Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identifikasi
Nama : Tn. Darmadi Bin Samsuri
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 32 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Dusun IV Talang Cempedak Jejawi OKI
MRS : 25 November 2014
Rekam Medis : 860003

1.2. Anamnesis (Autoanamnesis, 26 November 2014)


Keluhan Utama
Tidak bisa menggerakkan kedua tungkai setelah kecelakaan lalu lintas.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 20 hari SMRS, penderita mengalami kecelakaan lalu lintas di
Jambi. Mobil yang dikendarai penderita tergelincir, mobil penderita terbalik dan
membentur benda keras. Penderita tidak bisa menggerakkan kedua tungkai tetapi
penderita tidak berobat.

Sejak 17 hari SMRS, penderita tidak bisa duduk dan menggerakkan


tungkainya. Penderita pun ke tempat pijat tradisional tetapi keluhan tidak
berkurang. Lalu penderita ke RS Jambi dan langsung dirujuk ke RS Bari.

Selama 10 hari penderita dirawat di RS Bari dan diberikan fisioterapi


disana. Merasa tidak ada perubahan penderita pulang ke rumah dan dirawat oleh

2
3

keluarga selama 1 minggu. Karena tidak ada perubahan, penderita dibawa ke


RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
 Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.
 Riwayat kencing manis disangkal.
 Riwayat darah tinggi disangkal.
 Riwayat alergi obat disangkal.
Riwayat Kebiasaan
Tidak ada
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

1.3. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 26 November 2014)


Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8ºC
Keadaan Spesifik
 Kepala :
Simetris, alopecia (-)
 Mata :
Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
 Telinga
CAE lapang, sekret (-/-)
4

 Hidung
Sekret (-/-), deformitas (-)
 Mulut
Sianosis (-), uvula di tengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
 Leher :
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
thyroid (-)
 Kelenjar Getah Bening :
Tidak ada pembesaran KGB supraklavikular, axilaris, inguinalis
 Thorax :
o Paru :
 Inspeksi: Statis dan dinamis kanan-kiri.
 Palpasi: Stem fremitus kanan kiri sama.
 Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru.
 Auskultasi: Vesikular (+) normal, ronki (-), whezzing (-).
o Jantung
 Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat.
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
 Perkusi: Batas atas jantung ICS II batas kanan jantung ICS V linea
parasternalis sinistra, batas kiri jantung ICS V linea midaksilaris
anterior sinistra.
 Auskultasi: HR:82x/menit, BJ I dan II normal, murmur (-), dan
gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi: datar
o Palpasi: lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
massa (-), defans muskular (-)
o Perkusi: Timpani
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
5

 Genitalia Eksterna :
Tidak ada kelainan
 Ekstremitas Superior:
Tidak ada kelainan

 Ekstremitas inferior Dextra et Sinistra:


o Inspeksi: tidak tampak kelainan
o Palpasi: rangsangan nyeri (+), hipoestesi setinggi C5
o Edema pretibial (-/-), CRT < 2 detik
Status Neurologikus
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Motorik +3 +3 Hip 0 0
Knee 0 O
Ankle 0 0
Sensorik Hipoeste Normal Hipoestesi setinggi Hipoestesi setinggi
si 1/3 distal femur 1/3 distal femur
setinggi
dermato
m C5
Tonus Normal Normal ↓ ↓
Klonus - -
Reflek Normal Normal ↓ ↓
Fisologis
Reflek - - - -
Patologis

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan


Gait dan Keseimbangan : belum dapat dinilai
6

1.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
(Tanggal 18 November 2014 di RS Bari)
 Hematologi
Hemoglobin : 10,4 g/dl (13,2-17,3 g/dL)
Leukosit : 10.600/mm3 (4.500 - 11.000/ mm3)
Hematokrit : 31% (43-49%)
Trombosit : 438.000/µL (150.000 – 450.000/µL)
Differential count : 0/0/2/79/15/4` (0-1/1-6/2-6/50-70/25-40/2-8)

2.5.Diagnosis Kerja
Tetraparese spastik + hipoestesi setinggi dermatom C5 + Spinal Cord Injury
Frankel A + Fracture Dislocated C4-5

2.5. Penatalaksanaan

 Terapi Konservatif
o Tirah Baring
o Pemasangan Brace

2.6. Pemeriksaan Anjuran


 MRI

2.7.Prognosis
Qua Ad vitam : dubia ad bonam
Qua Ad sanationam : dubia ad bonam
Qua Ad functionam : dubia ad malam
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Vertebra

Gambar 1. Anatomi Vertebra.


(Dikutip dari kepustakaan nomor 1)

Vertebra adalah tulang yang membentuk punggung yang mudah digerakkan.


Terdapat 33 vertebra pada manusia, 7 ruas vertebra cervicalis, 12 ruas vertebra
thoracalis, 5 ruas vertebra lumbalis, 5 ruas vertebra sacralis yang membentuk os
sacrum, dan 4 ruas vertebra coccygealis yang membentuk os coccygeus.2
Sebuah vertebra terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri
dari corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua lamina, serta
didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus
8

transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang


disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan
membentuk saluran sebagai tempat medulla spinalis. Di antara dua vertebra dapat
ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Dan di antara satu corpus
vertebra dengan corpus vertebra lainnya terdapat discus intervertebralis.2
a. Vertebra Cervicalis
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 2
 Corpus vertebra kecil, pendek, dan berbentuk segiempat.
 Foramen vertebra berbentuk segitiga dan besar.
 Processus transversus terletak di sebelah vertebra processus articularis.
 Pada processus transversus terdapat foramen costotransversarium, dilalui
oleh arteri dan vena vertebralis.
 Processus transversus mempunyai dua tonjolan, yaitu tuberculum anterius
dan tuberculum posterius yang dipisahkan oleh sulcus spinalis, dilalui oleh
nervus spinalis.
 Processus spinosus pendek dan bercabang dua.

b. Vertebra Thoracalis
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 2
 Corpus vertebra berukuran sedang, berbentuk seperti jantung, bagian
anterior lebih rendah daripada bagian posterior.
 Foramen vertebra bulat.
 Processus spinosus panjang dan runcing.
 Pada processus transversus dan pada corpus vertebra terdapat fovea costalis,
tempat perhubungan dengan costa.

c. Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, corpusnya sangat besar
dibandingkan dengan corpus vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal
melintang, processus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil,
9

processus tranversusnya panjang dan langsing, ruas ke lima membentuk sendi


dengan sakrum pada sendi lumbo sakral. (2)

d. Vertebra Sacralis
Terdiri atas 5 ruas tulang yang saling melekat menjadi satu membentuk os
sacrum. Os sacrum berbentuk segitiga, dasarnya berada di sebelah cranial,
disebut basis ossis sacri, dan puncaknya berada di bagian caudal, disebut apex
ossis sacri. (2)

e. Vertebra Coccygeus
Terdiri atas 4 ruas yang melekat menjadi satu tulang. Vertebra coccygeus I
masih mempunyai sisa-sisa processus transversus, membentuk cornu
coccygeus. (2)

2.2.Definisi
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur,sebagaimana yang
dikemukakan para ahli melalui berbagai literature.1 Menurut FKUI (2000), fraktur
adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges,
ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah
terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang
yang berlebihan. Jadi fraktur servikal adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas
servikal.1

2.3. Etiologi

Cedera spinal terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai
servikal dan lulmbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi
atau rotasi tulang belakang. Di daerah torakal tidak banyak terjadi karena
terlindung oleh struktur thoraks.3
10

Kelainan dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi atau kominutif


dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa
memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
peredaran darah atau perdarahan.3

Kelainan sekunder dapat disebabkan oleh hipoksemia dan iskemia.


Iskemia disebabkan oleh hipotensi, udem atau kompresi.3

Kerusakan pada spinal merupakan kerusakan permanen karena tidak ada


regenerasi dari jaringan saraf.3

2.4. Epidemiologi

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit


jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun,
3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena
multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.
Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan
C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.4

2.5.Patofisiologi

Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,


sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur.5
Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah
ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan
tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk
bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
11

merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam


pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan
dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma
hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema
yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan syndroma comportement.5

2.6 Gambaran Klinis


Gambaran klinis tergantung dari letak dan besarnya kerusakan yang
terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran hilangnya fungsi motork
maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal
terjadi Karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya
terjadi selama satu hingga enam minggu. Tandannya adalah kelumpuhan flasid,
anesthesia, arefleksia, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung
kemih, priapismus, bradikardia dan hipotermal. Setelah syok spinal pulih akan
terdapat hiperrefleksia.2

Sindrom sumsum tulang belakang bagian depan menunjukkan


kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disetai hilangnya sensasi nyeri
dan suhu ada kedua sisinya, sedangkan sensari raba dan posisi tidak tergnaggu.4

Cedera sumsum tulang belakang sentral jarang terjadi. Pada umumnya


terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabakan hiperekstensia mendadak
sihingga sumsum tulang belakang terdesak oleh ligamentum flavum yang terlipat.
Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah
lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak
terngnanggu.4

Sindrom brown-sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsum


tlang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan gejalanya burupa gangguan motorik
12

dan hilangnya rasa vibrasi pada posisi ipsilateraldi kontralateral terdapat


gangguan rasa nyeri dan suhu.4

Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan


anesthesia perianaal, ganggguan fungsi defleksi, miksi,impotensi, serta hilangnya
reflex anal dan reflex bulbokavernosa.4

Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral
setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan leumpuhan dan anesthesia di
daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis.4

2.7 Diagnosis
Pada penderita yang masih sadar, cedera spinal mudah dikenali dengan
menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan terhadap kelainan yang terjadi;
misalnya penderita mengeluh sakit sepanjang kolumna vertebra, mengeluh baal,
kebas hingga lumpuh pada anggota gerak tertentu. Namun pada penderita yang
mengalami penurunan kesadaran hingga koma akan sulit menilai keluhan dan
melakukan pemeriksaan klinis sehingga kita selalu melakukan praduga positif dan
melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang.1

Beberapa keadaan yang harus dicurigai sebagai cedera spinal dan harus
dikelola sebagai cedera spinal adalah1 :

 Semua penderita pasca trauma yang tidak sadar


 Penderita yang mengalami gejala neurologis
 Penderita yang mengeluh nyeri gerak dan nyeri tekan pada sepanjang
daerah spinal
 Penderita yang jatuh dari ketinggian
 Penderita multiple trauma akibat kecelakaan lalulintas

2.8 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis


Cedera medulla spinalis diklasifikasikan berdasarkan level, beratnya
deficit neurologis, sindroma medulla spinalis dan morfologi.1,4
13

Level

Level neurologis adalah segmen paling kaudal yang masihmemiliki fungsi


sensorik dan motorik nomal di kedua sisi tubuh. Pada cedera komplit bila
ditemukan kelemahan fungsi sensorik dan/atau motorik dibawah segmen normal
terendah. Hal ini disebut dengan zona preservasi parsial. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya penen tuan level trauma pada kedua sisi sangat penting.1,4

Perbedaan yang jelas terjadi antara lesi diatas dan di bawah T1.cedera
pada 8 segmen medulla spinalis servikal akan menyebabkan tetraplegi dan lesi di
bawah T1 akan menyebabkan paraplegi. Level tulang trauma adalah tulang
vertebra yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kerusakan medulla
spinalis. Semakin kaudal suatu cedera, semakin jelas perbedaan yang terjadi. 1,4

Beratnya Defisit Neurologis

Cedera medulla spinalis dibagi menjadi :

 Paraplegi inkomplit
 Para plegi komplit
 Tetraplegi inkomplit
 Tetraplegi komplit

Sangat penting untuk mencari tanda-tanda adanya preservasi fungsi dari


semua jenis medulla spinalis. Adanya fungsi mototrik atau sensorik di bawah
level trauma menunjukkan adanya cedera inkomplit. Tanda – tanda cedera
inkomplit meliputi adanya sensasi atau gerakan volunteer di sektremitas bawah,
sacral sparing, kontraksi sfingter ani volunteer, dan fleksi ibu jari kaki volunteer.
Reflex sacral. Seperi reflex bulbokavernosus atau kerutan anas, tidak termasuk1,4

Sindrom medulla spinalis

Central cord syndrome ditandai dengan hilangnya kekuatan motorik lebih


banyak pada ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah, dengan
kehilangan sensorik bervariasi. Biasanya sindrom ini terjadi setelah adanya
14

trauma hiperekstensi pada pasien yang mengalami kanalis stenosis servikal


sebelumnya. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh ke depan dengan
dampak pada daerah wajah. Dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang
servikal atau dislokasi. Perbaikan biasanya mengikuti pola yang khas, ekstremitas
bawah mengalami perbaikan lebih dahulu diikuti dengan fungsi kandung kemih
dan ekstremitas atas serta tangan terakhir. Central cord syndrome diperkirakan
terjadi akibat gangguan vascular di daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis
anterior. Arteri ini member suplai ke daerah sentral medulla spinalis. Karena
serabut motorik disegmen servikal secara topografis tersusun kearah sentral
medulla spinalis, lengan serta tangan adalah yang terpengaruh paling parah. 1,4

Natrioe cord syndrome adalah ditandai dengan paraplegi dan kehilangan


sensorik disosiasi dengan hilangnya snssasi nyeri dan suhu. Fungsi kolumna
posterior teteap bertahan. Biasanya anterior cord syndrome disebabkan infark
pada daerah medulla spinalis yang diperdarahi oleh arteri spnalis anterior.
Prognosis sindrom ini paling buruk dibandingkan cedera inkomplit lainnya. 1,4

Sindrom brown sequerd terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis,


biasanya terjaid akibat trauma tembus. Sindrom ini terdiri dari kehilangna motorik
ipsilateral dan hilangnya sensasi posis, disertai hilangnya sensasi suhu serta nyeri
kontrolateral mulai satu atau dua level di bawah level trauma. 1,4

Jenis spesifik cedera spinal

Cedera sevikal dapat terjadi akibat salah satu atau kombinasi dari mekanisme
trauma berikut ini1,4 :

1. axial loading

2. fleksi

3. ekstensi

4. rotasi

5. lateral bending
15

6.distraksi

2.9 Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya

A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma5,6 :


a. Trauma Hiperfleksi
1. Subluksasi anterior
Terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher ;
ligament longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda
penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke
posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament. Tanda-
tanda lainnya :
- Jarak yang melebar antara prosesus spinosus
- Subluksasi sendi apofiseal

Gambar 1. Subluksasi anterior

2. Bilateral interfacetal dislocation


Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan
ligament di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak
diskolasi anterior korpus vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.
16

Gambar 2. Bilateral interfacetal


dislocation

3. Flexion tear drop fracture dislocation


Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan
robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen
posterior disertai fraktur avulse pada bagian antero-inferior korpus
vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi :
- Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-
inferior korpus vertebrae
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral

Gambar 3. Flexion tear drop fracture dislocation


17

4. Wedge fracture
Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal
anterior dan kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini
bersifat stabil.

Gambar 4. Wedge fracture


5. Clay shovelers fracture
Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior
tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus
spinosus ; biasanya pada CVI-CVII atau Th1.

Gambar 5. Clay Shovelers fracuter

b. Trauma Fleksi-rotasi
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun
terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi
apofiseal yang bersangkutan.
Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang
bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan
vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.
18

Gambar 6. Trauma Fleksi-rotasi


a. Tampak Lateral b. Tampak AP c. Tampak oblik

c. Trauma Hiperekstensi
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan
prosessus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-
inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen
posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan.

2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap
C3.

Gambar 7. Hangmans Fracture


19

d. Ekstensi-rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi
e. Kompresi vertical
Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui
kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher.

1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

Gambar 8. Jeffersons fracture

2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

Gambar 8. Bursting fracture vertebra servical tengah & bawah

B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan


a. Stabil
b. Tidak stabil
20

Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya


komponen ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen tulang
leher terhadap lainnya.
Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian
medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan
normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu,
fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil
artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligamen
posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika
kehilangan integritas dari ligamen posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan
radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,
lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur
yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),
kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut5,6 :

1. kolumna anterioryang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga


bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis
2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari
corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis
kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan,
arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa. 5,6
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM.Sinopsis Ilmu Bedah Saraf : Trauma


Spinal. Sagung Seto.Jakarta : 2011. Hal 31-42
2. Schwartz.intisari Prinsip-prinsip Ilmu bedah edisi 6.penerbit buku kedokteran
EGC.1995.hal 626-630
3. De Jong,Wim. Buku ajar Ilmu bedah edisi 2. Cedera tulang belakang dan
sumsum tulang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2005. Hal 822
4. Hughes,Irvene. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) edisi 8.
Trauma tulang belakang dan medulla spinalis. Americam College of surgeons.
Chicago : 2008. Hal 185 - 202
5. Anonim. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi-
interfasetal-bilateral.html.
6. Moira Davinport. Fracture cervical spine. Last updated 30-04-2010.
http://www.82340-overview.htm.
7. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Cedera Spinal. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta : 2010. Hal 393 - 403

Anda mungkin juga menyukai