Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN HALUSINASI

Oleh :

Oky Dini Rinjani (201601021)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK

ST. VINCENTIUS A PAULO

SURABAYA

2018
1. KONSEP DASAR HALUSINASI
1.1 Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. (Budi Anna Keliat, 2009:109)
Halusinasi menurut Yosep yang dikutip oleh Mukhtipah Damaiyanti, (2012:53)
adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun
tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari
kehidupan mental penderita yang “teresepsi”.
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang
disertai respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan,
disimpangkan, atau dirasakan. (Judith M. Wilkinson, 2011:687)

1.2 Etiologi
Menurut Yosep (2010) dikutip oleh Mukhtipah Damaiyanti, (2012:56) faktor
predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien

2
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
schizoferina cenderung mengalami skizoferina. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.

1.3 Tanda dan Gejala Halusinasi


Menurut Hamid (2000) yang dikutip Mukhripah Damaiyanti, (2012:58),
perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara sendiri.
2) Senyum sendiri.
3) Ketawa sendiri.
4) Menggerakkan bibir tanpa suara.
5) Pergerakan mata yang cepat.
6) Respon verbal yang lambat.
7) Menarik diri dari orang lain.
8) Berusaha untuk menghindari orang lain.
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya bebrapa detik.
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13) Sulit berhubungan dengan orang lain.
14) Ekspresi muka tegang.
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17) Tampak tremor dan berkeringat.
18) Perilaku panik.
19) Agitasi dan kataton.
20) Curiga dan bermusuhan.
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

3
22) Ketakutan.
23) Tidak dapat mengurus diri.
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

1.4 Jenis-jenis Halusinasi


Menurut Yosep (2007) dikutip oleh Mukhtipah Damaiyanti, (2012:55)
halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik
dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang
tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita
sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara
tersebut.
2) Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut
akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
3) Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan
tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
4) Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari
halusinasi gustatorik.
5) Halusinasi perabaan (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah
kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
6) Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.

4
7) Halusinasi kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom” atau tungkai
yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia
dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
8) Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.
(1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak sepeti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus pateralis. Misalnya sering
merasa dirinya terpecah dua.
(2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang
dialaminya seperti dalam impian.

1.5 Proses terjadinya halusinasi


Menurut Yosep (2010) dikutip oleh Mukhtipah Damaiyanti, (2012:59) tahapan
halusinasi ada lima fase, yaitu:
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage I: Sleep Disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang menghindar dari lingkungan, takut diketahui
sebelum muncul orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
halusinasi Masalah makin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah
dikampus, drop out. Masalah terasa menekan
karena terakumulasi sedangkan support sistem
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai pemecahan masalah.

5
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
Halusinasi secara umum adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
ia terima sebagai sesuatu berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
yang alami pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering
Secara umum halusinasi datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa
sering mendatangi klien tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersaepsikan klien mulai menarik
diri dari orang lain, dengan intensitas waktu
yang lama
Stage IV: Controlling Klien mencoba melawan suara-suara atau
Severe Level of Anxiety sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.
Stage V: Conquering Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
Panic Level of Anxiety terasa terancam dengan datangnya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal empat jam atau seharian bila
klien tidak mendapat komunikasi terapeutik.
Terjadi gangguan psikotik berat.

1.6 Rentang respons halusinasi


Rentang Respons Neurobiologis menurut Stuart dan Sudden 1998 yang dikutip
oleh Mukripah 2012, hal53

6
Respon adaptif Respon psikososial Respon maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Perilaku disorganisasi
dengan pengalaman atau kurang Isolasi sosial
Perilaku sesuai Perilaku aneh dan tidak biasa
Hubungan sosial Menarik diri

1. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku
1) Pikiran logis: pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat: pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
2. Respons psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.

7
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2) Halusinasi: persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita dan tidak ada
3) Kerusakan proses emosi: perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
negatif yang mengancam.

8
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian.
Isi pengkajian meliputi :
1) Identitas klien,
2) Keluhan utama atau alasan masuk,
3) Faktor predisposisi,
4) Aspek fisik atau biologis,
5) Aspek psikososial,
6) Status mental,
7) Kebutuhan persiapan pulang,
8) Mekanisme koping,
9) Masalah psikososial dan lingkungan,
10) Pengetahuan,
11) Aspek medik.
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam :
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.
Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data
yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang
diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi.
2) Isolasi sosial.
3) Resiko perilaku kekerasam (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal).

9
2.3 Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan


(diri sendiri, orang lain, dan lingkungan)

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial

2.4 Intervensi SP
2.4.1 Bagi pasien
2.4.1.1 SP 1 Pasien
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2) Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4) Mengidentifikasi frekusensi halusinasi pasien
5) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6) Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7) Mengajarkan pasien mengahrdik halusinasi
8) Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
2.4.1.2 SP 2 Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
3) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan bercakap-cakap dengan
orang lain dalam jadwal kegiatan harian
2.4.1.3 SP 3 Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegaiatan harian pasien
2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan di rumah)

10
3) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan kebiasaan di rumah ke dalam
jadwal kegiatan harian
2.4.1.4 SP 4 Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan oba secara
tertatur
3) Menganjurkan pasien memasukkan penggunaaan obat secara tertatur ke
dalam jadwal kegiatan harian
2.4.2 Keluarga
2.4.2.1 SP 1 Keluarga
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan oleh keluarga dalam merawat
pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jenis dan proses
terjadi halusinasi yang dialami pasien
3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
2.4.2.2 SP 2 Keluarga
1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan halusinasi
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung di hadapan pasien
halusinasi
2.4.2.3 SP 3 Keluarga
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (perencanaan pulang)
2) Menjelaskan tindak lanjut pasien setelah pulang

11
2.5 Intervensi
Nama : Diagnosa Medis :
Ruang : No. CM :
Tgl No Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
DP Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Gangguan 1. Klien dapat 1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya
persepsi sensori: membina bersahabat, dengan mengungkapkan prinsip merupakan dasar untuk
halusinasi hubungan saling menunjukkan rasa komunikasi terapeutik: kelancaran hubungan interaksi
percaya senang, ada kontak 1) Sapa klien dengan ramah baik verbal selanjutnya
mata, mau berjabat maupun non verbal.
tangan, mau 2) Perkenalkan diri dengan sopan.
menyebutkan nama, 3) Tanyakan nama lengkap klien dan
mau menjawab salam, nama panggilan yang disukai klien.
klien mau duduk 4) Jelaskan tujuan pertemuan.
berdampingan dengan 5) Jujur dan menepati janji.
perawat, mau 6) Tunjukkan sikap empati dan
mengutarakan masalah menerima klien apa adanya.
yang dihadapi. 7) Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien

12
2. Klien dapat 2.1 Klien dapat 2.1.1 Adakah kontak sering dan singkat Kontak sering tapi singkat selain
mengenali menyebutkan waktu, secara bertahap. membina hubungan saling
halusinasinya isi, frekuensi percaya, juga dapat memutuskan
timbulnya halusinasi halusinasi.
2.1.2 Observasi tingkah laku klien terkait Mengenal perilaku pada saat
2.2 Klien dapat dengan halusinasinya; bicara dan tertawa halusinasi timbul memudahkan
mengungkapkan tampa stimulus, memandang ke kiri atau perawat dalam melakukan
perasaan terhadap ke kanan atau ke depan seolah-olah ada intervensi.
halusinasi. teman bicara.
2.1.3 Bantu klien mengenali Mengenal halusinasi
halusinasinya. memungkinkan klien untuk
1) Jika menemukan yang sedang menghindarkan faktor pencetus
halusinasi, tanyakan apakah ada timbulnya halusinasi.
suara yang didengar.
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan;
apa yang dikatakan.
3) Katakan bahwa perawat percaya
klien mmendengar suara itu, namun

13
perawat sendiri tidak mendengarnya
(dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
4) Katakan bahwa klien ada juga yang
seperti klien.

2.1.4 Diskusikan dengan klien


1) Situasi yang menimbulkan atau Dengan mengetahui waktu, isi,
tidak menimbulkan halusinasi dan frekuensi munculnya
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi mempermudah
halusinasi (pagi, siang, sore, dan tindakan keperawatan klien yang
malam atau jika tersendiri, jengkel akan dilakukan perawat.
atau sedih).

2.1.5 Diskusikan dengan klien apa yang Untuk mengidentifikasi


dirasakan jika terjadi halusinasi (marah pengaruh halusinasi klien
atau takut, sedih, senang) beri
kesempatan mengungkapkan
perasaanya.

14
3. Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1 Identifikasi bersama klien cara Upaya untuk memutuskan siklus
mengontrol menyebutkan tindakan tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi sehingga halusinasi
halusinasinya. yang biasa dilakukan halusinasi (tidur, marah, menyibukan tidak berlanjut.
untuk mengendalikan diri dll)
halusinasinya.

3.2 Klien dapat 3.1.2 Diskusikan manfaat cara yang Reinforcement positif akan
menyebutkan cara dilakukan klien, jika bermanfaat beri meningkatkan harga diri klien.
baru. pujian.

3.3 Klien dapat 3.1.3 Diskusikan cara baru untuk Memberikan alternatif pilihan
memilih cara memutus atau mengontrol halusinasi: bagi klien untuk mengontrol
mengatasi halusinasi 1) Katakan “saya saya tidak mau halusinasi.
seperti yang telah dengar kamu” (pada saat
didiskusikan dengan halusinasi terjadi).
klien 2) Menemui orang lain
(Perawat/teman/anggota
keluarga) untuk bercakap-cakap

15
atau mengatakan halusinasi yang
terdengar.
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-
hari agar halusinasi tidak
muncul.
4) Minta keluarga/teman/perawat
jika nampak bicara sendiri.
Memotivasi dapat meningkatkan
3.1.4 Bantu klien memilih dan melatih kegiatan klien untuk mencoba
cara memutus halusinasi secara memilih salah satu cara
bertahap. mengendalikan halusinasi dan
dapat meningkatkan harga diri
klien.

4. Klien dapat 4.1 Klien dapat Untuk mendapatkan bantuan


dukungan dari membina hubungan 4.1.1 Anjurkan klien untuk memberi keluarga mengontrol halusinasi.
keluarga dalam saling percaya dengan tahu keluarga jika mengalami halusinasi.
mengontrol perawat
halusinasi.

16
4.2 Keluarga dapat 4.1.2 Diskusikan dengan keluarga (pada Untuk mengetahui pengetahuan
menyebutkan saat berkunjung/pada saat kunjungan keluarga dan meningkatkan
pengertian, tanda dan rumah): kemampuan pengetahuan tentang
kegiatan untuk 1) Gejala halusinasi yang dialami halusinasi.
mengendalikan klien.
halusinasi. 2) Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
3) Cara merawat anggota keluarga
untuk memutus halusinasi di
rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
berepergian bersama.
4) Beri informasi waktu follow up
atau kapan perlu mendapat
bantuan: halusinasi terkontrol
dan resiko mencederai orang
lain.

17
5. Klien dapat 5.1 Klien dan keluarga 5.1.1 Diskusikan dengan klien dan Dengan menyebutkan dosis,
memanfaatkan dapat menyebutkan keluarga tentang dosis, frekuensi frekuensi dan manfaat obat.
obat dengan baik. manfaat, dosis dan efek manfaat obat.
samping obat.
5.2 Klien dapat 5.1.2 Anjurkan klien minta sendiri obat Diharapkan klien melaksanakan
mendemonstrasikan pada perawat dan merasakan progam pengobatan. Menilai
penggunaan obat manfaatnya. kemampuan klien dalam
secara benar. pengobatannya sendiri.
5.3 Klien dapat
informasi tentang efek 5.1.3 Anjurkan klien bicara dengan Dengan mengetahui efek
samping obat. dokter tentang manfaat dan efek samping samping obat klien akan tahu apa
5.4 Klien dapat obat yang dirasakan. yang harus dilakukan setelah
memahami akibat minum obat.
berhenti minum obat. 5.1.4 Diskusikan akibat berhenti minum Program pengobatan dapat
5.5 Klien dapat obat tanpa konsultasi. berjalan sesuai rencana.
menyebutkan prinsip 5
benar penggunaan 5.1.5 Bantu klien menggunakan obat Dengan mengetahui prinsip
obat. dengan prinsip benar penggunaan obat, maka
kemandirian klien untuk

18
pengobatan dapat ditingkatkan
secara bertahap.

19
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika


Aditama

Keliat, Budi Anna.(2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:


EGC

Wilkonson, Judith M. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa: Esty Wahyuningsih
(2013). Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai