal

n. Komplikasi

IBU: 1. CVD
2. Decompensatio cordis
3. Edema paru
4. Gangguan fungsi hati
5. Gagal ginjal akut
6. DIC
7. Solutio plasenta
8. Asidosis
9. Kerusakan saraf permanen akibat kejang berulang dan perdarahan
intrakarnial
10. Kebutaan

46
JANIN: 1. Pertumbuhan janin terhambat
2. Prematuritas
3. Gawat janin
4. IUGR
5. Abrusio plasenta
6. Oligohidramnion

o. Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12
jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik,
karena hal ini merupakan gejala penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

p. KIE

Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan meliputi upaya
nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya nonfarmakologi meliputi edukasi, deteksi
prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup
pemberian aspirin dosis rendah dan antioksidan.
 Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus dievaluasi pada masa
postpartum dini dan diberi penyuluhan mengenai kehamilan mendatang serta risiko
kardiovaskular mereka pada masa yang akan datang. Wanita yang mengalami
preeklampsia-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi pada
kehamilan berikutnya. Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang memperberat
kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita berisiko tinggi dapat
menurunkan angka morbiditas hipertensi dalam kehamilan.
47
 Deteksi pranatal dini
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali saat trimester
pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Kunjungan
dapat ditambah tergantung pada kondisi maternal. Dengan adanya pemeriksaan
secara rutin selama kehamilan dapat dilakukan deteksi dini hipertensi dalam
kehamilan. Wanita dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg) sering dirawat
inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk dievaluasi keparahan hipertensi
kehamilannya yang baru muncul. Meskipun pemilihan pemeriksaan laboratorium
dan tindakan tambahan tergantung pada sifat keluhan utama dan biasanya
merupakan bagian rencana diagnostik, pemeriksaan sel darah lengkap dengan
asupan darah, urinalisis serta golongan darah dan rhesus menjadi tiga tes dasar yang
memberikan data objektif untuk evaluasi sebenarnya pada setiap kedaruratan
obstetri ginekologi. Hal tersebut berlaku pada hipertensi dalam kehamilan,
urinalisis menjadi pemeriksaan utama yang dapat menegakkan diagnosis dini pada
preeklampsia.
 Manipulasi diet
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi sebagai penyulit
kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet tinggi kalsium dan pemberian
kapsul dengan kandungan minyak ikan dapat menyebabkan penurunan bermakna
tekanan darah serta mencegah hipertensi dalam kehamilan.
 Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin 60 mg atau
placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan kejadian preeklampsi. Hal
tersebut disebabkan karena supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta
tidak terganggunya produksi prostasiklin.
 Antioksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat dalam pencegahan hipertensi
kehamilan, terutama preeklampsi. Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C dan
E.

48
q. SKDI

3B Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3. Ante Natal Care (ANC)

1. Definisi
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk
ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatal
merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan, sekaligus
upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu. Pelayanan antenatal
sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (Depkes
RI, 2009).

Antenatal merupakan perawatan atau asuhan yang diberikan kepada ibu


hamil sebelum kelahiran, yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan
positif bagi ibu hamil maupun bayinya dengan jalan menegakkan kepercayaan
dengan ibu, mendeteksi komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan
kelahiran dan memberikan pendidikan kesehatan (Depkes RI, 2009).

2. Tujuan Pelayanan Antenatal


Menurut Saifuddin, dkk (2002), tujuan pelayanan antenatal adalah:

1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh


kembang bayi.
2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.

49
3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif.
6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.
Salah satu upaya pokok puskesmas adalah program kesehatan ibu dan anak,
di mana pelayanan antenatal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program
tersebut. Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu selama
masa kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.

3. Standar Pelayanan Antenatal


Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi
adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil secara
memadai dan sesuai standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatal sesuai
standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi (Depkes RI, 2009).

Secara operasionalnya Depkes RI (2009) menentukan pelayanan antenatal


dengan standar pelayanan, antara lain:

1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan


2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4) Ukur tinggi fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6) Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
7) Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
8) Test laboratorium (rutin dan khusus)
9) Tatalaksana kasus

50
10) Temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi serta KB pasca persalinan.
Menurut Sulistyawati (2009), standar pelayanan antenatal dikenal dengan
standar 7T, antara lain:

1) Timbang berat badan


2) Ukur tekanan darah
3) Ukur tinggi fundus uteri
4) Pemberian imunisasi TT lengkap
5) Pemberian tablet besi (Fe) minimal 90 tablet selama kehamilan dengan dosis
satu tablet setiap harinya
6) Lakukan tes penyakit menular seksual (PMS)
7) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

3. Pelayanan Antenatal di Puskesmas


Konsep Pemeriksaan Antenatal

Menurut Depkes RI (2004), puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas


kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas mempunyai tujuan mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang.

Pemeriksaan antenatal di tingkat puskesmas dilakukan sesuai dengan standar


pelayanan antenatal dimulai dengan urutan sebagai berikut :

1) Anamnese, meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan


sebelumnya dan kehamilan sekarang.
2) Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan
kebidanan.
3) Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa.
4) Pemberian obat-obatan, imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tablet besi (Fe)
5) Pennyuluhan tentang gizi, kebersihan, olahraga, pekerjaan dan perilaku
sehari-hari, perawatan payudara dan ASI, pentingnya pemeriksaan
kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih (Depkes RI, 2004).

51
Menurut Manuaba (1998), pemeriksaan antenatal dilakukan sesuai standar
dimulai dengan urutan berikut:

1) Anamnesa, meliputi identitas, keluhan kehamilan, fisiologis dan patologis.


2) Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus
kebidanan.
3) Pemeriksaan psikologis
4) Pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi.
5) Diagnosa kehamilan, meliputi kehamilan normal dan kehamilan dengan
risiko.
6) Penatalaksanaan lebih lanjut, meliputi pemberian obat-obatan dan imunisasi
TT.
7) Memberikan penyuluhan tentang gizi dan pentingnya pemeriksaan
kehamilan serta menjadwalkan pemeriksaan ulang.

Menurut Pinem (2009), alur pelayanan antenatal adalah sebagai berikut:

1) Anamnesis, meliputi identitas ibu, usia kehamilan, riwayat kehamilan dan


persalinan serta status kesehatan.
2) Pemeriksaan fisik, meliputi mengukur tinggi badan dan berat badan,
mengukur vital sign dan pemeriksaan kehamilan.
3) Penyuluhan tentang perawatan diri selama hamil, gizi, perawatan payudara,
senam hamil dan perlunya pemeriksaan kehamilan.
4) Kunjungan ulang, pada dasarnya sama dengan kunjungan pertama dan
memberi konseling sesuai dengan usia kehamilan dan keperluan ibu.

4. Kunjungan Ibu Hamil


Menurut Depkes RI (2009), kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:

1) Minimal 1 kali pada trimester pertama (K1), usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.
2) Minimal 1 kali pada trimester kedua, usia kehamilan 13 sampai 24 minggu.
3) Minimal 2 kali pada trimester ketiga, usia kehamilan > 24 minggu.

52
5. Pelaksana Pelayanan Antenatal
Pelaksana antenatal adalah dokter, bidan (bidan di puskesmas, bidan di desa
dan bidan praktek swasta), pembantu bidan dan perawat yang sudah dilatih dalam
pemeriksaan kehamilan. Pelayanan antenatal di desa dapat dilakukan di polindes,
posyandu atau kunjungan rumah (Depkes RI, 2005).

6. Cakupan Pelayanan Antenatal


Menurut Depkes RI (2009), cakupan pelayanan antenatal adalah persentase
ibu hamil yang telah mendapat pemeriksaan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah
kerja. Cakupan pelayanan antenatal (K1) adalah cakupan ibu hamil yang pertama
kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Angka cakupan K1 dapat diperoleh dari jumlah K1 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu
hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun kali 100%.

Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa cakupan ibu hamil adalah
cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat. Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil
yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4
kali selama kehamilan. Indikator ini dipakai untuk menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah. Angka cakupan K4 diperoleh dari jumlah
K4 dalam 1 tahun dibagi jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun
kali 100 % (Depkes RI, 2009).

Menurut Depkes RI (2005) Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu


dan Anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat
dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan
pelayanan KIA masih rendah.

7. Kebijakan
Menurut Saifuddin, dkk (2002), kebijakan pelayanan antenatal terdiri atas 2,
yaitu: Kebijakan Program

1) Menyediakan sarana pelayanan antenatal yang sesuai dengan standar


pelayanan kebidanan.

53
2) Setiap ibu hamil dibuatkan kartu ibu atau buku KIA untuk mencatat
hasil pemeriksaan kehamilan.
3) Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan.
a. Satu kali kunjungan pada triwulan pertama
b. Satu kali pada triwulan kedua
c. Dua kali pada triwulan ketiga
Kebijakan Teknis

Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap


saat, itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama
kehamilannya.

Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-


komponen sebagai berikut:

1) Mengupayakan kehamilan yang sehat.


2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan
awal serta rujukan bila diperlukan.
3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4) Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan
jika terjadi komplikasi (Saifuddin,dkk, 2002).

54

Anda mungkin juga menyukai