Anda di halaman 1dari 30

Paper Neurologi

STROKE ISKEMIK

Oleh:
Namira Ayu Natasya
140100216
Pembimbing
dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu), Sp.S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Stroke
Iskemik”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Aida
Fitrie, Sp.S(K) selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 15 Januari 2019

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1


1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2. Tujuan ................................................................................................1
1.3. Manfaat ..............................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2


2.1. Definisi ...............................................................................................2
2.2. Klasifikasi ...........................................................................................2
2.3. Faktor Resiko ......................................................................................3
2.4. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis...................................................4
2.5. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................7
2.6. Diagnosa Banding ..............................................................................8
2.7. Penatalaksanaan ..................................................................................9
2.8. Komplikasi..........................................................................................22
2.9. Prognosis ............................................................................................22

BAB 3 KESIMPULAN .....................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. 1
Stroke bersifat akut dan menimbulkan gejala defisit neurologis dikarenakan
adanya penyumbatan arteri yang mendarahi otak. Gejala defisit neurologis yang
ditimbulkan beragam, mulai dari hemiparese, hemiplegi, afasia, dan hemineglect. 2
Menurut CDC, stroke iskemik menyumbang 87% dari seluruh kejadian
stroke. 3 Menurut Riskesdas, prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 8,3 per
1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013). Prevalensi stroke lebih tinggi di kota,
pada golongan masyarakat yang tidak bekerja, dan meningkat prevalensinya seiring
dengan pertambahan usia (≥ 75 tahun). 4
1.2 Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas definisi, epidemiologi, faktor
resiko, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosa, diagnosa banding,
penatalaksanaan pencegahan dan prognosis kasus stroke iskemik.
1.3 Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan
pengatahuan dan memperjelas tentang definisi, epidemiologi, faktor resiko,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosa, diagnosa banding,
penatalaksanaan pencegahan dan prognosis kasus stroke iskemik agar kemudian
dapat diterapkan dan dilaksanakan pada praktiknya di lapangan ketika menghadapi
pasien sebagai seorang dokter.
2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular.1 Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada
pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor
seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang
menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam
waktu 24 jam atau lebih.5

Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli. Sumber


emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis, sedangkan tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. 5

2.2. Klasifikasi
Berdasarkan manifestasi klinis stroke iskemik menurut TOAST (Trial of
Org 10 172 in Acute Stroke Treatment) classification dapat diklasifikan menjadi :

1. Atherosklerosis Arteri Besar


Manifestasi klinis konsisten dengan lokasi infark, yaitu korteks, subkorteks,
batang otak, maupun cerebellum. Harus didapati adanya faktor resiko
atherosklerosis seperti coronary artery disease, aortic disease, dan peripheral
arterial disease. 6

2. Small Artery Occlusion


Manifestasi klinis didapati pure motor hemiparesis. Harus didapati adanya
faktor resiko hipertensi atau DM (arterial cause of stroke). 6
3

3. Cardioembolism
Manifestasi klinis konsisten dengan lokasi infark, yaitu korteks, subkorteks,
batang otak, maupun cerebellum. Harus didapati adanya kelainan jantung baik
dari anamnesa, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. 6

4. Other demonstrated cause


hkxManifestasi klinis konsisten dengan lokasi infark maupun lacunar infarct.
Dijumpai pada pasien usia dewasa muda dan memiliki riwayat vaskulitis atau
prothrombotic disorder. 6

5. Cryptogenic
Manifestasi klinis konsisten dengan lokasi infark maupun lacunar infarct.
Dikategorikan cryptogenic apabila tidak dilakukan pemeriksaan penunjang atau
pemeriksaan penunjang negatif atau hasil pemeriksaan penunjang yang tidak
sesuai. 6

2.3. Faktor Resiko


1. Non Modifiable Risk Factor 5
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan/Genetik
2. Modifiable Risk Factor 5
a. Behaviour
 Merokok
 Diet tinggi lemak, garam, asam urat, kolesterol, low fruit diet
 Alkoholik
 Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet,
amfetamin, pil kontrasepsi (Stroke Hemoragik)
4

b. Physiological Rsik Factor


 Hipertensi
 Penyakit jantung
 DM
 Infeksi, arteritis
 Gangguan ginjal
 Obesitas
 Penyakit darah
 Kelainan anomaly pembuluh darah
3. Major Risk Factor 5
a. Hipertensi
b. Merokok
c. DM
d. Kelainan jantung
e. Kolesterol

2.4. Patofisiologi dan manifestasi klinis


2.4.1. Patofisiologi
a. Atherosklerosis arteri besar
Pembentukan atheroma dengan cara deposit lemak dan jaringan ikat pada
lapisan subintimal pada arteri dengan ukuran sedang atau besar. Gangguan pada
permukaan endotel memicu pembentukan thrombus pada lumen arteri dengan cara
aktivasi platelet. Setelah platelet teraktivasi, platelet melepaskan thromboxane A2,
menyebabkan agregasi patelet. Berkumpulnya fibrin pada thrombus mengakibatkan
pembentukan “white thrombus”. Plak dapat mengalami progresi menjadi “red
thrombus” dengan adanya sel darah merah pada “white thrombus”. 7
b. Small artery occlusion
Degenerasi fibrinoid dengan focal enlargement pada dinding pembuluh
darah, invasi foam cell pada lumen, dan ruptur pada dinding pembuluh darah
dikenal sebagai degenarasi fibrinoid atau lipohyalinosis. Oklusi arteri kecil (1–20
mm) yang diskrit dan irregular dikenal dengan lacunes. Lacunes tidak melibatkan
5

defisit pada korteks dan sering didapati pada daerah basal ganglia, thalamus, pons,
kapsula interna, dan cerebral white matter. 7
c. Cardiac embolism
Aritmia dengan ritme AF dan sick sinus syndrome merupakan aritmia
tersering yang menyebabkan stroke. Anterior MI, penyakit jantung rematik, dan
patent foramen ovale juga merupakan penyebab stroke yang potensial. 7
d. Diseksi arteri
Vaskularisasi yang sering terlibat adalah extracranial ICA (segmen
pharyngeal dan distal) dan extracranial vertebral artery (segmen pertama dan
ketiga). Diseksi pada lapisan antara lapisan intima dan media dapat menyebabkan
stenosis, tetapi pada diseksi antara lapisan media dan adventisia menyebabkan
dilatasi aneurisma. Mekanisme dengan cara pembentukan klot pada pembuluh
darah yang terdiseksi dengan embolisasi. 7
e. Penyebab Lainnya
CNS vasculitis, penggunaan obat-obatan yang menyebabkan vasokonstriksi
seperti kokain dan amfetamin. Kelainan darah biasanya diasosiasikan dengan klot
pada vena dan dapat dihubungkan dengan adanya kelainan jantung berupa PFO. 7
6

2.4.2. Manifestasi Klinis


7
Manifestasi klinis yang ditimbulkan bervariasi sesuai dengan letak lesi.
7

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Adanya syarat waktu yang singkat untuk pemberian terapi trombolitik,
memerlukan kemampuan untuk memeriksa klinik yang cepat dan tepat disertai
dengan ketajaman pemeriksaan diagnostik yang akurat untuk menegakkan diagnosa
stroke yang benar. 8
A. Pemeriksaan Penunjang yang Segera harus Dilakukan
1. Elektrokardiogram (EKG) (AHA/ASA, Class I, Level of
Evidence B).
2. Pencitraan otak : CT (ESO, Class IA) non kontras atau MRI (ESO,
Class II) dengan perfusi dan difusi.
3. Pemeriksaan laboratorium darah antara lain, hematologi rutin,
gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Activated Partial
Thrombin Time (APTT), Prothrombin Time (PT), INR (AHA.ASA, Class
I, Level of Evidence B).
4. Pemeriksaan laboratorium di ruang gawat antara lain gula darah
puasa dan 2 jam setelah makan, profil lipid, C-Reactive Protein (CRP), laju
endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin
/ CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit. 8

Rekomendasi persyaratan untuk pencitraan CT kepala pada stroke akut:


a. CT (computed tomography) kepala tanpa kontas
b. Peralatan generasi ketiga atau keempat
c. Ketebalan potongan 540 mm, dengan irisan yang terputus-putus
d. Potongan harus dibuat pada bidang oblik untuk mencegah radiasi ke mata

Kriteria diagnostik pada pencitraan CT kepala pada stroke akut infark: area
hipodens fokal, pada kortikal, subkortikal atau sustantia alba atau grisea yang
dalam, diikuti aoble: teritoral vaskular, atau distribusi watershed, adanya kontras
antara substansia alba dan grisea dan hilangnya sulkus atau pita insular. 8
8

Kriteria diagnostik perdarahan MRI otak pada pasien stroke akut


Kategori Waktu T1-Weighted T2-Weighted
Hiperakut Jam, oksihemoglobin Hipointens Hiperintens
disekitar edema
Akut Hari, Hipointens Hipointens, dikelilingi
deoksihemoglobin batas hiperintens
dengan edema
disekitarnya
Subakut Minggu, terutama Hipointens Hipointens, subakut dini
methemoglobin dengan lebih dominan
methemoglobin
intraselular
Hiperintens, subakut
lanjut dengan lebih
dominan methemoglobin
ekstraselular
Kronik Tahun, hemosiderin Hipointens Hipointens atau batas
hipointens disekelilingi
kavitas cairan hiperintens
Pemeriksaan lain: atherogenic indices dan vascular shear stress (ICA) 8,9,10

2.6. Diagnosa Banding


Untuk membedakan diagnosis banding stroke iskemik dapat dilakukan
pemeriksaan fisik, tes laboratorium, non contrast CT scan dapat dilakukan sebagai
cara diagnosis baku emas. Berikut ini merupakan diagnosis banding dari stroke
iskemik. 11
9

2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Penatalaksanan Umum
2.7.1.1. Penatalaksanaan di ruang gawat darurat
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%
(ESO, Class V, GCP).
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence C).
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen
10

Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi. 8

b. Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan
nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-
obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/
tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar
140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B).
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence C). 8
c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B).
11

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V,
Level of evidence C).
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).
Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator
(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen nondepolarized seperti
vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok
pada ganglion lebih baik digunakan (AHA/ASA, Class III-IV, Level of
evidence C). Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan
otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau
diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
A).
12

x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik


serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan
nyawa dan memberikan hasil yang baik. (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B). 8

d. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). 8

e. Pengendalian Suhu Tubuh


Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5⁰C (AHA/ASA
Guideline)1 atau 37,5⁰C (ESO Guideline).
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi
meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic (AHA/ASA
Guideline). 8

2.7.1.2. Penatalaksanaan di ruang rawat


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
13

b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).


c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah
500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per
derajat Celcius pada penderita panas).
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia. 8

2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K
pada pasien yang mendapat warfarin. 8
14

3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi


a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of
evidence B and C).
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
(AHA/ASA, Level of evidence A).
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin
subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan
(AHA/ASA, Level of evidence A).5 Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan
intraserebral perlu diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang tidak bias
menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam. (AHA/ASA, Level
of evidence A and B). 8

4. Penatalaksanaan Medis Lain


a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin
(AHA/ASA,Class I, Level of evidence C). Target yang harus dicapai adalah
normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa
40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada perdarahan lambung.
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau memandikan pasien
karena dapat mempengaruhi TIK.
15

f, Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.


g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,
Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai
dengan indikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit). 8

2.7.2. Kedaruratan Medik


1. Penatalaksanaan hipertensi 8

a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus
dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah
pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste,
nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.

b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.

c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
16

dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence
B).

d. Hidralasin sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan


tekanan intrakranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.

Golongan / Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian


Obat
Calcium Penyekat 5 mg/jam Awitan cepat (1-5 Takikardi atau
Channel kanal IV menit), tidak bradikardia,
Blocker kalsium terjadi rebound hipotensi,
Nikardipin yang bermakna durasi lama (4-6
Diltiazem jika dihentikan, jam)
Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati atau
renal, potensi
interaksi obat
rendah.
Awitan cepat <1
menit, tidak terjadi
rebound atau
takiflaksis
Vasodilator NO terkait 2,5-10 mg Serum-sickness
Langsung dengan IV bolus like, drug
Hidralasin mobilisasi (sampai 40 induced lupus,
Diltiazem kalsium mg) durasi lama (3-4
dalam otot jam), awitan
polos lambat (15-30
menit)
17

Vasodilator Nitrovasodi 5-100 Awitan 1-2 menit, Produksi


Langsung lator µg/kg/men durasi 3-5 menit methemoglobin,
Nitrogliserin it IV reflex takikardia

2. Penatalaksanaan hipotensi
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Pemberian obat-
obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah
optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada kondisi akut stroke. 8
Golongan / Mekanisme Dosis Kerugian
Obat
Norepinefrin Agonis reseptor 4 µg/ml, dimulai Refleks bradikardia,
α1, α2, β1 1 µg/ml dengan vasokonstriksi sistemik
cara titrasi dapat memperburuk
fungsi end organ
Dopamin Agonis reseptor >10 µg/kg/menit Takiaritmia, nekrosis
α1 pada dosis ekstrernitas karena
tinggi iskemia dengan
ekstravasasi,
peningkatan tekanan
intraokular

2.7.3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut

Penatalaksanaan Stroke Iskemik


1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik
(AHA/ASA, Level of evidence A)
3. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
18

4. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik


darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan (grade A)
5. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
6. Pemberian antikoagulan
7. Pemberian antiplatelet

a. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam setelah
awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence A).

b. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan


(AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).

c. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah


pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence A).5 e. Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi
dengan aspirin, pada stroke iskemik akut, tidak dianjurkan (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence C), kecuali pada pasien dengan indikasi
spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent
stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence A).

8. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi


stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A). (cerebral
blood flow).

9. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg


intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu
dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute
Stroke, ongoing).
19

10.Pemberian terapi UFH atau LMWH direkomendasikan untuk diberikan,


walaupun terdapat infark hemoragik (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B). 8

2.7.4. Terapi Spesifik Stroke Akut


A. Prosedur Aplikasi Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke Iskemik
Akut
Rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaan antara keuntungan dan
kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan rTPA secara umum
memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral
yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat
diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan
(awitan 3 jam pada pemberian intravena dalam 6 jam pemberian intraarterial). 8

1. Kriteria inklusi

 Usia > 18 tahun


 Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
 Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam, AHA guideline 2007 atau
<4,5 jam, ESO 2009)
 Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan
 Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan resiko yang
mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara tertulis dari penderita atau
keluarga untuk dilakukan terapi rTPA

2. Kriteria eksklusi

 Usia>80 tahun
 Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau perburukan defisit
neurologi yang berat
 Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
 Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
 Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
20

 Kejang pada saat onset stroke


 Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post tiktal
 Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya
 Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisik
 Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu sebelumnya
 Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu
sebelumnya
 Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg m. Glukosa
darah <50 mg/dl atau > 400 mg/dl
 Gejala perdarahan subarcahnoid o. Pungsi arteri pada tempat yang tidak
dapat dikompresi atau pungsi lumbal dalam 1 minggu sebelumnya
 Jumlah platelet <100.000/mm3
 Mendapat terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan dengan
peningkatan aPTT
 Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard
 Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
 Wanita hamil
 Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam
terapi antikoagulan hendaklah INR < 1,7

3. Rekomendasi 8

 Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg), 10% dari


dosis total diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai
infus selama 60 menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu
3 jam dari onset (AHA/ASA, Class I, Level of evidance A).1 Pemberian ini
sesuai dengan kriteria inklusi dan esklusi diatas
 Pemberian rTPA dorekomendasikan secepat mungkin yaitu dalam rentang
waktu 3 jam (AHA/ASA, Class I, Level of evidance A) atau 4,5 jam (ESO
2009).
21

 Disamping komplikasi perdarahan, efek samping lain yang mungkin terjadi


yaitu angioedema yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas parsial,
harus diperhatikan. (AHA/ASA, Class I, Level of evidance C).
 Pasien dengan hipertensi yang tekanan darahnya dapat diturunkan dengan
obat antihipertensi secara aman, harus dijaga kestabilan tekanan darah
sebelum memulai rTPA (AHA/ASA, Class IIA, Level of evidance B).
 Pasien dengan kejang pada saat awitan stroke mungkin dapat diberikan
terapi rTPA selama kelainan neurologis yang timbul merupakan akibat
sekunder dari stroke dan bukan merupakan fenomena post ictal dan bukan
merupakan kejang karena epilepsi. (AHA/ASA, Class I, Level of evidance
C).
 Trombolisis intraarterial merupakan terapi alternatif pada pasien tertentu
dengan stroke berat, onset <6 jam dan disebabkan oleh penyumbatan arteri
serebri media yang tidak memenuhi syarat untuk pemberian trombolisis
intravena (AHA/ASA, Class I, Level of evidance B).
 Terapi trombolisis intraarterial harus dilakukan pada pusat pelayanan stroke
yang mempunyai fasilitas angiografi serebral dan ahli intervensi yang
berpengalaman (AHA/ASA, Class I, Level of evidance C).
 Trombolisis intraarterial yang memungkinkan untuk pasien yang
mempunyai kontraindikasi penggunaan trombolisis intravena, seperti
adanya riwayat pembedahan yang baru (AHA/ASA, Class IIA, Level of
evidance C).

B. Rekomendasi NIH tentang Response Time Pasien yang akan Diberikan rTPA di
Unit Gawat Darurat

Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit)

 Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke


 Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis,
permintaan laboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
22

 Didiskusikan oleh tim stroke ( termasuk keputusan dilakukan pemberian


rTPA) waktu < 15 menit
 Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
 Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45 menit
 Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60 menit

C. Protokol penggunaan rTPA intravena

 Infus rTPA 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan 10%
dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit
 Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
 Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus dalam
setiap 30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian tiap jam
hingga 24 jam setelah terapi
 Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah,
hentikan infus (bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan segera
 Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip 30
menit selama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24 jam
setelah terapi
 Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah sistolik >
180 mmHg atau bila diastolik > 105 mmHg; berikan medikasi antihipertensi
untuk mempertahankan tekanan darah pada level ini atau level dibawahnya
(lihat protokol penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut)
 Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter tekanan
intraarterial
 Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum pemberian
8
antikoagulan atau antiplatelet
23

D. Monitor Risiko Perdarahan Selama Pemberian rTPA

1. Kategori perdarahan selama pemberian rTPA

 Perdarahan internal termasuk perdarahan pada intrakranial dan


retriperitoneal atau traktus gastrointestinal, genitourinaria dan respiratoria
 Perdarahan pada permukaan (superfisial) dilihat terutama tempat dilakukan
pemberian rTPA (misal : robekan vena, tempat tusukan arteri, bekas operasi
yang masuh baru)

2. Pemberian rTPA harus segera hentikan bila terdapat perdarahan yang dianggap
serius (misal: perdarahan tidak dapat dihentikan dengan penekanan lokal). 8

2.8. Komplikasi
Komplikasi pada stroke iskemik yang sering dijumpai: edema otak,
pneumonia, UTI, kejang, depresi, bedsores, atrofi otot, dan DVT.12

2.9. Prognosis

Prognosis stroke iskemik ditentukan oleh:

1. Usia, angka mortalitas tertinggi dijumpai pada usia >80 tahun

2. Kesadaran, berbanding lurus dengan angka mortalitas

3. Grade hipertensi, berbanding lurus dengan angka mortalitas

Prevalensi usia pasien stroke tertinggi adalah pada rentang 51-60 tahun
dengan mortalitas 30,3%, lebih rendah dari rentang usia >80 tahun dengan
mortalitas 55,9%. Penurunan kesadaran (80,9% pada pasien koma) dan hipertensi
(47,3% pada pasien dengan tekanan darah diastole 120) berbanding lurus dengan
angka mortalitas. 13, 14
24

BAB 3
KESIMPULAN

Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan
gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam
atau lebih. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat diharapkan akan membantu
dalam pencegahan stroke iskemik menjadi lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Penerbit Yandira Agung Medan. 2003. 1-5p.
2. Mayo Clinic. Stroke. 2018. Available from :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/stroke/symptoms-
causes/syc-20350113
3. CDC. Stroke. 2017. Available from: https://www.cdc.gov/stroke/facts.htm
4. Kemenkes. Riskesdas 2013. Jakarta : Riskesdas:2013:91-99p.
5. Tinjauan Pustaka. 2011. 1-12p. Available from:
http://digilib.unila.ac.id/6513/111/BAB%20II.pdf
6. Adams HP, Biller J. Classification of Subtypes of Ischemic Stroke History of
the Trial of Org 10 172 in Acute Stroke Treatment Classification.
AHA:2015;46:e114-e117.
7. Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netter’s Neurology 2nd edition.
Elsevier Saunders:2012:497-517p.
8. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta : PERDOSSI:2011:40-
129p.
9. Sujatha R, Kavitha S. Atherogenic Indices in Stroke Patients: A Retrospective
Study. Iranian Journal of Neurology.2017;16(2):78-82p.
10. Jeong SK, Lee JY, Rosenson RS. Association between Ischemic Stroke and
Vascular Shear Stress in the Carotid Artery. Journal of Clinical
Neurology.2014;10(2):133-139p.
11. The Internet Stroke Center. Emergency Stroke Evaluation & Diagnosis. AHA.
Available from: http://www.strokecenter.org/wp-
content/uploads/2011/08/Emergency-Stroke-Evaluation-Diagnosis.pdf
12. ASA. Complications After Stroke. 2015.
13. Vohra EA, Ahmed WU, Ali M. Aetiology and Prognostic Factors of Patients
admitted for Stroke. JPMA. 2000.
14. Goulart AC, Fernandes TG, Santos IS, Alencar AP, Bensenor IM, Lotufo PA.
Predictors of Long-term Survival among first-ever Ischemic and
Haemorrhagic Stroke in a Brazillian Stroke Cohort. BMC Neurology.
2013:13:51

Anda mungkin juga menyukai