Anda di halaman 1dari 22

TEORI PASAR MODAL

EKONOMI DAN KAITANNYA DENGAN KINERJA EFEK

Disusun Oleh:
1. Wafa Fahrudin 1607511074
2. Deljansen Yohanes Thesia 1607511153

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
A. MIKRO EKONOMI DAN MAKRO EKONOMI
1. PASAR, PERMINTAAN DAN PENAWARAN
Pasar adalah media bertemunya pembeli dan penjual
barang/jasa untuk melakukan pertukaran. Sebuah pasar
dikatakan memiliki persaingan yang sempurna apabila
terdiri dari banyak pembeli dan penjual sehingga masing-
masing memiliki dampak yang sama terhadap pembentukan
harga, yang diperoleh melalui proses bertemunya
Permintaan dan Penawaran terhadap satu barang/jasa yang
sama. Bursa Efek (pasar surat berharga) adalah cerminan
dari teori ini. Adapun istilah Permintaan dan Penawaran
mengacu kepada perilaku manusia, pada saat mereka
berinteraksi satu sama lain di pasar. Dimana Pembeli
menentukan Permintaan, sedangkan Penjual menentukan
Penawaran. Selain pasar persaingan sempurna kita juga
mengenal beberapa jenis pasar lain yang memiliki
persaingan yang tidak sempurna, seperti:
a. Pasar Monopoli, yaitu dimana hanya ada satu penjual
yang menentukan harga sebuah barang/jasa untuk
banyak pembeli.
b. Pasar Oligopoli, yaitu dimana hanya ada beberapa
penjual yang menentukan harga sebuah barang/jasa
untuk banyak pembeli.
c. Pasar Monopsoni, yaitu dimana hanya ada satu pembeli
yang menentukan harga sebuah barang/jasa untuk
banyak penjual.
d. Pasar Oligopsoni, yaitu dimana hanya ada beberapa
pembeli yang menentukan harga sebuah barang/jasa
untuk banyak penjual.
Permintaan merupakan jumlah barang yang diminta
(the quantity demanded) adalah jumlah barang yang rela
dan dapat dibeli oleh konsumen (Mankiw, 2009).

Hukum Permintaan (Law of demand): Apabila


harga turun maka jumlah barang yang diminta akan
mengalami kenaikan, dan apabila harga naik maka jumlah
barang yang diminta akan mengalami penurunan, ceteris
paribus.Asumsi ceteris paribus artinya hukum permintaan
tersebut berlaku jika keadaan atau faktor-faktor selain harga
tidak berubah (dianggap tetap). Dalam hukum permintaan
jumlah barang yang diminta akan berbanding terbalik
dengan tingkat harga barang.

Penawaran merupakan jumlah barang yang


ditawarkan (the quantity supplied) adalah jumlah barang
dan jasa yang rela dan dapat dijual oleh producen (Mankiw,
2009).

Hukum penawaran (law of supply): Apabila tingkat


harga mengalami kenaikan maka jumlah barang yang
ditawarkan akan naik, dan apabila tingkat harga turun maka
jumlah barang yang ditawarkan akan turun, ceteris
paribus.Asumsi ceteris paribus, sekali lagi, artinya hukum
permintaan tersebut berlaku jika keadaan atau faktor-faktor
selain harga tidak berubah (dianggap tetap). Dalam hukum
penawaran jumlah barang yang ditawarkan akan
berbanding lurus dengan tingkat harga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah barang dan jasa


yang diminta selain harga itu sendiri, antara lain:

a. Selera (taste)
b. Jumlah pembeli (number of buyers)
c. Pendapatan konsumen
d. Harga barang/jasa pengganti (substitutes)
e. Harga barang/jasa pelengkap (complements)
f. Perkiraan harga di masa dating
g. Intensitas kebutuhan konsumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi barang dan jasa yang


ditawarkan selain harga barang itu sendiri:

a. Biaya produksi
b. Teknologi
c. Harga barang pengganti (substitutes) dan pelengkap
(complements)
d. Pajak
e. Perkiraan harga barang di masa dating
f. Jumlah Penjual

2. KESEIMBANGAN PASAR DAN HARGA


Kesetimbangan pasar (market equilibrium) adalah
suatu kondisi dimana jumlah barang/jasa yang ditawarkan
sama dengan jumlah barang/jasa yang diminta.
Kurva permintaan dan penawaran yang membentuk
kesetimbangan dapat dilihat pada gambar berikut;

Pada gambar diatas, E merupakan titik ekuilibrium


(equilibrium point), Q2 merupakan jumlah barang pada saat
ekuilibrium dan P2 merupakan harga kesetimbangan
(equilibrium price).
Seperti telah dijelaskan di atas, kesetimbangan
terjadi jika jumlah komoditi yang diminta dalam pasar per
unit waktu sama dengan jumlah komoditi yang ditawarkan
selama periode yang sama. Secara grafis kesetimbangan
terjadi pada perpotongan antara kurva permintaan pasar dan
kurva penawaran pasar (seperti pada kurva di atas).

3. ELASTISITAS
Elastisitas (elasticity) adalah sebuah ukuran
sensitivitas jumlah barang yang diminta (Qd) maupun yang
ditawarkan (Qs) terhadap faktor-faktor penentunya.

Jenis-jenis Elastisitas, Elastisitas permintaan ada 3 macam


yaitu: Elastisitas Harga, Silang, dan Pendapatan.

a. Elastisitas Harga
Mengukur seberapa besar sensitivitas perubahan
permintaan konsumen terhadap perubahan harga
produk. Koefisien elastisitas permintaan (elastisitas
harga) dibedakan menjadi :
 Inelastisitas sempurna, Kondisi ini terjadi jika nilai
koefisien elastisitas adalah 0 (nol). Hal ini berarti
permintaan tidak terpengaruh oleh adanya
perubahan harga/pendapatan.
 Elastisitas sempurna, Kondisi ini terjadi jika nilai
koefisien elastisitas adalah tidak terhingga. Hal ini
berarti permintaan akan terpengaruh oleh adanya
perubahan harga/pendapatan yang sedikit saja.
 Elastisitas uniter (Unitary Elasticity), Kondisi ini
terjadi jika nilai koefisien elastisitas adalah 1 (satu).
Hal ini berarti akan terjadi perubahan satu unit
permintaan akibat adanya perubahan satu unit pada
harga/pendapatan.
 Elastis, Kondisi ini terjadi jika nilai koefisien
elastisitas adalah lebih dari 1. Hal ini berarti akan
terjadi perubahan lebih dari satu unit permintaan
akibat adanya perubahan satu unit pada
harga/pendapatan.
 Inelastis, Kondisi ini terjadi jika nilai koefisien
elastisitas adalah kurang dari 1. Hal ini berarti akan
terjadi perubahan kurang dari satu unit permintaan
akibat adanyaperubahan satu unit pada
harga/pendapatan.

b. Elastisitas Silang
Mengukur seberapa besar sensitivitas perubahan
permintaan konsumen terhadap produk A akibat adanya
perubahan harga produk B. Jika elastisitasnya positif
maka barang A dan B adalah substitusi dan jika
elastisitasnya negatif berarti barang A dan B adalah
komplementer.

c. Elastisitas Pendapatan
Mengukur seberapa besar sensitivitas perubahan
permintaan konsumen terhadap produk akibat adanya
perubahan pendapatan konsumen. Jika elastisitasnya
positif maka barang dan jasa tersebut adalah barang
normal, dan jika elastisitasnya negatif maka barang dan
jasa tersebut adalah barang inferior
4. INFLASI
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. (sumber: Bank
Indonesia).
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) atau
CPI (Consumer Price Index). Perubahan IHK dari waktu ke
waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang
dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008,
paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan
atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best


practice antara lain:

a. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga


Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga
transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar
pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya
dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu
komoditas.
b. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
menggambarkan pengukuran level harga barang akhir
(final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB
atas dasar harga konstan.
Pengelompokkan Inflasi,BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang
lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi
inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu
indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari
faktor yang bersifat fundamental. (Sumber: Bank
Indonesia). Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut
dikelompokan menjadi:

1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung


menetap atau persisten (persistent component) di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, seperti:
a. Interaksi permintaan-penawaran
b. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi
internasional, inflasi mitra dagang
c. Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung
tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain
faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri
dari:
a) Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food):
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks
(kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti
panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan
harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan
internasional.
b) Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah
(Administered Prices): Inflasi yang dominan
dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan
harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi,
tarif listrik, tarif angkutan, dll.

Determinan Inflasi, Inflasi timbul karena adanya


tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi
permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi
inflasi. (Sumber: Bank Indonesia).

1. Cost Push Inflation: dapat disebabkan oleh


depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri
terutama negara-negara partner dagang, peningkatan
harga-harga komoditi yang diatur pemerintah
(administered price), dan terjadi negative supply
shocks akibat bencana alam dan terganggunya
distribusi.
2. Demand Pull Inflation: adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini
digambarkan oleh output riil yang melebihi output
potensialnya atau permintaan total (agregate
demand) lebih besar dari pada kapasitas
perekonomian.
3. Faktor Ekspektasi Inflasi: dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat dan pelaku ekonomi dalam
menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam
keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi
tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif
atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku
pembentukan harga di tingkat produsen dan
pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari
besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru)
dan penentuan upah minimum regional (UMR).
Meskipun ketersediaan barang secara umum
diperkirakan mencukupi dalam mendukung
kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa
pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih
tinggi dari kondisi supply-demand tersebut.
Demikian halnya pada saat penentuan UMR,
pedagang ikut pula meningkatkan harga barang
meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu
signifikan dalam mendorong peningkatan
permintaan.

Pentingnya Kestabilan Inflasi,Kestabilan inflasi


merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan
manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada
pertimbangan bahwa inflasi yang tinggidan tidak stabil
memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial
ekonomi masyarakat. (Sumber: Bank Indonesia).

1) Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan


riil masyarakat akan terus turun sehingga standar
hidup dari masyarakat turun dan akhirnya
menjadikan semua orang, terutama orang miskin,
bertambah miskin.
2) Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi
dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam
melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang
pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan
ekonomi.
3) Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding
dengan tingkat inflasi di negara tetangga
menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi
tidak kompetitif sehingga dapat memberikan
tekanan pada nilai Rupiah.

5. PERANAN NEGARA DALAM EKONOMI


Negara (Pemerintah) dapat meningkatkan aktivitas
ekonomi, antara lain sebagai fasilitator, atau melakukan
intervensi. Sebagai fasilitator, Pemerintah bertugas untuk
memastikan bahwa mekanisme pasar dapat bekerja dengan
baik melalui penegakan hukum dan penyediaan sarana dan
prasarana. Sementara bentuk intervensi Pemerintah dapat
dilakukan melalui penetapan Kebijakan Moneter dan
Fiskal.
1. Kebijakan Moneter
Adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral
(otoritas moneter) untuk mengendalikan jumlah uang
yang beredar untuk mencapai perkembangan kegiatan
perekonomian yang diinginkan. Kegiatan perekonomian
yang dimaksud adalah kestabilan perekonomian makro
yang dapat tercermin pada kewajaran laju inflasi
terhadap pertumbuhan ekonomi, serta cukup luasnya
lapangan kerja yang tersedia dibanding dengan jumlah
penduduk yang berusia produktif. Kebijakan Moneter
adalah bagian integral dari kebijakan ekonomi makro
yang pada umumnya dilakukan dengan
mempertimbangkan siklus ekonomi, sifat perekonomian
suatu negara (terbuka atau tertutup) serta faktor-faktor
fundamental ekonomi lainnya.
Berikut ini adalah beberapa instrumen Kebijakan
Moneter:
a. Suku Bunga (Interest Rate); adalah pengendalian
jumlah uang beredar oleh Bank Sentral dengan cara
menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga
acuan yang dapat mempengaruhi naik turunnya
suku bunga pinjaman maupun simpanan pada bank
umum. Disebut juga Politik Diskonto (Discount
Policy).
b. Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement Ratio);
adalah pengendalian jumlah uang beredar oleh Bank
Sentral dengan cara menentukan rasio simpanan
minimum yang harus dipelihara oleh bank umum
dalam bentuk saldo rekening giro.
c. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation);
adalah pengendalian jumlah uang beredar oleh Bank
Sentral dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities) di pasar.
Adapun penjualan surat berharga dilakukan apabila
terjadi kelebihan likuiditas, yang disebut dengan
OPT (Operasi Pasar Terbuka) Absorbsi, serta
pembelian surat berharga dilakukan apabila terjadi
kekurangan likuiditas, yang disebut dengan OPT
Injeksi.
d. Pengendalian Kredit Selektif (Selective Credit
Control); adalah pengendalian pertumbuhan kredit
untuk sektor industri terntentu dengan menaikkan
atau menurunkan rasio uang muka terhadap jumlah
pinjaman (LTV, Loan to Value).
e. Himbauan Moral (Moral Suasion); adalah himbauan
yang dikeluarkan dalam bentuk lisan melalui pidato
atau rilisan informasi lain dari bank sentral terhadap
bank umum atau pengusaha di sektor industri
tertentu atau secara keseluruhan untuk mentaati
suatu peraturan tertentu. Bersifat sementara sampai
dengan terbitnya peraturan tertulis yang resmi,
apabila diperlukan.

Tujuan Kebijakan Moneter, Kebijakan moneter


utamanya bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang
yang beredar sehingga dapat menjaga laju inflasi agar
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan
Moneter juga bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar
mata uang, karena perubahan Kebijakan Moneter dapat
mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar uang
dan pasar modal.

2. Kebijakan Fiskal

Adalah kebijakan yang dibuat Pemerintah untuk


mengarahkan keadaan ekonomi negara melalui
pengendalian pengeluaran dan penerimaan.

Berikut ini adalah beberapa instrumen Kebijakan Fiskal:

a. Pajak, adalah instrumen kebijakan fiskal yang dapat


digunakan Pemerintah untuk memaksimalkan
penerimaan negara apabila tingkatnya dinaikkan, atau
dapatmenjadi insentif atau subsidi yang berpotensi
meningkatkan pertumbuhan sektor terkait apabila
tingkatnya diturunkan atau bahkan dibebaskan sama
sekali.
b. Subsidi, adalah instrumen kebijakan fiskal yang dapat
digunakan Pemerintah untuk meningkatkan
pertumbuhan sektor tertentu, atau mengendalikan inflasi
yang dapat dipengaruhi oleh suatu komoditas tertentu.
c. Anggaran, adalah instrumen kebijakan fiskal yang dapat
digunakan Pemerintah untuk melakukan perencanaan
penerimaan dan pengeluaran negara dalam periode
tertentu.

Sifat Kebijakan Fiskal,Idealnya penentuan kebijakan fiskal


bersifat Counter-Cyclical, artinya ketika terjadi
pertumbuhan aktual di bawah potensial maka Kebijakan
Fiskal yang ditempuh adalah Ekspansif, dan sebaliknya
apabila pertumbuhan aktual lebih tinggi dari potensialnya
maka yang ditempuh adalah Kebijakan Fiskal Kontraktif.
Lawan dari Counter-Cyclical adalah ProCyclical.

a. Kebijakan Fiskal Kontraktif ditempuh apabila


pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari potensialnya,
antara lain dengan cara menaikkan tingkat pajak,
mengurangi subsidi, dan mengurangi belanja negara.
b. Kebijakan Fiskal Ekspansif ditempuh apabila
pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari potensialnya,
antara lain dengan cara menurunkan tingkat pajak,
menambah subsidi, dan menambah belanja negara.

Tujuan Kebijakan Fiskal, Kebijakan Fiskal bertujuan untuk


mempengaruhi beberapa variabel ekonomi, antara lain:

1. Harga Barang dan Jasa


2. Kesempatan Kerja
3. Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum Kebijakan Fiskal digunakan oleh pemerintah
untuk mempengaruhi tingkat permintaan dan penawaran
agregat dalam perekonomian melalui perubahan insentif
bagi perusahaan dan individu. Akan selalu ada konflik
antara stabilitas harga dan kesempatan kerja, dimana
perluasan lapangan kerja akan diikuti oleh kenaikan harga,
dan sebaliknya, usaha untuk menstabilkan harga dapat
mengurangi lapangan kerja.

Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Efek, Indeks


harga saham dan obligasi mengalami kenaikan pada saat
Pemerintah mengumumkan rencana pengurangan subsidi
BBM pada bulan November 2014, serta pengesahan UU
Pengampunan Pajak pada bulan Juni 2016. Kedua hal
tersebut termasuk dalam Kebijakan Fiskal yang diyakini
investor akan berdampak baik bagi keuangan negara,
terutama dalam membiayai pembangunan.

6. ANALISA EKONOMI TERHADAP KEGIATAN


USAHA PERUSAHAAN
1) ANALISIS FUNDAMENTAL (FUNDAMENTAL
ANALYSIS)
Merupakan fondasi atau dasar dalam melakukan
investasi, yang bertujuan untuk mempelajari segala
variabel yang dapat mempengaruhi nilai intrinsik
sebuah surat berharga (termasuk kondisi makroekonomi
sebuah negara dan kondisi industri dimana perusahaan
itu berada, maupun kondisi spesifik dari perusahaan itu
sendiri). (Sumber: Investopedia, diterjemahkan dan
diolah)
Kerangka Kerja Analisis Fundamental, Top-Down
Approach Dalam analisis fundamental top-down
approach, analisis dimulai dengan melakukan analisis
pada ekonomi global, termasuk indikator ekonomi
nasional dan internasional, seperti pertumbuhan GDP,
inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar. Kemudian
selanjutnya analisis total asset dan tingkat harga
industri/regional, tingkat persaingan dan tingkat
kemudahan untuk masuk dan keluar dari industri.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam top-down


approach meliputi:

a. Analisis ekonomi dan pasar untuk menentukan baik


tidaknya waktu saat ini untuk melakukan sebuah
investasi dengan mempertimbangkan pengaruh
keadaan perekonomian terhadap profitabilitas
perusahaan.
b. Analisis industri dilakukan untuk melihat
variabilitas tingkat pengembalian sebuah investasi
pada industri tertentu.
c. Analisis perusahaan yanq dilakukan untuk
memahami pergerakan saham perusahaan secara
individu. Industri cenderung merespon pergerakan
pasar secara umum, akan tetapi dampaknya secara
individu dapat saja berbeda secara signifikan.

Kerangka Kerja Analisis Fundamental, Bottom-up


Approach, Dalam analisis fundamental bottom-up
approach, seorang investor fokus hanya pada analisa
satu perusahaan saja dengan mengasumsikan bahwa
perusahaan tersebut dapatmemiliki kinerja yang baik
(bahkan pada saat kondisi perekonomian dan
industrinya tidak baik).melakukan penilaian
menyeluruh terhadap kondisi perusahaan; termasuk
produk dan jasa yang dihasilkan, kestabilan kondisi
keuangannya dan lainnya. Penilaian tersebut dapat
dimulai dengan melihat secara langsung pada kondisi
dan siklus perusahaan, dengan menggunakan teori PLC
(Product Life Cycle), SWOT (Strength-Weakness-
OpportunityThreat), pertumbuhan (growth), arus kas
(cash flow), serta dividen. (Sumber: Investopedia).

2) ANALISIS TEKNIKAL (TECHNICAL


ANALYSIS)
Adalah metode analisis yang digunakan untuk
memprediksi pergerakan harga suatu instrumen
keuangan (dalam hal ini surat berharga/efek) di masa
yang akan datang berdasarkan data masa lalu, terutama
pergerakan harga dan volume.
Analisis teknikal dapat menggunakan berbagai
indikator sebagai dasar penilaian, misalnya: untuk
pergerakan harga digunakan beberapa indikator seperti
Indeks Kekuatan Relatif (Relative Strength Index),
Indeks Pergerakan Rata-rata (Moving Average), regresi,
korelasi antar pasar dan intra pasar, dan siklus.

Selain menggunakan indikator, analisis teknikal juga


dapat menerapkan cara klasik sebagai dasar penilaian,
yaitu dengan menganalisis pola grafik.

Grafik adalah instrumen utama yang digunakan oleh


para analis teknikal karena di dalamnya telah terdapat
informasi mengenai berbagai macam variabel yang
diyakini dapat mempengaruhi pergerakan harga
instrumen keuangan tsb di masa yang akan datang.
Berdasarkan rekaman data masa lalu, grafik dapat
menampilkan setiap perubahan harga pada saat terjadi
perubahan pada jumlah permintaan dan penawaran
terhadap suatu instrumen keuangan tertentu.

Kerangka Kerja Analisis Teknikal meliputi:

a. Nilai saham merupakan fungsi dari kondisi supply


dan demand yang ditentukan oleh banyak taktor,
mulai dari hal-hal ilmiah, opini sampai perkiraan.
b. Para analis teknikal mempelajari pergerakan pasar
dengan menggunakan grafik perubahan harga,
volume perdagangan dari waktu ke waktu, dan
sejumlah indikator teknikal.
c. Teknik dalam analisis teknikal adalah momentum
strategies: yaitu momentum investasi berdasarkan
pergerakan harga terkini. Apabila suatu saham out
perform terhadap pasar selama periode waktu
tertentu, kemungkinan yang dapat terjadiadalah
bahwa saham tersebut akan outperform secara
kontinu terhadap pasar. Momentum strategies
merupakan pendekatan jangka pendek.

7. PERMINTAAN DAN PENAWARAN:


PENGARUHNYA TERHADAP KEGIATAN
INVESTASI DI PASAR MODAL
Bagaimana Ekonomi Mempengaruhi Pasar serta Kegiatan
Investasi di Pasar Modal?
Harga merupakan hasil interaksi antara jumlah
penawaran dan permintaan antara penjual dan pembeli.
Kunci keberhasilan pasar modal terletak pada pemahaman
atas kondisi pasar secara umum, serta faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penawaran dan/atau permintaan dari
suatu efek (surat berharga: saham, obligasi).
Nilai sebuah efek ditentukan dari potensi
perusahaan tersebut untuk menghasilkan laba, atau
kemampuannya membayar kewajiban. Hal tersebut akan
mempengaruhi persepsi, ekspektasi dan perilaku investor
dalam menentukan harga yang dianggapnya wajar.
Walaupun efek tidak dapat dikonsumsi seperti layaknya
barang dan jasa, namun hukum penawaran dan permintaan
tetap berlaku. Jika jumlah penawaran meningkat
(menurun), maka nilai/harga akan turun (naik).

Berikut ini beberapa faktor (aksi korporasi,


corporate action) yang dapat mempengaruhi jumlah
penawaran (supply) saham yang beredar di pasar:

a. Kebutuhan perusahaan (emiten) untuk menambah


modal: Perusahaan dapat menerbitkan saham baru pada
saat membutuhkan tambahan modal. Selain dengan
skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD,
Right Issue), perusahaan juga dapat menggunakan
skema non-HMETD atau biasa disebut dengan Private
Placement.
b. Ketika opsi saham untuk karyawan dieksekusi: Ketika
karyawan diberikan opsi saham, hal ini akan berpotensi
untuk meningkatkan jumlah saham beredar dan
kapitalisasi pasar (market capitalization).
c. Terjadinya pemecahan nilai saham (stock split):
Pemecahan nilai saham menjadi nominal yang lebih
kecil atau besar (reverse stock split) akan menimbulkan
perubahan pada jumlah lembar saham yang beredar di
pasar secara volume, namun tidak akan menimbulkan
perubahan pada market cap apabila tidak diikuti dengan
aksi korporasi lainnya.
d. Adanya pembelian saham kembali (buy back): Jumlah
saham beredar dapat berkurang apabila perusahaan
memutuskan untuk melakukan buy back.
e. Adanya likuidasi dari pemegang saham mayoritas:
Pemegang saham mayoritas dapat melikuidasi
(mengalihkan, menjual) saham yang dimilikinya baik
kepada pihak lain secara tertutup, atau kepada publik
secara terbuka.

Pelaksanaan untuk semua aksi korporasi tersebut diatas


wajib mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh OJK dan
BEI. Sebagai contoh, persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) menjadi syarat mutlak bagi pelaksaan
sebagian besar aksi korporasi tersebut diatas.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi


jumlah permintaan (demand) saham suatu perusahaan,
Jumlah permintaan saham lebih banyak dipengaruhi oleh
persepsi dan ekspektasi investor yang akan membentuk
preferensi tersendiri bagi masing-masing investor. Secara
umum investor akan bereaksi atas suatu isu yang dianggap
dapat memberikan “shock” bagi mereka baik positif
maupun negatif.

1. Keuntungan perusahaan: Keuntungan perusahaan yang


lebih besar dari harapan investor, dapat dianggap
sebagai sinyal positif dan dapat mengakibatkan
kenaikan permintaan atas saham perusahaan tersebut,
terutama bagi investor yang mengharapkan pembagian
dividen lebih besar dari perkiraan semula.
2. Perluasan pasar dan/atau kontrak penjualan baru:
Perluasan pasar atau penerbitan kontrak penjualan baru
dapat memberikan sentimen positif bagi investor karena
dapat berpotensi meningkatkan laba perusahaan tsb.
3. Hutang perusahaan: Peningkatan hutang melebihi
modal atau potensi pendapatan yang akan diperoleh
dapat menjadi sentimen negatif terhadap kinerja
perusahaan, namun apabila peningkatan hutang tidak
melebihi modal atau potensi pendapatan yang akan
diperoleh maka dampaknya cenderung positif, karena
apabila dikelola dengan baik, hutang dapat menjadi
sumber pendanaan ekspansi kegiatan bisnis perusahaan.
4. Berita lainnya: Berita seputar perkembangan kegiatan
bisnis perusahaan, sektor industri, keadaan ekonomi
negara tempatnya berdomisili, rencana aksi korporasi,
dll, dapat menyebabkan perubahan pada permintaan
atas saham perusahaan tsb. Berita-berita yang baik akan
meningkatkan permintaan saham perusahaan,
sedangkan berita yang dianggap buruk akan
menurunkan permintaan atas saham perusahaan.
5. Psikologi massa: Psikologi massa dapat memainkan
peranan yang penting pada permintaan saham
perusahaan. Sama halnya dengan saham individual,
keseluruhan pasar dapat bergerak cepat ketika para
investor percaya bahwa saham atau pasar akan naik atau
turun, walaupun disana tidak terdapat dasar rasional
mengenai perubahan tersebut. Pergerakan ekstrim
keatas disebut dengan bubbles atau panic buying.
Sedangkan, pergerakan ekstrim kebawah disebut
dengan panic selling.

DAFTAR PUSTAKA

Mankiew, N. Georgy. 2003. Teori Makro Ekonomi, Edisi Kedua. Jakarta:


Erlangga.

TICMI-AEKPI-Ekonomi dan Kaitannya dengan Kinerja Efek.

Anda mungkin juga menyukai