Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Anatomi
Ruang nasofaring yang relatif kecil mempunyai hubungan yang erat dengan
beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting. Nasofaring berhubungan
dengan rongga hidung di anterior melalui koana, dan orofaring di bagian inferior
melalui bagian terbawah dari palatum molle. Sedangkan di bagian superior dan
posterior, nasofaring berhubungan dengan korpus vertebra. Tuba eustachius memasuki
nasofaring di sebelah lateralnya, dan bagian superior dan posterior muara tuba ini
ditutupi oleh kartilago, yang disebut sebagai torus tubarius. Fossa Rosenmuller (lateral
dari resesus nasofaring) terletak di bagian superior dan posterior torus tubarius dan
merupakan predileksi dari karsinoma nasofaring. Banyak terdapat foramen kranial
yang membawa struktur syaraf dan pembuluh darah penting yang terletak di dekat
nasofaring. Nasofaring diliputi oleh mukosa yang terdiri atas epitel squamous
kompleks atau epitel kolumner pseudokompleks.4
2.3 Etiologi
Etiologi JNA masih belum jelas. Berbagai teori banyak diajukan, salah satunya
adalah teori jaringan asal,yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik
angiofibroma adalah didinding posterolateral atap rongga hidung. Faktor ketidak
seimbangan hormonal juga banyak dikemukakan sebagai penyebab dari tumor ini,
bahwa JNA berasal dari sex steroid-stimulated hamartomatous tissue yang terletak di
turbinate cartilage. Pengaruh hormonal yang dikemukakan ini dapat menjelaskan
mengapa beberapa JNA jarang terjadi (ber-involute) setelah masa remaja (puberty).
1,4,6,8
2.4 Patogenesis
Permukaan tumor dilapisi oleh mukosa yang dibawahnya terdapat anyaman
pembuluh darah. Massa tumor terdiri dari jaringan ikat padat dan gumpalan sel serta
terisi pembuluh vena lebar yang menumpuk di bagian pinggir. Tumor ini tidak
bermetastasis tetapi dapat tumbuh mendesak, dapat menginvasi orbita, sinus paranasal,
fossa pterigoid dan temporal atau ke ruang intrakranial. Tumor pertama kali tumbuh di
bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral koana di atap nasofaring. Tumor
akan tumbuh besar dan meluas dibawah mukosa sepanjang atap nasofaring, mencapai
tepi posterior septum dan meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa diatap
rongga hidung posterior.
Perluasan ke arah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong septum ke
sisi kontralateral dan memipihkan konka. Pada perluasan kearah lateral, tumor melebar
kearah foramen sfenopalatina, masuk ke fisura pterigomaksila dan akan mendesak
dinding posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk ke fossa intratemporal
yang akan menimbulkan benjolan di pipi, dan “rasa penuh” di wajah. Apabila tumor
mendorong salah satu atau kedua bola mata maka akan tampak gejala yang khas pada
wajah, yang akan disebut “muka kodok”.1,8
Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fossa infratemporal dan
pterigomaksila masuk ke fossa serebri media. Dari sinus ethmoid masuk ke fossa
serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fossa hipofise.1
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Gejala yang paling sering
ditemukan (>80%) ialah hidung tersumbat yang progresif dan epistaksis yang berulang
dan masif, infeksi sekunder dapat terjadi pada ruangan di belakang hidung akibat
berkurangnya drainase di tempat tersebut.2 Gejala-gejala lain muncul tergantung dari
luasnya tumor dan arah pembesarannya.1,2
Gambar 2. Penampang koronal CT scan yang memperlihatkan adanya lesi angiofibroma yang mengisi
cavum nasal kiri dan sinus ethmoid, memenuhi sinus maksilaris dan menyebabkan deviasi septum nasi
ke kanan
Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior akan terlihat massa tumor
yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda.
Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna
keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau abu-
abu. Pada usia muda warnanya merah muda, pada usia yang lebih tua warnanya
kebiruan, karena lebih banyak komponen fibromanya. Mukosanya mengalami
hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya ulserasi.1
Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan penunjang
diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologik konvensional CT scan serta pemeriksaan
arteriografi. Pada pemeriksaan radiologik konvensional (foto kepala potongan antero-
posterior, lateral dan posisi waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut sebagai
tanda “Holman Miller” yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang,
sehingga fisura pterigopalatina melebar. Akan terlihat juga adanya massa jaringan
lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan
tulang disekitar nasofaring. Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak
secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya.1,4
Pada pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna, akan memperlihatkan
vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang a. maksila interna homolateral.
Kadang-kadang juga sekaligus dilakukan embolisasi agar terjadi trombosis
intravaskular, sehingga vaskularisasi berkurang dan akan mempermudah
pengangkatan tumor.1
Pemeriksaan patologi anatomik tidak dapat dilakukan, karena biopsi
merupakan kontraindikasi, sebab akan mengakibatkan perdarahan yang masif.2
2.8 Penatalaksanaan
Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal atau
radioterapi, namun ada buku yang menyebutkan bahwa tumor ini cenderung
mengalami regresi ketika penderita tumor ini masuk ke masa pubertas, jadi operasi
diindikasikan jika ada komplikasi akibat tumor ini seperti jika angiofibroma tumbuh
membesar, menghalangi saluran udara atau menyebabkan epistaksis menahun.1,4
Operasi tumor ini sendiri harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas cukup,
karena resiko perdarahan yang hebat. Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan
sesuai dengan lokasi tumor dan perluasannya, seperti melalui transpalatal, rinotomi
lateral, rinotomi sublabial atau kombinasi dengan kraniotomi bila sudah meluas ke
intrakranial. Untuk tumor yang sudah meluas ke jaringan sekitarnya dan mendestruksi
dasar tengkorak sebaiknya diberikan radioterapi prabedah yakni dengan penanaman
radium dan sinar rontgen yang dilanjutkan dengan elektrokoagulasi atau dapat pula
diberikan terapi hormonal meskipun hasilnya tidak sebaik radioterapi.3 Pada
pemberian hormonal terapi menggunakan testosterone receptor blocker flutamide
didapatkan penurunan staging pada staging I dan II sebesar 44%.3
Perlu dicatat bahwa pengangkatan tumor seringkali sulit dilakukan karena
tumor terbungkus dan menyusup ke dalam, sehingga setelah pengangkatan tumor
seringkali terjadi kekambuhan. Cara lain yang dapat digunakan yaitu embolisasi
(penyumbatan arteri dengan suatu bahan) yang bisa menyebabkan terbentuknya
jaringan parut pada tumor dan menghentikan perdarahan. Embolisasi dilakukan dengan
cara menyuntikkan suatu zat ke dalam pembuluh darah untuk menyumbat aliran darah
yang melaluinya. Embolisasi efektif untuk mengatasi perdarahan hidung dan tindakan
ini bisa diikuti dengan pembedahan untuk mengangkat tumor.6
2.7 Prognosis
Prognosis lebih baik jika cepat diketahui dan segera di ekstirpasi juga lebih
menguntungkan jika umur diatas 25 tahun. Dengan kata lain, fibroma kecil yang tidak
memenuhi rongga nasofaring lebih muda diangkat daripada yang telah memenuhi
rongga tersebut sesudah umur 25 tahun pertumbuhan cenderung berkurang.6
Pada kasus-kasus di mana pertumbuhan tumor dapat diatasi dengan
pambedahan dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik. Biasanya ini terjadi pada
pasien dengan usia yang lebih tua. Pada kasus yang lain, terutama pada pasien berusia
lebih muda, tumor jenis ini dapat berkembang menjadi degenerasi yang ganas dan
memiliki prognosis yang buruk.1
BAB III
KESIMPULAN