PEMBUATAN BRIKET
LAPORAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum IPA Terapan
Yang dibina oleh Bapak Drs. Ridwan Joharmawan, M.Si dan
Ibu Erti Hamimi, S.Pd, M.Sc.
Oleh
Kelompok 5
Offering A
B. KAJIAN PUSTAKA
Perkembangan energi baru dan terbarukan merupakan suatu energi
alternative yang berbahan biomassa yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi
bahan bakar padat atau briket. Briket arang merupakan bahan bakar padat dengan
menggunakan perekat dan tekanan, mengandung senyawa karbon, mempunyai nilai
kalori yang relatif tinggi, dan dapat menyala dalam waktu yang cukup lama
(Patandung, 2014).
Briket dengan kualitas yang baik diantaranya memiliki sifat seperti tekstur
yang halus, tidak mudah pecah, keras, aman bagi manusia dan lingkungan serta
memiliki sifat-sifat penyalaan yang baik. Sifat penyalaan diantaranya adalah mudah
menyala, waktu nyala cukup lama, tidak menimbulkan jelaga, asap sedikit dan
cepat hilang serta nilai kalor yang cukup tinggi. Lama tidaknya menyala akan
mempengaruhi kualitas dan efisiensi pembakaran, semakin lama menyala dengan
nyala api konstan akan semakin baik (Hartoyo dan Roliadi, dalam Jamilatun, 2008).
Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif pengganti minyak tanah. Jenis-jenis briket berdasarkan bahan baku
penyusunnya terdiri dari briket batubara, briket bio-batubara dan biobriket. Briket
batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit
campuran perekat. Briket batubara ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu briket
batubara terkarbonisasi (melalui proses pembakaran) dan briket tanpa karbonisasi
(tanpa proses pembakaran). Briket bio-batubara adalah briket campuran antara
batubara dan biomassa dengan sedikit perekat. Biobriket adalah bahan bakar padat
yang terbuat dari bahan baku biomassa dengan campuran sedikit perekat. Biomasa
dalam kehidupan sehari-hari merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap
sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara dibakar (Fariadhie, 2009).
Menurut Ketaran (dalam Fariadhie, 2009), arang adalah bahan padat yang
berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur
C. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, dan
senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari "fixed carbon", abu, air,
nitrogen dan sulfur. Carbon black, adalah suatu karbon berbentuk amorf yang
dihasilkan oleh pemanasan atau pemecahan oksidasi dari hidrokarbon. Baked
carbon adalah suatu istilah yang digunakan untuk arang yang dibuat dari
pemanggangan pada suhu 1000-1800°C. Biasanya merupakan campuran dari
bermacam-macam bahan yang mengandung karbon.
Briket (briquette) diartikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan
dibuat dari berbagai bahan dasar. Briket dapat digolongkan menjadi dua, yakni
biobriket dan briket batu bara. Briket merupakan bahan bakar yang potensial dan
dapat diandalkan untuk rumah tangga. Biobriket didefinisikan sebagai bahan bakar
yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami
proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Pemanfaatan biobriket sebagai
energi alternatif merupakan langkah yang tepat. Biobriket dapat menggantikan
penggunaan kayu bakar yang mulai meningkat konsumsinya dan berpotensi
merusak ekologi hutan. Selain itu, harga biobriket relative murah dan terjangkau
oleh masyarakat, terutama yang berdomisili di daerah terpencil, dan pengusahaan
biobriket dapat menyerap tenaga kerja, baik pabrik briketnya, distributor, industri
tungku dan mesin briket. Pembuatan biobriket tergolong mudah, karena
teknologinya sangat sederhana. Proses pembuatannya meliputi empat tahap, yaitu
pengeringan, penggerusan, pencampuran, dan pembentuk campuran briket
(Hambali dkk, 2007).
Pembuatan briket arang dapat dilakukan dengan cara penambahan perekat
tapioka, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk,
dicampur perekat dan dicetak dengan sistem manual dan selanjutnya dikeringkan
(Pari, 2002). Menurut Sa’id (1996), apabila dibandingkan dengan arang, briket
arang memiliki beberapa keunggulan antara lain dapat ditingkatkan kerapatannya,
bentuk dan ukurannya dapat disesuaikan, tidak kotor, mudah diangkut dan praktis
sebagai bahan bakar.
Karakteristik briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan
tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket
juga harus memenuhi kriteria seperti mudah dinyalakan, tidak mengeluarkan asap,
emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, kedap air dan hasil
pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama, menunjukkan upaya
laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik
(Miskah, 2014).
Briket arang dapat dibuat dengan proses karbonisasi dan proses pirolisis.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket arang ini umumnya adalah
limbah biomassa seperti ranting, daun-daunan, rumput, jerami, sampah pasar,
sampah pertanian, limbah sisa makanan dan sampah industry. Karbonisasi
merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan organik menjadi arang. Selama
proses karbonisasi terjadi pembentukan arang, pelepasan zat yang mudah terbakar
seperti CO, H2, formaldehid, asam format dan asetat serta zat yang tidak terbakar
seperti seperti CO2, H2O dan zat cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini
mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor (Husain et al, 2002).
Bahan baku untuk membuat briket harus cukup halus untuk dapat
membentuk briket yang baik. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar pada
waktu melakukan perekatan sehingga mengurangi keteguhan tekan dari briket yang
dihasilkan. Tujuan pencampuran serbuk dengan perekat adalah untuk memberikan
lapisan tipis dari perekat pada permukaan partikel arang. Tahap ini merupakan
tahapan penting dan menentukan mutu briket yang dihasilkan. Campuran yang
dibuat tergantung pada ukuran serbuk, macam perekat, jumlah perekat dan tekanan
pengempaan yang dilakukan. Proses perekatan yang baik ditentukan dari hasil
pencampuran bahan perekat yang dipengaruhi oleh bekerjanya alat pengaduk,
komposisi bahan perekat yang tepat dan ukuran pencampurannya.
Pengempaan dilakukan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan
yang direkat dengan bahan perekat. Setelah perekat dicampurkan dan tekanan mulai
diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai mengalir ke
segala arah permukaan bahan. Pada saat bersamaan dengan terjadinya aliran,
perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi perekat ke
permukaan yang belum terkena perekat. Perbedaan tekanan berpengaruh terhadap
keteguhan tekan dan kerapatan arang briket. Pada umumnya, semakin tinggi
tekanan yang diberikan maka akan cenderung memberikan hasil arang briket
dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi. Tujuan dari
pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dalam briket agar sesuai dengan
ketentuan kadar briket yang berlaku. Suhu pengeringan yang umum dilakukan
adalah 60°C selama 24 jam (Nugrahaeni, 2008).
Kanji merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting. Mempunyai
kadar amilosa 17% dan amilopektin 83%. Sumber-sumber karbohidrat lain yang
mengandung amilum dan amilopektin adalah gandum, kentang, sagu, jagung dan
beras. Masing-masing mempunyai rasio amilosa atau amilopektin yang berbeda,
biasanya mendekati perbandingan 1:3.
Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air
dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian dipanaskan
sampai berbentuk jeli. Pencampuran kanji dengan serbuk arang diupayakan dengan
merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan meremas-remas
menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer (Lubis, 2008).
Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka) memiliki
keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan bahan perekat hidrokarbon. Bahan perekat tapioka
memiliki kelemahan yaitu sifatnya dapat menyerap air dari udara sehingga tidak
baik apabila berada dalam kelembapan udara yang tinggi. Karakteristik bahan baku
perekat untuk pembuatan biobriket adalah memiliki gaya kohesi yang baik bila
dicampurkan dengan bioarang, mudah terbakar, tidak berasap, mudah didapat
dalam jumlah banyak dan murah harganya dan tidak mengeluarkan bau, tidak
beracun dan tidak berbahaya (Karim, 2015).
Menurut Widarto (dalam Arganda, 2007), beberapa kelebihan briket arang
dibandingkan dengan arang konvensional adalah:
a. Bentuk ukurannya seragam, karena briket arang dibuat dengan alat pencetak
khusus bentuk besar kecilnya bisa diatur sesuai dengan yang dikehendaki.
b. Mempunyai panas pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
arang biasa.
c. Tidak berasap (jumlah asap kecil sekali) dibandingkan dengan arang biasa
yang banyak mengandung asap tebal.
d. Tampak lebih menarik, karena bentuk dan ukurannya bisa dibuat sesuai
dengan kehendak kita, disamping bentuk dan ukurannya menarik,
pengemasannya juga mudah.
C. LANGKAH KERJA
Arang
Hasil
D. HASIL PERCOBAAN
Gambar
F. PEMBAHASAN
Energi alternatif dapat diperoleh dari sebuah teknologi tepat guna yang
sederhana seperti briket. Briket merupakan arang dengan bentuk tertentu yang
dibuat dari hasil pertanian baik bagian tumbuhan yang sengaja dijadikan briket
ataupun berasal dari limbah pengolahan/produksi agroindustri. Biomassa hasil
pertanian seperti limbah agroindustri biasanya dianggap tidak memiliki nilai guna
dan ekonomis, sehingga murah dan bahkan pada taraf tertentu menjadi sumber
pencemaran lingkungan (Vachlepi, 2013). Briket ini merupakan salah satu contoh
atau solusi untuk mengatasi hal tersebut.
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan briket dengan melakukan
berbagai proses dari awal pembuatan hingga dilakukan uji nyala terhadap produk
briket yang dihasilkan. Proses pembuatan briket meliputi penumbukan,
pengayakan, pencampuran, pencetakan, dan pengeringan. Pada pembuatan briket
kali ini menggunakan bahan utama berupa arang sebanyak 1 kg. Arang tersebut
kemudian ditumbuk dengan menggunakan batu ataupun alat penumbuk lainnya.
Proses penumbukan tersebut bertujuan agar arang menjadi serbuk arang yang
mudah dicetak dan menjadi briket dengan kualitas yang bagus.
Arang yang telah ditumbuk akan menjadi serbuk arang yang kemudian
diayak. Pada percobaan ini serbuk arang diayak menjadi tiga variasi yaitu kasar,
sedang dan halus. Proses pengayakan ini bertujuan agar masing-masing ukuran
serbuk dapat terpisah dengan baik. Kemudian masing-masing variasi serbuk arang
tersebut dicampur dengan tepung kanji. Tepung kanji yang ditambahkan tersebut
dibuat dengan cara dipanaskan dengan air dan diaduk hingga menyerupai lem yang
kental. Tepung kanji yang menjadi lem tersebut berperan sebagai perekat partikel-
partikel dari serbuk arang. Perbandingan tepung kanji dengan arang saat proses
pencampuran haruslah lebih banyak arang. Apabila terlalu banyak penambahan
tepung kanji maka akan menimbulkan asap yang banyak ketika dilakukan uji nyala.
Proses pengadukan/pencampuran kanji dengan arang berguna agar partikel-partikel
serbuk arang saling tercampur merata dan merekat satu sama lain. Tepung kanji dan
serbuk arang diremas secara manual menggunakan tangan dalam sebuah baskom.
Perlu diperhatikan bahwa kedua bahan tersebut harus tercampur secara merata,
jangan sampai terdapat gumpalan tepung kanji yang belum tercampur. Proses
pencampuran tidak boleh dilakukan terlalu lama karena dapat menyebabkan adonan
kanji dan arang menjadi kering dan tidak dapat merekat kuat.
Apabila tahap pencampuran usai maka dapat dilakukan tahap selanjutnya
yaitu pencetakan. Adonan serbuk arang dan kanji dimasukkan ke dalam pipa
paralon sambil ditekan agar menambah kepadatan dari briket. Ketika proses
pencetakan maka kanji akan mengalir ke sela-sela partikel arang dan berguna
sebagai perekat sehingga briket memiliki tekstur padat dan rapat. Setelah tiga
variasi adonan kasar, sedang dan halur telah dicetak semua, kemudian briket
disimpan dan dibiarkan di atas nampan selama 2 minggu agar menjadi kering dan
tekstur airnya berkurang.
Setelah 2 minggu kemudian dilakukan uji nyala terhadap hasil produk
briket. Berdasarkan hasil percobaan briket yang dibiarkan selama 2 minggu, semua
briket telah mengering, akan tetapi kualitas briket yang dihasilkan berbeda. Briket
yang memiliki kualitas paling bagus adalah briket dengan bahan serbuk arang halus.
Briket variasi halus berwarna hitam layaknya arang, kepadatannya bagus dan
teksturnya kompak/rapat, saat dilepas dari cetakan maupun saat dipegang tidak
pecah. Sementara briket variasi sedang memiliki kualitas yang tidak lebih bagus
dibandingkan briket variasi halus. Briket variasi sedang memiliki kepadatan yang
kurang, teksturnya kurang kompak/tidak kokoh, sehingga saat dilepas dari cetakan
sebagian besar bagian briket banyak yang pecah. Sementara Briket variasi kasar
tidak seburuk briket variasi sedang, teksturnya cukup kompak dan kepadatannya
cukup baik. Hanya bagian atas permukaan briket yang pecah, namun sebagian besar
masih utuh. Semakin besar ukuran partikel arang maka akan semakin sulit saat
melakukan perekatan sehingga mengurangi keteguhan daya tekan dari briket yang
dihasilkan. Oleh karena itu, hasil briket variasi sedang dan kasar kualitasnya tidak
sebagus briket variasi halus.
Uji nyala briket dilakukan untuk mengetahui lamanya waktu briket hingga
dapat memanaskan air dalam gelas beaker. Pengujian nyala api briket dilakukan
dengan cara membakar briket seperti arang dan di atas kaki tiga diletakkan gelas
beaker yang berisi 50 ml air. Pencatatan waktu dilakukan menggunakan stopwatch
semenjak awal penyalaan briket hingga muncul gelembung-gelembung air pada
gelas beaker. Briket variasi kasar memiliki waktu kalor pembakaran 4 menit dengan
warna nyala api oren, briket variasi sedang memiliki waktu kalor pembakaran 2
menit dengan warna nyala api oren, sementara briket variasi halus memiliki waktu
kalor pembakaran selama 1 menit dengan warna nyala api oren. Ketiga jenis briket
hanya menghasilkan asap yang sangat sedikit sekali dan nyaris tidak terlihat,
sehingga hasilnya cukup baik.
Briket variasi halus memiliki waktu kalor pembakaran yang lebih singkat
dibanding briket sedang dan kasar. Hal ini dikarenakan briket variasi halus
memiliki tekstur yang lebih padat, partikel-partikelnya saling merekat dengan rapat.
Sesuai dengan karakter dari briket kualitas bagus yaitu permukaannya halus dan
kokoh, mudah dinyalakan, dan tidak mengeluarkan asap. Semakin tinggi kepadatan
briket maka semakin tinggi pula uji nyalanya, sehingga dalam hal ini briket halus
yang lebih padat dibanding kedua briket lainnya memiliki uji nyala yang paling
bagus. Semakin tinggi uji nyala maka waktu yang dibutuhkan dalam penyalaan
semakin singkat. Oleh karena itu briket variasi halus memiliki waktu yang lebih
singkat untuk memanaskan 50 ml air di dalam gelas beaker.
Briket yang kualitasnya bagus memiliki kemampuan menyala dalam waktu
yang lama. Dalam hal ini briket variasi halus memiliki uji nyala yang baik, sehingga
hal ini mempengaruhi waktu penyalaan yang lebih singkat. Pada menit pertama
briket variasi halus sudah dapat memanaskan air 50 ml dalam gelas beaker,
sehingga pada saat tersebut pemanasan akhirnya dihentikan. Terdapat
kemungkinan bahwa briket variasi halus pada saat tersebut masih mampu bertahan
lebih lama didukung dengan kualitasnya yang lebih baik dibanding dua briket
lainnya. Sementara briket variasi sedang dan kasar memiliki waktu kalor
pembakaran yang lebih lama, karena kualitasnya yang tidak sebagus briket variasi
halus, sehingga uji penyalaan membutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk
memanaskan 50 ml air.
Faktor kesalahan pada praktikum ini dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya yaitu kuantitas dari kanji menentukan kualotas briket. Apabila kanji
terlalu sedikit maka briket tidak akan memadat sementara jika kanji terlalu banyak
maka briket akan banyak mengeluarkan asap saat dibakar. Selain itu, pada saat
proses pencetakan seharusnya permukaan bagian dalam dari pipa paralon dilapisi
dengan oli, begitu pula bagian bolpoin yang ada di tengah. Hal ini akan
memudahkan pelepasan briket usai dicetak. Kesalahan lain yaitu, usai dicetak
seharusnya briket langsung dikeluarkan dari cetakan baru dijemur, sehingga
pelepasan briket semenjak awal bukan menunggu saat kering. Hal ini pula yang
kemudian mempengaruhi briket sehingga jika kurang padat ataupun kokoh, maka
briket dapat pecah saat dipegang dan dilepas dari cetakan.
G. KESIMPULAN
Proses pembuatan briket arang meliputi penumbukan arang, pengayakan,
pencampuran, pencetakan dan pengeringan. Keberhasilan ditentukan dari
kualitas produk dan uji nyala.
Hasil produk yang memiliki kualitas baik dari segi kepadatan, tekstur dan
uji nyala adalah briket variasi halus.
Faktor kesalahan dari hasil percobaan meliputi kesalahan prosedur yaitu
tidak menggunakan oli untuk pencetakan dan tidak melepas briket setelah
dicetak, serta penggunaan bahan yang digunakan berupa kanji yang
kemungkinan kurang maksimal.
H. SARAN
Pengetahuan mengenai prosedur sebaiknya lebih diperdalam lagi sehingga
dapat meminimalisir kesalahan saat pembuatan produk. Hal ini sebaiknya
bukan hanya berlaku pada mahasiswa akan tetapi juga dosen dan asisten
dosen.
Sebaiknya terdapat perbandingan yang tepat antara kanji dan arang yang
akan dibuat menjadi briket.
DAFTAR PUSTAKA
Arganda Mulia, 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Cangkang
Kelapa Sawit sebagai Briket Arang. Tesis. Magister Kimia: Universitas
Sumatera Utara.
Fariadhie, J. (2009). Perbandingan Briket Tempurung Kelapa dengan Ampas Tebu,
Jerami dan Batu Bara. Jurnal Teknik, 5(83), 1–8.
Hambali E., 2007. Teknologi Bioenergi. Bogor: PT. Agromedia Pustaka.
Husain Z., Zainac Z., Abdullah Z., 2002. Curing temperature effect on mechanical
strength of smokeless fuel briquettes prepared with molasses. Biomass and
Bioenergy 22, pp. 505-509.
Jamilatun, S. (2008). Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa.
Jurnal Rekayasa Proses, 2(2), 37–40.
Karim, M. A., Ariyanto, E., dan Agung Firmansyah. (2015). Studi Biobriket
Enceng Gondok ( Eichhornia Crassipes ) sebagai Bahan Bakar Energi
Terbarukan. In Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia (pp. 1–6). Yogyakarta.
Lubis, K., 2008. Transformasi Mikropori ke Mesopori Cangkang Kelapa Sawit
Terhadap Nilai Kalor Bakar Briket Arang Cangkang Kelapa Sawit. Medan:
Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Miskah, Siti., L. Suhirman, H.R. Ramadhona. 2014. Pembuatan Biobriket dari
Campuran Arang Kulit Kacang Tanah dan Arang Ampas Tebu dengan Aditif
KMnO4. 20:58-61.
Nugrahaeni, J.I. 2008. Pemanfaatan Limbah Tembakau untuk Bahan Pembuatan
Briket sebagai Bahan Bakar Alternatif. Bogor: IPB.
Pari, G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan
Kayu. Makalah Falsafah Sains. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.
Patandung, P. (2014). PENGARUH JUMLAH TEPUNG KANJI PADA
PEMBUATAN BRIKET ARANG TEMPURUNG PALA. Jurnal Penelitian
Teknologi Industri, 6(2), 95–102.
Sa’id, E.G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Bogor:
Trubus Agriwidya.
Vachlepi, A. 2013. Penggunaan Biobriket sebagai Bahan Bakar Alternatif dalam
Pengeringan Karet Alam. Warta Perkaretan 2013, 32 (2), 65-73.
LAMPIRAN
GAMBAR KETERANGAN
Arang halus + kasar.
Arang kasar.
Arang halus.
Proses pemasakan kanji.
Pencetakan arang.
Arang yang telah dicetak.