2. Definisi
Menurut Smeltzer (2009) CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan
tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.
CKD atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration
rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Gagal ginjal kronik adalah gangguan
fungsional yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia dan retensi urea serta sampah nitrogen lain dalam
darah. (Smeltzer, 2012).
3. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu:
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis).
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik).
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal).
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
g. Nefropati toksik.
h. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 :
1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah: BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin).
2) Pemeriksaan Urin: Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
b. Pemeriksaan EKG: Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG: Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate.
d. Pemeriksaan Radiologi: Renogram, intravenous pyelography, retrograde
pyelography, renal aretriografi dan venografi, CT Scan, MRI, renal biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama
dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme,
obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat
memicu kemungkinan terjadinya CKD.
2) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
4) Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai koma.
b) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
d) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
i) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar.
b. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan preload,
afterload dan sepsis.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru, asidosis
metabolik, pneumonitis, perikarditis.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
3. Intervensi
33Pola Nafas tidak efektif b.d edemaNOC : Respiratory status :NIC : Airway Managem
paru, asidosis metabolik,Ventilation 1. Posisiskan pasien u
pneumonitis, perikarditis. Kriteria Hasil : memaksimalkan
1. Mendemonstrasikan batuk ventilasi
efektif dan suara nafas yang2. Identifikasin pa
bersih, tidak ada sianosis dan perlunya pemasa
dyspneu (mampu alat jalan nafas
mengeluarkan sputum,3. Auskultasi suara n
mampu bernafas dengan catat adanya s
mudah, tidak ada pursed lips) tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas4. Berikan bronkodi
yang paten (klien tidak bila perlu
merasa tercekik, irama nafas,5. Berikan pelembab u
frekuensi pernafasan dalam (nebulizer)
rentang normal, tidak ada6. Monitor respirasi
suara nafas abnormal) status oksigen
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
4Kelebihan volume cairan b.dNOC : Electrolit and acid baseNIC : Fluid managemen
berkurangnya curah jantung,balance, Fluid balance 1. Timbang
retensi cairan dan natrium olehKriteria Hasil: popok/pembalut
ginjal, hipoperfusi ke jaringan1. Terbebas dari edema, efusi, diperlukan
perifer dan hipertensi pulmonal anaskara 2. Pertahankan ca
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada intake dan output
dyspneu/ortopneu akurat
3. Terbebas dari distensi vena3. Pasang urin kateter
jugularis, reflek diperlukan
hepatojugular (+) 4. Monitor hasil lAb
4. Memelihara tekanan vena sesuai dengan re
sentral, tekanan kapiler paru, cairan (BUN , Hm
output jantung dan vital sign osmolalitas urin )
dalam batas normal 5. Monitor s
5. Terbebas dari kelelahan, hemodinamik term
kecemasan atau kebingungan CVP, MAP, PAP,
6. Menjelaskanindikator PCWP
kelebihan cairan 6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi rete
kelebihan ca
(cracles, CVP , ed
distensi vena l
asites)
8. Kaji lokasi dan
edema
9. Monitor mas
makanan / cairan
hitung intake k
harian
10. Monitor status nutris
11. Berikan diuretik se
interuksi
12. Kolaborasi dokter
tanda cairan berl
muncul memburuk
4. Evaluasi
a. Tidak terjadi gangguan dalam pertukaran gas.
b. Terhindar dari penurunan cardiac output.
c. Pola nafas efektif.
d. Kelebihan volume cairan teratasi.
e. Nutrisi tercukupi.
f. Terjadi peningkatan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Februari 2017).
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
ruangan dahlia dan melati rsup prof. Dr. R. D kandou manado. Ejournal
Februari 2017).
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal