Anda di halaman 1dari 42

Pola Penggunaan Ruang pada

Kawasan Tepian Sungai di


Denpasar

Laporan penelitian

PENELITI:
Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP
Ir. I Made Suarya, MT
Dr.Ir. Widiastuti, MT

JURUSAN ARSITEKTUR, FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS UDAYANA
2013
POLA PENGGUNAAN RUANG
PADA KAWASAN TEPIAN AIR
(SUNGAI) DI DENPASAR

Tim Peneliti
1.. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP (Ketua)
2. Ir. I Made Suarya, MT
3. Dr. Ir. Widiastuti, MT.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
Halaman Pengesahan

1. Judul Penelitian : Pola Penggunaan Ruang pada Kawasan Tepian Air


(Sungai) di Denpasar
2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP.


b. Jenis Kelamin :L
c. NIP : 19570506 198403 1 001
d. Pangkat/Gol : Pembina, IV/b
e. Jabatan fungsional : Lektor Kepala
f. PS/ Fakultas : Arsitektur/Teknik
g. Alamat : Perum Padang Galeria I No 67 Jl. Tangkuban Prahu,
Denpasar
h. Telp/Faks/E-mail : (0361) 734312/syamsul_alam_paturusi@yahoo.fr

3. Jumlah anggota peneliti : 2 orang


4. Jumlah biaya yang diajukan: Rp.15.000.000

Denpasar, 20 September 2013


Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Ketua Peneliti,

Prof.Ir. I Wayan Redana, MaSc., PhD Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP
NIP 19591025 198603 1 003 NIP. 19570506 198403 1 001

Menyetujui
Ketua Program Studi Arsitektur
Fakultas Teknik
Universitas Udayana

Ir. I Made Suarya, MT


NIP. 19561015 198601 1 001
I. Identitas Penelitian

1. Judul Proposal : Pola Pemanfaatan Sempadan Tepian Air di


Bali
2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Syamsul Aalam Paturusi, MSP.


b. Jenis Kelamin :L
c. NIP : 19570506 198403 1 001
d. Pangkat/Gol : Pembina, IV/b
e. Jabatan fungsional : Lektor Kepala
f. PS/ Fakultas : Arsitektur/Teknik
g. Alamat : Perum Padang Galeria I No 67 Jl. Tangkuban Prahu,
Denpasar
h. Telp/Faks/E-mail : (0361) 734312/syamsul_alam_paturusi@yahoo.fr

3. Anggota peneliti
No Nama Bidang keahlian Fakultas/PS Alokasi waktu
(jam/minggu)
1. Ir. I Made Suarya, MT Arsitektur Teknik/Arsitektur 10 Jam
2 Dr.Ir. Widiastuti, MT Urban Planning Teknik/Arsitektur 10 Jam
4. Objek penelitian: Kawasan tepi air di sungai di Denpasar

5. Masa pelaksanaan penelitian: 1 tahun (Tahun 2013)

6. Anggaran yang diusulkan: Rp. 15.000.000 (Lima belas Juta Rupiah)


7. Lokasi penelitian:. Kawasan Tepian Sungai Badung di Denpasar.

8. Hasil yang ditargetkan : Pola pemanfaatan, jumlah dan jenis pelanggaran di kawasan tepi air
sungai di Denpasar
9. Institusi lain yang terlibat : tidak ada
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas terwujudnya Laporan Penelitian yang berjudul
“POLA PENGGUNAAN RUANG PADA KAWASAN TEPIAN SUNGAI DI DENPASAR”. Penelitian ini
merupakan suatu paket program Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud, sebagai upaya memacu
para pengajar untuk meningkatkan jumlah penelitian dilingkungan jurusan yang dirasakan selama ini
masih kurang.
Berbagai pihak ikut berperan untuk mewujukan hasil penelitian ini, kepada Jurusan Arsitektur yang
mendanai penelitian ini kami mengucapkan terima kasih. Demikian juga mahasiswa S1 dan S2
Arsitektur Unud yang menjadi surveyor lapangan, kami ucapkan terima kasih atas kerjasamanya. Juga
pada teman sejawat di lingkungan Jurusan yang memberikan semangat dan dorongan moral, mari kita
pelihara kekesejawatan yang sudah berlangsung baik ini.
Kritik dan saran perbaikan atas laporan ini tetap terbuka. Terima kasih.

Denpasar 25 September 2013

Ketua Team Peneliti

Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP


NIP. 19570506 198403 1 001
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………….

ABSTRAK………………………………………………………………………………………………………………………………………. 1

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………………………. 2

1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………….. 1


1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………. 3
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………………………………………………………… 4
1.4. Urgensi (Keutamaan Penelitian)…………………………………………………………………………………………….. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………… 5

2.1. Pengertian Tepian Air (waterfront)………………………………………………………………………………………… 5


2.2. Batasan dan Pengertian…………………………………………………………………………………………………………. 6
2.3. Prinsip Pembanguan Kawasan Tepi Air………………………………………………………………………………….. 7
2.4. Peraturan-Peraturan……………………………………………………………………………………………………………… 13
2.5. Titik Perhatian Waterfront…………………………………………………………………………………………………….. 17

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………………………………………………………………….. 19

3.1. Rancangan Penelitian……………………………………………………………………………………………………………. 19


3.2. Lokasi Penelitian……………………………………………………………………………………………………………………. 19
3.3. Jenis dan Sumber Data………………………………………………………………………………………………………….. 20
3.4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………………………………………………………….. 21
3.5. Instrumen Penelitian……………………………………………………………………………………………………………… 21
3.6. Teknik Analisis Data………………………………………………………………………………………………………………. 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………….. 22

4.1. Pola Pemanfaatan Sempadan Sungai…………………………………………………………………………………….. 22


4.2. jenis Jenis Pelanggaran Aturan Smpadan Sungai……………………………………………………………………. 27

BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………………………………………………….. 34

5.1. Simpulan……………………………………………………………………………………………………………………………….. 34
5.2. Saran……………………………………………………………………………………………………………………………………… 34

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………… 35
ABSTRAK
Kawasan tepi air adalah daerah pertemuan antara muka air dan daratan. Muka air yang
dimaksud adalah laut, sungai, dan danau. Kawasan tepian air disebut juga sebagai Waterfront.
Oleh karena Waterfront merupakan pertemuan antara muka air dengan daratan, maka kawasan
Waterfront dijadikan sebagai sumber kehidupan banyak makhluk yang hidup di bumi ini yang
tidak bisa lepas dari air. Dari lokasi Waterfront yang sangat strategis tersebut, tidak jarang
masyarakat menjadikan kawasan Waterfront tersebut sebagai tempat bermukim.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang : Garis
Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai
(pasal 11) pemanfaatan lahan di daerah tepian su gai telah ditentukan. Secara teori daerah
sempadan sungai, laut, dan danau harus bebas bangunan. Tujuannya adalah menjaga
keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Demikian juga Kepmen Kelautan dan Perikanan No
10 tahun 2002, Keppres No. 32 th 1990 telah mengatur penggunaan daerah sempadan sungai,
pantai, dan danau.
Pada era globalisasi ini banyak pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan
sekitarnya yang menyebabkan lingkungan mengalami kerusakan yang nantinya akan
berpengaruh pada kualitas kehidupan manusia itu sendiri. Kawasan tepian air di Bali menjadi
kawasan primadona dalam pembangunan sarana dan prasarana pariwisata seperti hotel, villa,
restoran, mall, dan sebagainya. Dari penggunaan tersebut belum teridentifikasi berapa banyak
fasilitas-fasilitas tersebut melanggar aturan sempadan tepian air. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi tingkat pelanggaran akibat pembangunan yang terjadi di sempadan tepian air
diukur dari peraturan-peraturan yang berlaku tersebut di atas.
Penelitian dirancang sebagai penelitian kualitatif dengan menggunakan field research
sebagai metoda. Field research meliputi pengumpulan data primer melalui survei langsung ke
lapangan. Survei langsung ke lapangan (naturalistic observation) dilakukan untuk mengamati
kondisi yang sebenarnya terjadi di lokasi (natural settings). Lokasi pengamatan dipilih pada
kawasan tepian air yang telah dikembangkan menjadi kawasan pariwisata dan perkotaan..
Untuk tepian sungai dipilih daerah tepian sungai di Denpasar. Berdasarkan kasus-kasus (cases
studies) tersebut akan dievaluasi berapa persen yang melangar aturan, apa jenis pelanggaran,
dan fungsi apa yang dikembangkan pada kawasan tepian air tersebut.
Hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran sejauh mana
pelanggaran sempadan kawasan tepi air yang terjadi di Denpasar sehingga dapat dilakukan
evaluasi secara menyeluruh terhadap pola pembangunan kawasan tepi air di Denpasar untuk
mewujudkan kelestarian lingkungan kawasan tepi air.

Kata Kunci: sempadan, tepian air, sungai, Denpasar.

1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan tepi air adalah daerah pertemuan antara muka air dan daratan. Muka air yang
dimaksud adalah laut, sungai, dan danau. Kawasan tepian air disebut juga sebagai Waterfront.
Oleh karena Waterfront merupakan pertemuan antara muka air dengan daratan, maka kawasan
Waterfront dijadikan sebagai sumber kehidupan banyak makhluk yang hidup di bumi ini dan
tidak bisa lepas dari air. Dari lokasi Waterfront yang sangat strategis tersebut, maka tidak
jarang masyarakat menjadikan kawasan Waterfront tersebut sebagai tempat pemukiman bagi
penduduk.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang : Garis
Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai
(pasal 11) ditentukan Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dilakukan oleh masyarakat untuk
kegiatan-kegiatan tertentu sebagal berikut: a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman
yang diijinkan; b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan; c. Untuk pemasangan
papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rarnbu pekerjaan; d. Untuk
pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon,dan pipa air minum; e. Untuk pemancangan
tiang atau pondasi prasarana jalan /jembatan baik umum maupun kereta api; f. Untuk
penyelenggaraan yang bersifat sosial dan masyarakat yang tidak menimbulkan dampak
merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai; g. Untuk pembangunan
prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
Pada era globalisasi ini banyak pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan
sekitarnya. Sehingga lingkungan mengalami kerusakan yang nantinya akan berpengaruh pada
kualitas kehidupan manusia itu sendiri. Pembangunan kawasan Waterfront haruslah tidak
merusak lingkungan alam yang ada sehingga tema keselarasan dengan lingkungan dapat di
tampilkan. Dalam pembangunan Waterfront, harus memperhatikan faktor – faktor yang
berpengaruh, system pengolahan dan pengelolaan yang sesuai dengan kebutuhan dan didukung
oleh kondisi lingkungan.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17,500 pulau besar dan
kecil dengan panjang garis pantai kurang lebih 8 1. 000 km. Kondisi ini menjadikan Indonesia
sebagai negara dengan kondisi geografis yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah
pantai. Kawasan pantai umumnya sangat menarik para nelayan untuk mendirikan perumahan
karena ingin dekat dengan tempat bekerja mereka sebagai penangkap ikan di laut. Tapi pada
kenyataanya sekarang banyak nelayan yang kesulitan untuk berlabuh di tepi pantai karena

2
sudah banyak bangunan milik perorangan atau badan usaha privat yang didirikan di garis pantai
bahkan menjorok ke laut. Tentu saja fenomena ini telah melunturkan fungsi sosial dari laut
sebagai aset yang merupakan milik seluruh manusia. Kawasan pantai merupakan wilayah yang
sangat rentan terhadap perubahan, balk perubahan akibat ulah manusia maupun perubahan
alam. Desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantai yang seharusnya menjadi
wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya sehingga
kerusakan lingkungan pesisir pun terjadi. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih
jauh, diperlukan adanya kawasan sempadan pantai. Kawasan ini berfungsi untuk mencegah
terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu/merusak
fungsi dan kelestarian kawasan pantai. Garis sempadan pantai ditentukan berdasarkan bentuk
dan jenis pantai daerah yang bersangkutan. Penetapan garis sempadan pantai harus
ditindaklanjuti dengan penegakan hukum (law enforcement) sehingga dapat bersifat tegas
terhadap pelanggaran yang terjadi, untuk semua pihak tanpa kecuali
Kawasan tepian air di Denpasar menjadi kawasan primadona dalam pembangunan
sarana dan prasarana pariwisata seperti hotel, villa, restoral, mall, dan sebagainya. Akibat dari
pembangunan tersebut disinyalir banyak permasalahan lingkungan yang terjadi di kawasan
tersebut. Permasalahan-permasalahan seperti pencemaran lingkungan (polusi air, polusi udara,
dan polusi darat) dapat berdampak buruk terhadap kelestarian dan keindahan di sekitar
lingkungan Waterfront.
Pengaturan terhadap penggunaan kawasan waterfront telah dilakukan terutama
menyangkut penggunaan sempadan tepian air baik berupa sempadan sungai, laut, dan danau.
Mengidentifikasi penggunaan daerah sempadan tepian air perlu dilakukan untuk melihat
seberapa besar pelanggaran-pelanggaran yang diakibatkan oleh pembangunan yang berpotensi
merusak lingkungan kawasan tepian air

1.2. Rumusan Masalah

Pembangunan akan menghasilkan perkembangan baik sosial, ekonomi, budaya maupun fisik.
Namun perkembangan yang tidak terkendali atau tidak terarah akan menghasilkan kondisi yang
tidak diinginkan. Pembangunan kawasan tepi air di Bali mengindikasikan pelanggaran-
pelanggaran penggunaan sempadan sungai, laut dan danau. Untuk itu perlu diidentifikasi
pelanggaran-pelanggaran tersebut yaitu:
1. Bagaimana pola pemanfaatan sempadan tepi air di Denpasar?
2. Apa saja jenis pelanggaran yang dilakukan?

3
3. Strategi apa yang dapat digunakan untuk menghentikan terjadinya pelanggaran sempadan
sungai di Denpasar?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:


1. Mengidentifikasi pola pemanfaatan sempadan tepia air di Denpasar
2. Mengidentifikasi jenis-jenis pelanggaran aturan sempadan sungai, laut, dan danau.
3. Menentukan strategi untuk menghentikan pelanggaran sempadan tepi air di Bali.

1.4 Urgensi (Keutamaan Peneitian)


 Pelanggaran sempadan sungai, akan merusak lingkungan kawasan tepian air yang pada
akhirnya akan merusak lingkungan hidup di Denpasar.
 Penelitian tentang pola pemanfaatan sempadan tepi air dan jenis pelanggaran sempadan
sungai, ini belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini akan merupakan rintisan
penelitian dalam bidang biodiversity, lingkungan, dan sumberdaya alam khususnya di
sempadan sungai
Outcome penelitian ini akan berkontribusi secara praktis dan operasional, karena orientasinya
bersifat preskriptif.

4
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN TEPIAN AIR (WATERFRONT)


Waterfront adalah pertemuan antara muka air dengan daratan. Dalam hal ini, muka air
tersebut dapat berupa lautan, danau, dan sungai. Waterfront juga dipahami sebagai bagian dari
suatu area hunian atau kota yang berbatasan dengan air, khususnya daerah dermaga dimana
kapal-kapal berlabuh (Dictionary of the English Language, 2000). Waterfront juga berarti area
dari suatu kota (seperti pelabuhan atau galangan kapal) sepanjang wilayah perairan kota
(thefreedictionary.com, 2005 ). Didalam RTBL Pemerintah Kota Semarang tahun 1994/1995
dan 1995/1996 pengertian waterfront didifinisikan sebagai usaha untuk mengembalikan daerah
badan air menjadi milik publik. Menurut Breen dan Rigby (1994) fenomena perkembangan
waterfront dimulai tahun 1960 dan memuncak tahun 1970an sampai dengan 1980 an. Faktor
pemicu perkembangan waterfront dimulai dengan adanya kesadaran akan lingkungan air yang
bersih dan secara global sangat berguna untuk menambah daya tarik kota sebagai aset wisata
yang bisa menambah pendapatan.
Beberapa pengertian lain tentang pengertian Waterfront yang diambil dari beberapa pakar
yang kompeten dibidangnya, antara lain:
 Waterfront memiliki arti muka pantai (Kamus Lengkap Teknik inggris-indonesia).
Wilayah waterfront terdiri dari air dan tanah yang sesungguhnya menawarkan dan
menciptakan suatu lingkungan yang unik dan lestari.
 Waterfront merupakan suatu kawasan pertemuan antara darat dan lautan, akan tetapi
yang menjadi perhatian disini ialah daerah tempat aktivitas manusia yang berhubungan
dengan lingkungan darat dan laut.
 Waterfront merupakan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang
secara fisik alamnya berada dekat dengan air, baik berupa darat laut, sungai, maupun
danau dan dimanfaatkan secara optimal.
 Waterfront merupakan salah satu tempat dimuka bumi dan merupakan batas dua
keadaan air dan daratan. Waterfront diartikan sebagai lahan atau area yang terletak
berbatasan dengan air, terutama merupakan bagian kota yang menghadap ke laut,
sungai, danau dan sejenisnya yang dikembangkan dengan sistem tertentu dengan
bangunan memanfaatkan view laut.
Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi
pantai, sungai ataupun danau. Pengertian “waterfront”dalam Bahasa Indonesia secara harafiah

5
adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan. Sedangkan,
urban waterfront mempunyaiarti suatu lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat
wilayah perairan, misalnya lokasi di area pelabuhan besar di kota metropolitan (Wrenn, 1983).
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa waterfront
atau kawasan tepi air adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan
kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa kegiatan dan aktivitas pada area
pertemuan tersebut. Waterfront ialah suatu lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air,
terutama merupakan bagian kota yang menghadap ke sungai dan sejenisnya yang dapat
dijadikan sebagai bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan, dimana yang menjadi
pokok perhatian disini ialah daerah tempat aktivitas manusia yang berhubungan dengan
lingkungan darat dan air yang sesungguhnya menawarkan dan menciptakan suatu lingkungan
yang unik dan lestrari.

2.2 BATASAN DAN PENGERTIAN


Kawasan tepi air : - daerah yang dinamis dan unik dari suatu kawasan (dengan
segala ukuran) di mana daratan dan air sungai, bertemu
(kawasan tepian air) dan harus dipertahankan ke-unik-
annya.
- kawasan yang dapat meliputi bangunan atau aktivitas yang
tidak harus secara langsung berada di atas air, akan tetapi
terikat secara visual atau historis atau fisik atau terkait
dengan air sebagai bagian dari "scheme" yang lebih luas.
Kawasan tepi sungai : - daerah yang dinamis dan unik dari suatu kawasan (dengan
segala ukuran) di mana daratan dan sungai bertemu dan
harus dipertahankan ke-unik-annya.
Pengelolaan lingkungan hidup : upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup.
Hak guna air : hak untuk memperoleh dan menggunakan air untuk
keperluan tertentu.
Prasarana lingkungan : kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
Sarana lingkungan : fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan
dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

6
Reklamasi : merupakan kegiatan merubah areal sungai menjadi daratan.
Abrasi : proses erosi yang diikuti longsoran (runtuhan) pada
material yang masif seperti tebing sungai.

2.3 PRINSIP PEMBANGUNAN KAWASAN TEPI AIR


Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai kesuksesan didalam
pembangunan kawasan tepian air adalah:
 Komponen visual bangunan direncanakan harus sedapat mungkin memanfaatkan
view pantai, sungai,danau dengan teknik dan strategi pemanfaatan tertentu
sehingga tidak terkesan saling berlomba bahkan cenderung menutup view.
 Komponen fungsional, pembangunan kawasan Waterfront sebaiknya mengangkat
dan meningkatkan fungsi-fungsi aktivitas yang telah ada dan berkembang
sebelumnya tanpa melakukan perubahan yang drastic dan tanpa dasar yang jelas.
 Komponen lingkungan, pembangunan kawasan Waterfront haruslah tidak merusak
lingkungan alam yang ada sehingga tema keselarasan dengan lingkungan dapat di
tampilkan.
 Untuk mencapai kesuksesan dalam pembangunan tepian air dipengaruhi oleh :
tema, citra, keorisinilan, fungsi, kebutuhan masyarakat, kelayakan keuangan,
persetujuan lingkungan (environtment), teknologi kontruksi, keefektifan
manajemen, dan perencanaan proyek (L. Azeo Torre,1989)

Fungsi Waterfront
Kawasan tepi air memang memiliki arti dan pengertian yang cukup luas tergantung dari
kondisi kawasan tersebut. Hasil penelitian dari berbagai lokasi di Indonesia menunjukkan
fungsi tepian air adalah sebagai berikut :
a. Kawasan komersial (perdagangan)
b. Kawasan budaya pendidikan dan lingkungan hidup
c. Kawasan peninggalan bersejarah
d. Kawasan pemukiman
e. Kawasan wisata (rekreasi)
f. Kawasan pelabuhan dan transportasi
g. Kawasan pertahanan dan keamanan

7
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kawasan Tepian Air
Didalam pengembangan kawasan tepian air terdapat beberapa faktor – factor yang
dapat mempengaruhi pengembangan kawasan ini. Faktor – factor tersebut adalah :
 Iklim, arah angin, arah arus, banjir, topografi, geologi, fisiografi, hidrologi, struktur
tanah, vegetasi landscape dan lain – lain.
 Melestarikan lingkungan yang ada tanpa mengubah alam, kecuali menambah kualitas
visual, sedapat mungkin tidak menambah kontur, namun pengbangunannya mengikuti
kontur alam yang ada kecuali diperlukan untuk penyesuaian drianse.
 Pengurugan sungai tidak dianjurkan karena dapat mengurangi daya tampung air
sehingga air akan menggenangi jalan dan meningkatkan aliran permukaan.
 Reklamasi sungai tidak dianjurkan karena akan mengurangi kemiringan atau
kelandaian seluruh jaringan saluran kawasan sehingga aliran air terhambat, sedimentasi
dan akhirnya menimbulkan banjir.
Tipikal Kawasan Tepian air
Berdasarkan pada pengalokasian struktur ruang, kawasan tepian air dibagi dalam 3 sub
kawasan yaitu :
1. Sub kawasan pengembangan fasilitas primer, yaitu suatu alokasi penggunaan ruang
dengan konsentrasi kegiatan tinggi. Pada umumnya sub kawasan ini mengarah pada
alokasi komersial dan wisata serta bisnis.
2. Sub kawasan pengembangan fasilitas sekunder, yaitu suatu alokasi penggunaan ruang
yang dutujukan untuk mencukupi kawasan sekitarnya, fasilitas yang dikembangkan
adalah penyediaan ruang untuk kebutuhan primer.
3. Sub kawasan non fasilitas, merupakan kawasan dengan penggunaan campuran
(permukiman, wisata dan industri).
Pembangunan tepi air terdiri dari 3 jenis yaitu :
1. Konservasi, yaitu penggunaan kawasan tepi air pada kawasan lama. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya keberlanjutan fungsi lama.
2. Redevelopment, yaitu mengubah peruntukan yang ada dengan fasilitas dan kapasitas
yang berbeda.
3. Development (pembangunan baru), pembangunan jenis ini biasanya muncul karena
kabutuhan akan perkembangan kota.

8
Struktur Pengembangan
Struktur peruntukkan kawasan kota pantai dapat diarahkan pada 7 (tujuh) pengembangan, yaitu
:
A. Kawasan Komersial (Commercial Waterfront) :
Adapun kriteria pokok pengembangan kawasan komersial di kota pantai adalah :
a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi kawasan pantai
sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi (wisata);
b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi (dinamis);
c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan sarana
bersosialisasi dan berusaha (komersial);
d. Mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui pemberian subsidi.
e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi pantai) kawasan pantai diangkat sebagai faktor
penarik bagi kegiatan ekonomi, sosial-budaya, dll.
B. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education, dan
Environmental Waterfront) :
Kriteria pokok pengembangannya adalah :
a. Memanfaatkan potensi alam sungai untuk kegiatan penelitian, budaya dan konservasi;
b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak hanya untuk
kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik investor;
c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat tentang kekayaan alam tepi
pantai yang perlu dilestarikan dan diteliti.
d. Keberadaan budaya masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan
lingkungan didukung kesadaran melindungi/mempertahankan keutuhan fisik badan air
untuk dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan (keberadaan keragaman biota
laut, profil pantai, dasar laut, mangrove, dll).
e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan ruang kawasan, seperti penyediaan
sarana untuk upacara ritual keagaman, sarana pusat-pusat penelitian yang berhubungan
dengan spesifikasi kawasan tersebut, dll.
f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi dan kemanfaatan air/badan air.

C. Kawasan Peninggalan Bersejarah (Historical/Herritage Waterfront) :


Kriteria pokok pengembangannya adalah :
a. Pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (landscape, situs, bangunan dll) dan/atau
merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda (modern);

9
b. Pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan pembangunan yang sudah
ada guna mempertahankan karakter (ciri) kota;
c. Program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa pengamanan pantai
dengan pemecah gelombang untuk mencegah terjadinya abrasi (melindungi bangunan
bersejarah di tepi sungai), pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk
menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll.

D. Kawasan Wisata/Rekreasi (Recreational Waterfront) :


Kriteria pokok pengembangan kawasan rekreasi/wisata di kota pantai adalah :
a. Memanfaatkan kondisi fisik sungai untuk kegiatan rekreasi (indoor atau outdoor);
b. Pembangunan diarahkan di sepanjang badan air dengan tetap mempertahankan keber-
adaan ruang terbuka;
c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan pariwisata,
terutama pariwisata perairan;
d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna menarik
pengunjung.
e. Pemanfaatan kondisi fisik pantai untuk kegiatan rekreasi.

E. Kawasan Permukiman (Residential Waterfront) :


Kriteria pokok pengembangan kawasan permukiman di tepi sungai adalah :
a. Perlu keselarasan pembangunan untuk kepentingan pribadi (privat) dan umum;
b. Perlu memperhatikan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum.
c. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman
penduduk asli dan kawasan permukiman baru.
d. Pada permukiman/perumahan harus dilakukan upaya penataan dan perbaikan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan. Penempatan perumahan nelayan baru
hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya sekitar dan “market” hasil budidaya
perikanan.
e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman
penduduk asli (lama) antara lain: revitalisasi/penataan bangunan, penyediaan utilitas,
penanganan sarana air bersih, air limbah dan persampahan, serta pemeliharaan drainase.
f. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman baru
antara lain : penataan bangunan dengan memberi ruang untuk public access ke badan air,

10
pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan batas sempadan dari badan air,
program penghijauan sempadan, dll.
F. Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation Waterfront) :
Kriteria pokok pengembangannya adalah :
a. Pemanfaatan potensi pantai untuk kegiatan transportasi, pergudangan dan industri;
b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi kota dengan
memanfaatkan kemudahan transportasi air dan darat;
c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan
hidup;
d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan : pembangunan dermaga, sarana
penunjang pelabuhan (pergudangan), pengadaan fasilitas transportasi, dll.

G. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront) :


Kriteria pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan di tepi sungai :
a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan;
b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus;
c. Pengaturan tata guna lahan (land-use) untuk kebutuhan dan misi hankam.

Pengolahan dan pengelolaan kawasan Tepi Air (Waterfront)


Pengolahan kawasan Tepi Air (Waterfront)dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain sebagai berikut:
 Sebagai kawasan property atau housing dan sebagai pusat kota atau Central Business
Distric (CBD) atau down town. Dalam pembangunan kedua komponen diatas unsure
keindahan/estetika yang paling memegang peran utama.
 Pengolahan dan pengelolaan daerah tepi air (Waterfront) harus dilakukan secara
profesional, seperti mengelola fasilitas-fasilitas yang ada, membuat promosi agar
menarik pengunjung, sampai melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga/instansi
terkait lainnya baik dari pihak pemerintah maupun swasta , terutama bagi daerah yang
baru dikembangkan.
 Pengolahan dan pengelolaan dengan sistem kerjasama pembangunan antara
pemerintah, swasta, dan masyarakat sehingga pembangunan kawasan memenuhi
kebutuhan serta agar pembangunan kawasan tetap berkelanjutan.

11
Strategi penataan dan pengolahan ruang kawasan Waterfront dapat diuraikan
sebagai berikut:
 Penataan ruang yang mampu mengatasi problem pembangunan kawasan serta
meningkatkan taraf kehidupan penduduk setempat, dalam arti penataan ruang tersebut
harus memikirkan warganya sehingga dapat meningkatkan kemampuan menuju kondisi
sosial ekonomi yang lebih baik.
 Penataan ruang yang dapat memberikan peran serta kepada pihak swasta atau lembaga
swadaya masyarakat yang ingin melaksanakan atau menanam modalnya pada kawasan
tersebut, namun tidak merugikan masyarakat/aktivitas setempat yang telah ada
sebelumnya.
 Penataan ruang yang dilakukan melalui pendekatan partisipatif yang menyeluruh,
pendekatan dilakukan melalui tahap perumusan kebutuhan masyarakat untuk mencapai
tujuan, tahapan perencanaan dan tahapan pelaksanaanya.
 Penataan ruang yang bersifat dinamis serta dapat diuji kemanfaatannya dan
ketepatgunaanya berdasarkan criteria cepat tanggap, terbuka dan dapat diterima oleh
masyarakat setempat serta kesinambungan.
Strategi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan dan pengolahan kawasan waterfront adalah
sebagai berikut:
 Menciptakan keterkaiatan tata air, tata hijau, tata ruang, dan tata peruntukan lahan
dalam skala tata kota terpadu.
 Menciptakan elemen-elemen peneduh dalam skala kawasan melalui perancangan jalur-
jalur pedestrian yang dipayungi dengan elemen-elemen peneduh berupa pergola,
perancangan landscape perairan dan vegetasi pada ruang-ruang terbuka, perancangan
material permukaan jalan yang dapat meresapkan air.
 Menciptakan elemen-elemen peneduh dengan system beranda dalam skala bangunan
berupa atrium, selasar, balkon, plaza, taman, dan penyelesaiuan dinding serta cekungan.
 Merancang bangunan yang mengoptimalkan pemakaian penghawaan alami serta
menghindarkan terjadinya radiasi panas yang tersimpan dalam dinding bangunan.
 Mengendalikan tata aliran udara dari dan menuju kawasan perkotaan melalui penataan
koridor-koridor dan kantong-kantong ruang terbuka bagi sirkulasi angin untuk
menghindari terjadinya heat island pada kawasan sumber terjadinya peningkatan suhu.
 Menciptakan jaringan ruang terbuka dan vegetasi dalam skala kawasan kota.

12
Pengembangan kawasan Waterfront memiliki beberapa permasalahan umum
yang sering dihadapi. Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
 Masalah Perundangan dan Peraturan
Perundangan dan peraturan yang berkaitan dengan kawasan tepian air di Indonesia
melibatkan berbagai instansi dan tingkat kepentingan yang berbeda. Kadangkala antara
peraturan dan perundangan ini saling tumpang tindih. Implikasinya adalah pada tataran
kewenangan dan tanggung jawab penanganan yang kurang jelas.
 Masalah Peruntukan Ruang dan Bangunan
Penetapan penggunaan ruang dan bangunan di kawasan tepian air masih diperdebatkan
hingga saat ini. ada pendapat bahwa peruntukan ruang dan bangunan di kawasan tepi
air hanya untuk fungsi tertentu berdasarkan karakteristik khas kawasan tepian air,
misalnya untuk fungsi-fungsi lindung dan penghijauan atau fungsi-fungsi yang hanya
ada kaitannya dengan air. Disisi lain berpendapat, penggunaan ruang dan bangunan
diserahkan saja pada kesesuaian lahan dan permintaan pasar. Pendapat lainnya,
didasarkan pada keterbatasan lahan-lahan kawasan tepi air, sehingga harus dinikmati
dan digunakan oleh siapa saja.
 Masalah Kepadatan, Estetika, dan Keselamatan Bangunan
Ketiga masalah ini saling berkaitan dan paling sering dijumpai pada hampir sebagian
besar kawasan tepian air di Indonesia. Dimasa lalu kawasan ini merupakan kawasan
“belakang” yang kurang diperhatikan dan kurang terjamah oleh perencanaan.
Kepadatan bangunan dikawasan tepian air, selain berdampak pada masalah lingkungan,
juga pada masalah estetika dan masalah keselamatan bangunan dan penghuninya.

2.4 PERATURAN – PERATURAN


Peraturan daerah Bali yang mengatur tentang Waterfront terdapat pada Peraturan
Daerah pasal 20 yang isinya sebagai berikut :
(1) Kawasan konservasi sepanjang Sungai atau sempadan bangunan terhadap sungai diukur
dari tepi sungai ke arah bangunan yang jaraknya ditentukan dengan Peraturan Daerah.
(2) Kawasan sekitar mata air yang meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200
M sekitar mata air.

13
2.5 PERMASALAHAN UTAMA KAWASAN TEPIAN SUNGAI
1. Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap kegiatan manusia,
sama halnya pada waterfront, pencemaran lingkungan juga menjadi salah satu masalah
pokok. Pencemaran lingkungan seperti polusi pada air, udara maupun tanah merupakan
yang paling utama yang harus dicari solusinya. Pencemaran lingkungan tidak hanya timbul
dari limbah rumah tangga, namun juga perusahaa-perusahaan besar (garmen, bengkel) yang
membuang limbah secara sembarangan di air. Kadang kala limbah yang dibuang tidak
diproses terlebih dahulu sebelum dibuang. Sehingga lebih cepat berdampak kepada
pencemaran lingkungan.
2. Peningkatan jumlah penduduk
Bantaran sungai merupakan daerah yang produktif. Maka tidak salah jika banyak orang
yang datang untuk bermukim disana, tentunya jumlah penduduk yang datang tidak dapat
dikontrol dengan tepat. Semakin banyak atau semakin besar daerah waterfront tersebut,
semakin membuat banyak penduduk yang datang untuk bermukim. Tentu saja semakin
lama maka akan menyebabkan tingkat kepadatan penduduk yang menyebabkan kebutuhan
akan lahan bertempat tinggal semakin banyak.
3. Aksesibilitas publik
Akses umum seperti sekolah, rumah sakit maupun jalan besar untuk publik sulit diakses
karena area tersebut lebih banyak digunakan untuk areal permukiman sehingga tidak ada
fasilitas-fasilitas penunjang dalam kesehatan dan pendidikan.

Permasalahan utama kawasan bantaran sungai dapat dibagi atas 7 (tujuh) kategori :
1. Permasalahan Fisik Lingkungan
a. Adanya sedimentasi sehingga garis sungai sering berubah, yang mengganggu aktivitas
yang sedang maupun akan berlangsung. Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan
sehingga aliran air terganggu.
b. Muka air tanah tinggi dan merupakan fungsi retensi menyebabkan sering terjadi
genangan banjir, run-off rendah, lingkungan korosif, serta tingginya intrusi air laut ke air
tanah.
c. Tata guna lahan dan pembangunan fisik yang tidak sesuai karakteristik bantaran sungai
akibat adanya kompetisi lokasi yang berhadapan dengan air. Hal ini mengakibatkan
konflik kepentingan antara kawasan konservasi dan komersial.

14
e. Dilihat dari kondisi klimatologinya, kawasan tersebut mempunyai dinamika iklim, cuaca,
angin, dan suhu, serta mempunyai kelembaban tinggi.
f. Pergeseran fungsi tepi sungai mengakibatkan timbulnya :
- Gejala erosi tanah yang terus meningkat sehingga terjadi pedangkalan sungai.
- Jumlah air permukaan menuju badan air naik, sehingga timbul banjir.
- Pertentangan kepentingan.
- Meningkatnya pencemaran air berakibat pada penurunan hasil perikanan.
- Potensi sungai sebagai objek wisata sukar dimanfaatkan karena kecenderungan
menurunnya estetika lingkungan.
- Potensi sungai sebagai sumber air bersih penduduk menjadi tidak ekonomis lagi
karena membutuhkan biaya tinggi untuk proses penjernihannya.

2. Permasalahan Flora dan Fauna


Permasalahan flora dan fauna adalah terancamnya keberadaan flora dan fauna spesifik
akibat meningkatnya aktivitas perkotaan yang tidak berwawasan lingkungan.

3. Permasalahan Ekonomi, Sosial dan Budaya


a. Pengembangan kawasan sering mengabaikan keberadaan penduduk setempat sehingga
sering muncul konflik kepentingan antara kepentingan sosial dan komersial.
b. Untuk kawasan yang mempunyai nilai budaya dan peninggalan sejarah, sering terjadi
konflik/friksi kepentingan antara kepentingan konservasi dan pengembangan kawasan.
c. Mayoritas penduduk golongan ekonomi lemah dengan latar belakang pendidikan relatif
terbatas dan pengetahuan akan lingkungan sehat, serasi, teratur dan berkelanjutan
cenderung masih kurang dan terjadi kebiasaan 'tidak sadar lingkungan' dan cenderung
kurang memperhatikan bahaya dan resiko.

4. Permasalahan Perumahan dan Permukiman


a. Sebagian besar perumahan nelayan dan perumahan di atas air belum memenuhi standar
persyaratan kesehatan, kenyamanan, keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan
lingkungan.
b. Kondisi lingkungan sungai kurang mendukung, sehingga perlu penyelesaian sistem
struktur tepat guna pada kondisi sungai,
c. Kecenderungan pengembangan kawasan pemukiman, terutama di atas air akan bersaing
dengan lajunya pengembangan wilayah komersial.

15
d. Belum adanya pengaturan perencanaan, pelaksanaan, juga pengawasan dan pemeliharaan
kawasan perumahan di pantai, terutama perumahan di atas air.
e. Belum maksimalnya teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan ini, baik dari
aspek fisik bangunan, maupun teknologi sistem pendukungnya. Alternatif-alternatif
teknologi yang dapat diterapkan umumnya relatif modern dan cenderung memakan biaya
tidak murah, sehingga menjadi tidak efektif, mengingat daya jangkau relatif terbatas.
Perlu beberapa teknologi murah dan tepat guna;
f. Tidak didukung penyediaan material berkualitas yang cukup (jumlah semakin terbatas
dan relatif semakin mahal);

5. Permasalahan Prasarana dan Sarana Lingkungan


a. Drainase kawasan sulit menggunakan sistem gravitasi, karena merupakan kawasan datar.
Penanganan drainase tersebut dipengaruhi oleh kondisi hinterland kawasan, curah hujan,
tingkat run-off, dan pasang-surut air laut. Upaya yang diperlukan antara lain
memperlancar aliran air melalui pompanisasi, sistem polder, pengurugan dsb.
b. Pembuangan air limbah yang bermuara di sungai, mengakibatkan badan air
terkontaminasi. Pengaturan perlu mempertimbangkan pengendalian pencemaran air (PP
No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Permen 45/PRT/1990 tentang
Pengendalian Mutu Air Pada Sumber-Sumber Air).
c. Penyediaan air bersih dengan memanfaatkan sumber air setempat biasanya payau dan
mempunyai salinitas tinggi, tidak layak dikonsumsi. Perlu upaya penyediaan air bersih
yang tidak mengganggu keseimbangan sumber air baik kualitas maupun kuantitasnya
(PP No. 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air, Permen PU No 49/PRT/1990 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan Air dan atau Sumber Air).
Pada kawasan di atas air yang telah terlayani jaringan air bersih/minum kota pada
umumnya mempunyai permasalahan pada sering terjadinya kerusakan jaringan
perpipaan sebagai akibat perilaku hempasan ombak dan korosi.
d. Terbatasnya ruang bagi lokasi TPA dalam penanganan sampah akan berakibat
terbatasnya ruang pembuangan alamiah, yang akan menyebabkan polusi air tanah.
e. Prasarana jalan lingkungan, perlu mendapat perhatian serius.
- Pola dan jaringan jalan yang tidak teratur (organik);
- Persyaratan konstruksi jalan yang relatif tidak memenuhi syarat;
- Penerangan jalan, terutama di malam hari nyaris tidak ada sama sekali;

16
f. Prasarana (peralatan dan mekanisme) penanggulangan bahaya, baik kebakaran maupun
bencana alam tidak ada sama sekali.
g. Keberadaaan perumahan kebanyakan menghalangi 'public domain'

6. Permasalahan Pengelolaan Kawasan


a. Otorisasi pengelolaan kawasan menyebabkan terjadinya eksklusivisme yang
mengakibat-kan adanya konflik antara kegiatan komersial dan sosial.
b. Otorisasi kegiatan khusus mempunyai potensi terjadinya konflik pemanfaatan ruang
dengan kawasan sekitarnya.
7. Permasalahan Status Hukum (Legalitas) Kawasan
a. Meskipun eksitensi fisik diakui, namun pengakuan dan dukungan secara hukum masih
terkesan ragu-ragu, yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor:
- Pengertian sempadan pantai masuk dalam kelompok kawasan lindung, sebagaimana
tercantum dalam UU No.24/1992 (penjelasan pasal 7 ayat 1).
- Pengertian permukiman : bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perdesaan maupun perkotaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan (Sumber : UU No.4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman).
- Pengertian persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan dan
rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau hunian untuk membangun, hanya
dapat terwujud di atas sebidang tanah yang disebut kavling tanah matang (interpretasi
UU No.4/1992 Bab I - pasal 1).
b. Karena kawasan di atas air tumbuh tanpa aturan yang jelas dengan sendirinya status
hukumnya menjadi tidak jelas.
c. Belum memungkinkan menjadikan bangunan/sarana dan prasarana sebagai jaminan/
agunan kredit, khususnya pada lembaga-lembaga keuangan/perbankan yang ada;

2.6 TITIK PERHATIAN WATERFRONT


Dari hasil pemaparan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dijelaskan beberapa hal
yang menjadi titik perhatian dari Waterfront yaitu:
 Garis sempadan sungai,
Garis sempadan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah garis batas kawasan tepi air
dengan daerah disekitarnya. Dalam hal ini, garis sempadan biasanya berjarak + 10 m.

17
 Keragaman hayati
Maksud dari keragaman hayati dalam titik perhatian ini adalah melindungi dan menjaga
keanekaragaman hayati di sekitar kawasan Waterfront. Untuk itu pembangunan di kawasan
Waterfront harus memperhatikan faktor – faktor yang berpengaruh, sistem pengolahan dan
pengelolaan yang sesuai dengan kebutuhan dan didukung oleh kondisi lingkungan.
 Public’s domain
Kawasan Waterfront adalah salah satu kawasan umum yang dirancang oleh pihak swasta
maupun pihak pemerintahan yang fungsinya untuk dapat dinikmati oleh masyarakat umum
sebagai permukiman.

18
BAB III METODA PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dirancang
dengan penekanan pada penelitian lapang (Field Research). Pada rancangan penelitian ini
peneliti datang ke lapang untuk mengamati apa yang terjadi di tempat secara alami (in situ).
Dalam penelitian jenis ini para peneliti lapang mencatat, memberi kode dan menganalisis
dalam berbagai variasi cara. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pengamatan akan
dilakukan terhadap beberapa hal:
 Jumlah pelanggaran yang terjadi pada tiap kelompok kasus studi
 Jenis pelanggaran yang terjadi
 Fungsi-fungsi yang melanggar sempadan
Untuk melakukan penelitian ini skematik pemikirannya adalah sebagai berikut.

Kelompok Kawasan Tepi air:


1. Sungai Pemanfaatan:
2. Laut Tidak dimanfaatkan

Pemanfaatan:
Dikembangkan kegiatan

Tidak ada Pelanggaran

Ada Pelanggaran

JenisPelanggaran:
1. Tidak ada ijin
2. Menggunakan sempadan
3. Mengembangkan fungsi
lain yang dilarang
peraturan

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian akan dilakukan di beberapa titik kawasan tepi air yang telah dikembangkan
menjadi kawasan pariwisata. Berdasarkan kelompoknya lokasi penelitian akan dilakukan di:

19
Gambar 1. Lokasi Penelitian

3.3. Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang
didukung pula oleh data kuantitatif sesuai dengan penelitian field research yaitu Place.
Place adalah sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak
(Arikunto, 1998:80-81).

Penelitian lapang ini menekankan pada SYSTEMATIC OBSERVATION


TECHNIQUES (Babbie, 2010) sehingga beberapa hal yang akan menjadi perhatian penting
adalah: validitas dari peneliti, instrument penelitian, dan responden. Jenis data yang akan
diobservasi adalah:
 Jarak bangunan dengan garis sungai, pantai, dan danau
 Fungsi-fungsi yang ada di kawasan tepian air
 Fungsi yang dikembangkan dalam sempadan tepi air

20
3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


 Observasi atau pengamatan merupakan alat pengumpul data yang harus dilakukan
secara sistematis yaitu hasil pengamatan dicatat menurut prosedur dan aturan-aturan
tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti yang lain. Observasi ini
merupakan tipe non partisipan yaitu peneliti mengamati kondisi objek penelitian dalam
keadaan alamiah tetapi peneliti tidak menjadi atau bukan sebagai bagian dari keadaan
alamiah tersebut (S. Nasution, 2004, Metode Research (Penelitian Ilmiah): 106-109).
Peneliti mengumpulkan data dengan cara melihat, mengamati, serta mengambil
dokumentasi langsung ke lapangan. Observasi yang akan dilakukan adalah mengisi
checklist dengan keadaan yang real.

 Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk memperoleh data yang akurat mengenai jarak tepi luar
bangunan dengan garis sungai, pantai,dan danau sehingga bisa dianalisis terhadap
Kepmen Kelautan dan Perikanan No 10 tahun 2002, Keppres No. 32 th 1990, dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993.

3.5. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian memiliki keterkaitan dengan metode penelitian yang akan
digunakan. Instrumen merupakan alat pengambil data pada waktu peneliti menggunakan
suatu metode. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
 Check list pada saat menggunakan teknik observasi dan dokumentasi.
 Alat dokumentasi berupa kamera digital.

3.6. Teknik Analisis data


Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:
a) Idebntifikasi secara sistematik dan mengatogikan berdasarkan spesifikasi lokasi;
b) Menghitung jumlah kasus-kasus yang melanggar aturan sesuai dengan aturan-aturan
yang berlaku
c) Membuat tabulasi;
d) Manyimpulkan hasil test

21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pola Pemanfaatan Sempadan Sungai


A. Segmen Kumbakarna-Jl. Gajah Mada

Segmen ini didominasi oleh penggunaan permukiman lama yang tumbuh sepanjang
tepi sungai. Pada ujung pertemuan antara sungai dan jalan dimana terdapat jembatan
berkembang fungsi komersial dan ritual. Di ujung sungai di Jalan Kumbakarna terdapat pasar
sedang di ujung sungai di tepi Jalan Gajah Mada di bagian timur terletak Pura Puseh dan Pura
Desa Desa Adat Denpasar. Di bagian barat terdapat pertokoan. Rendahnya aksesibilitas di
sisi timur sungai menyebabkan sulitnya permukiman berubah menjadi fungsi lainnya.

Pasar dan toko

Permukiman

Toko Pura

Bila dihitung dari kuantitas luas penggunaan lahan 70% panjang tepi sungai digunkan
untuk permukiman, 20% untuk komersial dan 10% untuk ritual. Pola penggunaan lahan tepi
sungai ini menunjukan bahwa fungsi ritual tetap menempati posisi yang penting dalam
kehidupan masyarakat Denpasar.

22
B. Segmen Jl. Gajah Mada- Jl. Hasanuddin
Keseluruhan fungsi yang tumbuh pada segmen ini adalah fungsi komersial yang
didominasi dua pasar tradisional yaitu Pasar Badung di didi timur dan Pasar Kumbasari di sisi
barat sungai. Seluruh luas lahan pada segmen ini digunakan untuk komersial. Namun bila
diteliti lebih lanjut maka terdapat lahan-lahan di dalam fungsi tersebut yang digunakan untuk
fungsi ritual seperti Pura Melanting di Pasar Badung dan Pasar Kumbasari.

Pura

Pura

C. Segmen Jl. Hasanuddin- Bukit Tunggal


Berbeda dengan segmen sebelumnya, penggunaan lahan pada segmen ini didominasi
oleh permukiman terutama permukiman non permanen. Pada beberapa bagian pada segmen ini
antara permukiman dengan bantaran sungai dipisahkan dengan jalan inspeksi. Pada bagian
semacam itu terlihat permukimannya lebih teratur dan permanen. Sedangkan pada bagian yang
tidak berada di tepi jalan kondisi permukiman cenderung kumuh.

D. Segmen Jl. Pulau Ron- Jl. Teuku Umar


Pola penggunaan lahan pada segmen ini hamper sama dengan pada segmen sebelumnya.
Fenomena bagian yang berada di tepi jalan lebih rapi dari yang tidak di tepi jalan juga terjadi
di segmen ini.

23
E. Segmen Jl. Teuku Umar- Bendungan Tukad Badung
Segmen ini didominasi oleh penggunaan komersial. Kondisi ini dipicu oleh dekatnya
sungai dengan jalan utama kota yaitu jalan Diponegoro. Dengan demikian kapling pada segmen
ini banyak yang memiliki dua wajah yaitu sisi sungai dan sisi jalan utama.

24
F. Pembahasan
Tersedianya jalan akses menuju segmen tepi sungai merupakan faktor utama yang
memengaruhi pola penggunaan kawasan tepia air di Kota Denpasar. Semakin tinggi tingkat
aksesibilitas lahan maka fungsi yang berkembang di lahan tersebut semakin komersial.
Demikian juga dari kualitas bangunan dan lingkungan permukiman. Semakin tinggi
aksesibilitas lahan maka semakin baik pula kualitas bangunan dan lingkungannya. Titik di
segmen jalan Gajah Mada-jalan Hasanuddin merupakan segmen dengan aksesibilitas tertingg.
Maka di segmen itulah kualitas bangunan dan lingkungan terbaik di antara segmen lain.
Semakin mendekati segmen tersebut maka semakin baik pula kualitasnya.

25
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat aksesibilitas maka penggunaan lahan
semakin didominasi oleh fungsi komersial dan semakin baik kualitas bangunan dan
lingkungannya dan sebaliknya.

Tingkat aksesibilitas Fungsi Bangunan Lingkungan


Tinggi Komersial Permanen Baik
Rendah Lahan kosong Tidak permanen Kumuh

26
4.2. Jenis-jenis Pelanggaran Aturan Sempadan Sungai
A. Segmen Kumbakarna-Jl. Gajah Mada
Terdapat dua karakter fisik di segmen ini yaitu sisi yang memiliki jalan dan sisi yang
tidak memiliki jalan. Pada sisi yang memiliki jalan (sisi barat), bangunan didirikan setelah
badan jalan. Dengan demikian sempadan sungai tidak digunakan untuk bangunan. Sedangkan
pada sisi yang tidak memiliki (sisi timur) jalan bangunan pada umumnya dibangun pada daerah
sempadan.

Sisi tanpa jalan

Sisi dengan jalan

POHON
PERUMAHAN
SENDERAN SUNGAI

14M

JALAN KAPUR 5M
SUNGAI

PEMUKIMAN KUMUH u
Dengan kata lain pada sisi yang tidak memiliki jalan pelanggaran sempadan banyak
terjadi. Bentuk pelangaran sempadan adalah penggunaan sempada sungai menjadi bangunan
sehingga terdapat 2 jenis pelanggaran yaitu pemanfaatan sempadan untuk bangunan dan lebar
sempadan yang tidak sesuai dengan aturan.
Pada sisi yang memiliki jalan tidak semua bangunan meangar sempadan. Jenis
pelanggara yang ada adalah lebar sempadan tidak sesuai dengan aturan. Hal ini terjadi pada
bangunan yang langsung dibangun tepat di tepi jalan tanpa sempadan jalan sehingga jaraknya
adalah 5 meter dari tepi sungai.

27
B. Segmen Jl. Gajah Mada- Jl. Hasanuddin
Karakter utama koridor ini adalah sebagian besar sisi sungai merupakan jalur terbuka
baik berupa jalan maupun lapangan parkir terutama sampai pada bagian pasar Badung dan
Pasar Kumbasari.

Setelah pasar Badung dan Kumbasari sebagian besar sisi sungai tidak ada jalan.
Bangunan di bangun pada lahan yang merupakan sempadan sungai. Hal itu dapat dilihat di
sepanjang Jalan Sulawesi (di sisi timur) dan di sisi Baratnya. Di sisi barat (di Bank BCA)
sempadan sungai digunakan sebagai tempat parkir dan pertamanan sehingga tidak melanggar
aturan.

28
Sisi dengan ruang publik

Sisi tanpa ruang publik

Dari segmen ini dapat disimpulkan bahwa masih terjadi pelanggaran terhadap aturan
sempadan sungai. Setidaknya 50% dari lahan sempadan sungai dilanggar. Jenis pelanggaran
sebagian besar adalah pemanfaatan lahan sempadan untuk bangunan.

C. Segmen Jl. Hasanuddin- Bukit Tunggal


Pemanfaatan sempadan sungai sebagai bangunan mendominasi segmen ini. Hal ini
terjadi terutama pada bagian sungai yang tidak memiliki jalan di sisinya. Pada bagian yang
memilki jalanpun banyak terjadi pelanggaran sempadan yaitu pembangunan jalan yang tidak
sesuai dengan lebar sempadan karena bangunan didirikan tepat disisi tepi jalan. Terdapat 2
jenis pelanggaran dalam segmen ini yaitu pemanfaatan sempadan sungai untuk bangunan dan
lebar sempadan sungai yang tidak sesuai aturan.

29
D. Segmen Jl. Pulau Ron- Jl. Teuku Umar
Pada awalnya karakter segmen ini hamper sama dengan segmen Jl. Hasanudding- Bukit
Tunggal. Namun sejak pembangunan jalan inspeksi di sisi kiri dan kanan jalan keteraturan
mulai tampak. Apalagi antara sisi dan akan sungai dihubungkan dengan jembatan yang dapat
dilalui kendaraan roda 4. Bangunan yang semula tidak permanen banyak yang menjadi
permanen. Hal itu menunjukkan dengan adanya jalan di sisi kiri dan kanan jalan menjadikan
harga lahan meningkat sehinggga banyak yang berminat untuk membangun secara permanen
di tepi sungai.
Sekalipun ketertiban mulai tampak di segmen ini masih terdapat juga pelanggaran-
pelanggaran sempadan. Sebagian besar adalah lebar sempadan yang tidak sesuai aturan karena
bangunan didirikan tepat di tepi jalan (5m).

30
E. Segmen Jl. Teuku Umar- Bendungan Tukad Badung
Keberadaan Sungai Badung yang dekat dengan jalan Imam Bonjol menjadikan segmen
ini sangat tinggi tingkat aksesibilitasnya. Konsekuensinya adalah bahwa sebagian besar fungsi
yang berkembang di segmen ini adalah komersial. Namun bila dilihat dari aspek sempadan
maka sebagian besar menjadikan sempadan sebagai lahan terbangun baik di sisi timur maupun
barat jalan. Sungai dijadikan daerah belakan bagi bangunan.

31
Kondisi ini hampir sama dengan yang terjadi di segmen jl. Gajah Mada – Hasanuddin
khususnya di Jl. Sulawesi. Fungsi komersial menjejali lahan antara bantaran sungai dengan Jl.
Imam Bonjol (sisi barat sungai). Sedangkan di sisi timur fungsi yang berkembang adalah
permukiman. Konsekuensinya adalah di kedua sisi terjadi pelangaran. Hampir semua lahan
pada segmen ini melanggar sempadan sungai kecuali di sekitar bendungan. Bentuk
pelanggaran yang terjadi adalah pemanfaatan sempadan untuk bangunan dan lebar sempadan
yang tidak sesuai dengan aturan

F. Pembahasan
Sebagai daerah yang berkembang sejak lama dan tumbuh tanpa perencanaan, yang
pertama muncul adalah kekumuhan. Hal ini terkait dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.
Absennya jalan di tepi sungai menjadikan lahan di tepi sungai menjadi terisolir sehingga
menjadi kumuh. Konsekuensinya adalah sempadan sungai digunakan untuk bangunan.

32
Setelah pembangunan beberapa ruas jalan di beberapa segmen, kondisi ini membaik.
Lahan yang memiliki jalan harganya menjadi naik sehingga yang tinggal bukan lagi
masyarakat kelas bawah namun masyarakat kelas menengah ke atas. Karaena untuk
membangun bangunan permanen memerlukan IMB maka pemenuhan sempadan menjadi
syarat penting. Maka pelanggaran menjadi berkurang. Jadi keberadaan jalan sangat berkait
dengan ada dan tidak adanya pelanggaran sempadan sungai.

Keberadaan jalan Pemanfaatan sempadan Lebar sempadan tidak sesuai aturan


Ada Untuk sirkulasi Sebagian kecil
Tidak ada Untuk bangunan Sebagian besar

4.3. Strategi untuk menghentikan pelanggaran sempadan tepi air


Hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa keberadaan jalan di sisi sungai
sangat memengaruhi baik pola penggunaan lahan maupun jenis pelanggaran. Untuk itu strategi
yang perlu dimbil untuk mengamankan sempadan sungai berkait juga dengan pengadaan jalan
inspeksi. Beberapa strategi yang bisa ditempuh adalah:
1. Membangun jalan pada lahan milik pemerintah terlebih dahulu.
2. Membebaskan lahan milik pribadi yang berada di tepi sungai untuk pembangunan jalan.
3. Memberi insentif Bila ada perorangan yang mau membuat jalan di lahan pribadinya
4. Mengawasi dipatuhinya peraturan dan memberikan sanksi yang tegas bagi
pelanggarnya.

33
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan terdapat beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pola pemanfaatan lahan di sempadan sungai di kota Denpasar tergantung dari tingkat
aksesibitas lahan tersebut. Semakin tinggi tingkat aksesibitas maka penggunaan lahan
cenderung ke fungsi komersial. Bila tingkat aksesibilitas rendah maka cenderung
menjadi permukiman. Pada daerah yang menjadi permukiman bila aksesibilitasnya
rendah cenderung menjadi permukiman tidak permanen yang kumuh dan sebaliknya
akan menjadi permukiman permanen yang lebih teratur.
2. Jenis pelanggaran yang ada adalah pemanfaatan sempadan untuk bangunan pada sisi
sungai yang tidak mempunyai jalan di sisinya dan kurangnya lebar sempadan sesuai
dengan aturan pada sungai yang sisinya memiliki jalan.
3. Strategi untuk mengamankan sempadan sungai adalah membangun jalan inspeksi,
membebaskan lahan pribadi, dan mengawasi dilaksanakannya peraturan.

5.2. Saran
1. Lokasi penelitian hanya dibatasi pada 3 segmen utama Tukad Badung yang berlokasi
di tengah kota, untuk itu disarankan perlunya tindak lanjut penelitian pada lokasi
hilir Tukad Badung yang memiliki permasalahan ang tidak kalah ruwetnya.
2. Tumbuhya permukiman di bantaran sungai dan sulitnya penataan kembali
diakibatkan oleh pembiaran pembangunan di awalnya. Pembelajaran ke depan bagi
kota yang memiliki sungai atau tepian air yang potensail berkembang untuk
mengantisipasi dari awal. Jangan ada pembiaran

34
DAFTAR PUSTAKA
ALMEIDA-KLEIN, Susanne, La dimension culturelle du développement : vers une
approche pratique, UNESCO, Manutention, 1994, 241p
AZEO, L Torre. Waterfront Development. Van Nostrand Reinhold. New York. 1989.
BABBIE, EARL. 2007. The Practice of Social Research. USA:Thomson- Wardworth
BRENDA and VALE, Robert. Green Architecture: Design for a Sustainable Future. London:
Thamen & Hudson,Ltd. 1991.
BREEN, A., and RIGBY, D. Waterfront Cities Reclaim Their Edge, McGraw-Hill Inc. USA.
1994.
BREEN, A., and RIGBY, D. The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story,
Thames & Hudson. Great Britain. 1996
EDWARD,B. Green Building Pay. London: E&FN. 2000.
EDWARD,B. Sustainable Housing. London: E&FN. 2000.
ENVIRONMENT PROTECTION AGENCY. Environment Design Guide, RAIA
Environment Policy. Camberra: The Royal Institute of Architect. 1996.
MUROTANI, B. Architecture and Waterspace. Arch Publishing. Co. Ltd. No. 24. Tokyo .
Japan. 1981.
PEARSON, David. The Natural House Book. London:Conran Octopus Limited. 1995.
PORRIT, Jonathon. Seeing Green. The Politics of Ecology explained. Cornwall: T.J. Press.
1984.
PRABUDIANTORO, B. Kriteria Citra Waterfront City, Thesis, Universitas Diponegoro,
tidak dipublikasikan. 1997.
RYN, M.,Van Der. Ecological Design. Washington, DC: Island Press. 1996.
SUGITO, Nanin dan SUGANDI, Dede. Urgensi Penentuan dan Penegakan Hukum
Kawasan Sempadan Pantai, Makalah, 2002.

SURYANTO,A. 1994. Ekosistim Pesisir: Potensi, Permasalahan dan Upaya Pengelolaan


Secara Terpadu. Program Pascasarjana. IPB Bogor. 2. Suhardi, I. et al (200). Studi Batas-
Batas Fisk dan Dinamika Pergerakan Sedimen (Sel Sedimen) di Daerah Pantai. Laporan
Akhir Riset Unggulan Terpadu VIII.
TALBOT, John. Simply Build Green: ”A Technical Guide to the Ecological Houses” .
Scotland: Findhorn Foundation. 1995.
WRENN, M. D. Urban Waterfront Development. ULI . The Urban Land Institute.
Washington DC. 1983
YEANG, Kennenth. Design With Nature: The Ecological Basis for Architectural Design.
New York: McGraw-Hill Inc. 1995.

35
ZEIHER, C., Laura. The Ecology of Architecture: ”A Complet Guide to Creating
Environmentally Conscious Building”. New York: Whitney Library of Design. 1996.

36

Anda mungkin juga menyukai