ASKEP STROKE HEMORAGIK and NON - HEMORAGI
ASKEP STROKE HEMORAGIK and NON - HEMORAGI
HEMORAGIK
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan
hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan
pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan
beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan
perusahaan asuransi kesehatan.
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila
ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi juga
menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke
permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit
stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit
stroke.
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat
ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan
kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di
rumah sakit.
Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi
maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi
penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi
keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun
di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan
kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang
menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.
B.TUJUAN
1. Umum
Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan keperawatan pasien
stroke
2. Khusus
a. Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke
b. Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke
c. Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus
C.METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literatur
dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk makalah.
D.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah:
BAB I
BAB II
BAB III :
: Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan yang terakhir
Sistematika Penulisan.
Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada pasien
stroke, dan asuhan keperawatan kasus
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
3. Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema
pembagian stroke menurut patologi serangan stroke
4. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung pada besar dan
letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian
tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak
menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali
ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang
terjadi pada strok hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan dengan
pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan tersebut dapat
dilihat tabel dibawah ini.
Stroke hemisfer kiri Stroke hemisfer kanan
Paralisis tubuh kanan
Defek lapang pandang kanan
Afasia (ekpresif, reseptif atau global)
Perubahan kemampuan intelektual
Perilaku lambat dan kewaspadaan Paralisis tubuh kiri
Defek lapang pandang kiri
Defisit persepsi khusus
Peningkatan distraktibiillitas
Perilaku impulsif dan penilaian buruk
Kurang kesadaraan terhadap defisit
Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897)
Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):
a. Kehilangan motorik
Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari
otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan dan
kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia adalah
paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan). Serta disfungsi motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan
tegak/tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria (kesulitan
dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan)
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan
komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang ditujukan dengan bicara
yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara yang terutama
ekpresif atau represif.
c. Defisit lapang pandang
Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan korteks visual.
Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus hemianopsia/kehilangan setengah
lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer
(kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda)
d. Kehilangan sensori
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual,
fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum terjadi karena respons
alamiah pasien pasien terhadap penyakit.
6. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area
cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian
oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu
dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung
tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke
meliputi (Arif Muttaqin, 2008):
a. Angiografi serebri
Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT Scan
Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infrak
atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. Magnetic Imaging Resnance (MRI)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak
akibat dari hemografik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral,
yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat
diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru W
Sudoyo,2009. hal 892-897).
b. Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin, 2008):
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan
oleh klien TIA
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
c. Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai prognosis
buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut
biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah
prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan
keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W
Sudoyo,2009. hal 892-897):
1) Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat
hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh
tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis,
pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau
hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung
2) Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat
stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi
endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti
pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan berikan oksigen 2-4
L/menit melalui kanul nasal
3) Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah.
Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus
ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi
juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien
ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan
sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran
dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Arif
Mansjoer, 2000. hal 17-26):
1) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam,
jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat
memperhebat edema otak
2) Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
3) Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4) CT scan atau MRI bila alat tersedia.
Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Tindakan
yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK
dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
Pemberian O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan
vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK
b. Diagnosa 2
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil
isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7oC,
RR:16-20 x/menit).
Intervensi Rasionalisasi
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut.
Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hati-
hati pada hipertensi sistolik. Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan
tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan
perjalanan infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila
bergerak atau berbalik di tempat tidur. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi
diri dari efek valsava.
Kolaborasi:
Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular
dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri.
Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen. Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
c. Diagnosa 3
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi,
meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien setiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah
yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit. Gerakan
aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan
pernafasan.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. Untuk memelihara
fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan.
d. Diagnosa 4
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu. Bagi klien dalam keadaan
cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Beri kesempatan untuk menolong diri Mengurangi ketergantungan.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan
ke kamar mandi Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. Meningkatkan
latihan dan menolong mencegah konstipasi
e. Diagnosa 5
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi, klien
mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau
tidak mengerti bahasa sendiri. Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan
menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin
mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada
area Broca).
Bedakan afasia dengan disatria. Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe
gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk
mengklarifikasi. Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya,
komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengklarifikasikan percakapan.
Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan. Memberikan komunikasi dasar sesuai
dengan situasi individu.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi. Meningkatkan pengertian
percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
C. Asuhan keperawatan kasus
1. Kasus
Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit soedarso. Tn
A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun. Keluarga pasien mengatakan ia
tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah jatuh dan terbentur. Klien telah dirawat di IGD
selama 3 hari dan keadaan Tn A membaik sehingga dibawa ke ruangan melati. Tn A
mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo
padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat
dan keluarga
2. Pola gordon
a. Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Indonesia / Melayu
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Jln. Tanjung Raya 2 No.10
Ruang : Melati
No. Rm : 027321
Tanggal masuk : 08 Desember 2012
Tanggal Pengkajian : 11 Desember 2012
Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
Penanggung Jawab : Keluarga pasien
b. Riwayat Kesehatan Klien:
1) Kesehatan masa lalu:
Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang.
2) Riwayat kesehatan sekarang:
a) Alasan utama masuk rumah sakit:
Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012, jam 07.30
wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan klien sulit mengerakan
tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo.
b) Keluhan waktu di data
Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo
padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat
dan keluarga
Tonus : Trophi :
Normal Hipotonus 5 2
Normal Hipotonus 5 2
4) Reflek-reflek
- Reflek Fisiologis
Jenis refleks Kanan Kiri
Refleks biseps Normal Meningkat
Refleks triseps Normal Meningkat
Refleks achiles Normal Meningkat
Refleks patela Normal Meningkat
- Reflek Patologis
Babinski : +
Chaddock : -
Oppenheim : -
Gordon : -
Gonda : -
Schaffer : -
5) Susunan saraf otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Salivasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
g. Data Psikososial :
1) Status emosi.
Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga
2) Konsep diri.
klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu dengan
keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga
3) Gaya komunikasi
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
4) Pola interaksi
Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit
h. Data Sosial :
1) Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP
2) Hubungan sosial
klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit klien pernah
dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat
3) Sosiokultural
Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan.
4) Gaya hidup
Klien mengatakan tidak minum-minuman keras
klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap pagi
i. Data Spiritual :
Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap minggu
Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu sholat, klien dan
keluarga mengkaji tiap malam
j. Data Penunjang :
Cholesterol : 211 mg/dl
Trigliserida : 100 mg/dl
Cholesterol LDL : 157 mg/dl
Cholesterol HDL : 34 mg / dl
BUN : 9 mg/dl
Kreatinin : 0.68 mg/dl
SGOT : 25 u/l
SGPT : 16 u/l
3. Analisa data
No Data senjang Etiologi Problem
1 DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:
4. Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Implementasi Rasional
1 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada
ekstermitas ditandai dengan
DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:
klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Setelah dilakukan
tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:
- klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi
- meningkatnya kekuatan otot
- klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. - Kaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan kerusakan.
- Ubah posisi klien setiap 2 jam.
- Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
- Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
- Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
- Menurunkan risiko luka tekan.
- Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
- Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan
2 Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan
klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga terjadi peningkatan
perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
dengan kriteria hasil:
- klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
- mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
- Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya - Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
- Beri kesempatan untuk menolong diri
- Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
Antarkan ke kamar mandi
- Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas - Membantu
dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
- Mengurangi ketergantungan.
- Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan
kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
- Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
3 Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan klien dapat menunjukkan
pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya. Setelah dilakukan
keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
- terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi
- klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. - Lakukan
metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.
- Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan topik-topik
tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.
- Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien - Klien dapat
kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya.
- Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
- Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi
- Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat
ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan
kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di
rumah sakit. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme serebral, iskemia dan hemoragi
serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan keluarga. Bahkan
penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan pada klien yang menderita stroke
haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan kecacatan yang diakibatkan.
C. Saran
Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit stroke dan
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami penangganan pasien dengan
stroke
Daftar Pustaka
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna
Publishing.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC