Anda di halaman 1dari 12

1|Univertsitas Sebelas Maret

BAB I

PENGANTAR

A. Pengertian Agraria

Kata agraria sendiri dalam bahasa Latin berasal dari ager dan agrarius, kata ager sendiri
berarti “sebidang tanah” sedangkan kata agrarius mempunyai arti “perladangan, persawahan,
atau pertanian”1. Dalam bahasa Indonesia, agraria mewakili urusan pertanian, pertanian,
perkebunan2. Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa “ agrarian is relating to land,
or to a division or distribution of land; as an agrarian laws ”, yaitu menunjukan pada perangkat
peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah yang luas dalam
rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya3.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 1 ayat (2) yang dimaksud dengan
agraria meliputi “ seluruh bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya “. Dijelaskan lebih lanjut mengenai bumi pada Pasal 1 ayat (4) “ Dalam pengertian
bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada
dibawah air”. Sehubungan dengan pengertian bumi Boedi Harsono dalam bukunya Hukum
Agraria Indonesia menyatakan apa yang dimaksud dengan bumi meliputi juga Landas Kontinen
Indonesia (LKI) yaitu dasar laut dan tubuh bumi di bawahnya di luar perairan wilayah Republik
Indonesia yang ditetapkan dengan Undang-Undang nomor 4 Prp 1960 sampai kedalaman 200
meter atau lebih, dimana masih mungkin dilakukanya eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam,
penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di LKI menjadi milik Negara Republik
Indonesia (Undang-Undang nomor 1 tahun 1973)4.

Dengan pemakaian kata agraria dalam UUPA yang memilik arti yang amat luasnya, maka
dalam lingkup UUPA Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu bidang hukum saja akan

1
Supriadi, Hukum Agraria ( Jakarta: Sinar Grafika, 2016 ), hlm. 1.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua ( Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 11.
3
Supriadi, op.cit.
4
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaanya,Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Edisi Revisi ( Jakarta: Djambatan, 2003 ), hlm. 7.
2|Univertsitas Sebelas Maret

tetapi merupakan kelompok dari berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-
hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang termasuk dalam pengertian agraria.
Kelompok bidang hukum yang dimaksud terdiri atas:

1. Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, tanah disini dalam arti
permukaan bumi;
2. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian
yang dimaksud dalam UU Pokok Pertambangan;
4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
terkandung didalam air;
5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-Unsur Dalam Ruang Angkasa (bukan
“Space Law”), yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa yang dimaksudkan dalam pasal 48 UUPA:

“(1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan
unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
(2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

B. Pengertian Tanah

Tanah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai permukaan bumi atau
lapisan bumi paling atas, keadaan bumi di suatu tempat, permukaan bumi yang diberi batas,
bahan-bahan dari bumi. Pengertian tanah diperjelas dalam pasal 4 Undang-Undang Pokok
Agraria :

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditetukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”
3|Univertsitas Sebelas Maret

Karena tidak mungkin untuk mempergunakan hak atas tanah tanpa sedikitpun
mempergunakan bagian dari tubuh bumi lain baik bagian yang ada dibawahnya, air maupun
ruang yang ada diatasnya. Maka, dengan demikian apa yang termasuk hak atas tanah bukan
hanya tanahnya, tetapi termasuk juga wewenang untuk menggunakan sebagian tubuh bumi
dibawahnya dan air serta ruang angkasa diatasnya, akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa apa
yang dimaksud tubuh bumi dan air serta ruang angkasa bukan kepunyaan dari pemegang hak
atas tanah yang bersangkutan, ia hanya diberi wewengan untuk menggunakanya5. Sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) UUPA.

“Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air
serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-
undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.”

Dalam hukum tanah Negara-negara dipergunakan asas accessie atau asas perlekatan, yakni
bahwa bangunan-bangunan dan benda-benda atau tanaman yang terdapat diatasnya merupakan
satu kesatuan dengan tanah serta merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan 6. Karena hal
ini hak atas tanah juga meliputi kepemilikan atas bangunan serta tanaman yang ada diatas tanah
terkait ( Kitab Undang-Undanng Hukum Perdata pasal 500 dan 571 ).

Umumnya bangunan dan tanaman yang ada diatas tanah adalah milik yang empunya tanah.
Tetapi berbeda dengan UUPA kita yang bertumpu pada hukum adat, dimana tidak mengenal
asas perlekatan dan lebih memilih menganut asas pemisahan horizontal atau disebut
“Horizontale Scheiding” dalam bahasa Belanda yang mana hak atas tanah tidak dengan
sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman diatasnya7. Dalam hukum adat yang
dimaksud dengan tanah memang hanya tanah saja (demikian pula pengaturan hukum tanah
dalam UUPA) sesuatu yang melekat pada tanah dimasukkan dalam pengertian benda bukan

5
Boedi Harsono, op.cit., hlm. 18-19.
6
Ibid., hlm. 20.
7
Kelyn M.M, Ichtisar Hukum Benda Belanda, Compedium Hukum Belanda, dalam Djuhaendah Hasan, Lembaga
Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lainnya yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas
Pemisahan Horisontal (Bandung : Aditya Bakti, 1996), hlm. 69.
4|Univertsitas Sebelas Maret

tanah dan terhadapnya tidak berlaku ketentuan benda tanah8. Sudargo Gautama mengatakan
bahwa hukum adat yang berlaku untuk tanah ada pembedaan antara tanah dan rumah atau
bangunan yang didirikan diatasnya, tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya dipandang
terpisah bukan sebagai kesatuan hukum sebagaimana banyak ditetapkan dalam hukum barat9.

BAB II

RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini kita akan membatasi pokok pembicaraan agar tidak menyimpangi dan
keluar dari topik pembahasan maka kita hanya akan membahas dan mengindentifikasi seputar
Asas-Asas Hukum Tanah Nasional yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (
Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria )

BAB III

PEMBAHASAN

A. ASAS – ASAS HUKUM TANAH NASIONAL

1. Asas Kebangsaan

Sesuai yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria

“ Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia,
yang bersatu sebagai bangsa Indonesia”

8
Ibid., hlm. 75-76.
9
Sudargo Gautama, Masalah Agraria (Bandung : Alumni, 1973), hlm. 57.
5|Univertsitas Sebelas Maret

Menurut Sudargo Gautama, selama rakyat Indonesia yang bersatu masih ada serta selama bumi,
air dan ruang angkasa Indonesia masih ada pula, tidak akan ada satupun kekuasaan yang dapat
memutus hubungan tersebut. Dengan demikian meskipun saat itu Irian Barat yang merupakan
bagian dari bumi, air dan ruang angkasa Indonesia berada dikekuasaan penjajah, menurut
hukum tetap menjadi bagian dari bumi, air dan ruang angkasa Indoneisa juga10.

2. Asas Pengakuan Hukum Adat

Sebelum digunakannya Undang-Undang Pokok Agraria UU No.5 Tahun 1960 sebagai


unifikasi hukum agraria nasional, sesungguhnya di setiap daerah sudah digunakan hukum adat
masing-masing terkait pertanahan. Maka untuk menghargai eksistensi hukum adat dan untuk
menjaga jati diri bangsa kita maka diakuilah hukum adat sebagai hukum agraria yang berlaku,
sesuai pasal 5 UUPA

“ Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama”

3. Asas Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang
Terkandung di dalamnya Dikuasai oleh Negara (Asas Hak Menguasai oleh Negara)

Asas ini menunjukan bahwa Negara sebagai organisasi tertinggi mempunyai wewenang
tertinggi atas apa yang terjadi dan apa yang akan diperbuat dalam wilayah negaranya, hal ini
tercantum dalam pasal 2 ayat (1) UU No.5 Tahun 1960 (UUPA) dinyatakan bahwa

10
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria (1960) Dan Peraturan Pelaksanaanya (1996),
Cetakan Kesepuluh (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 205.
6|Univertsitas Sebelas Maret

“Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”

Sesuai pasal tersebut bahwa tingakatan tertinggi dikuasai oleh Negara, kata dikuasai bukan
menunjukan kepemilikan mutlak Negara atas semua tanah tetapi menunjukan wewenang yang
dimiliki Negara sesuai yang dijelaskan pada ayat selanjutnya,

Pasal 2 ayat (2) UUPA :

“Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang
untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan


pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa;”

4. Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara atas Persatuan Bangsa daripada
Kepentingan Perseorangan dan Golongan

Asas ini mendasari bahwa walaupun hak-hak ulayat dan hak-hak masyarakat hukum adat
masih diakui dalam sistem Hukum Tanah Nasional, akan tetapi masyarakat hukum adat tidak
dibenarkan menolak atau menghalangi penggunaan tanah untuk kepentingan pembangunan
nasional dengan dasar hak ulayat mereka, ini sesuai dengan yang terdapat pada pasal 3 UUPA

“ Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataanya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”
7|Univertsitas Sebelas Maret

Selain itu juga terdapat pada pasal 5 UUPA

“ Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur ynag
bersandar pada hukum agama”

Sehingga dengan adanya asas ini Negara memiliki wewenang untuk membuka tanah demi
keperluan pembangunan nasional dengan tujuan kepentingan umum seperti misalnya
kepentingan transmigrasi, membuat kawasan hutan lindung atau konservasi, dan hal-hal lain
berkaitan kepentingan nasional

5. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial

Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria

“ Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”

Asas ini mendasari bahwa penggunaan tanah tidak dibenarkan untuk hal-hal yang merugikan
masyarakat ataupun penggunaan tanah (atau tidak dipergunakan) semata-mata hanya untuk
kepentingan pribadi karena dalam hak-hak atas tanah terkait pula peran sosial artinya selain
disatu sisi adanya hak-hak yang dikenakan atas tanah tersebut disisi lain juga terdapat kewajiban
untuk memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat terkait hak tersebut

6. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah

Hak milik adalah hak tertinggi yang ada pada individu dan mengikat/berlaku selamanya,
sehingga untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia terkait hak milik atas tanah dibuatlah
asas ini yang mencegah hak kepemilikan atas tanah jatuh ke Warga Negara Asing. Hal ini
terdapat pada pasal 9 ayat (1) UUPA
8|Univertsitas Sebelas Maret

“ Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya
dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2”, dan
diperjelas pada pasal 21 ayat (1) UUPA “ Hanya warga negara Indonesia yang dapat
mempunyai hak milik “

7. Asas Persamaan Bagi Setiap Warga Negara Indonesia

Asas ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam hak-hak atas tanah, baik itu suku
apapun, agama apapun, jenis kelamin apapun, semua mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk hak-hak atas tanah sesuai Pasal 9 ayat (2) UUPA

“ Tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai


kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu ha katas tanah serta untuk
mendapatkan manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya ”

8. Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan Secara Arif oleh Pemiliknya
Sendiri dan Mencegah Cara-Cara Bersifat Pemerasaan ( Asas Landreform )

Munculnya konsep land reform atau agrarian reform, yaitu meliputi perombakan mengenai
pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
pengusahaan tanah11. Konsep ini mendasari bahwa kepemilikan seseorang atau badan hukum
harus digunakan sebaik-baiknya sehingga memberikan manfaat. Sesuai yang tercantum dalam
pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Poko Agraria

“Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian
pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
dengan mencegah cara-cara pemerasan”

11
Boedi Harsono, op.cit., hlm. 367.
9|Univertsitas Sebelas Maret

9. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana

Dalam menggunakan tanah oleh Negara selain harus bermanfaat juga harus terencana secara
rinci untuk menghindari penggunaan tanah yang sia-sia dan menyalahi tujuan semula demi
mencapai cita-cita bangsa dan Negara dalam hal agraria. Asas ini mendasari hal-hal apapun
terkait agraria baik peruntukan ataupun penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kepentingan rakyat dan Negara. Sesuai
pasal 14 ayat (1) UUPA

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat
(2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,
membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan
bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya:

a.untuk keperluan Negara,

b.untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa;

c.untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-


lain kesejahteraan;

d.untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan


perikanan serta sejalan dengan itu;

e.untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.”

Maka dibuatlah suatu Rencana Umum yang mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia dan
selanjutnya diperinci dalam Rencana Khusus sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing.
Hal tersebut tercantum dalam pasal 14 ayat (2) UUPA

“Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-
peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan
keadaan daerah masing-masing.”
10 | U n i v e r t s i t a s Sebelas Maret

10. Asas Pendaftaran Tanah

Untuk memudahkan pengaturan dan menjamin kepastian hukum atas hak-hak yang
dikenakan terhadap tanah serta hubungan-hubangan hukum antara orang atau badan hukum
terkait pertanahan, maka setiap tanah di wilayah Republik Indonesia wajib untuk didaftarkan.
Hal ini untuk mencegah sengketa-sengketa yang muncul dikemudian hari terkait kepemilikan
tanah, dengan adanya pendaftaran tanah memudahkan pemerintah untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada terkait pertanahan. Sesuai pasal 19 UUPA

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di


seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah”

Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah pada pasal diatas dijelaskan lebih lanjut dalam ayat
(2)

“Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:

a.pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;

b.pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c.pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat”

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Asas Kebangsaan, seluruh wilayah Indoneisa adalah satu kesatuan sebagi bangsa
sebagaimana pasal 1 ayat (1) UUPA
2. Asas Pengakuan Hukum Adat, untuk menghargai eksistensi hukum adat dan untuk
menjaga jati diri bangsa kita maka diakuilah hukum adat sebagai hukum agraria yang
berlaku sesuai pasal 5 UUPA
11 | U n i v e r t s i t a s Sebelas Maret

3. Asas Menguasai oleh Negara, Negara mempunyai wewenang tertinggi atas apa yang
terjadi dan apa yang akan diperbuat dalam wilayah negaranya pasal 2 ayat (1) dan (2)
UUPA
4. Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional, mengesampingkan kepentingan golongan
dan pribadi demi kepentingan yang lebih tinggi (pasal 3 UUPA)
5. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial, penggunaan tanah tidak
dibenarkan untuk hal-hal yang merugikan masyarakat sesuai pasal 6 UUPA
6. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah,
mencegah hak kepemilikan atas tanah jatuh ke Warga Negara Asing pada pasal 9 ayat
(1) UUPA
7. Asas Persamaan Bagi Setiap Warga Negara Indonesia, semua mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk hak-hak atas tanah sesuai Pasal 9 ayat (2) UUPA
8. Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan Secara Arif oleh Pemiliknya
Sendiri dan Mencegah Cara-Cara Bersifat Pemerasaan ( Asas Landreform ), kepemilikan
seseorang atau badan hukum terhadap tanah harus digunakan sebaik-baiknya sehingga
memberikan manfaat sesuai pasal 10 ayat (1) UUPA
9. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana, peruntukan ataupun
penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya untuk kepentingan rakyat dan Negara perlu perencanaan sesuai
pasal 14 UUPA
10. Asas Pendaftaran Tanah, mewajibkan setiap tanah di wilayah Republik Indonesia untuk
didaftarkan sesuai pasal 19 UUPA

B. SARAN

Seharusnya asas-asas pertanahan nasional dalam Undang-Undang Pokok Agraria bisa


digunakan sebagi tonggak dalam memutus sengketa kedepannya yang mungkin aturan tentang
sengketa yang ada belum ada ketentuan peraturanya dalam Undang-Undang
12 | U n i v e r t s i t a s Sebelas Maret

DAFTAR PUSTAKA

Boedi Harsono. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional Edisi Revisi.
Jakarta: Djambatan.
Djuhaendah Hasan. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lainnya yang
Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal. Bandung :
Aditya Bakti.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1991. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudargo Gautama. 1973. Masalah Agraria. Bandung : Alumni
_______. 1997. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria (1960) Dan Peraturan
Pelaksanaanya (1996). Bandung : Citra Aditya Bakti.
Supriadi. 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai