STROKE ISKEMIK
Oleh:
Namira Ayu Natasya
140100216
Pembimbing
dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu), Sp.S
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Stroke
Iskemik”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Aida
Fitrie, Sp.S(K) selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular.1 Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada
pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor
seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang
menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam
waktu 24 jam atau lebih.5
2.2. Klasifikasi
Berdasarkan manifestasi klinis stroke iskemik menurut TOAST (Trial of
Org 10 172 in Acute Stroke Treatment) classification dapat diklasifikan menjadi :
3. Cardioembolism
Manifestasi klinis konsisten dengan lokasi infark, yaitu korteks, subkorteks,
batang otak, maupun cerebellum. Harus didapati adanya kelainan jantung baik
dari anamnesa, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. 6
5. Cryptogenic
Manifestasi klinis konsisten dengan lokasi infark maupun lacunar infarct.
Dikategorikan cryptogenic apabila tidak dilakukan pemeriksaan penunjang atau
pemeriksaan penunjang negatif atau hasil pemeriksaan penunjang yang tidak
sesuai. 6
defisit pada korteks dan sering didapati pada daerah basal ganglia, thalamus, pons,
kapsula interna, dan cerebral white matter. 7
c. Cardiac embolism
Aritmia dengan ritme AF dan sick sinus syndrome merupakan aritmia
tersering yang menyebabkan stroke. Anterior MI, penyakit jantung rematik, dan
patent foramen ovale juga merupakan penyebab stroke yang potensial. 7
d. Diseksi arteri
Vaskularisasi yang sering terlibat adalah extracranial ICA (segmen
pharyngeal dan distal) dan extracranial vertebral artery (segmen pertama dan
ketiga). Diseksi pada lapisan antara lapisan intima dan media dapat menyebabkan
stenosis, tetapi pada diseksi antara lapisan media dan adventisia menyebabkan
dilatasi aneurisma. Mekanisme dengan cara pembentukan klot pada pembuluh
darah yang terdiseksi dengan embolisasi. 7
e. Penyebab Lainnya
CNS vasculitis, penggunaan obat-obatan yang menyebabkan vasokonstriksi
seperti kokain dan amfetamin. Kelainan darah biasanya diasosiasikan dengan klot
pada vena dan dapat dihubungkan dengan adanya kelainan jantung berupa PFO. 7
6
Kriteria diagnostik pada pencitraan CT kepala pada stroke akut infark: area
hipodens fokal, pada kortikal, subkortikal atau sustantia alba atau grisea yang
dalam, diikuti aoble: teritoral vaskular, atau distribusi watershed, adanya kontras
antara substansia alba dan grisea dan hilangnya sulkus atau pita insular. 8
8
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Penatalaksanan Umum
2.7.1.1. Penatalaksanaan di ruang gawat darurat
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%
(ESO, Class V, GCP).
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence C).
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen
10
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi. 8
b. Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan
nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-
obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/
tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar
140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B).
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence C). 8
c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B).
11
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V,
Level of evidence C).
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).
Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator
(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen nondepolarized seperti
vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok
pada ganglion lebih baik digunakan (AHA/ASA, Class III-IV, Level of
evidence C). Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan
otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau
diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
A).
12
d. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). 8
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K
pada pasien yang mendapat warfarin. 8
14
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus
dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah
pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste,
nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
16
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence
B).
2. Penatalaksanaan hipotensi
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Pemberian obat-
obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah
optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada kondisi akut stroke. 8
Golongan / Mekanisme Dosis Kerugian
Obat
Norepinefrin Agonis reseptor 4 µg/ml, dimulai Refleks bradikardia,
α1, α2, β1 1 µg/ml dengan vasokonstriksi sistemik
cara titrasi dapat memperburuk
fungsi end organ
Dopamin Agonis reseptor >10 µg/kg/menit Takiaritmia, nekrosis
α1 pada dosis ekstrernitas karena
tinggi iskemia dengan
ekstravasasi,
peningkatan tekanan
intraokular
a. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam setelah
awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence A).
1. Kriteria inklusi
2. Kriteria eksklusi
Usia>80 tahun
Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau perburukan defisit
neurologi yang berat
Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
20
3. Rekomendasi 8
B. Rekomendasi NIH tentang Response Time Pasien yang akan Diberikan rTPA di
Unit Gawat Darurat
Infus rTPA 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan 10%
dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit
Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus dalam
setiap 30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian tiap jam
hingga 24 jam setelah terapi
Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah,
hentikan infus (bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan segera
Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip 30
menit selama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24 jam
setelah terapi
Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah sistolik >
180 mmHg atau bila diastolik > 105 mmHg; berikan medikasi antihipertensi
untuk mempertahankan tekanan darah pada level ini atau level dibawahnya
(lihat protokol penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut)
Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter tekanan
intraarterial
Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum pemberian
8
antikoagulan atau antiplatelet
23
2. Pemberian rTPA harus segera hentikan bila terdapat perdarahan yang dianggap
serius (misal: perdarahan tidak dapat dihentikan dengan penekanan lokal). 8
2.8. Komplikasi
Komplikasi pada stroke iskemik yang sering dijumpai: edema otak,
pneumonia, UTI, kejang, depresi, bedsores, atrofi otot, dan DVT.12
2.9. Prognosis
Prevalensi usia pasien stroke tertinggi adalah pada rentang 51-60 tahun
dengan mortalitas 30,3%, lebih rendah dari rentang usia >80 tahun dengan
mortalitas 55,9%. Penurunan kesadaran (80,9% pada pasien koma) dan hipertensi
(47,3% pada pasien dengan tekanan darah diastole 120) berbanding lurus dengan
angka mortalitas. 13, 14
24
BAB 3
KESIMPULAN
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan
gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam
atau lebih. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat diharapkan akan membantu
dalam pencegahan stroke iskemik menjadi lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Penerbit Yandira Agung Medan. 2003. 1-5p.
2. Mayo Clinic. Stroke. 2018. Available from :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/stroke/symptoms-
causes/syc-20350113
3. CDC. Stroke. 2017. Available from: https://www.cdc.gov/stroke/facts.htm
4. Kemenkes. Riskesdas 2013. Jakarta : Riskesdas:2013:91-99p.
5. Tinjauan Pustaka. 2011. 1-12p. Available from:
http://digilib.unila.ac.id/6513/111/BAB%20II.pdf
6. Adams HP, Biller J. Classification of Subtypes of Ischemic Stroke History of
the Trial of Org 10 172 in Acute Stroke Treatment Classification.
AHA:2015;46:e114-e117.
7. Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netter’s Neurology 2nd edition.
Elsevier Saunders:2012:497-517p.
8. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta : PERDOSSI:2011:40-
129p.
9. Sujatha R, Kavitha S. Atherogenic Indices in Stroke Patients: A Retrospective
Study. Iranian Journal of Neurology.2017;16(2):78-82p.
10. Jeong SK, Lee JY, Rosenson RS. Association between Ischemic Stroke and
Vascular Shear Stress in the Carotid Artery. Journal of Clinical
Neurology.2014;10(2):133-139p.
11. The Internet Stroke Center. Emergency Stroke Evaluation & Diagnosis. AHA.
Available from: http://www.strokecenter.org/wp-
content/uploads/2011/08/Emergency-Stroke-Evaluation-Diagnosis.pdf
12. ASA. Complications After Stroke. 2015.
13. Vohra EA, Ahmed WU, Ali M. Aetiology and Prognostic Factors of Patients
admitted for Stroke. JPMA. 2000.
14. Goulart AC, Fernandes TG, Santos IS, Alencar AP, Bensenor IM, Lotufo PA.
Predictors of Long-term Survival among first-ever Ischemic and
Haemorrhagic Stroke in a Brazillian Stroke Cohort. BMC Neurology.
2013:13:51