Anda di halaman 1dari 9

FAKTOR DETERMINAN PARTISIPASI PRIA DALAM VASEKTOMI

Andik Setiyono1, Siti Novianti2


1,2
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya

ABSTRAK
Vasektomi adalah teknik operatif perupa pemotongan seluruh atau sebagian vas
deferens. Vasektomi merupakan salah satu bentuk partisipasi pria dalam kesehatan
reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan yang meliputi
tingkat pendidikan, jumlah anak dan akses media hubungannya dengan vasektomi di
kelurahan Nangtang Kec. Cigalontang kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini termasuk
penelitian kasus kontrol, total sampel adalah 63 pria Pasangan Usia Subur (PUS) yang
terdiri dari 21 kasus dan 42 kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara random dan
analisis bivariat menggunakan uji statistik kai kuadrat dengan derajat kepercayaan
95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 88,87% responden memiliki
tingkat pendidikan rendah, sebanyak 31,74% memiliki jumlah anak >2 dan sebanyak
14,29 % responden memiliki akses media yang baik. Analisis bivariat menunjukkan
bahwa faktor yang berhubungan dengan vasektomi adalah jumlah anak (nilai p 0,002;
OR 5,76) dan akses media (nilai p 0,005; OR 10,0). Sedangkan tingkat pendidikan
tidak berhubungan secara signifikan dengan vasektomi. Saran adalah meningkatkan
informasi terutama bagi pasangan yang sudah memiliki anak lebih dari dua.
Kata kunci : pendidikan, paritas, akses media, vasektomi

ABSTRACT
Vasectomy is one form of male participation in reproductive health. This study aims to
determine the determinant factors which include education level, number of children
and access media with vasectomy in Nangtang village Cigalontang Tasikmalaya. This
research method used case-control study, the total sample was 63 male spouses of
fertile age (EFA) consisting of 21 cases and 42 controls. Sampling was done randomly
and bivariate analysis using chi-square statistical test with 95% confidence level. The
results showed that as many as 88.87% of respondents had a low level of education,
as much as 31.74% have a number of children> 2 and 14.29% of respondents have
good access to the media. Bivariate analysis showed that factors associated with
vasectomy is the number of children (p value of 0.002; OR 5.76) and media access (p
value of 0.005; OR 10.0). While the level of education is not significantly associated
with vasectomy. Suggestion is to increase the information especially for couples who
already have more than two children
Keywords: education, parity, media access, vasektomi

PENDAHULUAN

Vasektomi adalah tindakan operatif untuk memotong seluruh atau sebagian vas
deferens yang bertujuan untuk menghentikan aliran spermatozoa,sehingga cairan
ejakulat tidak mengandung spermatozoa (Kamus Dorland, 2011). Data di Amerika
Serikat pada tahun 2002 menunjukkan bahwa vasektomi digunakan pada pria usia 15-
44 tahun sebanyak 5,7 persen. Ini menunjukkan bahwa vasektomi merupakan metode
kontrasepsi ke-4 terbanyak yang digunakan. Peringkat ketiga teratasnya adalam
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015

kondom, digunakan pada 29,5 % pria; kontrasepsi oral untuk perempuan pada 25,6 %
pasangan dan sterilisasi tuba yang digunakan pada 8,1% pasangan (Martinez GM, et
all, 2006). Dibandingkan dengan sterilisasi tuba yang merupakan metode lain untuk
kontrasepsi permanen, vasektomi sama efektifnya untuk mencegah kehamilan, akan
tetapi vasektomi lebih mudah, cepat, aman dan lebih murah dan merupakan satu
metode kontrasepsi yang paling cost effective. Biayanya seperempat dari tubektomi
dan membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk dapat kembali bekerja, hanya
membutuhkan anestesi lokal dan biasanya dapat dilakukan di klinik dokter (Sharlip ID,
et all; 2012 dalam Widiatmoko, 2013).
Tetapi kondisi berbeda ditemukan di negara berkembang termasuk di Indonesia.
Partisipasi pria dalam keluarga berencana (KB) masih terbilang rendah. Dibandingkan
negara-negara berkembang lainnya seperti Pakistan (5,2%,1999), Bangladesh
(13,9%,1997), Malaysia (16,8%,1998), partisipasi pria dalam KB di Indonesia masih
tertinggal yaitu pencapaian kondom 1,3% dan vasektomi 0,2%, sedangkan sasaran
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) meningkat menjadi
4,5% (BPS, 2007).
Salah satu penyebab masih rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB adalah
karena informasi tentang manfaat KB Pria belum banyak dipahami oleh masyarakat
secara utuh serta masih adanya pandangan bahwa KB merupakan urusan wanita saja
(Ekarini, 2008). Menurut BKKBN (2005) upaya peningkatan partisipasi pria terkendala
oleh beberapa ketentuan peraturan daerah yang belum mengakomodir jenis
kontrasepsi mantap pria, seperti halnya aspek biaya yang harus ditanggung peserta
terlalu tinggi karena masuk rumpun tindakan operasi di rumah sakit umum daerah
(RSUD).. Pelayanan Kontap juga terkendala oleh ketersediaan dan kesiapan tenaga
pelayanan, dukungan sarana pelayanan juga menjadi kendala di beberapa daerah,
tenaga terlatih sudah banyak yang alih tugas, peralatan kurang lengkap. Terbatasnya
akses pelayanan KB pria dan kualitas pelayanan KB pria belum memadai juga
merupakan aspek yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam Keluarga
Berencana.
Partisipasi pria dalam keluarga berencana di kabupaten Tasikmalaya juga dinilai
masih sangat rendah. Dari total 391.221 Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2013,
yang menjadi akseptor KB adalah sebesar 64,91 %, dimana peserta KB Pria
(vasektomi dan kondom) hanya sebesar 1,22%. Pencapaian vasektomi pada 4 tahun
terakhir mengalami peningkatan (2009-2012), dimana pada tahun 2009 diperoleh
akseptor sebesar 2550 dan tahun 2012 sebesar 3779 akseptor, tetapi pada tahun 2013

1163
Faktor Determinan Partisipasi Pria Dalam Vasektomi Andik Setiyono, Siti Novianti

mengalami penurunan, dimana hanya 1452 akseptor. Kecamatan Cigalontang


merupakan salah satu wilayah yang memiliki cakupan yang rendah dibandingkan
dengan wilayah lain di kabupaten Tasikmalaya, dimana hanya 158 peserta vasektomi.
Hal ini tentu menjadi bahan dasar untuk mengkaji lebih jauh lagi tentang faktor
deteminan apa saja yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam vasektomi.

METODE PENELITIAN
Faktor determinan yang diteliti adalah tingkat pendidikan, jumlah anak dan akses
media. Penelitian ini menggunakan metode kasus kontrol, dimana sampel kasus
sebanyak 21 orang adalah pria pada pasangan usia subur (PUS) yang telah di
vasektomi dan kontrol adalah pria pada pasangan usia subur (PUS) yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi pria yaitu sebanyak 43 orang. Penelitian ini
menggunakan uji statistik kai kuadrat pada derajat kepercayaan 95%. Instrumen
penelitian adalah kuesioner dengan metode pengumpulan data melalui wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
1) Usia Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Usia Responden

Mean Minimum Maximum SD


44,41 thn 27 tahun 72 tahun 10,41

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata usia responden adalah


44,41 tahun, dengan usia termuda 27 tahun dan usia tertua 72 tahun.

2) Tingkat Pendidikan Responden


Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pekerjaan Frekuensi %
Tidak tamat SD 4 6,3
Tamat SD 42 66,7
Tamat SMP 10 15,9
Tamat SMA 7 11,1
Tidak tamat SD 4 6,3

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat


pendidikan tamat Sekolah Dasar (66,7%). Tingkat pendidikan tertinggi adalah tamat

1164
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015

SMA yang ditemukan pada 11,1 % responden, dan terdapat sebanyak 6,3%
responden yang tidak tamat SD.

3) Jumlah Anak Hidup


Tabel 3 Distribusi Jumlah Anak Hidup
Jumlah Anak Hidup F %
Satu anak 13 20,6
Dua anak 30 47,6
Tiga anak 14 22,2
Empat Anak 3 4,8
>= lima anak 3 4,8
Jumlah 63 100,0

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebanyak 47,6% responden memiliki


dua anak. Hanya sebagian kecil saja (4,8%) yang memiliki anak empat atau bahkan
lebih dari lima anak (4,8%).

4) Akses Media
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Akses Media
Pertanyaan Ya
f %
Akses surat kabar untuk informasi kesehatan reproduksi dan KB pria 34 54,0
Akses majalah kesehatan untuk informasi kesehatan reproduksi dan 25 39,7
KB pria
Akses radio untuk informasi kesehatan reproduksi dan KB pria 50 79,4
Akses televisi untuk informasi kesehatan reproduksi dan KB pria 53 84,1
Akses internet untuk informasi kesehatan reproduksi dan KB pria 34 54,0
Pernah mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi dan KB 23 36,5
pria
Sumber informasi :
a. Bidan 1 4,3
b. Dokter kandungan 1 4,3
c. Penyuluh KB 21 91,4
Rutin mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan KB 6 9,5
pria

Tabel di atas menjelaskan bahwa media yang paling banyak diakses oleh
responden untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan KB
pria adalah televisi (84,15), radio (79,4%) dan surat kabar (54%). Sebanyak 36,5%
responden mengaku pernah mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi dan KB pria dari petugas kesehatan, yaitu dari bidan (4,3%), dokter
kandungan (4,3%) dan penyuluh KB (91,4%). Adapun sebagian besar responden

1165
Faktor Determinan Partisipasi Pria Dalam Vasektomi Andik Setiyono, Siti Novianti

(90,5%) menyatakan tidak pernah memperoleh penyuluhan rutin mengenai


kesehatan reproduksi dan KB pria.

5) Hubungan Tingkat Pendidikan dan Vasektomi


Tabel 5 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Vasektomi
Tingkat Vasektomi Tidak Vasektomi Nilai
Pendidikan f % f % p
Tinggi 1 4,8 6 14,3 0,408
Rendah 20 95,2 36 85,7
Jumlah 21 100,0 42 100,0

Proporsi responden dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak yang


melakukan vasektomi (95,2%) dibandingkan dengan yang tidak melakukan
vasektomi. Adapun proporsi responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih
banyak ditemukan pada responden yang tidak melakukan vasektomi (14,3%)
dibandingkan responden yang melakukan vasektomi (4,8%). Hasil uji statistik
dengan chi square diperoleh nilai p 0,408 yang berarti bahwa tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan dan vasektomi.

6) Hubungan Jumlah Anak dan Vasektomi

Tabel 6 Hubungan Jumlah Anak dan Vasektomi


Jumlah Anak Vasektomi Tidak Vasektomi Nilai OR
f % f % p 95% CI
Anak > 2 12 57,1 8 19,0 0,002 5,667
Anak <= 2 9 42,9 34 81,0 (1,78-
Jumlah 21 100,0 42 100,0 18,03)

Berdasarkan tabel di atas, proporsi responden yang memiliki anak lebih dari
dua lebih banyak yang melakukan vasektomi (57,1%), dimana hanya 19,0%
responden yang tidak melakukan vasektomi. Adapun proporsi responden yang
memiliki anak kurang dari atau sama dengan dua lebih banyak yang tidak
melakukan vasektomi (81,0%) dibandingkan dengan responden yang vasektomi
(42,9%). Uji statistik dengan chi square diperoleh nilai p 0,002 yang bermakna
bahwa ada hubungan antara jumlah anak dan vasektomi.

7) Hubungan Akses Media dan Vasektomi

1166
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015

Tabel 7 Hubungan Akses Media dan Vasektomi


Akses Vasektomi Tidak Nilai OR
Media Vasektomi p 95% CI
f % f %
Baik 7 33,3 2 4,8 0,005 10,000
Kurang baik 14 66,7 40 95,2 (1,85-53,94)
Jumlah 21 100,0 42 100,0

Proporsi responden dengan akses media yang baik lebih banyak ditemukan
pada responden yang melakukan vasektomi (33,3%). Hanya 4,8 % responden saja
yang memiliki akses media yang baik dan tidak melakukan vasektomi. Analisis
dengan uji chi square diperoleh nilai p 0,005 yang berarti bahwa ada hubungan
antara akses media dan vasektomi.

Pembahasan
Data BKKBN menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat lebih memilih
metode kontrasepsi yang praktis namun memiliki efektivitas yang tinggi, seperti metode
suntik dan pil KB. Sehingga metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) kurang
diminati. Sebagian besar metode kontrasepsi yang ada saat ini diperuntukkan bagi
wanita. Adapun metode kontrasepsi bagi pria masih sangat terbatas, yaitu kondom dan
vasektomi. Meskipun target dari penggunaan metode kontrasepsi vasektomi masih
relatif rendah dibandingkan metode kontrasepsi bagi wanita, tetapi tetap saja
pencapaian angka partisipasi KB pria masih sangat rendah dibandingkan target
pemerintah. Dari target pemerintah sebesar 4,5 %, kabupaten Tasikmalaya khususnya
kecamatan Cigalontang hanya mencapai 1,22 % pria yang menggunakan kontrasepsi
termasuk vasektomi.
Vasektomi adalah tindakan operatif untuk memotong seluruh atau sebagian vas
deferens yang bertujuan untuk menghentikan aliran spermatozoa,sehingga cairan
ejakulat tidak mengandung spermatozoa (Kamus Dorland, 2011). Dibandingkan
dengan sterilisasi tuba yang merupakan metode lain untuk kontrasepsi permanen,
vasektomi sama efektifnya untuk mencegah kehamilan, akan tetapi vasektomi lebih
mudah, cepat, aman dan lebih murah dan merupakan satu metode kontrasepsi yang
paling cost effective. Biayanya seperempat dari tubektomi dan membutuhkan waktu
yang lebih pendek untuk dapat kembali bekerja, hanya membutuhkan anestesi lokal
dan biasanya dapat dilakukan di klinik dokter (Sharlip ID, et all; 2012 dalam
Widiatmoko, 2013).

1167
Faktor Determinan Partisipasi Pria Dalam Vasektomi Andik Setiyono, Siti Novianti

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 88,87 % responden memiliki


tingkat pendidikan rendah. Proporsi responden dengan tingkat pendidikan rendah lebih
banyak yang melakukan vasektomi (95,2%) dibandingkan dengan yang tidak
melakukan vasektomi. Hasil uji statistik dengan chi square menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan vasektomi. Hal ini sejalan dengan
penelitian Supyanti, dkk (2013) di kabupaten Cianjur bahwa pengguna metode
kontrasepsi jangka panjang, termasuk vasektomi lebih banyak ditemukan pada
penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Peningkatan penggunaan kontrasepsi
mantap (tubektomi dan vasektomi) di kabupaten Tasikmalaya senantiasa digalakan
guna mendekati target dari pemerintah pusat. Berbagai upaya terus dilakukan
termasuk pendekatan kepada tokoh masyarakat, kader kesehatan, penyuluhan
maupun pendekatan personal, dimana salah satu sasarannya adalah golongan
keluarga miskin (Gakin).
Berdasarkan hal tersebut, bahwa fokus sasaran pengguna vasektomi adalah
golongan keluarga miskin, dimana selain miskin secara ekonomi, pada umumnya
golongan masyarakat tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Paparan
informasi mengenai vasektomi lebih banyak diberikan pada kelompok Gakin dengan
tingkat pendidikan rendah, sehingga sedikit sekali ditemukan vasektomi pada
responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Selain itu sebagian besar vasektomi yang
dilaksanakan di kec. Cigalontang maupun di kabupaten Tasikmalaya pada umumnya
diberikan secara gratis. Beberapa responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
dan melakukan vasektomi memiliki akses informasi dan kedekatan personal dengan
petugas KB sehingga pada saat pelaksanaan pelayanan vasektomi masal, kelompok
tersebut turut serta dalam vasektomi.
Pada dasarnya indikasi untuk suami melakukan vasektomi adalah bahwa
pasangan suami-istri sudah tidak menghendaki kehamilan lagi. Berdasarkan hasil
penelitian di kel. Nangtang, diketahui bahwa responden yang memiliki anak lebih dari
2 orang sebanyak 31,8%. Adapun proporsi responden yang memiliki anak lebih dari 2
dan melakukan vasektomi lebih besar (57,1%) dibandingkan responden yang tidak
vasektomi. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan jumlah anak
dengan vasektomi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supyanti dkk (2013) di
kab. Cianjur. Memiliki dua anak merupakan anjuran dari pemerintah. Ketika pasangan
suami-istri sudah memiliki dua anak, umumnya mereka memutuskan untuk
menggunakan kontrasepsi tertentu yang bersifat jangka panjang. Salah satu metode
yang dianjurkan adalah vasektomi karena bersifat permanen. Seluruh responden yang

1168
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015

melakukan vasektomi mengatakan bahwa alasan bersedia vasektomi adalah karena


sudah tidak berkeinginan untuk menambah anak lagi.
Adapun responden yang tidak melakukan vasektomi, selain karena masih
menginginkan untuk memiliki anak lagi, mereka juga berpendapat karena isterinya
sudah menggunakan metode kontrasepsi. Diantara responden yang tidak melakukan
vasektomi, terdapat 19% responden yang sudah memiliki anak lebih dari dua. Padahal
dilihat dari usia, rata-rata usia responden adalah 44,1 tahun, yang mana tentunya
kualitas dan kuantitas kemampuan reproduksinya sudah mengalami penurunan.
Kelompok ini menjadi target bagi petugas kesehatan termasuk penyuluh KB untuk
meningkatkan lagi informasi mengenai keuntungan vasektomi bagi pasangan suami-
istri serta secara persuasif agar bersedia melakukan vasektomi, dimana isteri tidak
perlu menggunakan alat kontrasepsi dan impian keluarga bahagia sejahtera juga akan
tercapai.
Data penelitian di Kel. Nangtang Kec. Cigalontang menunjukkan bahwa sebanyak
31,47% responden memiliki akses media yang baik. 33,3 % responden yang memiliki
akses metoda yang baik melakukan vasektomi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
akses media berhubungan dengan vasektomi. Media yang banyak diakses oleh
responden adalah radio (79,4%) dan televisi (89,1%). Radio dan televisi merupakan
media informasi yang dimiliki oleh hampir seluruh penduduk dan menjadi teman dalam
keseharian dan beraktivitas. Akan tetapi informasi dari petugas kesehatan masih
sangat terbatas, hanya 9,5% responden yang mengaku mendapat informasi dari
tenaga kesehatan dan hampir sebagian besar menyebutkan petugas penyuluh KB
sebagai sumber informasi. Pada responden yang melakukan vasektomi, tentu saja
sebelumnya sudah terpapar penyuluhan mengenai seluk beluk vasektomi, keuntungan
dan kerugiannya serta efek samping yang mungkin terjadi. Sehingga pada saatnya
memutuskan untuk melakukan vasektomi, responden merasa telah memperoleh
informasi yang cukup. Hal ini berbeda dibandingkan responden yang tidak melakukan
vasektomi. Informasi yang diterima sangat terbatas, sehingga kurangnya informasi
tersebut yang menjadikan responden tidak atau belum melakukan vasektomi.
Hendaknya frekuensi penyebaran informasi ditambah untuk memperluas jangkauan
penduduk akan informasi vasektomi. Adanya media lokal seperti radio dan televisi lokal
bisa menjadi sarana untuk penyebarluasan informasi.

SIMPULAN

1169
Faktor Determinan Partisipasi Pria Dalam Vasektomi Andik Setiyono, Siti Novianti

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan


vasektomi adalah jumlah anak (nilai p 0,002 OR 5,76) dan akses media (nilai p 0,005
OR 10,0). Sedangkan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan vasektomi.

SARAN
Tingkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan vasektomi untuk meningkatkan
akses pria terhadap informasi vasektomi dan untuk meningkatkan cakupan pengguna
vasektomi terutama bagi pasangan yang memiliki anak lebih dari dua.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. Data Pasangan Usia Subur dan Penggunaan Kontrasepsi. Jakarta, 2007
BKKBN. Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB dan KR..Jakarta, 2005
Dorland WA. Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary. 32rd Edition. Philadelphia.
elsevier-Saunders, 2011
Notoatmojo, Soekidjo, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan,
Andi Offset, Jakarta, 2000.
Prawiroharjo, S. Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka;2006
Purwanti, Henny. Upaya Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan
Reproduksi sebagai Wujud Kesetaraan Gender. Jurnal Argumentum Vol. 10 No.
2. Juni;2011
Purwanti, Nunuk Sri, Hubungan antara Persepsi Suami Tentang Alat Kontrasepsi Pria
dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi
Pria di Kabupaten Bantul. Tesis, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta,
2004.
Saifuddin, A.B. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka; 2006
Supyanti, dkk. Gambaran Faktor Karakteristik Dan Pengetahuan Pria Mengenai
Metode Operasi Pria (MOP). Jurnal Pendidikan Bidan. ISSN 289-2225. MO-KTI
0205-2013
Widiatmoko, dkk. Vasektomi : Moetode Kontrasepsi Pria yang Efektif, Cepat, Aman
dan Mudah. Medika; Jurnal Kedokteran Indonesia Edisi Nomor 10 vol XXXIX,
2013
Wahyuni, Sri NPD, Suryani, N,Murdani, P. Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Akseptor KB Pria tentang Vasektomi serta Dukungan Keluarga dengan Partisipasi
Pria dalam Vasektomi Jurnal Magister Kedokteran Keluarga Vol. 1 No. 1 2013
(h.80-91)

1170

Anda mungkin juga menyukai